DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEMENTERIAN NEGARA JAKARTA, MARET 2007

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEMENTERIAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN REHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN DAN PENASIHAT PRESIDEN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TE NTANG KEMENTERIAN NEGARA

KETENTUAN PERTIMBANGAN ATAU PERSETUJUAN DALAM UNDANG-UNDANG KEMENTERIAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

1 of 8 3/17/2011 4:31 PM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG DEWAN RISET NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERTIMBANGAN TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG KOMITE PRIVATISASI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); MEMUTUSKAN: Menetapka

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG DEWAN RISET NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG DEWAN RISET NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG DEWAN SUMBER DAYA AIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DAN PERANGKAT DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- Penyempurnaan redaksional. - Kata yang setelah frasa Sistem Jaminan Sosial Nasional dihapus.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG DEWAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2006 TENTANG DEWAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH BATURAJA MULTI GEMILANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 165 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN TUGAS DAN FUNGSI KABINET KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS PROVINSI MALUKU UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, PERSONALIA, DAN MEKANISME KERJA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 165 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN TUGAS DAN FUNGSI KABINET KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI KOMISI BANDING MEREK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

REPUBLIK PRESIDEN. Menimbang: bahwa untuk Ombudsman. Mengingat: Nomor. Nomor. Republik Indonesia. Indonesia. Lembaran Negara Republik

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2011 TENTANG TIM KOORDINASI MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2006 TENTANG DEWAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG DEWAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG TIM PENERTIBAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang...

2012, No sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH CITRA MANDIRI JAWA TENGAH

Transkripsi:

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEMENTERIAN NEGARA JAKARTA, MARET 2007 Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEMENTERIAN NEGARA 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN.. TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 2 a Menimbang: bahwa untuk mencapai tujuan negara, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan negara; 3 b bahwa Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara dibantu oleh menteri-menteri yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan dan setiap menteri memimpin kementerian negara; 4 c bahwa sesuai ketentuan Pasal 17 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kementerian negara yang Saran perubahan RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN.. TENTANG PEMBENTUKAN, PENGUBAHAN, DAN PEMBUBARAN KEMENTERIAN NEGARA Saran perubahan rumusan, berasal dari huruf b a Menimbang: bahwa Presiden dalam menjalankan kewenangannya sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar dibantu oleh menterimenteri negara yang membidangi urusan tertentu di bidang pemerintahan; Saran perubahan Saran perubahan rumusan b bahwa kementerian negara yang dipimpin oleh menteri-menteri negara memegang peran penting dalam penyelenggaraan pemerintahan guna terwujudnya tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c bahwa berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pembentukan, pengubahan, dan pembubaran Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan; pembentukan, pengubahan, dan pembubarannya diatur dalam undang-undang; 5 d bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Kementerian Negara; 6 Mengingat: Pasal 4, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 7 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: 8 Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEMENTERIAN NEGARA. 9 BAB I KETENTUAN UMUM 10 Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: kementeran negara diatur dalam Undang- Undang; Diubah d bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan, Pengubahan, dan Pembubaran Kementerian Negara; Saran Pasal 18 dihapus. Lihat DIM No. 18 Saran perubahan. Lihat DIM No. 1 Mengingat: Pasal 4, Pasal 17, Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN, PENGUBAHAN, DAN PEMBUBARAN KEMENTERIAN NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

11 1 Kementerian negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah lembaga pemerintah pelaksana kekuasaan pemerintahan yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. 12 2 Kementerian Utama adalah Kementerian yang tersurat dan tersirat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang wajib diadakan untuk kelangsungan tugastugas pemerintahan negara. 13 3 Kementerian Pokok adalah Kementerian yang menangani urusan-urusan pemerintahan dalam upaya pencapaian kesejahteraan rakyat. 14 4 Kementerian Khusus adalah Kementerian yang dibentuk untuk mengantisipasi perkembangan dan perubahan lingkungan strategis serta untuk mempercepat pelaksanaan tugas-tugas - Saran perubahan - kata "lembaga pemerintah" diganti "perangkat pemerintah" - frasa " pelaksana kekuasan pemerintahan" dihilangkan karena kementerian negara tidak hanya unsur pelaksana pemerintahan tetapi juga menetapkan kebijakan -, alasan: UUD Negara RI Tahun 1945 tidak mengenal klasifikasi kementerian negara. Kedudukan setiap kementerian dan para menteri negara yang memimpin kementerian negara adalah sama. Perbedaannya terletak pada urusan pemerintahan yang menjadi tugas pokok dari setiap kementerian. - Dalam risalah rapat-rapat pembentukan dan amandemen UUD juga tidak diperoleh informasi mengenai klasifikasi kementerian negara. - Dalam sistim pemerintahan presidensial yang tetap dipertahankan pasca amandemen UUD 1945, pembentukan kementerian berikut susunan kabinet merupakan hak prerogatif Presiden. 1 Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

pemerintahan. 15 5 Menteri negara yang selanjutnya disebut Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin kementerian negara. 16 6 Lembaga Pemerintah Non-Kementerian, yang selanjutnya disebut LPNK adalah lembaga pelaksana kebijakan pemerintahan dibidang tertentu yang bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri. 17 7 Urusan pemerintahan adalah setiap urusan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 18 8 Pemerintahan Daerah yang selanjutnya disebut Pemda adalah pelaksana urusan pemerintahan di tingkat provinsi, kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 19 BAB II KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, DAN WEWENANG Bagian Pertama Saran perubahan, konsistensi penggunaan istilah Kementerian, lihat DIM No. 11. - Pasal 17 UUD Negara RI Tahun 1945 hanya memerintahkan pengaturan pembentukan, pengubahan, dan penghapusan kementerian negara dalam Undang-Undang - LPND adalah unit-unit Pemerintah. Saran ditambah ada kata "ketentuan" sebelum Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 - tidak ada relevansinya. - UUD Negara RI Tahun 1945 hanya memerintahkan pengaturan mengenai pembentukan, pengubahan, dan penghapusan kementerian negara. - Hubungan antara pemerintah (pusat) dan pemerintahan daerah diatur dalam Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B UUD Negara RI Tahun 1945 dan jabarannya telah diatur pula, antara lain dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Judul bab disarankan diubah Wewenang disarankan dihapus karena sudah melekat pada tugas dan fungsi 2 Menteri negara yang selanjutnya disebut Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin Kementerian. 3 Urusan pemerintahan adalah setiap urusan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB II KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI Bagian Pertama Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Kedudukan 20 Pasal 2 (1) Kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. 21 (2) Kementerian terdiri atas: a Kementerian Utama; b Kementerian Pokok; dan c Kementerian Khusus 22 Pasal 3 Kementerian berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. 23 Bagian Kedua Tugas Saran diubah Menurut UUD Negara RI Tahun 1945, yang bertanggungjawab kepada Presiden adalah menteri, bukan kementerian. Kedudukan Pasal 2 Kementerian dipimpin oleh seorang Menteri yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden., lihat DIM No. 12, 13, dan 14 Pasal 3 Kementerian berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. Judul Bagian disarankan diubah Bagian Kedua Tugas dan Fungsi Pasal 4 Kementerian mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan. 24 Bagian Ketiga Fungsi 25 Pasal 5 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Utama menyelenggarakan fungsi: Bagian Ketiga disarankan dihapus, lihat DIM No.24 Pasal 4 Kementerian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Saran perubahan, lihat DIM No.12,13,14, 23 Pasal 5 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian menyelenggarakan fungsi: 26 a penetapan kebijakan kementerian; Saran ditambah a perumusan, penetapan, dan/atau pelaksanaan kebijakan kementerian; - Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

27 b pelaksanaan kebijakan kementerian; - 28 c pelayanan administrasi pemerintahan; dan Saran tambahan butir baru (huruf c) b pelayanan administrasi pemerintahan; c pengelolaan anggaran dan kekayaan kementerian; dan 29 d pelaksanaan pengawasan fungsional d pelaksanaan pengawasan fungsional 30 (2) Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Pokok menyelenggarakan fungsi:, lihat DIM No.12, 13,14, 22, 26 Saran penambahan ketentuan barn (ayat 2) 31 a penetapan kebijakan kementerian; 32 b pelaksanaan kebijakan kementerian sesuai dengan kewenangannya; 33 c koordinasi, supervisi, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan kementerian dalam lingkup provinsi dan kabupaten/kota; 34 d pelayanan administrasi pemerintahan; dan 35 e pelaksanaan pengawasan fungsional. 36 (3) Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Khusus menyelenggarakan fungsi: 37 a senetasankebijakankementerian; 38 b koordinasi, supervisi, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan kementerian; dan 39 c pelaksanaan pengawasan fungsional. 40 Bagian Keempat Wewenang, kewenangan Kementerian sudah tercakup dalam penyelengaraan tugas dan fungsi kementerian. Lihat DIM No. 19 (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi Kementerian diatur dalam Peraturan Presiden Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

41 Pasal 6 (1) Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a berwenang: 42 a membuat perencanaan; 43 b merumuskan dan menetapkan kebijakan kementerian; 44 c melaksanakan kebijakan; dan 45 d melakukan pengawasan fungsional. 46 (2) Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b berwenang: 47 a membuat perencanaan; 48 b merumuskan dan menetapkan kebijakan kementerian; 49 c melaksanakan kebijakan kementerian sesuai dengan kewenangannya; 50 d melaksanakan koordinasi, supervisi, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan kementerian dalam lingkup provinsi dan kabupaten/kota; dan 51 e melakukan pengawasan fungsional. 52 (3) Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c berwenang: 53 a membuat perencanaan; Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

54 b merumuskan dan menetapkan kebijakan kementerian; 55 c melaksanakan koordinasi, supervisi, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan kementerian; dan 56 d melakukan pengawasan fungsional. 57 BAB III SUSUNAN ORGANISASI KEMENTERIAN 58 Pasal 7 (1) Kementerian Utama terdiri atas: a Kementerian Dalam Negeri; b Kementerian Pertahanan; c Kementerian Luar Negeri; d Kementerian Hukum; e Kementerian Keuangan; f Kementerian Agama. Judul bab disarankan diubah Disarankan diubah, Lihat pula DIM No, 12, 13, 14, dst.yang terkait. Pemerintah berpendapat bahwa dalam Undang- Undang ini pengaturan mengenai pembentukan kementerian sebaiknya tidak didekati melalui pemberian nama tertentu pada setiap kementerian karena bersifat rijid, tidak dapat menyesuaikan dengan dinamika perkembangan masyarakat. Menurut Pemerintah semangat yang mendasari perlunya pengaturan mengenai pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian, tanpa harus traumatis terhadap pengalaman masa lalu, haruslah dilihat sebagai upaya pemberian arah dan pedoman kepada Presiden dalam pembentukan kementerian, termasuk pengubahan, dan pembubarannya, dan tanpa perlu pula terlalu rijid dengan pemberian nama suatu kementerian. Terdapat beberapa pemikiran yang mendasari hal tersebut. BAB III PEMBENTUKAN, PENGUBAHAN, DAN PEMBUBARAN KEMENTERIAN Bagian Kesatu Pembentukan Pasal 6 (1) Presiden membentuk Kementerian yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. (2) Dalam membentuk Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden mempertimbangkan prinsip: a efisiensi dan efektifitas; b ketercakupan dan proporsionalitas; dan c kesinambungan, keserasian dan keterpaduan pelaksanaan tugas. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Pertama, sistem pemerintahan negara pasca amandemen UUD 1945, tetap mempertahankan sistim presidensial. Di bawah sistim tersebut, Presiden memiliki berbagai hak prerogatif dalam menjalankan kekuasaannya, termasuk dalam pembentukan kementerian serta dalam mengangkat para menteri untuk memimpin kementerian. Kedua, sistim ketatanegaraan pasca amandemen UUD 1945 tidak mengenal lagi adanya GBHN sebagai haluan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan nasional, sebagaimana dahulu lazim dituangkan dalam Ketetapan MPR. Sejalan dengan pemikiran di atas, serta didasarkan pada perlunya ketaatan terhadap sistim yang disepakati, Pemerintah berpendapat bahwa Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara memiliki keleluasaan dalam menentukan dan melaksanakan kebijakan, termasuk dalam pembentukan kementerian, pengubahan, dan pembubarannya, dengan tetap memperhatikan secara sungguh-sungguh prinsip-prinsip hukum, demokrasi, dan kepemerintahan yang baik Kementerian menurut UUD membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Urusan pemerintahan yang harus dijalankan oleh Presiden pada dasamya meliputi keseluruhan urusan pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan negara sebagaimana digariskan dalam UUD Negara RI Tahun 1945. Lingkup cakupan urusan pemerintahan cukup luas dan segala urusan tersebut pada hakekatnya Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

tidak bisa di pilah-pilah secara tajam/hitam-putih, sehingga asas keserasian dan keterpaduan hubungan dalam jalinan yang bersifat koordinatif antarkementerian menjadi sesuatu yang penting. Di samping asas tersebut, pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian, perlu mempertimbangkan pula asas efisiensi dan efektifitas serta proporsionalitas dengan memanfaatkan kemajuan dan perkembangan ilmu dan teknologi sehingga pelaksanaan tugas dan fungsi kementerian dapat dilakukan secara optimal dalam membantu Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara, dalam upaya pencapaian tujuan Negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD Ne ara RI Tahun 1945. 59 (2) Kementerian Pokok terdiri atas: a Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; b Kementerian Sosial dan Kesehatan; c Kementerian Perbendaharaan Negara; d Kementerian Pertanian dan Perkebunan; e Kementerian Kehutanan; f Kementerian Kelautan dan Perikanan; g Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; h Kementerian Pekerjaan Umum; i Kementerian Transportasi; j Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Luar Negeri; k Kementerian Koperasi dan Perdagangan Dalam Negeri; Disarankan dihapus, lihat DIM No.59 Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

l Kementerian Tenaga Kerja; m Kementerian Komunikasi dan Informasi. 60 (3) Kementerian Khusus menangani urusan-urusan perencanaan pembangunan nasional, perundang-undangan; ilmu pengetahuan, teknologi dan riset; pariwisata; perumahan rakyat; transmigrasi; lingkungan hidup; pemuda; perempuan; olahraga dan lain-lain urusan yang dibutuhkan oleh Presiden. 61 Pasal 8 (1) Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), memiliki kantor wilayahlperwakilan di daerah/luar negeri. 62 (2) Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3), tidak memiliki kantor wilayah/perwakilan di daerah. 63 Pasal 9 (1) Susunan organisasi Kementerian Utama terdiri atas: Disarankan dihapus. Lihat DIM No. 18 Tidak sejalan dengan kebijakan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UUD Negara RI Tahun 1945 dan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 64 a Menteri; 65 b Sekretariat Jenderal; 66 c Direktorat Jenderal; 67 d Inspektorat Jenderal; 68 e Badan danlatau Pusat; 69 f Staf ahli; dan 70 g Kantor wilayah/perwakilan tingkat provinsi, kabupaten/kota atau perwakilan luar negeri. sda Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

71 (2) Susunan oragnisasi Kementerian Pokok terdiri atas: 72 a Menteri; 73 b Sekretariat Jenderal; 74 c Direktorat Jenderal; 75 d Inspektorat Jenderal; 76 e Badan dan/atau Pusat; dan 77 f Staf ahli. sda 78 (3) Susunan organisasi Kementerian Khusus terdiri atas : 79 a Menteri; 80 b Deputi Menteri; dan 81 c Staf ahli. 82 Pasal 10 (1) Direktorat Jenderal pada Kementerian Utama dan Kementerian Pokok paling banyak 5 (lima). 83 (2) Deputi pada Kementerian Khusus paling banyak 3 (tiga) 84 (3) Badan pada Kementerian Utama dan Pokok paling banyak 3 (tiga). 85 (4) Staf ahli pada Kementerian paling banyak 4 (empat) orang. 86 Pasal 11 Pada organisasi Kementerian dapat diangkat staf khusus menteri paling banyak 5 (lima) orang. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

87 Pasal 12 Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, tugas, fungsi, wewenang, susunan organisasi kementerian diatur dalam Peraturan Presiden. 88 BAB IV PEMBENTUKAN, PENGUBAHAN, DAN PEMBUBARAN Bagian Pertama Pembentukan 89 Pasal 13 (1) Presiden wajib membentuk Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1). 90 (2) Presiden membentuk Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), atau dapat menggabungkannya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. 91 (3) Presiden membentuk Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), paling banyak 6 (enam) Kementerian. 92 Bagian Kedua Pengubahan 93 Pasal 14 (1) Nama kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) tidak dapat diubah. 94 (2) Nama Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dapat dilakukan, sudah tertampung dalam usul pemerintah DIM No. 59, sudah tertampung dalam usul pemerintah DIM No. 59, sesuai dengan usul pemerintah dalam DIM No. 59 maka Presiden dalam membentuk Kementerian haru memperhatikan Pasal 6 ayat 3 (usul Pemerintah), dan tidak perlu keterlibatan DPR Bagian Kedua Pengubahan Saran perubahan Pasal 7 (1) Presiden dapat melakukan pengubahan Kementerian, kecuali pengubahan nama Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pertahanan Saran perubahan (2) Pengubahan sebagaimana dimaksud pads ayat (1) dapat berupa perubahan nama, Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

perubahan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. 95 Bagian Ketiga Pembubaran 96 Pasal 15 (1) Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. 97 (2) Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), dapat dibubarkan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. 98 BAB V PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN Bagian Pertama Pengangkatan penggabungan dan/atau pemisahan Kementerian. (3) Dalam melakukan pengubahan Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden harus mempertimbangkan prinsip: a peningkatan kinerja; b peningkatan efisiensi dan efektifitas; c peningkatan keserasian dan keterpaduan pelaksanaan tugas; dan d perkembangan lingkungan strategis. (4) Presiden dalam melakukan pengubahan Kementerian memberitahukan kepada DPR. Bagian Ketiga Pembubaran Saran perubahan Pasal 8 Presiden dapat melakukan pembubaran Kementerian dalam hal kementerian tersebut tidak lagi memenuhi prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (3). Disarankan dihapus BAB IV PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN Bagian Pertama Pengangkatan 99 Pasal 16 Pasal 9 Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

(1) Menteri diangkat oleh Presiden. (1) Menteri diangkat oleh Presiden. 100 (2) Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi menteri adalah: Saran perubahan, substansi tetap (2) Untuk dapat diangkat menjadi Menteri, seseorang harus memenuhi persyaratan: 101 a warga negara Indonesia; a warga negara Indonesia; 102 b bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 103 c setia kepada Pancasila, dan UUD 1945; Saran perubahan c setia kepada Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 104 d sehat jasmani dan rohani; d sehat jasmani dan rohani; 105 e memiliki integritas dan kepribadian yang baik; 106 f mempunyai kompetensi dalam bidang tugas kementerian; e memiliki integritas dan kepribadian yang baik; f mempunyai kompetensi dalam bidang tugas Kementerian; 107 g memiliki pengalaman kepemimpinan; dan g memiliki pengalaman kepemimpinan; 108 h sanggup dan dapat bekerjasama sebagai pembantu presiden. 109 Pasal 17 Menteri dilarang merangkap jabatan/atau menjadi pengurus pada: Saran perubahan saran penambahan butir baru (huruf i) h sanggup dan mampu bekerjasama sebagai pembantu presiden; dan i tidak pernah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Saran perubahan Pasal 10 (1) Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: 110 a lembaga negara lainnya; Saran perubahan a pejabat negara sesuai dengan peraturanperundang-undangan; 111 b organisasi politik; Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

112 c komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; 113 d organisasi lainnya yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. 114 Bagian Kedua Pemberhentian 115 Pasal 18 (1) Menteri diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden. saran diubah 116 (2) Menteri diberhentikan karena: b komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; c pimpinan organisasi lainnya yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Bagian Kedua Pemberhentian Saran perubahan Pasal 11 (1) Menteri diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden, karena 117 a meninggal dunia; a meninggal dunia; 118 b mengundurkan diri atas permintaan sendiri; Saran perubahan b mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis; 119 c tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan; 120 d dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; Saran perubahan c tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut; Saran perubahan d dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang di diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; 121 e berakhir masa jabatan; atau e berakhir masa jabatan; atau 122 f melangggar ketentuan larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. Saran perubahan dan penambahan butir baru (huruf g) dan ditambah I (satu) ayat. f melanggar ketentuan larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; g alasan lain yang ditetapkan oleh Presiden. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

123 BAB VI HUBUNGAN FUNGSIONAL KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON-KEMENTERIAN 124 Pasal 19 (1) LPNK yang urusannya terkait dengan tugas dan wewenang suatu kementerian, wajib melakukan koordinasi dengan kementerian tersebut. 125 (2) Pembentukan LPNK harus mengikutsertakan menteri yang memiliki tugas dan wewenang yang terkait dengan urusan LPNK yang akan dbentuk. 126 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hubungan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden. 127 BAB VII HUBUNGAN KEMENTERIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH 128 (1) Hubungan Kementerian Utama dengan Pemda dalam pelaksanaan kebijakan kementerian Pasal 17 ayat (4) UUD Negara RI Tahun 1945 hanya mengamanatkan pembentukan, pengubahan, dan embubaran Kementerian. Lihat DIM No.16. sda sda Disarankan dihapus - UUD Negara RI Tahun 1945 hanya memerintahkan pembentukan, pengubahan, dan penghapusan kementerian negara. - Hubungan antara pemerintah (pusat) dan pemerintahan daerah diatur dalam Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B UUD Negara RI Tahun 1945. sda (2) Presiden memberhentikan sementara Menteri yang didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilaksanakan secara terpusat oleh Kementerian Utama yang bersangkutan. 129 (2) Pemda mendukung pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang Kementerian Utama sesuai dengan kemampuan daerah. 130 Pasal 21 Hubungan Kementeran Pokok dengan Pemda dalam pelaksanaan kebijakan Kementeran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 131 a Kementenan melaksanakan kebijakannya dalam ruang lingkup nasional dan melaksanakan koordinasi, supervisi, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan Kementenan dalam lingkup provinsi dan kabupaten/kota; 132 b Pemda provinsi melaksanakan kebijakan Kementerian pada ruang lingkup provinsi 133 c Pemda kabupaten/kota melaksanakan kebijakan Kementerian pada ruang lingkup kabupaten/kota; 134 d Pelaksanaan kebijakan Kementerian pada ruang lingkup provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c disertai penyerahan anggarannya. 135 Pasal 22 Hubungan Kementenan Khusus dengan Pemda dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: sda sda 136 a Kementenan merumuskan dan menetapkan sda Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

kebijakan, serta mengawasi pelaksanaan kebijakannya; 137 b Pemda melaksanakan dan mendukung kebijakan yang ditetapkan oleh Kementerian. 138 BAB VII KETENTUAN PERALIHAN 139 Pasal 23 (1) Kementerian yang sudah ada pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini tetap menjalankan tugasnya sampai dengan dibentuk Kementerian berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini. 140 (2) Lembaga Pemerintah Non-Kementerian yang sudah ada pada saat mulai berlakunya Undang- Undang ini harus segera menyesuaikan dengan Undang-Undang ini. 141 Pasal 24 Pelaksanaan Undang-Undang sektoral yang terkait dengan urusan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, tunduk kepada Undang-Undang ini. 142 BAB VIII KETENTUAN PENUTUP 143 Pasal 25 Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sda BAB V KETENTUAN PERALIHAN Saran perubahan Pasal 13 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, kementerian koordinator, departemen, dan kementerian negara yang ada dianggap telah terbentuk berdasarkan Undang-Undang ini. Pasal 14 Kementerian yang ada pada saat Presiden dilantik tetap berlaku sepanjang belum ditetapkan Keputusan Presiden mengenai pembentukan, pengubahan dan pembubaran Kementerian. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Saran perubahan Pasal 15 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

setelah tanggal pengundangan. 144 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 145 Disahkan di Jakarta pada tanggal... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta Pada tanggal... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SUSILO BAMBANG YUDHOYONO 146 Diundangkan di Jakarta pada tanggal... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, HAMID AWALUDDIN 147 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... NOMOR... HAMID AWALUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... NOMOR... Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di