BAB I PENDAHULUAN. bidang termasuk di bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. rangka pembaharuan hukum dengan mengadakan kodifikasi dan unifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB I PENDAHULUAN. hukum publik menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB III PENUTUP. Jayapura, apabila perjanjian kredit macet dan debitur wanprestasi yaitu: (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring).

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengertian kredit menurutundang-undang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dana merupakan salah satu faktor penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB V PENUTUP. dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : Memberikan Kredit Dengan Jaminan Fidusia. tahun 1999 tentang jaminan fidusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara berkembang, Indonesia berusaha untuk melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasaarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

I. PENDAHULUAN. untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia dilaksanakan secara berkesinambungan di berbagai bidang termasuk di bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat baik perorangan maupun badan hukum memerlukan dana yang cukup besar. Oleh karena itu bank sebagai lembaga keuangan dapat dan mampu menyediakan dan menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan melalui pemberian kredit. Tujuan pemberian kredit dari bank tersebut adalah untuk menambah modal yang akan disalurkan ke berbagai bidang dan proyek dengan tujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan perekonomian. Fungsi perbankan yakni sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, yang salah satu usahanya adalah memberikan kredit. 1 Dana yang ada pada bank pada prinsipnya adalah milik masyarakat yang dipercayakan atau dititipkan kepada bank, sehingga dalam mengelola dana tersebut bank harus bertanggung jawab kepada masyarakat. Untuk itu dalam memberikan kredit bank harus menjalankan prinsip kehati-hatian. Corak perbankan Indonesia mempunyai kekhasan karakteristik yang mungkin sangat berbeda dengan corak perbankan yang lazim di negara lain, tetapi secara umum 1 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung : Alumni, 2001), hal.1.

corak perbankan Indonesia tetap sama dengan yang berlaku menyeluruh di dunia manapun. Perbankan di Indonesia banyak dipengaruhi oleh ideologi Pancasila, dan tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kekhasan yang terlihat jelas dalam kehidupan perbankan Indonesia, diantaranya: 1. Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. 2. Perbankan Indonesia sebagai sarana untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional, juga guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945, pelaksanaan perbankan Indonesia harus banyak memperhatikan keserasian, keselarasan, dan kesinambungan unsur-unsur Trilogi Pembangunan. 3. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsi, dan tanggungjawabnya kepada masyarakat tetap harus senantiasa bergerak cepat guna menghadapi tantangan yang semakin berat dan luas dalam perkembangan perekonomian nasional maupun internasional. 2 Perbankan yang didasarkan kepada demokrasi ekonomi, mempunyai arti bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan perbankan, sedangkan pemerintah bertindak memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan dunia perbankan sekaligus menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangannya. Hukum modern mempunyai sifat dan fungsi instrumental, yaitu bahwa hukum sebagai sarana perubahan. Hukum akan membawa perubahan-perubahan melalui perbuatan perundang-undangan yang dijadikan sebagai sarana menyalurkan 2 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hal.3.

kebijakan-kebijakan yang dengan demikian bisa berarti menciptakan keadaan yang baru, atau mengubah sesuatu yang telah ada. Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana dan di sisi lain ada kelompok masyarakat lain yang memiliki kemampuan untuk berusaha namun terhambat dikarenakan hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki dana sama sekali. Untuk mempertemukan keduanya diperlukan perantara (intermediary) yang akan bertindak selaku kreditur yang akan menyediakan dana bagi debitur. Disinilah timbul perjanjian hutang piutang atau pemberian kredit. Di dalam pemberian kredit, bank menyalurkan dana yang dihimpun dari masyarakat kepada pihak yang membutuhkannya. Akan tetapi kredit yang diberikan oleh bank itu mengandung risiko, sehingga di dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, ditentukan bahwa dalam memberikan kredit bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Pemberian kredit yang sangat berisiko tersebut menuntut bank menerapkan prinsip kehati-hatian dengan seksama agar uang yang telah disalurkan dalam bentuk kredit itu dapat kembali pada waktunya, karena bank dalam usahanya itu menggunakan dana yang dihimpun dari masyarakat. Bank bertanggung jawab penuh atas pengembalian dana yang dipercayakan masyarakat kepadanya pada waktu yang telah diperjanjikan itu kepada para nasabahnya. 3 Dengan demikian, bank dalam upayanya untuk mengurangi risiko itu harus memperhatikan jaminan sebagai faktor yang penting. 3 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda LainYang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 12-13.

Pada dasarnya jaminan dalam pemberian kredit bertujuan untuk menghilangkan atau setidaknya meminimalkan risiko yang mungkin timbul jika debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk pelunasan hutang atas kredit yang diambilnya. Jaminan tersebut dimaksudkan agar kreditur mempunyai kedudukan yang kuat dan aman serta terjamin untuk memperoleh kembali dana yang telah disalurkan dan adanya kepastian hukum. Barang yang dijadikan objek jaminan dapat berupa benda bergerak maupun yang tidak bergerak. Salah satu benda yang lazim dijadikan jaminan adalah tanah. Pengaturan tentang jaminan berupa tanah, pemerintah telah mengaturnya dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan sebagi ganti dari Lembaga Jaminan Hipotik, sedangkan untuk benda bergerak diatur dalam Undang- Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia. Pemberian kredit oleh bank kepada debitur dilakukan melalui perjanjian kredit. Perjanjian kredit bank ini terdiri atas kata Perjanjian dan Kredit. Pasal 1 angka 11 Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa : kredit yang diberikan oleh bank adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Praktek perbankan menerima harta benda sebagai jaminan kredit antara lain berupa harta benda tidak bergerak seperti tanah yang sudah bersertifikat dengan bentuk perjanjian jaminannya adalah hak tanggungan. Selain itu ada juga harta benda bergerak seperti mobil, stok barang dagangan, truk, barang setengah jadi, mesin-

mesin, kapal yang berukuran tidak lebih dari 20 meter kubik dengan bentuk perjanjian jaminannya adalah jaminan fidusia. 4 Demi kepentingan kreditur yang mengadakan perutangan, undang-undang memberikan jaminan yang tertuju terhadap semua kreditur dan mengenai harta benda debitur. Baik mengenai benda bergerak maupun tidak bergerak, baik benda yang sudah ada maupun yang akan ada, semua menjadi jaminan bagi seluruh utang debitur. Jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut harta kekayaan debitur dan sebagainya disebut jaminan umum. Artinya benda jaminan itu tidak ditunjuk secara khusus dan tidak diperuntukkan kepada kreditur, sedang hasil penjualan benda jaminan itu dibagi-bagi di antara para kreditur seimbang dengan piutangnya masing-masing kecuali apabila diantara para kreditur itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. 5 Dalam hal pemberian kepastian hukum terhadap objek jaminan maka dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, mengharuskan dilakukannya pendaftaran atas objek jaminan tersebut. Dalam penjelasan Pasal 11 tersebut dikatakan bahwa pendaftaran benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia dilaksanakan ditempat kedudukan Pemberi Fidusia dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia. Salah satu syarat untuk mendaftarkan akta jaminan fidusia adalah bahwa akta itu harus dibuat dalam bentuk akta notaris. 6 4 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia (Seri Hukum Bisinis), (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), hlm 61 5 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia-Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan,(Yogyakarta : Liberty, 2003), hlm 44-45 6 Tan Kamelo, ibid, hlm 216

Terhadap objek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan oleh kreditur maka akan mengakibatkan objek fidusia tidak akan mendapat perlindungan hukum sesuai dengan UndangUndang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang jaminan Fidusia. Sehingga dengan demikian kepentingan kreditur tidak dilindungi oleh undang-undang apabila terjadi kredit macet oleh debitur. B. Perumusan Masalah Permasalahan adalah merupakan suatu persoalan yang harus dipecahkan. Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada pembahasan hal yang diluar permasalahan. Adapun permasalahan yang diajukan dalam penulisan ini adalah : 1. Bagaimanakah prosedur pendaftaran jaminan fidusia pada Departemen Hukum Dan Hak Asazi Manusia/Kanwil Hukum Dan Ham? 2. Bagaimanakah pelaksanaan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia? 3. Bagaimanakah perlindungan terhadap hak kreditur dengan jaminan benda bergerak? C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan Berdasarkan pada permasalahan di atas maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan pendaftaran objek jaminan fidusia pada Kantor Departemen Hukum Dan HAM/Kanwil Hukum Dan Ham. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia.

3. Untuk mengetahui perlindungan terhadap hak kreditur dengan jaminan berupa benda bergerak. Manfaat dari hasil penulisan skripsi ini dapat dilihat secara teoritis dan secara praktis, yaitu : 1. Secara teoritis Hasil penelitian ini akan menguatkan teori bahwa suatu norma hukum wajib ditaati karena norma hukum itu akan menjadi bermanfaat apabila benar-benar diterapkan atau dilaksanakan, khususnya dalam hal ini adalah tentang pelaksanaan jaminan fidusia. 2. Secara praktis Hasil penulisan skripsi ini dapat menjadi masukan secara umum ataupun sumbang saran bagi perusahaan-perusahaan baik perbankan maupun non perbankan sebagai lembaga pembiayaan yang mempergunakan lembaga jaminan fidusia sebagai pengikatan objek jaminan. D. Keaslian Penulisan Penulisan yang berkenaan dengan topik dan permasalahan yang penulis tulis masih bersifat aktual. Penulisan ini adalah asli dari ide, gagasan, pemikiranpemikiran, dan usaha penulis sendiri dengan bantuan buku-buku penunjang, undangundang, jurnal untuk penyusunan skripsi tanpa ada penipuan, penjiplakan yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Untuk itu penulis bertanggung jawab atas keaslian penulisan skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Undang-undang khusus yang mengatur tentang hal ini yaitu Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, juga menggunakan istilah fidusia. Dengan demikian fidusia sudah merupakan istilah resmi dalam dunia hukum. Fidusia, menurut asal katanya berasal dari kata fides yang berarti kepercayaan 7. Dari definisi diatas dapat diambil pengertian bahwa fidusia adalah suatu penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan, bukan sebagai gadai dan bukan juga sebagai pemindahan hak milik, tetapi ikatan timbal balik atas dasar kepercayaan. Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pengertian dari fidusia adalah: pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan, dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sedangkan istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie, mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihan di samping pertanggung jawaban umum debitur terhadap barangbarangnya. Menurut Hartono Hadisoeprapto jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajian yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, pengertian dari pada jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat di bebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi perlunasan utang tertentu, 8 7 Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Jakarta, Rajawali Pers, 2000, hlm 113 8 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2004, hlm 21-22

yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. 9 Jaminan fidusia ini demi hukum hapus sebagai mana yang terdapat dalam pasal 25 Undang-undang Fidusia yaitu: 1) Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia. 2) Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia. 3) Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Adanya jaminan fidusia tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya hutang atau karena pelepasan hak maka dengan sendirinya jaminan fidusia yang bersangkutan menjadi hapus. Hapusnya hutang ini antara lain dibuktikan dengan bukti pelunasan atau bukti hapusnya hutang berupa keterangan yang dibuat oleh kreditur. Apabila objek jaminan fidusia musnah dan benda tersebut diasuransikan maka klaim asuransi akan menjadi pengganti objek jaminan fidusia tersebut. Hukum tidak dapat dilepaskan dari perubahan sosial, oleh karena itu hukum tidak bersifat statis melainkan dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakatnya. Hukum adalah ketentuan yang lahir dari dalam dan karena pergaulan hidup manusia seperti juga lahir dan berkembangnya fidusia. Sebagaimana diketahui di dalam kenyataannya hukum selalu tertinggal di belakang masalah yang diaturnya. Dalam rangka pembangunan ekonomi suatu negara dibutuhkan dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat dipenuhi dengan memberdayakan secara maksimal sumber-sumber dana yang tersedia. Sumber-sumber dana tersebut tidak hanya mengandalkan sumber dana dalam negeri saja, tetapi juga sapat menggunakan sumber-sumber dana dari luar negeri. hlm 49 9 H. Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung, Alumni, 2004,

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Penyaluran dana masyarakat ini dilakukan dalam bentuk pemberian kredit. Kredit berasal dari kata latin creditum" atau credo dan bahasa yunani credere yang artinya percaya, kepercayaan (truth or faith), dasar dari kredit ialah kepercayaan, yang mana seseorang penerima kredit akan memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan terlebih dahulu di dalam perjanjian kredit. Pada dunia bisnis kredit juga mempunyai banyak arti, salah satunya adalah kredit dalam arti seperti kredit yang diberikan oleh suatu bank kepada nasabahnya, sedangkan di dunia bisnis pada umumnya, kata kredit diartikan sebagai kesanggupan akan meminjam uang atau kesanggupan akan mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan barang atau jasa dengan perjanjian akan membayar kelak. 10 Kredit adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan lembaga jaminan, yang akan menjamin ketertiban pengembalian kredit kepada pemberi kredit (kreditur) secara cepat dan pasti, oleh karena itu sudah seharusnya jika pemberi kredit (kreditur) dan penerima kredit (debitur) serta pihak lain yang terkait mendapatkan perlindungan melalui suatu lembaga hukum jaminan yang kuat dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. butir k : Pengertian kredit menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Pasal 1 Kredit adalah penyediaan utang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam 5-6. 10 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal.

antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Berdasarkan pengertian di atas menunjukkan bahwa prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak semata-mata melunasi hutangnya tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Kredit sangat penting bagi pembangunan ekonomi, oleh karena itu kredit selalu dibutuhkan bagi pengembangan usaha besar, menengah, maupun pengusaha kecil. Kredit merupakan penunjang pembangunan dimana diharapkan masyarakat dari semua lapisan dapat berperan serta. Penyaluran dan penggunaan kredit sangat berperan didalam kelangsungan usaha debitur maupun bank. Manfaat kredit bagi debitur, misalnya adalah akan mendapat tambahan modal usaha sehingga dapat meningkatkan omset dan pendapatan usaha. Manfaat bagi bank, yaitu akan memperoleh keuntungan dari bunga kredit yang dibayar oleh debitur. Pendapatan inilah yang menjadi pendapatan utama bank dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Semakin sehat dan lancar pengembalian kredit oleh debitur maka semakin besar keuntungan atau laba yang diperoleh bank. Sebaliknya semakin banyak kredit bermasalah bisa menjadikan bank merugi ataupun bangkrut. Dalam praktiknya, setiap permohonan kredit dianalisis dan dievaluasi oleh pihak bank melalui unit-unit kerja tertentu, sehingga dapat menyimpulkan apakah kredit yang dimohon layak disetujui atau ditolak. Biasanya dalam pemberian kredit, bank mensyaratkan agar calon debitur secara jujur dan terbuka memberitahukan kepada bank mengenai tujuan penggunaan kredit yang dimohonkannya, dan dalam hal ini bank harus jeli menilai kejujuran pemohon, sehingga nantinya dapat dihindari apa yang disebut dengan side streaming atau penyalahgunaan fasilitas kredit yang diterima oleh debitur.

Sebelum fasilitas kredit yang disetujui diikat dalam perjanjian kredit, terlebih dahulu bank menyatakan persetujuannya dalam bentuk tertulis kepada debitur. Surat ini sering diistilahkan dengan surat persetujuan kredit atau offering letter. Dalam surat tersebut dicantumkan syarat-syarat pemberian kredit oleh kreditur, dan pada surat tersebut calon debitur akan menyatakan persetujuannya dengan membubuhkan tanda tangan pada surat dimaksud. Dari definisi kredit menurut undang-undang perbankan dapat dilihat bahwa pemberian fasilitas kredit itu didasari atas kesepakatan dan prinsip kepercayaan antara pihak bank dengan peminjam yang dituangkan dalam suatu perjanjian. Namun dalam pasal tersebut tidak disyaratkan apakah kesepakatan itu dituangkan dalam akta otentik atau cukup dengan akta dibawah tangan. Sebagai petunjuk bagi bank dalam pembuatan akta perjanjian kredit adalah sebagaimana disyaratkan dalam SK Direksi Bank Indonesia No.27/162/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No.27/7/UPPB masing-masing tertanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi bank umum yang menegaskan bahwa setiap akad kredit harus dibuat tertulis baik dibawah tangan maupun dimuka Notaris. Pada umumnya bank lebih cenderung membuat perjanjian kredit dalam bentuk akta otentik yang dibuat oleh Notaris. Hal ini disebabkan karena kredit yang diberikan itu tetap mengandung unsur risiko yang sewaktu-waktu menjadi macet karena debitur wanprestasi. Wujud wanprestasi ini dapat dibuktikan dengan apa yang telah diperjanjikan dalam akta perjanjian kredit. Dalam penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dikatakan bahwa apabila terdapat keyakinan atas kemampuan debitur maka jaminan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan

kredit yang bersangkutan. Pada prakteknya bank biasanya akan meminta jaminan tambahan berupa perjanjian jaminan kebendaan maupun perjanjian jaminan perorangan. Perjanjian jaminan kebendaan sebagai pengaman kredit lebih disukai kreditur dari pada perjanjian jaminan perorangan, karena dalam perjanjian jaminan kebendaan ada benda tertentu yang diikat dalam perjanjian dan disediakan apabila terjadi cedera janji di kemudian hari. Salah satu lembaga jaminan kebendaan adalah fidusia, yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Jaminan kebendaan adalah jaminan yang mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu, selalu mengikuti benda tersebut kemanapun benda tersebut beralih atau dialihkan, dapat dialihkan dan dapat dipertahankan kepada siapapun. 11 Teori fidusia yang menjadi pedoman dalam penulisan tesis ini adalah perjanjian pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan hak kepemilikan atas benda yang dialihkan itu tetap berada dalam penguasaan si pemilik benda. Apabila debitur pemberi fidusia cedera janji, kreditur penerima fidusia tidak dapat memiliki benda jaminan fidusia melainkan benda jaminan itu dijual untuk mengambil pelunasan piutangnya sesuai dengan hak preferensi yang diberikan oleh Undang-Undang kepada kreditur. Hak tersebut tidak hapus walaupun terjadi kepailitan pada debitur. Suatu sistem hukum jaminan yang baik adalah hukum jaminan yang mengatur asas-asas dan norma-norma hukum yang tidak tumpang tindih (overlapping) satu sama lain. 12 Asas hukum dalam perjanjian fidusia harus berjalan secara harmonis dengan asas hukum di bidang hukum jaminan kebendaan lainnya. Ketidaksinkronan 11 Hansanuddun Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1998), hal.162. 12 H.R.Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 276.

pengaturan asas hukum dalam jaminan fidusia dengan jaminan kebendaan lainnya akan menyulitkan penegakan hukum jaminan tersebut. Secara teoritis maupun empiris bahwa fidusia memiliki arti penting dalam hal menampung keinginan masyarakat akan kebutuhan kredit. Khususnya kepada para pemakai fidusia perusahaan kecil dan menengah seperti pertokoan, pengecer, pengrajin, rumah makan, usaha pertanian sangat membantu dan tidak memberatkan, oleh karena itu kehadirannya dapat memberikan manfaat ganda. Pihak penerima kredit masih dapat menguasai barang jaminan untuk keperluan usahanya sehari-hari dan pihak perbankan lebih praktis mempergunakan prosedur pengikatan fidusia disebabkan bank tidak perlu menyediakan tempat khusus untuk menyimpan barang jaminan seperti pada lembaga gadai. Pada perjanjian gadai, barang jaminan harus diserahkan kepada pihak bank sesuai dengan Pasal 1150 Junto Pasal 1152 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian gadai menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pasal 1150 : Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. 13 Adanya syarat gadai yang demikian cukup memberatkan debitur karena barang jaminan tidak dapat lagi dipergunakan untuk usaha debitur, sedangkan bagi bank hal ini menimbulkan masalah mengenai tempat penyimpanan, khususnya bankbank yang tidak mempunyai gudang yang cukup luas. Akibat pengaturan gadai yang terlalu sempit, fidusia lahir untuk mengatasi kekosongan hukum jaminan melalui putusan pengadilan. Lahirnya fidusia adalah 13 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150.

karena hakim atas desakan kebutuhan masyarakat melakukan suatu rechtvinding yaitu menemukan hukum baru, oleh karena itu ada yang mengatakan bahwa hukum fidusia sebagai hukum hakim. Undang-Undang Jaminan Fidusia secara tegas menyatakan Jaminan Fidusia adalah agunan atas kebendaan atau jaminan kebendaan (Zakelijke Zekerheid) yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia, yaitu hak didahulukan terhadap kreditur lainnya. 14 F. Metode Penulisan Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, untuk mendapatkan hasil maksimal, diupayakan pengumpulan data secara baik dan layak yang dilakukan penulis berupa : 1. Tinjauan Kepustakaan yaitu, berupa buku bacaan yang relevan dengan penulisan skripsi ini, dengan membaca dan mempelajari bahan buku bacaan maupun perundang-undangan seperti Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 2. Tinjauan lapangan yaitu dengan melakuan tinjauan secara langsung terhadap perjanjian penggabungan antara PT. Bank Haga dengan PT. Rabobank. 14 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, ibid, hal. 130.

G. Sistematika Penulisan Adapun sistematika dari penulisan ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Di dalam Bab ini disajikan pengantar-pengantar permasalahan pokok yang terdiri dari : Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan. BAB II : Perjanjian Kredit Sebagai Perjanjian Pokok Pada Bab yang kedua ini akan membahas tentang Pengertian Perjanjian Kredit, Akta Perjanjian Kredit, Perjanjian Kredit Sebagai Perjanjian Pokok, Proses Pemberian Kredit Oleh Bank, Perjanjian Pokok Sebagai Akta Otentik. BAB III : Pengaturan Objek Jaminan Fidusia Sebagai Jaminan Kredit Pada Bab yang ketiga ini membahas mengenai Ruang Lingkup Jaminan, Lingkup Jaminan Kredit dan Objek Jaminan Fidusia. BAB IV: Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Hal Terjadi Eksekusi Jaminan Fidusia Pada Bab yang ke empat ini membahas mengenai Prosedur Pendaftaran Jaminan Fidusia, Terjadinya Ingkar Janji/Wanpresatasi Apabila Debitr Tidak Membayar, Eksekusi Terhadap Objek Jaminan Fidusia, Perlindungan Hak Kreditor Dengan Jaminan Berupa Barang Bergerak

BAB V : Kesimpulan Dan Saran Dalam Bab ke lima ini diuraikan tentang kesimpulan dan saran-saran yang dapat berguna sebagai perkembangan merger perbankan di Indonesia.