BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air yang tersebar di alam tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, tetapi bukan berarti semua air sudah terpolusi. Sebagai contoh, meskipun di daerah pegunungan atau hutan yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari polusi, air hujan selalu mengandung bahan bahan terlarut seperti CO 2, O 2 dan N 2, serta bahan-bahan tersuspensi seperti debu dan partikel-partikel lainnya yang terbawa dari atmosfer. Air permukaan dan air sumur biasanya mengandung bahan-bahan metal terlarut seperti Na, Mg, Ca dan Fe. Air yang mengandung komponen-komponen tersebut dalam jumlah tinggi disebut air sadah (Agusnar, 2007). Air minum pun bukan merupakan air murni. Meskipun bahan-bahan tersuspensi dan bakteri mungkin telah dihilangkan dari air tersebut, tetapi air minum mungkin masih mengandung komponen-komponen terlarut. Bahkan air murni sebenarnya tidak enak untuk diminum karena beberapa bahan yang terlarut mungkin memberikan rasa yang spesifik terhadap air minum (Agusnar, 2007). Perubahan pada air buangan, baik ke arah alkali ( ph menaik ) maupun ke arah asam ( ph menurun ), akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya. Selain itu air buangan yang mempunyai ph rendah bersifat sangat korosif terhadap baja dan sering menyebabkan pengkaratan pada pipa pipa besi. Air yang terpolusi mengandung padatan terlarut, yaitu padatan yang terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang larut dalam air, mineral dan 1
garam-garamnya. Sebagai contoh, air buangan pabrik gula biasanya mengandung berbagai jenis gula yang larut, sedangkan air buangan industri kimia sering mengandung mineral mineral seperti merkuri ( Hg ), timbal ( Pb ), arsenik ( As ), cadmium ( Cd ), khromium ( Cr ), nikel ( Ni ), Cl2, serta garam garam kalsium dan magnesium yang mempengaruhi kesadahan air. Selain itu air buangan juga sering mengandung sabun, detergen dan surfaktan yang larut dalam air misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian ( Agusnar., 2007 ). Selain kegiatan industri, di perkotaan limbah juga dihasilkan oleh hotel, rumah sakit dan rumah tangga. Bentuk limbah yang dihasilkan oleh komponen kegiatan yang disebut di atas adalah limbah padat dan limbah cair. Menurut Sugiharto (1987) air limbah adalah kotoran yang berasal dari masyarakat dan rumah tangga dan juga berasal dari industri, air tanah, air permukaan, serta buangan lainnya. Penggunaan kitosan dan turunannya dalam mengatasi pencemaran lingkungan pernah dilakukan oleh (Zikakis, 1984), dimana limbah cair dari industri dapat diturunkan kandungan logamnya. Kitosan merupakan polimer pengkhelat yang berasal dari bahan alami karena kitosan memiliki kemampuan untuk mengikat logam dan membentuk kompleks logam kitosan.kitosan merupakan bahan pengkelat ion yang sangat baik (Wan Ngah et al., 1998). Elektron dari nitrogen yang terdapat pada gugus amina dapat membentuk ikatan kovalen dengan ion-ion logam transisi, kitosan sebagai donor elektron pada ion-ion logam transisi ( Guibal, 2004).
Kitosan polimer polikationik alami yang dapat berperan sebagai adsorben terhadap logam berat dalam air limbah (Onsoyen & Shaugrud., 1990).Kitosan zat non-toksik yang merupakan polisakarida alami yang terdiri dari kopolimer glukosamin dan N-asetil glukosamin dan dapat diperoleh dari deasetilasi kitin (Khan et al, 2002). Kitin adalah biopolimer alami terbesar kedua yang dapat ditemukan di alam setelah selulosa. Kitin dapat diperoleh dari inverteberate laut, serangga, jamur, dan ragi (Guibal, 2004) jenis crustacean mengandung 20-30% kitin pada bagian eksoskletonnya. Kitosan juga bersifat hidrofilik, menahan air dalam strukturnya dan membentuk gel secara spontan. Pembentukan gel berlangsung pada ph asam dan sedikit asam, disebabkan sifat kationik kitosan.viskositas gel kitosan meningkat dengan meningkatnya berat molekul atau jumlah polimer. Penurunan ph akan meningkatkan viskositas, disebabkan konformasi kitosan yang lebih mengembang, karena daya repulsif diantara gugus-gugus amino bermuatan positif. Viskositas juga meningkat dengan meningkatnya derajat deasetilasi. Gel kitosan terdegradasi secara berangsur-angsur, sebagaimana halnya kitosan melarut (Muzzarelli et al., 1998). Susi, K (2009) telah melakukan penelitian tentang pengaruh derajat deasetilasi Kitosan Nanopartikel dapat menyerap logam Zn dari limbah industri karet. Mukhlis, S (2009) melaporkan bahwa penggunaan Kitosan Nanopartikel dengan variasi berat molekul dapat menyerap logam Fe dan zat warna pada industri tekstil. Banyak penelitian yang telah dilakukan dengan penggunaan kitosan tetapi penelitian dengan menggunakan kitosan nano partikel belum banyak dilakukan. Berdasarkan uraian tersebut penulis ingin melakukan penelitian tentang
efektivitas penyerapan logam besi (Fe) dan logam natrium (Na) oleh kitosan nano partikel pada limbah cair detergen dimana detergen adalah surfaktan anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 C15) atau garam dari sulfonat atau sulfat berntai panjang dari Natrium (RSO 3 - Na + dan ROSO 3 - Na + ) yang berasal dari derivate minyak nabanti atau minyak bumi (fraksi paraffin dan olefin). Tanpa mengurangi makna manfaat detergen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, harus diakui bahwa bahan kimia yang digunakan pada detergen dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan maupun lingkungan. 1.2. Perumusan Masalah a. Apakah kitosan nanopartikel efektif untuk menurunkan kadar logam besi ( Fe ) dan natrium ( Na ) pada limbah cair detergen. b. Apakah variasi berat kitosan nanopartikel mempengaruhi penurunan kadar logam besi ( Fe ) dan natrium ( Na ) pada limbah cair detergen. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektivan penyerapan logam besi ( Fe ) dan natrium ( Na ) oleh kitosan nanopartikel pada limbah cair detergen.
1.4. Manfaat Penelitian a. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang efektivitas penyerapan logam Besi ( Fe ) dan logam Natrim ( Na ) oleh kitosan nano partikel pada limbah cair detergen. b. Sebagai bahan informasi tentang pengembangan kitosan nano partikel.