BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 63 TAHUN 2015

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 26 TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 1 TAHUN TENTANG

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA MAKASSAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN. PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR Nomor 1 Tahun 2016 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 61 TAHUN 2014

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2016

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR 1<? TAHUN 2013 KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN BUPATI BENGKAYANG,

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G

WALIKOTA BANJARMASIN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI PADA SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 80 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA LUBUKLINGGAU PROPINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN WALIKOTA LUBUKLINGGAU NOMOR G TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 55 TAHUN 2013

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011

GUBERNUR RIAU. b. bahwa untuk meningkatkan kemampuan petani dalam penerapan pemupukan berimbang diperlukan subsidi pupuk;

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

Transkripsi:

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (3) Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 79 Tahun 2015 tentang Kebutuhan dan Penyaluran serta Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2016, maka perlu membentuk Peraturan Bupati tentang Kebutuhan dan Penyaluran serta Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Kabupaten Malang Tahun Anggaran 2016; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 nomor 41), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya dengan mengubah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

2 4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411); 5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015); 7. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5170); 8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4079); 11. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang Dalam Pengawasan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang Dalam Pengawasan;

3 12. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 40/Permentan/OT.140/4/2007 tentang Rekomendasi Pemupukan N, P, dan K pada Padi Sawah Spesifik Lokasi; 14. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 20/M-DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa; 15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2009 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Daerah; 16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 43/Permentan/SR.140/8/2011 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pupuk An- Organik; 17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah; 18. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian; 19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32); 20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 60/Permentan/SR.310/12/2015 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2016; 21. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 237/Kpts/OT.210/4/2003 tentang Pedoman Pengawasan, Pengadaan, Peredaran dan Penggunaan Pupuk An-Organik; 22. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 239/Kpts/OT.210/4/2003 tentang Pengawasan Formula Pupuk An-Organik; 23. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 131.35-5509/2015 tentang Pengangkatan Penjabat Bupati Malang Provinsi Jawa Timur; 24. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 79 Tahun 2015 tentang Kebutuhan dan Penyaluran Serta Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2016; 25. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2008 Nomor 1/D), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 9 Tahun 2014 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2014 Nomor 2 Seri C);

4 26. Peraturan Bupati Malang Nomor 36 Tahun 2011 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Malang (Berita Daerah Kabupaten Malang Tahun 2011 Nomor 12 Seri E); 27. Peraturan Bupati Malang Nomor 43 Tahun 2012 tentang Organisasi Perangkat Daerah Dinas Pertanian dan Perkebunan (Berita Daerah Kabupaten Malang Tahun 2012 Nomor 10 Seri C); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2016. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Malang. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Malang. 3. Bupati adalah Bupati Malang. 4. Dinas adalah Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang. 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang. 6. Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. 7. Pupuk An-organik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisika dan/atau biologi dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk. 8. Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. 9. Pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk bagi tanaman sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman untuk mencapai produktivitas yang optimal dan berkelanjutan. 10. Pupuk bersubsidi adalah barang dalam pengawasan yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi Pemerintah untuk kebutuhan Kelompok Tani dan/atau Petani di Sektor Pertanian.

5 11. Harga Eceran Tertinggi, yang selanjutnya disingkat HET adalah harga pupuk bersubsidi yang dibeli oleh Petani/ Kelompok Tani di penyalur Lini IV yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian. 12. Sektor Pertanian adalah sektor yang berkaitan dengan budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, hijauan pakan ternak dan budidaya ikan dan/atau udang. 13. Petani adalah perorangan Warga Negara Indonesia yang mengusahakan budidaya tanaman pangan atau hortikultura dengan luasan tertentu. 14. Pekebun adalah perorangan Warga Negara Indonesia yang mengusahakan budidaya tanaman perkebunan dengan luasan tertentu. 15. Peternak adalah perorangan Warga Negara Indonesia yang mengusahakan budidaya tanaman hijauan pakan ternak dengan luasan tertentu. 16. Petambak adalah perorangan Warga Negara Indonesia yang mengusahakan lahan untuk budidaya ikan dan atau udang dengan luasan tertentu. 17. Pelaksana Subsidi Pupuk adalah Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan sebagai pelaksana penugasan untuk subsidi pupuk. 18. Penyalur di Lini III adalah Distributor sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian yang berlaku. 19. Penyalur di Lini IV adalah Pengecer Resmi sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian yang berlaku. 20. Kelompok tani adalah kumpulan Petani/Pekebun/ Peternak/Petambak yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan sumberdaya kesamaan komoditas dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha taninya. 21. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani, yang selanjutnya disingkat RDKK adalah rencana kebutuhan pupuk bersubsidi untuk satu tahun yang disusun berdasarkan musyawarah anggota Kelompok Tani yang merupakan alat pesanan Pupuk Bersubsidi kepada Gabungan Kelompok Tani atau Penyalur Sarana Produksi Pertanian. 22. Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida, yang selanjutnya disingkat KPPP adalah wadah koordinasi instansi terkait dalam pengawasan pupuk dan pestisida yang dibentuk oleh Bupati.

6 BAB II PERUNTUKAN DAN ALOKASI KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI Pasal 2 (1) Pupuk Bersubsidi diperuntukkan bagi Petani dan/atau Petambak yang telah bergabung dalam Kelompok Tani dan menyusun RDKK, dengan ketentuan: a. petani yang melakukan usaha tani di bidang tanaman pangan sesuai areal yang diusahakan setiap musim tanam; b. petani yang melakukan usaha tani di luar bidang tanaman pangan dengan total luasan maksimal 2 (dua) hektar setiap musim tanam; atau c. petambak dengan total luasan maksimal 1 (satu) hektar setiap musim tanam. (2) Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperuntukkan bagi perusahaan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan atau perusahaan perikanan budidaya. Pasal 3 (1) Kebutuhan Pupuk Bersubsidi ditetapkan dengan memperhitungkan: a. usulan kebutuhan yang diajukan oleh Petani, Pekebun, Peternak atau Petambak berdasarkan RDKK yang disetujui oleh petugas teknis, penyuluh atau koordinator pertanian Kecamatan setempat; b. penyerapan Pupuk Bersubsidi tahun-tahun sebelumnya; serta c. berdasarkan jumlah alokasi kebutuhan Pupuk Bersubsidi untuk Kabupaten Malang Tahun 2016 yang telah ditetapkan melalui Peraturan Gubernur Jawa Timur. (2) Kebutuhan Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijabarkan menurut Sub Sektor, Kecamatan, Jenis dan Jumlah yang alokasinya sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini. (3) Penjabaran menurut Sub Sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. Sub Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura, sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini;

7 b. Sub Sektor Perkebunan, sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini; c. Sub Sektor Peternakan, sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini; d. Sub Sektor Perikanan Budidaya, sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini. Pasal 4 Dinas bersama kelembagaan penyuluhan setempat wajib melaksanakan pembinaan kepada Kelompok Tani dalam penyusunan RDKK sesuai luas areal usaha tani dan/atau kemampuan penyerapan pupuk di tingkat Petani di wilayahnya. Pasal 5 (1) Apabila di suatu wilayah terjadi kekurangan kebutuhan pupuk bersubsidi sehingga tidak sesuai dengan alokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) dapat dipenuhi melalui realokasi antar wilayah, waktu dan sub sektor. (2) Realokasi antar Kecamatan dalam wilayah Daerah ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Dinas. (3) Apabila alokasi pupuk bersubsidi di wilayah Kecamatan di Daerah pada bulan berjalan tidak mencukupi, Pelaksana Subsidi Pupuk dapat menyalurkan alokasi Pupuk Bersubsidi di wilayah bersangkutan dari sisa alokasi bulan sebelumnya dan/atau dari alokasi bulan berikutnya dengan tidak melampaui alokasi dalam 1 (satu) tahun. BAB III PENYALURAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI Pasal 6 Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terdiri atas Pupuk An-Organik dan Pupuk Organik yang diproduksi dan/atau diadakan oleh Pelaksana Subsidi Pupuk. Pasal 7 (1) Pelaksanaan pengadaan dan penyaluran Pupuk Bersubsidi sampai ke Penyalur di Lini IV dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan terkait dengan Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian yang berlaku.

8 (2) Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian pada Penyalur di Lini IV ke Petani atau Kelompok Tani diatur sebagai berikut: a. penyaluran Pupuk Bersubsidi oleh Penyalur di Lini IV berdasarkan RDKK sesuai dengan wilayah tanggung jawabnya; b. penyaluran Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada huruf a memperhatikan kebutuhan Kelompok Tani dan alokasi di masing-masing wilayah; c. penyaluran Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan prinsip 6 (enam) tepat yaitu tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu dan tepat mutu. (3) Untuk kelancaran penyaluran Pupuk Bersubsidi di Lini IV ke Petani atau Kelompok Tani sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah melakukan pendataan RDKK, sebagai dasar pertimbangan dalam pengalokasian Pupuk Bersubsidi sesuai alokasi yang ditetapkan dalam Peraturan Bupati ini. (4) Optimalisasi pemanfaatan Pupuk Bersubsidi di tingkat Petani atau Kelompok Tani dilakukan melalui pendampingan penerapan pemupukan berimbang spesifik lokasi oleh Penyuluh. (5) Pengawasan penyaluran Pupuk Bersubsidi di Lini IV ke Petani dilakukan oleh Petugas Pengawas yang ditunjuk sebagai kesatuan dari KPPP. Pasal 8 (1) Pelaksana Subsidi Pupuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Penyalur di Lini III dan Penyalur di Lini IV wajib menjamin ketersediaan Pupuk Bersubsidi saat dibutuhkan Petani, Pekebun, Peternak dan Petambak di wilayah tanggung jawabnya sesuai ketentuan yang berlaku. (2) Untuk menjamin ketersediaan Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pelaksana Subsidi Pupuk berkoordinasi dengan Dinas untuk penyerapan Pupuk Bersubsidi sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 9 (1) Penyalur di Lini IV yang ditunjuk harus menjual Pupuk Bersubsidi sesuai HET. (2) HET Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut: a. Pupuk Urea = Rp. 1.800,- per kg; b. Pupuk SP-36 = Rp. 2.000,- per kg; c. Pupuk ZA = Rp. 1.400,- per kg; d. Pupuk NPK = Rp. 2.300,- per kg; e. Pupuk Organik = Rp. 500,- per kg.

9 (3) HET Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk pembelian oleh Kelompok Tani atau Petani, Pekebun, Peternak, Petambak di Lini IV secara tunai dalam kemasan sebagai berikut: a. Pupuk Urea = 50 kg; b. Pupuk SP-36 = 50 kg; c. Pupuk ZA = 50 kg; d. Pupuk NPK = 50 kg; e. Pupuk Organik = 40 kg. Pasal 10 (1) Kemasan Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 harus diberi label tambahan berwarna merah, mudah dibaca dan tidak mudah hilang/terhapus, yang bertuliskan: Pupuk Bersubsidi Pemerintah Barang Dalam Pengawasan (2) Khusus pengadaan dan penyaluran Pupuk Urea Bersubsidi berwarna merah muda (pink) dan Pupuk ZA bersubsidi berwarna jingga (orange). BAB IV PENGAWASAN DAN PELAPORAN Pasal 11 Pelaksana Subsidi Pupuk wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyediaan dan penyaluran Pupuk Bersubsidi dari Lini I sampai dengan Lini IV sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan terkait dengan Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian yang berlaku. Pasal 12 (1) KPPP wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyaluran, penggunaan dan harga Pupuk Bersubsidi di wilayahnya. (2) KPPP dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Penyuluh. Pasal 13 (1) KPPP wajib menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan Pupuk Bersubsidi di wilayah kerjanya kepada Bupati. (2) Bupati menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan Pupuk Bersubsidi kepada Gubernur Jawa Timur.

10 BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2016. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Malang. Ditetapkan di Malang pada tanggal 31 Desember 2015 Pj. BUPATI MALANG, Ttd, Diundangkan di Malang pada tanggal 31 Desember 2015 HADI PRASETYO SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MALANG, Ttd, ABDUL MALIK Berita Daerah Kabupaten Malang Tahun 2015 Nomor 25 Seri D