PERTEMUAN KE-4 PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

A. CONTOH FORMAT SURAT PERMOHONAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PELUNASAN PEMBAYARAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK USAHA KECIL/WAJIB PAJAK DI DAERAH TERTENTU:

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Resmi (2013:31) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 213/PMK.04/2008

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PREBENDAHARAAN NOMOR : PER- 17 /PB/2006 TENTANG

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. telah di tunjuk oleh mentri keuangan. (pasal 1 angka 14 UU, KUP) SSP

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 04/PJ/2017 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2014 TENTANG SISTEM

2011, No.35 2 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 TENTANG

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 26/PJ/2014 TENTANG SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-54/PJ/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 38/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 274/PMK.04/2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III

SALINAN /2013 NOMOR TENTANG NOMOR. Penerimaan. Penyetorann. administrasi. mendukung. dalam. negara, perlu tentang 30/PMK.04/ Negaraa. Denda.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.03/2013 TENTANG

SURAT SETORAN PABEAN, CUKAI, DAN PAJAK (SSPCP)

2015, No dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, perlu menetapkan P

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 115/PMK.07/2013 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK ROKOK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115 /PMK.07/2013 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK ROKOK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

Pasal II Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Maret 2009 DIREKTUR JENDERAL,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

SURAT SETORAN PABEAN, CUKAI, DAN PAJAK (SSPCP)

SISTEM PENERIMAAN NEGARA

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

No. SOP: 16/TMPB/2016. Revisi Ke - Tanggal Penetapan 7 Desember Tanggal Revisi: -

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 37/PJ/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/PMK.03/2015 TENTANG

TATALAKSANA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA DALAM RANGKA IMPOR MELALUI BANK DEVISA PERSEPSI/POS PERSEPSI

2013, No Menetapkan : Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 2. Peraturan Bersama Men

MENTERIKEUANGAN REPUBUK INDONES!A SALIN AN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2006 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Identifikasi Sistem dan Prosedur Penatausahaan Penerimaan Negara

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/PMK.06/2006 TENTANG MODUL PENERIMAAN NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136/PMK. 03/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: PER- 43 /BC/2011

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Pajak Penghasilan Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PENGANTAR PERPAJAKAN BENDAHARA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

2 Mengingat Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga; : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

2 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENT

NPWP (NOMOR POKOK WAJIB PAJAK), WAJIB PAJAK NON EFEKTIF, KODE AKUN PAJAK, SSP, JATUH TEMPO PEMBAYARAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN BEA KELUAR

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN UTANG BEA MASUK, BEA KELUAR,

2016, No b. bahwa dalam rangka efektifitas dan efisiensi penyelesaian pengembalian kelebihan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang,

1

2015, No dan Gas Bumi kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebagaimana ditetapkan dalam Pera

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

2017, No Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pembayaran; c. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum, meningkatkan pelayanan di bidang cukai

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Konsekuensi Penetapan Tarif dan Nilai Pabean

-1- PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 2 /BC/2011 TENTANG PENGELOLAAN JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

2015, No MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NO MOR 16/PMK.03/2011 TENTANG T

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

PERTEMUAN KE-4 PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK

Pokok Bahasan 1. Nomor Objek Pajak, Kas Negara, dan Modul Penerimaan Negara 2. Bank dan Pos Persepsi 3. Nomor Transaksi 4. Surat Setoran Pajak dan Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak 5. Jangka Waktu Pembayaran dan Penyetoran Pajak 6. Sarana Administrasi Pembayaran dan Penyetoran Pajak 7. Penggunaan Formulir SSP 8. Penggunaan Mata Uang Pembayaran dan Penyetoran Pajak 9. Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik 10. Pembayaran dan Penyetoran Pajak Melalui Pemindahbukuan 11. Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak

Nomor Objek Pajak, Kas Negara, dan Modul Penerimaan Negara Nomor Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NOP adalah nomor identitas objek pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan untuk membayar pengeluaran negara. Modul Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat MPN adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara dan merupakan bagian dari sistem penerimaan dan anggaran negara.

Bank dan Pos Persepsi Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan bukan pajak. Bank Devisa Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara dalam rangka ekspor dan impor. Bank Persepsi Mata Uang Asing adalah bank devisa yang ditunjuk oleh BUN/Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara dalam mata uang asing. Pos Persepsi adalah kantor pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara.

Nomor Transaksi Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor bukti transaksi penerimaan yang diterbitkan melalui MPN. Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penerimaan negara yang diterbitkan oleh Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi. Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penerimaan negara yang diterbitkan oleh Pos Persepsi. Nomor Penerimaan Potongan yang selanjutnya disingkat NPP adalah nomor bukti transaksi penerimaan negara yang berasal dari potongan Surat Perintah Membayar (SPM). Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara yang mencantumkan NTPN dan NTB/NTP serta elemen lainnya yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan atau dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) atas transaksi penerimaan negara yang berasal dari potongan SPM yang mencantumkan NTPN dan NPP.

Surat Setoran Pajak dan Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disingkat SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam rangka impor yang selanjutnya disebut SSPCP adalah surat setoran atas penerimaan negara dalam rangka impor berupa bea masuk, denda administrasi, penerimaan pabean lainnya, cukai, penerimaan cukai lainnya, jasa pekerjaan, bunga dan PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor, serta PPnBM Impor. Pemindahbukuan adalah suatu proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai. Bukti Pemindahbukuan yang selanjutnya disebut Bukti Pbk adalah bukti yang menunjukkan bahwa telah dilakukan Pemindahbukuan.

Jangka Waktu Pembayaran dan Penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) a. Yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. b. Yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. c. Atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dipotong/dipungut atau yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak, harus disetor sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.

Jangka Waktu Pembayaran dan Penyetoran PPh Pasal 15, 21, 23 dan 26 PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Jangka Waktu Pembayaran dan Penyetoran PPh Pasal 25 a. PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. b. PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir. c. Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu harus dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak.

Jangka Waktu Pembayaran dan Penyetoran PPh Pasal 22 a. Yang pemungutannya dilakukan oleh kuasa pengguna anggaran atau pejabat penanda tangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPh Pasal 22, harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak rekanan pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. b. Yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran, harus disetor paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara. c. Yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Jangka Waktu Pembayaran dan Penyetoran PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM a. Atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. b. Atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.

Jangka Waktu Pembayaran dan Penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM a. Yang terutang dalam satu Masa Pajak harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan. b. Yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN, harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. c. Yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran sebagai Pemungut PPN, harus disetor paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. d. Yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN yang ditunjuk selain Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Sarana Administrasi Pembayaran dan Penyetoran Pajak 1. Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP. 2. Pembayaran dan penyetoran pajak meliputi pembayaran dan penyetoran PPh, PPN, PPnBM, Bea Meterai, dan PBB. 3. Sarana administrasi lain dapat berupa: a. BPN atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik atau dengan datang langsung ke Bank Persepsi. b. SSPCP atas pembayaran dan penyetoran PPh Pasal 22 impor, PPN impor, dan PPnBM impor serta PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri;

Sarana Administrasi Pembayaran dan Penyetoran Pajak (lanjutan) c. Bukti Pbk atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui Pemindahbukuan; atau d. bukti penerimaan pajak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. SSP atau sarana administrasi lain dinyatakan sah, dalam hal telah divalidasi dengan NTPN. 5. Bukti Pbk dinyatakan sah dalam hal telah ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang untuk menerbitkan Bukti Pbk. 6. Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal bayar yang tertera pada BPN atau tanggal bayar berdasarkan validasi MPN pada SSP atau sarana administrasi lain.

Penggunaan Formulir SSP 1. Satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran: a. 1 (satu) jenis pajak, b. 1 (satu) Masa Pajak atau Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak, dan c. 1 (satu) surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Tagihan Pajak PBB dengan menggunakan 1 (satu) kode akun pajak dan 1 (satu) kode jenis setoran. 2. Dikecualikan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang dapat membayar PPh Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak dalam satu SSP.

Penggunaan Mata Uang Pembayaran dan Penyetoran Pajak 1. Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dalam mata uang Rupiah. 2. Dikecualikan bagi Wajib Pajak yang telah mendapatkan izin menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata uang $-AS melakukan pembayaran PPh Pasal 25, PPh Pasal 29, dan PPh Final yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak serta surat ketapan pajak dan Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan dalam mata uang $-AS dengan menggunakan mata uang $-AS. 3. Termasuk Wajib Pajak yang menyampaikan pemberitahuan secara tertulis penyelenggaraan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata uang $-AS sesuai yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Penggunaan Mata Uang Pembayaran dan Penyetoran Pajak (lanjutan) 4. Pembayaran pajak dalam mata uang $-AS dilakukan ke kas negara melalui Bank Persepsi Mata Uang Asing. 5. Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran PPh Pasal 25, PPh Pasal 29 dan PPh Final yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam mata uang Rupiah. 6. Dalam hal pembayaran pajak dilakukan dalam satuan mata uang Rupiah sebagaimana dimaksud pada poin 5, Wajib Pajak harus mengkonversikan pembayaran dalam satuan mata uang Rupiah tersebut ke satuan mata uang $-AS dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal pembayaran.

Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik Wajib Pajak yang melakukan pembayaran dan penyetoran pajak melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik diberikan BPN. BPN berupa dokumen bukti pembayaran yang diberikan oleh tempat pembayaran, termasuk dokumen bukti pembayaran dalam format elektronik atau dokumen lain yang dipersamakan dengan BPN. Ketentuan mengenai tata cara penerapan sistem pembayaran pajak secara elektronik diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pembayaran dan Penyetoran Pajak Melalui Pemindahbukuan 1. Dalam hal terjadi kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Pemindahbukuan kepada Direktur Jenderal Pajak. 2. Pemindahbukuan meliputi: a. adanya kesalahan dalam pengisian formulir SSP, SSPCP, baik menyangkut Wajib Pajak sendiri maupun Wajib Pajak lain; b. adanya kesalahan dalam pengisian data pembayaran pajak yang dilakukan melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik tertera dalam BPN;

Pembayaran dan Penyetoran Pajak Melalui Pemindahbukuan (lanjutan) d. adanya kesalahan perekaman atas SSP, SSPCP, yang dilakukan Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing; e. kesalahan perekaman atau pengisian Bukti Pbk oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak; f. dalam rangka pemecahan setoran pajak dalam SSP, SSPCP, BPN, atau Bukti Pbk menjadi beberapa jenis pajak atau setoran beberapa Wajib Pajak, dan/atau objek pajak PBB;

Pembayaran dan Penyetoran Pajak Melalui Pemindahbukuan (lanjutan 1) g. jumlah pembayaran pada SSP, BPN, atau Bukti Pbk lebih besar daripada pajak yang terutang dalam Surat Pemberitahuan, surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Tagihan Pajak PBB; h. jumlah pembayaran pada SSPCP atau Bukti Pbk lebih besar daripada pajak yang terutang dalam pemberitahuan pabean impor, dokumen cukai, atau surat tagihan/surat penetapan; dan i. sebab lain yang diatur oleh Direktur Jenderal Pajak.

Pemindahbukuan karena Kesalahan 1. Kesalahan dalam pengisian formulir SSP dapat berupa kesalahan dalam pengisian NPWP dan/atau nama Wajib Pajak, NOP dan/atau letak objek pajak, kode akun pajak dan/atau kode jenis setoran, Masa Pajak dan/atau Tahun Pajak, nomor ketetapan, dan/atau jumlah pembayaran. 2. Kesalahan dalam pengisian data pembayaran pajak yang tertera dalam BPN dapat berupa kesalahan dalam pengisian NPWP dan/atau nama Wajib Pajak, NOP dan/atau letak objek pajak, kode akun pajak dan/atau kode jenis setoran, Masa Pajak dan/atau Tahun Pajak, nomor ketetapan, dan/atau jumlah pembayaran.

Pemindahbukuan karena Kesalahan (lanjutan) 3. Kesalahan dalam pengisian formulir SSPCP dapat berupa kesalahan dalam pengisian NPWP pemilik barang di dalam Daerah Pabean, Masa Pajak dan/atau Tahun Pajak, atau jumlah pembayaran pajak. 4. Kesalahan perekaman oleh petugas Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing yang telah divalidasi oleh Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing. 5. Kesalahan perekaman atau pengisian Bukti Pbk oleh petugas Direktorat Jenderal Pajak terjadi dalam hal data yang tertera dalam Bukti Pbk berbeda dengan permohonan Pemindahbukuan Wajib Pajak.

Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk mengangsur atau menunda kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan, pajak yang terutang berdasarkan SPT, Surat Ketetapan Pajak PBB, Surat Tagihan Pajak PBB, atau pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang selanjutnya disebut utang pajak, dalam hal Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga Wajib Pajak tidak mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya.

Jaminan Garansi Bank Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak harus memberikan jaminan yang dapat berupa garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak setelah melampaui batas waktu 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran harus memberikan jaminan berupa garansi bank sebesar utang pajak yang dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu pengangsuran.

LATIHAN SOAL PERTEMUAN KE-4