II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini dikenal ada tiga tipe ayam, yaitu ayam tipe ringan (diantaranya Babcock,

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan bobot tubuh yang dapat dicapai oleh ayam, maka dikenal tiga tipe

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Broiler pertama kali ditemukan pada Pada 1950 para ahli perunggasan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

I. PENDAHULUAN. juga mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memilki daya adaptasi yang

[Evaluasi Hasil Produksi Ternak Unggas]

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

I. PENDAHULUAN. masyarakat di pedesaan. Ternak itik sangat potensial untuk memproduksi telur

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari April 2014, di peternakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan bobot tubuh yang dicapai oleh ayam, maka dikenal tiga tipe ayam

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tipe pedaging, tipe petelur dan tipe dwiguna. Ayam lokal yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagi penghasil daging dengan bobot badan 1,9 kg

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang relatif singkat (Murtidjo, 2001). Menurut Kartasudjana dan Suprijatna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada

III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA. Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KEBUTUHAN NUTRISI ITI PEDAGING : SUPRIANTO NIM : I

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan memiliki keunggulan yaitu produksi telur dan daging yang tinggi dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kampung. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki genetik yang dapat menghasilkan produksi baik. Menurut (Rasyaf,

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya (Sudaryani dan Santosa, 2000). Menurut Suharno (2012)

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras adalah jenis ayam-ayam unggul impor yang telah dimuliabiakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

II KAJIAN KEPUSTAKAN. macam yaitu tipe ringan dengan ciri warna bulu putih bersih, badan ramping serta

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus dan

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

Transkripsi:

7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Saat ini dikenal ada tiga tipe ayam, yaitu ayam tipe ringan (diantaranya Babcock, Hyline, dan Kimber); tipe medium (diantaranya Dekalb, Kimbrown, dan Hyline B11); dan tipe berat (diantaranya Hubbard, Starbro, dan Jabro) yang didasarkan atas bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam tersebut. Tipe ringan mempunyai bobot tubuh dewasa tidak lebih dari 1.880 g; tipe medium tidak lebih dari 2.500 g; dan tipe berat tidak lebih dari 3.500 g (Wahju, 1992). Jenis bibit ayam yang beredar di pasaran, antara lain ayam petelur (layer), ayam pedaging (broiler) dan ayam yang mempunyai fungsi ganda (dwiguna) yaitu sebagai penghasil telur dan daging (Nataatmaja, 1982). Ayam petelur atau disebut ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging. Ayam yang biasa digunakan sebagai ternak penghasil telur adalah ayam betina, sedangkan ayam yang digunakan sebagai penghasil daging adalah ayam jantan. Dengan demikian, kemungkinan anak ayam jantan tipe medium sebagai ternak penghasil daging cukup besar (Riyanti, 1995).

8 Ayam jantan tipe medium memiliki bobot tubuh yang berada di antara bobot ayam petelur ringan dan broiler. Tubuh ayam ini tidak kurus, tetapi tidak terlihat gemuk, sehingga menghasilkan daging yang banyak (Sumadi, 1995). Ayam jantan tipe medium mempunyai bentuk tubuh dan lemak yang menyerupai ayam kampung, sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang mempunyai kebiasaan lebih menyukai ayam yang kadar lemaknya seperti ayam kampung. Menurut Riyanti (1995), ayam jantan mempunyai kandungan lemak abdominal lebih rendah jika dibandingkan dengan ayam betina. Pada ayam jantan tipe medium sebagai ternak penghasil daging mempunyai kecepatan pertumbuhan yang lebih besar jika dibandingkan dengan pertumbuhan ayam betina. Suprianto (2002), ditinjau dari segi pertumbuhannya, ayam jantan tipe medium mempunyai pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan ayam jantan tipe ringan. Hal ini dibuktikan oleh Dwiyanto, et al. (1979) dalam penelitiannya bahwa pertumbuhan ayam jantan Brownick tipe medium lebih baik daripada pertumbuhan ayam jantan Kimber tipe ringan. Menurut Anggorodi (1979), pemberian ransum dinilai baik apabila bahan makanan yang digunakan mampu membangun dan menggantikan bagian-bagian tubuh serta menghasilkan produksi yang tinggi. Oleh karena itu, perlu mencermati komposisi dan pola pemberian ransum yang tepat agar dapat meningkatkan efisiensi dan mencegah terjadinya pemborosan ransum.

9 B. Ransum Ayam Ransum adalah makanan yang disediakan bagi hewan untuk memenuhi kebutuhan selama 24 jam (Anggorodi, 1994). Lebih lanjut Rasyaf (1994) menyatakan bahwa ransum adalah campuran bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan akan zat-zat pakan yang seimbang dan tepat berarti zat makanan itu tidak berlebihan dan juga tidak kurang. Ransum yang diberikan haruslah mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Fungsi ransum yang diberikan ke ayam pada prinsipnya memenuhi kebutuhan pokok untuk hidup, dan membentuk sel-sel dan jaringan tubuh. Selain itu, ransum juga berguna untuk menggantikan bagian-bagian yang merupakan zat-zat yang diperlukan ayam, yaitu karbohidrat, lemak, dan protein. Zat-zat tersebut selanjutnya akan mengalami proses metabolisme yang kemudian membentuk energi sebagai hasil pembakarannya (Sudaryani dan Santoso, 1995). Rasyaf (1994) menyatakan bahwa ransum merupakan sumber utama kebutuhan nutrien ayam untuk keperluan hidup pokok dan produksinya karena tanpa ransum yang sesuai dengan yang dibutuhkan menyebabkan produksi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Menurut Suprijatna (2005), ayam mengonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan energinya, sebelum kebutuhan energinya terpenuhi ayam akan terus makan. Jika ayam diberi makan dengan kandungan energi yang rendah maka ayam akan mengonsumsi dalam jumlah yang lebih banyak. Konsumsi ransum setiap minggu bertambah sesuai dengan pertambahan berat tubuhnya. Setiap minggunya ayam mengonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan dengan

10 minggu sebelumnya (Fadilah, 2004). Rasyaf (1994) menyatakan bahwa konsumsi ransum ayam merupakan cermin dari masuknya sejumlah unsur nutrien ke dalam tubuh ayam. Jumlah yang masuk ini harus sesuai dengan yang dibutuhkan untuk produksi dan untuk hidupnya. Kandungan nutrien masing-masing bahan penyusun ransum perlu diketahui sehingga tujuan penyusunan ransum dan kebutuhan nutrien untuk setiap periode pemeliharaan dapat tercapai (Wahju,1992). Penyusunan ransum ayam pedaging memerlukan informasi mengenai kandungan nutrien dari bahan-bahan penyusun sehingga dapat mencukupi kebutuhan nutrien dalam jumlah dan persentase yang diinginkan (Amrullah, 2003). Nutrien tersebut adalah energi, protein, serat kasar, kalsium (Ca), dan fosfor (P). Sumber energi utama yang terdapat ransum ayam pedaging adalah karbohidrat dan lemak. Ransum dikatakan seimbang bila mengandung zat-zat nutrisi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang cukup untuk pertumbuhan, produksi, dan kesehatan ternak (Anggorodi, 1994). Menurut Siregar, et al. (1980), ransum yang efisien bagi ayam adalah ransum yang seimbang antara tingkat energi dan kandungan protein, vitamin, mineral, serta zat-zat makanan lain yang diperlukan untuk pertumbuhan ayam. Keseimbangan kandungan energi dan protein ransum perlu diperhatikan karena akan menentukan kualitas ransum ayam. Wahju (1992) menyatakan bahwa imbangan energi protein dalam ransum serta zat-zat makanan lainnya yang memenuhi syarat diharapkan dapat menghasilkan pertumbuhan yang relatif cepat

11 sehingga dalam waktu singkat dapat dipasarkan hasilnya. Ransum yang baik harus memperhatikan imbangan nilai nutrisinya seperti kadar protein, energi, vitamin, dan mineral. Pemenuhan kebutuhan energi dan protein ayam jantan tipe medium yang dipelihara sebagai ayam pedaging pada umumnya digunakan ransum broiler, dengan periode pemberian ransum awal starter selama empat minggu. Akan tetapi, mengingat bobot awal ayam jantan tipe medium berada di antara ayam tipe ringan dan ayam tipe berat, maka kebutuhan energinya juga berada di antara ayam tipe ringan dan berat. Dengan demikian, ayam jantan tipe medium diberikan ransum ayam tipe ringan dalam jumlah yang lebih banyak (Anggorodi, 1979 ; Wahju, 1992). Menurut Wahju (1992), bahan pakan yang biasa digunakan untuk menyusun ransum adalah jagung kuning, dedak halus, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa, bungkil kedelai, kacang merah, ikan teri, tepung darah, dan bahan lain yang terdapat di daerah tertentu. Selain itu, Sofyan dan Aboenawan (1974) menambahkan satu golongan makanan ternak yang berfungsi sebagai makanan penguat yaitu konsentrat yang mengandung protein tinggi. Soedarsono (1997) menyatakan bahwa suhu lingkungan berpengaruh terhadap fungsi beberapa organ dalam tubuh seperti jantung, alat pernapasan, dan keadaan suhu tubuh. Dikemukakan pula bahwa pertumbuhan dan efisiensi penggunaan ransum yang maksimal pada prinsipnya tidak dapat dicapai apabila unggas dipelihara di bawah atau di atas suhu lingkungan yang sesuai. Suhu yang sesuai untuk ayam yaitu 21 0 C dengan kelembaban 40%. Pada saat suhu lingkungan tinggi terjadi peningkatan pernapasan, ayam akan banyak minum, dan konsumsi

12 ransum berkurang. Konsumsi ransum yang berkurang akan menyebabkan protein ransum yang masuk ke tubuh ayam juga berkurang dan akibatnya pertumbuhan terhambat. C. Konsumsi Ransum Ayam Ransum adalah susunan beberapa pakan unggas yang di dalamnya harus mengandung zat nutrisi yang lain sebagai satu kesatuan, dalam jumlah, waktu, dan proporsi yang dapat mencukupi semua kebutuhan (Rasyaf, 2005). Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dihabiskan selama 24 jam yang digunakan untuk proses pertumbuhan, aktivitas, dan mempertahankan suhu tubuh (Tillman, et al., 1998). Menurut Rasyaf (2000), konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dimakan selama masa pemeliharaan. Blakely dan Blade (1998) menjelaskan bahwa tingkat konsumsi ransum akan memengaruhi laju pertumbuhan dan bobot akhir karena pembentukan bobot, bentuk, dan komposisi tubuh pada hakekatnya adalah akumulasi ransum yang dikonsumsi ke dalam tubuh ternak. Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dimakan ayam selama masa pemeliharaan. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh bentuk ransum, ukuran ransum, penempatan ransum, dan cara pengisian tempat ransum. Menurut Aksi Agraris Kanisius (2003), kebutuhan konsumsi ransum dipengaruhi oleh strain dan lingkungan. Selain itu, konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh kandungan energi ransum, kesehatan lingkungan, zat-zat makanan, dan kecepatan pertumbuhan (Wahju, 1992).

13 Menurut Priyono (2003), konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bangsa ayam, suhu lingkungan, tahap produksi, dan energi ransum. Ayam-ayam petelur tipe berat tentunya akan mengonsumsi ransum lebih banyak daripada ayam tipe ringan pada umur yang sama, karena ayam-ayam yang lebih berat membutuhkan lebih banyak energi untuk kebutuhannya. Dwiyanto, et al. (1980) menyatakan bahwa semakin bertambah umur dan besarnya ayam maka konsumsi ransum akan semakin meningkat. Kondisi ini sejalan dengan meningkatnya kebutuhan zat-zat makanan untuk hidup pokok dan pertumbuhan. Scott, et al. (1982) menyatakan bahwa kemampuan biologis dari setiap ayam dalam mencerna dan mengabsorpsi makanan berbeda sehingga jumlah konsumsi ransum juga berbeda. Menurut Rasyaf (1994), konsumsi ransum yang berbeda akan berpengaruh terhadap kandungan protein tubuh. Konsumsi ransum yang relatif banyak akan menyebabkan konsumsi zat-zat makanan seperti asam amino, vitamin, protein juga banyak sehingga kebutuhan ayam untuk kebutuhan hidup pokok, produksi telur, dan pertumbuhan terpenuhi. Selanjutnya, dengan terpenuhinya kebutuhan zat-zat makanan tersebut diharapkan ayam akan menghasilkan performans yang baik (Wahju, 1992). Hasil penelitian Riyanti (1995), menunjukkan bahwa ditinjau dari pertambahan berat tubuh, bobot tubuh akhir, dan aspek ekonomi, ternyata ayam jantan tipe medium lebih baik bila diberi ransum dengan tingkat energi metabolis 3.000 kkal/kg dan protein 22%. Terdapat hubungan negatif antara energi ransum dengan konsumsi ransum yaitu semakin tinggi kandungan energi maka konsumsi

14 ransum akan menurun. Sebaliknya konsumsi ransum akan meningkat jika kandungan energi dalam ransum rendah. Konsumsi ransum pada ayam jantan tipe medium yang dipelihara sampai 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor m 2 dan diberi ransum secara ad libitum adalah 80,30 86,31 g. Konsumsi ransum per ekor per minggu antara 323,79 dan 394, 16 g, sedangkan konversi ransumnya adalah 3,80 4,57. Ayam pada fase grower (umur 8 12 minggu) membutuhkan ransum dengan kandungan energi metabolis sebesar 2.900,00 kkal/kg dengan protein 15% (Suprijatna, 2005). Menurut Ramayanti (2009), rata-rata konsumsi ransum ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor m 2 berkisar antara 172,97 dan 250,72 g/ekor/minggu. Konsumsi ransum untuk ayam jantan tipe medium umur 8 12 minggu belum diketahui karena belum ada penelitian tentang konsumsi ransum ayam jantan petelur umur 8 12 minggu. D. Performans Ayam Menurut Soedarsono (1997), performans adalah prestasi atau segala aktivitas yang menimbulkan sebab akibat dan tingkah laku yang dapat dipelajari atau diamati. Pertumbuhan adalah kenaikan massa dari setiap jenis ternak yang berbeda dalam selang waktu tertentu. Menurut Daryanti (1982), pertumbuhan hewan dipengaruhi oleh banyak faktor antra lain spesies, individu, jenis kelamin, pemberian ransum yang cukup, dan jumlah konsumsi ransum.

15 Pertumbuhan dipengaruhi oleh hormon estrogen. Hormon ini bekerja secara otomatis dan menjaga agar fungsi dari alat tubuh dan jaringan seimbang. Penambahan hormon estrogen menyebabkan pertumbuhan berbeda antara galur terutama pada umur 8 minggu (Daryanti, 1982). Pertumbuhan merupakan perwujudan dari perubahan-perubahan dalam unit pertumbuhan terkecil yaitu sel mengalami pertambahan jumlah (hiperplasia) dan perbesaran ukuran (hipertropi) pada interval waktu tertentu (Anggorodi, 1994). Pertumbuhan ayam berkembang sejak anak ayam menetas sampai umur 8 minggu, setelah itu pertumbuhan menurun (Card, 1982). Selanjutnya, dinyatakan bahwa pertumbuhan yang dicapai oleh suatu individu akan tergantung dari kemampuan tubuh yang diwarisi oleh individu tersebut, jumlah dan kandungan zat makanan yang dikonsumsi, serta beberapa faktor lingkungan, seperti suhu, ventilasi, serta pelindungan terhadap parasit dan penyakit. Menurut Wahju (1992), penurunan dan pertambahan berat tubuh dipengaruhi pula oleh tingkat energi dan protein dalam ransum. Bila kandungan energi dan protein dalam ransum meningkat, bobot tubuh akan meningkat, demikian pula sebaliknya. Pertumbuhan maksimal akan dicapai oleh jumlah dan jenis protein dalam ransum sesuai dan seimbang energi, vitamin, dan mineral juga harus terpenuhi dalam jumlah yang cukup dan seimbang (Card, 1982). Hasil penelitian Sahrial (1995), rata-rata bobot tubuh ayam ras petelur jantan Lohmann umur 8 minggu mencapai 580,67 g/ekor, sedangkan ayam kampung pada umur yang sama umumnya rata-rata bobot tubuh lebih rendah yaitu

309,12 g/ekor pada betina dan 320,18 g/ekor pada jantan (Mansjoer, 1985). Data standar performans ayam jantan tipe medium dapat dilihat pada Tabel 1. 16 Tabel 1. Standar performans produksi ayam jantan tipe medium per ekor Umur (minggu) Ransum (g/minggu) Bobot tubuh (g) Feed intake (g/hari) FCR Air minum (liter/minggu) I 70 72 10,00 0,97 0,03 II 90 145 12,86 1,10 0,04 III 140 230 20,00 1,30 0,07 IV 200 335 28,57 1,49 0,08 V 290 480 41,43 1,65 0,10 VI 350 650 50,00 1,75 0,11 VII 425 750 60,71 2,09 0,12 VIII 600 850 85,71 2,55 0,13 IX 700 950 100,00 3,02 0,15 Sumber : Rama Jaya, (2009) E. Pertambahan Berat Tubuh Menurut Rasyaf (2005), pertambahan berat tubuh adalah selisih antara bobot tubuh saat tertentu dengan bobot tubuh semula. Pertumbuhan merupakan perubahan yang terjadi pada sel dan jaringan tubuh suatu individu. Selain itu, pertambahan berat tubuh dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan ternak. Pertambahan berat tubuh merupakan salah satu indikator keberhasilan pemeliharaan ayam pedaging. Pertambahan berat tubuh dipengaruhi oleh faktor genetik dan nongenetik yang meliputi kandungan zat makanan yang dikonsumsi, suhu lingkungan, keadaan udara dalam kandang, dan kesehatan ayam itu sendiri. Kecepatan pertumbuhan ayam tidak hanya tergantung dari sifat genetik yang diwarisi dari induknya (Rasyaf, 2005).

17 Menurut Rasyaf (1994), pertumbuhan murni, ditinjau dari sudut kimiawi adalah suatu pertambahan jumlah protein dan zat mineral yang tertimbun dalam tubuh, sedangkan lemak dan air bukanlah pertumbuhan. Pertumbuhan murni termasuk dalam bentuk dan berat dari jaringan seperti urat daging, tulang, jantung, otak, dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak). Selama fase pertumbuhan ayam jantan, penggunaan energi menyebabkan penimbunan lemak tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan ayam betina, sehingga untuk mengimbangi kebutuhan energi yang cukup, maka ayam jantan mengonsumsi ransum lebih banyak dari betina (Gumanti, 1993). Menurut hasil penelitian Ramayanti (2009), rata-rata pertambahan berat tubuh ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor m 2 berkisar antara 99,57 dan 117, 78 g/ekor/minggu lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertambahan berat tubuh hasil penelitian Gumanti (1993), yaitu 532,63 g/ekor/8 minggu atau 66,58 g/ekor/minggu. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi kandang yang digunakan dan jumlah konsumsi ransum selama penelitian tersebut. F. Konversi Ransum Ayam Konversi ransum merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan berat tubuh. Semakin rendah nilai konversi ransum maka penggunaan ransum semakin efisien, dan semakin tinggi nilai konversi ransum berarti ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan berat tubuh

18 persatuan bobot semakin banyak atau dengan kata lain efisiensi penggunaan ransum semakin menurun (Rasyaf, 1994). Menurut Rasyaf (2005), jumlah ransum yang dikonsumsi ayam mampu menunjang pertumbuhan yang cepat yang mencerminkan efisiensi penggunaan ransum yang baik. Konversi ransum bernilai 1, artinya untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan ransum sebanyak 1 kg (Rasyaf, 2005). Apabila konversi ransum kecil sebaiknya digunakan sebagai pegangan berproduksi karena sekaligus melibatkan bobot tubuh dan konsumsi ransum. Faktor-faktor yang memengaruhi konversi ransum adalah strain atau bangsa ayam, mutu ransum, keadaan kandang, dan jenis kelamin (Kanisius, 2003). Menurut North dan Bell (1990), konversi ransum juga dipengaruhi oleh tipe litter, panjang dan intensitas cahaya, luas lantai per ekor, uap amonia dalam kandang, penyakit, dan bangsa ayam yang dipelihara. Selain kualitas ransum, angka konversi banyak dipengaruhi oleh teknik pemberian ransum. Teknik pemberian ransum yang baik dapat menekan angka konversi ransum sehingga keuntungan akan banyak bertambah (Amrullah, 2003). Konversi ransum pada ayam jantan tipe medium yang dipelihara sampai 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor m 2 per ekor per minggu antara 3,80 4,57. G. Income Over Feed Cost (IOFC) Kebutuhan ransum ayam jantan tipe medium erat kaitannya dengan aspek ekonomis. Income over feed cost merupakan perpaduan antara segi teknis dan ekonomis. Apabila dikaitkan dalam hal produksi dilihat dari segi teknis semakin

19 efisien ayam yang mengubah makanan menjadi daging maka semakin baik pula nilai IOFC. Nilai ekonomis dihitung berdasarkan IOFC, yaitu perbandingan rata-rata antara jumlah penerimaan dari hasil penjualan ayam dan biaya untuk pengeluaran ransum (Rasyaf, 2005). Dalam suatu usaha peternakan biaya ransum memegang peranan penting karena merupakan biaya terbesar dari total biaya usaha. Oleh karena itu, penggunaan ransum yang berkualitas baik dan harga yang relatif murah merupakan suatu tuntutan ekonomis untuk mencapai tingkat efisiensi tertentu (Yahya, 2003). Nilai IOFC sangat dipengaruhi oleh jumlah konsumsi ransum. Semakin meningkatnya jumlah konsumsi ransum menyebabkan biaya yang diperlukan untuk berproduksi juga semakin meningkat. Rasyaf (2005) menyatakan bahwa nilai IOFC akan meningkat apabila nilai konversi ransum menurun dan apabila nilai konversi ransum meningkat maka IOFC akan menurun. Menurut Rasyaf (2005), semakin tinggi nilai IOFC akan semakin baik, karena tingginya IOFC berarti penerimaan yang didapat dari hasil penjualan ayam juga tinggi. Dari hasil penelitian Ramayanti (2009), nilai IOFC ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor m 2 pada perlakuan pemberian ransum 70% standar perusahaan sebesar 1,75, berarti bahwa untuk setiap pengeluaran biaya ransum sebesar Rp. 1, 00 menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 0,75. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (2005), bahwa besarnya IOFC yang baik untuk usaha peternakan adalah lebih dari satu.