BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

ETOS KERJA. Oleh: Arif Yusuf Hamali, SS, MM. Dosen Tetap Politeknik PIKSI GANESHA Bandung

BAB II KERANGKA TEORI. 2.1 Mc. Clleland: Kebutuhan Berprestasi Dan Etos Kerja

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam/bertani, sehingga

Bab I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini

BAB II KERANGKA TEORI. upahan pasca panen. Peluang kerja adalah suatu keadaan dimana adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum tipologi masyarakat dikategorikan menjadi dua,

bekerja yang dimiliki seseorang atau golongan atau suatu bangsa (Tasmara 1995). Sinamo (2002) menata tiga elemen tesis Schumacher menjadi etos kerja,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan,

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi telah memasuki berbagai lapisan kehidupan di dunia termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dan profesionalisme yang tinggi dan misi menghimpun penerimaan pajak Negara

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki oleh bangsa tersebut. Etos kerja merupakan salah satu kunci sukses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut bisa terlihat didalam perilaku atau

Gereja di dalam Dunia Dewasa Ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (Bappenas,2006)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tengah dihadapkan pada ancaman serius, yakni luas lahan pertanian

MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI. Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MEMBANGUN SIKAP DAN ETOS KERJA

PROFESIONAL 1. AHLI DALAM BIDANGNYA 2. MAMPU MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN KERJA SAMA DENGAN LINGKUNGAN PENDUKUNG DAN PENUNJANG 3.

BAB I PENDAHULUAN. juga rohani. Ketika mahluk hidup ingin memenuhi kebutuhannya tersebut, mereka

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dibutuhkan etos kerja dalam diri karyawan karena etos kerja

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB II KAJIAN TEORITIS. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan

PP-PAUD & DIKMAS JABR

Pendidikan Agama Islam

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persepsi mengenai pekerjaannya tersebut, oleh karena itu setiap pekerja

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian

ETOS KERJA DAN PROFESIONAL GURU. SUCI PRASASTI BK FKIP, UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN, SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa melalui kegiatan

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS

KOMUNIKASI DAN PENERAPAN BUDAYA KERJA ORGANISASI. Oleh: Muslikhah Dwihartanti

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

BAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu

BAB I P E N D A H U L U A N. Pembukaan UUD 1945, perwujudannya berupa pembangunan nasional dalam

Manusia Sebagai Makhluk Sosial dan Budaya

PENDAHULUAN. Latar Belakang

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA. Karakteristik Wirausaha. Dr. Achmad Jamil M.Si. Modul ke: 02Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Magister Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2011, Hlm. 13.

1) PERUB SELALU DISERTAI GUNCANGAN, KARENA BUD MATERI DITERIMA LEBIH CEPAT DP BUD NONMATERI

I. PENDAHULUAN. Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dasawarsa terakhir ini, ternyata belum sepenuhnya mampu menjawab. kebutuhan dan tantangan nasional dan global dewasa ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pancasila merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

1 Universitas Indonesia

DOKUMEN JURUSAN ETIKA DOSEN PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ELEKTRO

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. demokratis senantiasa memberi perhatian terhadap pendidikan melalui regulasi yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses

BAB I PENDAHULUAN. membentuk dan mendewasakan serta menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang

BAB IV ANALISAS ETOS KERJA ISLAM DALAM MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN

RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO

BUDAYA KERJA & KERJASAMA TIM. Modul Pelatihan. Dr. Jaka Warsihna, M.Si KEMDIKBUD. Pusat Teknologi Informasi & Komunikasi Pendidikan

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

BAB I PENDAHULUAN. yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan

BAB l PENDAHULUAN. pencapaian inovasi tersebut manusia kerap menggunakan kreativitas untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan bersama, namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU

Perubahan Untuk Diri sendiri dan mereka yang dipimpin

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling

MATERI TAMBAHAN KEWIRAUSAHAAN PTIK

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang dimiliki oleh pejabat-pejabat publik dalam tugasnya

BAB II KERANGKA TEORI. Teori ini lahir di tahun 1950-an di Amerika yang didorong para ilmuan sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Galih Septian, 2014

BAB I PENDAHULUAN. prinsip yang telah dipahami tersebut dalam tindakan dan perbuatan sehari-hari.

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

bagi kehidupan modern, khususnya bisnis.

BAB III VISI MISI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang

PELAYANAN PRIMA Disampaikan dalam Workshop Pelayanan Prima Karyawan FBS UNY Oleh Sutrisna Wibawa FBS Universitas Negeri Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. tertib, teratur, dan efisien dapat menghasilkan sesuatu yang mampu mempercepat

PASANGAN BALON BUPATI/WAKIL BUPATI KAB.HUMBANG HASUNDUTAN PALBET SIBORO,SE-HENRI SIHOMBING,A.Md VISI, MISI, TUJUAN DAN PROGRAM

BAB III VISI, MISI DAN NILAI

Apakah pancasila sebagai pembangunan sudah diterapkan di Indonesia atau belum?

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB I : PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah 2. Pokok-pokok Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

ETIKA ADMINISTRASI HENDRA WIJAYANTO

Pembahasan. 1. Pengertian Profesi 2. Etika Profesi 3. Etika Komputer 4. Profesional & Profesionalisme. seorang Profesional

Devi Tirttawirya FIK UNY 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL JAMES S. COLEMAN DAN TEORI. KEBUTUHAN PRESTASI DAVID McCLELLAND. dianggap relevan untuk mengkaji permasalahan tersebut.

Jakarta, 19 Mei Assalamualaikum Wr.Wb. Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya dan karakter bangsa kini mendapat perhatian dari

Konsepsi Dasar Kewirausahaan

dan teori yang dipegang dalam penafsiran pendidikan tersebut. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, dan Negara.

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Budaya Kerja Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilainilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja (Triguno dalam Prasetya). Setiap fungsi atau proses kerja harus mempunyai perbedaan dalam cara bekerjanya, yang mengakibatkan berbedanya pula nilai-nilai yang sesuai untuk diambil dalam kerangka kerja petani. Seperti nilai-nilai apa saja yang sepatutnya dimiliki, bagaimana perilaku setiap orang akan dapat mempengaruhi kerja mereka, kemudian falsafah yang dianutnya seperti budaya kerja yang merupakan suatu proses tanpa akhir. Fungsi budaya kerja bertujuan untuk membangun keyakinan sumber daya manusia atau menanamkan nilai-nilai tertentu yang melandasi atau mempengaruhi sikap dan perilaku yang konsisten serta komitmen membiasakan suatu cara kerja di lingkungan masing-masing. Dengan adanya suatu komitmen dan keyakinan kuat merefleksikan nilai-nilai tertentu, misalnya membiasakan kerja berkualitas, sesuai standar, atau sesuai ekspektasi, efektif atau produktif dan efisien. Tujuan fundamental budaya kerja adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat peran petani. Budaya kerja berupaya mengubah komunikasi tradisional menjadi perilaku manajemen modern, sehingga tertanam semangat kerjasama yang tinggi dan displin. Dengan membiasakan kerja berkualitas, seperti berupaya melakukan cara kerja tertentu, sehingga hasilnya sesuai dengan standar dan kualifikasi yang ditentukan petani. Jika 10

hal ini dapat terlaksana dengan baik atau membudaya dalam diri petani, sehingga petani tersebut menjadi tenaga yang bernilai ekonomis, atau memberikan nilai tambah bagi orang lain dan petani. Budaya kerja mempunyai arti yang sangat mendalam, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan. Begitu pula budaya kerja yang baik yang dilakukan oleh petani sawit di desa Bakti Mulya akan meningkatkan produktivitas kelapa sawit tiap bulannya. 2.2. Masyarakat Petani Petani adalah istilah bagi orang yang sehari-harinya bekerja mengolah lahan pertanian dengan bercocok tanam. kegiatan bercocok tanam yang dilakukan adalah menanam berbagai jenis tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Dalam mengolah lahan pertanian mereka menggunakan peralatan-peralatan yang sederhana hingga peralatan modern. Menurut Firth, petani adalah kelompok sosial yang berbasis pada pertanian. Mata pencaharian mereka diperoleh dengan cara mengolah tanah dan bercocok tanam. Petani yang demikan pada umumnya telah memiliki komunitas yang tetap dan biasanya hidup dalam sebuah komunitas yang dikenal dengan masyarakat desa. Sebagai masyarakat mayoritas yang hidup di pedesaan, petani merupakan masyarakat yang tidak primitif, dan tidak pula modern. Masyarakat petani berada di pertengahan jalan antara suku-bangsa primitif dan masyarakat industri. Mereka terbentuk sebagai pola-pola dari suatu infrastruktur masyarakat yang tidak bisa dihapus (Wolf, 1985: 46-48) Sementara, Radfield (1982 : 6-25) menganggap petani itu adalah rakyat pedesaan yang hidup dari pertanian dengan teknologi lama, tetapi merasakan diri sebagai bagian bawah dari suatu kebudayaan atas yang dianggap lebih halus dan beradab dalam masyarakat kota. 11

Selanjutnya Scott dalam buku Heddy (2003 : 74) mengatakan bahwa kehidupan ekonomi masyarakat petani berada sedikit di atas garis subsistensi. Artinya kebanyakan rumah tangga petani hidup begitu dekat dengan batas-batas subsistensi dan menjadi sasaransasaran permainan alam serta tuntutan-tuntutan dari pihak luar, maka mereka meletakan landasan etika subsistensi atas dasar pertimbangan Safety First (dahulukan salamat). Menurut Scott keamanan merupakan suatu hal yang penting, sebab petani selalu dekat dengan garis bahaya. Prinsip dahulukan selamat mendasari pengaturan teknis, sosial, dan moral dalam masyarakat petani. Sejarah pertanian telah mencatat bahwa pola pertanian masyarakat awal adalah pertanian subsisten. Mereka menanam berbagai jenis tanaman pangan sebatas untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Perkembangan kultur pertanian berikutnya adalah terbentuknya komunitas-komunitas kecil yang menyerupai desa dalam bentuk dan struktur yang sederhana. Bentuk pertaniannya masih berupa sistem berladang, masyarakatnya tidak bersifat menetap karena berpindah-pindah mengikuti ladang yang baru. Perubahan yang cukup penting adalah berlangsung ketika pergeseran kebutuhan keluarga petani. Satu bentuk interkasi sosial ekonomi yang lebih berkembang terjalin dengan lahirnya uang. Kelebihan hasil pertanian mulai dijual kepada orang yang membutuhkan. Pertanian pun bergeser dari corak subsisten ke pembentukan petani yang mulai mengenal sistem pasar akan tetapi sebagian masih menjalankan sistem pengelolaan lahan yang bersifat tradisional. 2.2 Etos Kerja Petani Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos), yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap tersebut tidak hanya dimiliki oleh individu, tetapi juga kelompok bahkan masyarakat. Menurut Geertz (Syahrial, 1997:57) etos adalah 12

sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Etos adalah aspek evaluatif yang bersifat menilai. Etos merupakan sifat dari seorang individu, yang menuntunnya atas keyakinan terhadap sesuatu hal. Etos kerja sering dikaitkan dengan motivasi seseorang dalam mencapai suatu hal yang menjadi tujuan atau keyakinannya. Etos kerja merupakan karakteristik pribadi atau kelompok masyarakat yang dipengaruhi oleh orientasi nilai-nilai dan budaya mereka. Menurut Webster s Online Dictionary, Work Ethic atau etos kerja diartikan sebagai: Earnestness or fervor inn working, morale with regard to the tasks at hand ; Kesungguhan atau semangat dalam bekerja, sebuah pandangan moral pada pekerjaan yang dilaksanakan. Menurut Geertz (Syahrial,1997:57) etos kerja sangat terikat dengan irama karakter, kualitas hidup, gaya moral, estetika dan suasana perasaan seseorang. Etos kerja merupakan sebuah sikap yang timbul atas kehendak pribadi dan kesadaran seorang individu terhadap kerja. Menurut Abdullah (1978), etos kerja berarti sikap yang mendasar tentang kerja yang ada pada diri seseorang. Max Weber melalui tulisannya The Protestan Ethic and The Spirit Of Capitalism, yang membahas tentang etika protestan yakni ciri etos kerja kelompok kristen calvanis sebagai pelopor kapitalisme, yakni tentang tanggung jawab langsung kepada Tuhan, kejujuran dalam perbuatan, kerja keras, hemat, pembagian waktu secara metodik dalam kehidupan sehari-hari, rasional dan menekankan kepada tanggung jawab individu (Syahrial, 1997:59). Untuk mencapai keberhasilan seseorang harus melakukan aktivitas kehidupan, termasuk aktivitas ekonomi, yang dilandasi oleh disiplin dan bersahaja, yang didorong oleh ajaran agama (Damsar, 2002:14). Sinamo (Fery, 2009:6) memandang bahwa Etos kerja merupakan fondasi dari sukses yang sejati dan otentik. Pandangan ini dipengaruhi oleh kajiannya terhadap studi-studi sosiologi sejak zaman Max Weber di awal ke-20 dan penulisan menajemen dua puluh tahun 13

belakangan ini yang semuanya bermuara pada satu kesimpulan utama; bahwa keberhasilan di berbagai wilayah kehidupan ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja. Sebagian orang menyebut perilaku kerja ini sebagai motivasi, kebiasaan (habit) dan budaya kerja. Menurut Sinamo (Fery, 2009:6) setiap manusia memiliki spirit/ roh keberhasilan, yaitu motivasi murni untuk meraih dan menikmati keberhasilan. Sinamo merumuskan delapan aspek Etos Kerja sebagai berikut: 1. Kerja adalah rahmat; karena kerja merupakan pemberian dari Yang Maha Kuasa, maka individu harus dapat bekerja dengan tulus dan penuh syukur. 2. Kerja adalah panggilan; kerja merupakan tittipan berharga yang dipercayakan pada kita sehingga secara moral kita harus bekerja dengan benar dan penuh tanggung jawab. 3. Kerja adalah panggilan; kerja merupakan suatu dharma yang sesuai dengan panggilan jiwa kita sehingga kita mampu bekerja dengan penuh integritas. 4. Kerja adalah aktualisasi; pekerjaan adalah sarana bagi kita untuk mencapai hakikat manusia yang tertinggi sehingga kita akan bekerja keras dengan penuh semangat.5 5. Kerja adalah ibadah; bekerja merupakan bentuk bakti dan ketaqwaan kepada Sang Khalik, sehingga melalui pekerjaan individu mengarahkan dirinya pada tujuan agung Sang Pencipta dalam pengabdian. 6. Kerja adalah seni; kerja dapat mendatangkan kesenangan dan kegairahan kerja sehingga lahirnya daya cipta, kreasi baru, dan gagasan inovatif. 7. Kerja adalah kehormatan; pekerjaan dapat membangkitkan harga diri sehingga harus dilakukan dengan tekun dan penuh keunggulan. 8. Kerja adalah Pelayanan; manusia bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri saja tetapi untuk melayani sehingga harus bekerja dengan sempurna dan penuh kerendahan hati. 14

Dapat disimpulkan bahwa etos kerja merupakan sikap atau cara pandang yang mendasar pada sekelompok orang atau individu yang menilai bahwa bekerja adalah suatu hal yang positif untuk meningkatkan kualitas kehidupannya sehingga mempengaruhi perilaku dalam bekerja. Mubyarto (Yeyet, 2010:12) menjelaskan dalam konteks masyarakat pedesaan, maka tinggi rendahnya etos kerja anggota masyarakat tersebut sangat ditentukan oleh sejumlah faktor seperti pola pemilikan tanah dan faktor produksi lain seperti ternak, pola hubungan produksi yang ada didalam masyarakat, serta tersedia atau tidaknya pekerjaan di luar sektor pertanian. Bagi petani, bekerja merupakan bentuk aktualisasi dirinya sebagai kegiatan positif yang juga memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Yeyet (2010:12) menjelaskan etos kerja petani merupakan gairah atau semangat yang amat kuat dalam diri petani untuk mengerjakan tanah pertaniannya secara optimal sehingga produktivitas tanah meningkat dan pendapatan petani juga mengalami peningkatan. 2.3. Fungsi Lahan dan Struktur Sosial Masyarakat Desa yang memiliki mata pencarian sebagai petani tentunya mengandalkan tanah sebagai mata pencarian utama mereka. Mengolah lahan pertanian dan hasilnya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun, akibat pembangunan yang berlangsung serta pertambahan jumlah penduduk dapat saja menjadikan lahan yang dimiliki oleh mereka semakin berkurang. Padahal fungsi lahan bagi masyarakat Desa tidak hanya sebagai mata pencaharian tetapi juga memiliki fungsi lahan seperti dikemukakan Tjondronegoro dan Wiradi (1984) mengatakan bahwa fungsi sosial dari tanah tidak hanya sebagai tempat tinggal untuk memenuhi kebutuhan papan dan sumber pendapatan sebagai sandaran hidup petani, tetapi juga memiliki fungsi-fungsi sosial yang memungkinkan mereka melakukan interaksi dan berkembang. Namun, sejak awal tahun 1980-an, akibat pembangunan dan ekonomi uang yang memasuki pedesaan, timbullah 15

berbagai persoalan penting berkaitan dengan lahan itu. Kerena sebagian tanah pertanian mereka mulai terusik dan mengalami perubahan, baik kepemilikan, luas lahan maupun fungsinya, kehidupan sosial pun terpengaruh. Misalnya, masalah perubahan nilai-nilai kehidupan keluarga dan nilai-nilai kerja. Dalam konteks perubahan demikan Scott (1993) menunjukan bahwa masalah-masalah itu berakibat juga kepada nilai-nilai hubungan patron klien yang ditandai dengan meningkatnya buruh tani yang tidak. Menurut Vago (1989), fenomena sosial tersebut lahir karena adanya pembangunan yang terencana. Sedangkan hasil temuan Geertz (1977) di Mojokuto, Jawa Timur dan Tabanan Bali, menyebutkan bahwa perubahan perilaku masyarakat yang cukup signifikan dengan fungsi ekonominya, dimana struktur sosial yang ada, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari luas lahan. Jadi, kemampuan produksi di sektor pertanian bagi masyarakat sangat berpengaruh pada pola dan nilai-nilai budaya. Latar belakang sosial budaya masyarakat yang melembaga dan berakar dalam kehidupannya sebagai petani, menjadi faktor deterministik yang menentukan hubungannya terhadap fungsi lahan. Tjondronegoro dan Wiradi (1984) menyebutkan bahwa lahan bagi petani tidak terbatas sebagai sumber ekonomi dan tempat tinggal, tetapi terdapat juga fungsifungsi sosial yang memungkinkan mereka melakukan interaksi dan berkembang. Selanjutnya, penyempitan lahan dan masuknya uang ke pedesaan akan membawa pengaruh kepada pergesaran struktur sosial yang dapat disejajarkan dengan proses individualisasi. Dalam perspektif fungsional struktural, fungsi itu dapat diketegorikan sebagai sumber inspirasi dan kehidupan untuk mengembangkan nilai-nilai, sehingga mengubah fungsi lahan berarti mengubah sumber-sumber kehidupan dalam mengembangkan nilai-nilai tersebut (Parsons, 1986). 16

Menurut prosesnya, perubahan itu umumnya signifikan dalam hal demografi, sikap, dan nilai, sistem stratifikasi, dan sistem keluarga. Pada tingkat stratifikasi sosial, perubahan mendasar dalam masyarakat biasanya karena bergerak ke arah modern, seperti pada masyarakat tradisional yang mempunyai pola kerja homogen, sehingga proses pergesaran kerjanya terus meningkat akhirnya melahirkan perubahan struktur pekerjaan karena tingkat mobilitas sosialnya cukup tinggi. 17