224 8. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pola pemanfaatan dan penguasaan kawasan pada masyarakat Benuaq diatur oleh hukum adat dimana tanah dan hutan dibagi dalam peruntukan yang khas untuk bagian-bagian tertentu dari aktifitas kehidupan masyarakatnya yang dikenal dengan lati tana dalam istilah lokal. Konsep ini mengandung suatu persepsi mengenai ruang dan tata ruang manusia yang bermukim di dalamnya serta sumber daya alam yang ada di dalamnya. Artinya, seluruh rangkaian perilaku manusia harus terikat dengan tanah dan hutan berserta segala isinya dan secara lebih konkret konsep lati tana merupakan wilayah atau batasan hutan-tanah bagi aktifitas komunitas lokal. Pembagian kawasan ini meliputi pemukiman yaitu kampung (kampukng), rumah panjang (lou), rumah individual (belaai), dan pekaragan (natar); kawasan pertanian meliputi kawasan peladangan (umaq lati tana) yang terdiri dari ladang (umaq), bekas ladang (urat bataakng) dan kawasan perkebunan (kebotn); kawasan agroforestri (simpukng lou, simpukng belaai, simpukng lalaq, simpukng bua lati, simpukng ruyaq, simpukng berahatn, keletn tanyut, sopatn); kawasan untuk konservasi mencakup kawasan hutan peliharaan (ewei teweletn), pekuburan (simpukng lubakng) dan hutan keramat (lati pingit); dan kawasan alami yang terbuka bagi siapa saja yaitu sungai dan danau, hutan primer (asli bengkar) dan hutan kerangas (lati lajah). 2. Pengetahuan ekologi tradisional (traditional ecological knowledge) yang dimanifestasikan dengan peruntukan kawasan untuk berbagai keperluan menunjukkan apresiasi yang baik terhadap upaya konservasi yang dikuatkan dengan hukum adat. Masyarakat Benuaq menggunakan pengetahuan mereka untuk membedakan berbagai tahapan suksesi hutan sekunder dan primer untuk tujuan berladang, berburu, dan ekstraksi hasil hutan baik kayu maupun non-kayu. Setiap tahapan suksesi diidentifikasi dengan menggunakan bio-indikator dalam bentuk kehadiran suatu jenis tumbuhan dalam komunitas maupun ukuran diameter suatu jenis. Bio-indikator ini digunakan untuk menentukan kesuburan lahan dan melindungi turunnya produktifitas lahan pertanian.
225 3. Sistem perladangan berpindah masyarakat Benuaq bersifat rotasi pemakaian lahan mengakibatkan terbentuknya satuan-satuan lingkungan yang secara ekologis berbeda-beda yang masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri seperti ladang (umaq), hutan sekunder bekas ladang (urat, balikng bataakng, bataakng, bengkar uraq dan bengkar tuhaq), agroforestri (simpukng), kebun (kebotn dukuh) dan lainnya yang setiap satuan lingkungan tersebut dicirikan oleh jenis-jenis tumbuhan yang mendominasinya. Kearifan lokal mereka untuk menjaga keberlanjutan (sustainability) sistem perladangan dimanifestasikan dalam bentuk aturan-aturan adat (adat bekumaq dan adat tanam tumbuh). 4. Budidaya simpukng adalah bagian integral dari kegiatan perladangan dan merupakan bentuk khas daripada sistem-sistem kebun-pekarangan (homegardens) dan kebun hutan (forest-gardens) dalam kerangka agroforestri. Praktek agroforestri lokal yang dilakukan oleh masyarakat Benuaq ini berperanan penting dalam sistem tata guna lahan dan merupakan model yang baik untuk daerah pemukiman. Pertanian yang berkelanjutan di Kutai Barat mungkin bergantung pada agroforestri lokal (simpukng) yang sangat mirip dengan hutan alam tirua n dalam hal struktur dan komposisi dengan tanaman tumpang sari, penutup tanah yang baik dan tajuk yang berlapis-lapis. Simpukng sebagai bentuk agroforestri lokal jika ditransformasikan ke agroforestri modern akan menguatkan fungsi ekologis dan ekonomis simpukng tersebut sehingga lebih produktif. 5. Pengetahuan keanekaragaman tumbuhan dan pemanfaatannya oleh masyarakat Benuaq tercermin dari berbagai pemanfaatan jenis tumbuhan untuk berbagai keperluan yaitu bahan pangan (203 jenis), bahan obat-obatan (240 jenis), bahan bangunan (126 jenis), bahan sandang (7 jenis), bahan kayu bakar (40 jenis), bahan seni (jenis), bahan kerajinan dan teknologi lokal (70 jenis), bahan kecantikan (15 jenis), bahan pewarna (14 jenis), bahan racun dan anti racun (31 jenis), bahan ritual (99 jenis) dan lain-lainnya. Pemanfaatan tumbuhan terbanyak untuk keperluan pengobatan baik digunakan secara langsung maupun untuk pelengkap ritual pengobatan yang menunjukkan bahwa pengobatan tradisional masih berkembang dalam masyarakat Benuaq.
226 6. Ikan air tawar dan satwa liar merupakan sumberdaya penting untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat Benuaq dan merupakan salah faktor yang mendukung keberlanjutan sistem perladangan berpindah oleh masyarakat Benuaq. Diperoleh 60 jenis ikan yang dikonsumsi masyarakat Benuaq yang tergolong dalam 25 marga dan 13 suku ikan air tawar sedangkan keanekaragaman satwa liar yang diburu dan dimanfaatkan oleh masyarakat Benuaq terdiri dari 43 jenis satwa yang terdiri dari Aves (27 jenis), Mamalia (14 jenis) dan Reptil (2 jenis). Keanekaragaman yang tinggi dari ikan air tawar dan satwa liar yang diburu tersebut mencerminkan biodiversitas yang tinggi dari alam yang menunjang kebutuhan pangan tambahan bagi masyarakat peladang Benuaq. Saran 1. Perlunya pemerintah merevisi UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) No 5 Tahun 1960 yang lebih memberikan jaminan hukum bagi masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya alam di kawasan yang selama ini dikontrol dan diatur sepenuhnya oleh hukum adat tradisional khususnya berkaitan dengan kepemilikan lahan, pemanfaatan dan peruntukkan lahan, batas-batas lahan, pemindahan hak dan warisan atas lahan. Kesadaran yang terus berkembang bahwa masyarakat lokal yang tinggal di suatu wilayah mempunyai pemahaman dan pandangan tentang sumberdaya, lingkungan dan ekosistem setempat, menimbulkan pemikiran bahwa pemerintah (pengambil kebijakan) tidak boleh semata-mata mengandalkan cara-cara ilmiah dalam memahami suatu wilayah. Kesadaran ini menjadikan diterimanya pendekatan partisipatif serta tumbuhnya minat untuk mengkombinasikan sistem pengetahuan lokal dengan pengetahuan ilmiah modern. Dalam hal ini, pengetahuan masyarakat lokal (Benuaq) yang terakumulasi sepanjang sejarah hidupnya mempunyai peran yang sangat besar dan sistem kepercayaan yang menekankan penghormatan terhadap lingkungan alam merupakan nilai yang sangat positif untuk pembangunan berkelanjutan di Kutai Barat.
227 2. Komunitas tradisional Dayak Benuaq di pedalaman sangat bergantung pada sumber daya alam dan umumnya kurang menyadari perubahan yang terjadi pada dunia luar. Hasil penelitian ini menganjurkan bahwa pengetahuan lokal tentang pemanfaatan sumber daya hutan potensial dikembangkan sebagai bentuk sistem yang lestari untuk konservasi lingkungan. Pengetahuan masyarakat lokal yang berkembang turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya jika didokumentasikan sebagaimana mestinya akan membantu menjembatani celah antara praktek tradisional dan pengetahuan ilmiah_ suatu mata rantai yang biasanya hilang dari banyak program pembangunan. 3. Berbagai bentuk pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan oleh komunitas lokal seperti ditemukan pada masyarakat Dayak Benuaq di Kecamatan Muara Lawa mempunyai beberapa implikasi yang dapat dipertimbangkan untuk membuat kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan berbagai tipe hutan yang ada baik secara nasional maupun regional. Terutama implikasi yang dapat dilaksanakan dalam pluralisme dan aturannya fleksibel yang disesuaikan dengan kebutuhan komunitas dengan lingkungan sosial dan kebiasaan yang berbeda. Prinsip pengelolaan tradisional yang memanfaatkan namun mengontrol pemanfaatan yang berlebihan juga harus betul-betul dipertimbangkan dan diperhatikan. 4. Budidaya simpukng (agroforestri lokal) perlu dipertahankan pada struktur aslinya dengan alasan ekologis. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada petak-petak simpukng lebih banyak dijumpai jenis-jenis lokal yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Jenis-jenis tersebut pada dasarnya merupakan komponen sistem yang sangat penting dan pengusahaan petak-petak agroforestri ini perlu hati-hati dan diupayakan tidak mengganggu struktur dan fungsinya. Produktivitas dapat ditingkatkan dengan menanam beberapa komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi disamping jenis buah-buahan seperti rotan, gaharu, tengkawang dan tumbuhan keras lainnya yang secara ekologis sesuai dengan kondisi setempat.
228 5. Sejalan dengan perkembangan ekonomi yang demikian pesat di Kalimantan Timur melalui produksi minyak bumi dan batubara, maka uang tunai juga sangat berarti di wilayah pedalaman. Ua ng ini diperlukan untuk membeli keperluan hidup di luar kebutuhan pangan seperti pakaian, televisi, motor tempel perahu, sepeda motor dan lain-lain. Akan tetapi, perlu diupayakan jangan sampai perubahan orientasi subsisten ke pasar sampai mengarah ke perus akan lingkungan dan sumber daya yang ada. Oleh karena itu konversi budidaya simpukng ke bentuk monokultur seperti perkebunan sawit atau karet perlu dibatasi. Strategi pemanfaatan lahan agroforestri dengan upaya penghutanan kembali lahan-lahan kritis sekaligus pengembangan produk-produk pangan dan hasil hutan karena secara ekologis maupun ekonomis akan lebih menguntungkan. 6. Praktek pengobatan tradisional dengan ritualnya yang unik merupakan potensi bagi pariwisata karena ritual-ritual tersebut sangat menarik bagi turis lokal dan turis mancanegara yang perlu dikembangkan menjadi suatu even oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat sehingga dapat meningkatkan kunjungan wisatawan ke Kutai Barat dan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata.
229 Konservasionis masyarakat lokal merupakan suatu adicita yang lazim mengekspresikan etika konservasi, pemanfaatan sumber daya alami dan kepercayaan religius animisme (Crevello, 2004). Seperti halnya pada masyarakat Dayak Benuaq yang mempercayai adanya areal hutan yang dihuni oleh roh-roh jahat dan dapat menyebabkan manusia jatuh sakit sehingga areal tersebut dikeramatkan sebagaimana ditemukan pada satuan lingkungan lati pingit. Nilai magis religius yang dilekatkan untuk konservasi dan pengaruh sangsi yang sifatnya magis lebih ditaati dibandingkan dengan sangsi fisik atau materi oleh masyarakat lokal. Budaya menentukan kawasan hutan sebagai kawasan yang dilindungi merupakan kekhasan pada masyarakat Dayak dalam memandang alam yang harus dilindungi dan dilestarikan. Ladang merupakan sumber pangan yang penting bagi kehidupan masyarakat Dayak Benuaq sehingga pemilihan lahan yang kurang tepat dapat mempengaruhi hasil panen. Kegiatan pemilihan lahan dapat berlangsung berbulan-bulan dengan memperhitungkan banyak hal, seperti kemiringan lahan dan kesuburan tanah yang menjadi pertimbangan utama. Masyarakat cenderung memilih lahan yang berada di lereng bukit dengan kemiringan yang tidak terlalu curam. Berdasarkan tingkatan suksesi alami pada lahan yang diberakan maka tipe ideal untuk dibuka kembali menjadi ladang adalah tingkatan suksesi bataakng karena pengerjaannya relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan satuan lingkungan yang lebih tua. Pengerjaan ladang pada satuan lingkungan bengkar uraq dan bengkar tuhaq biasanya dilakukan pada waktu yang cukup lama karena pengolahannya lebih berat walaupun hasilnya lebih baik dari ladang yang dibuat pada lahan yang lebih muda.