8. KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

mendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003).

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

Alang-alang dan Manusia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

ABSTRAK. Kata kunci : masyarakat adat, Suku Dayak Limbai, Goa Kelasi, aturan adat, perlindungan sumberdaya hutan

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik

TINJAUAN PUSTAKA. Hubungan Masyarakat Lokal dengan Kearifan Lokal. Kearifan lokal dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Distribusi alami dari tegakan pohon ulin dan keragaman jenis pohon

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

BAB V KESIMPULAN. A. Analisis dari periodesasi di atas secara rinci diuraikan sebagai berikut 1. Perkembangan Penduduk dan Luas Ladang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB. I. PENDAHULUAN A.

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. (Firdaus, 2012). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada

PENDAHULUAN. berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. hutan memiliki 3 fungsi utama yang saling terkait satu sama lain, yakni fungsi

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. ruang aktivitas manusia dan budayanya tidak bisa lepas dari atmosfir, biosfir,

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. pertanian ini dikenal dengan istilah shifting cultivation yang sudah lama dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moch Ali M., 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik serta ciri khas masyarakatnya berdasarkan etnografisnya. Perbedaanperbedaan

BAB I PENDAHULUAN spesies tumbuhan, 940 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat dan

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

VIII. ANALISIS KEBUTUHAN LAHAN DAN ALTERNATIF PILIHAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP DALAM KERANGKA REDD

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil

PENDAHULUAN. kadang-kadang tidak mencukupi (Ekstensia, 2003). Peran sektor pertanian di Indonesia terlebih di Sumatera Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

BEBERAPA KEARIFAN LOKAL SUKU DAYAK DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM. Oleh : ABDUL MUKTI NIM

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan paru-paru dunia karena hutan dapat memproduksi oksigen

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Transkripsi:

224 8. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pola pemanfaatan dan penguasaan kawasan pada masyarakat Benuaq diatur oleh hukum adat dimana tanah dan hutan dibagi dalam peruntukan yang khas untuk bagian-bagian tertentu dari aktifitas kehidupan masyarakatnya yang dikenal dengan lati tana dalam istilah lokal. Konsep ini mengandung suatu persepsi mengenai ruang dan tata ruang manusia yang bermukim di dalamnya serta sumber daya alam yang ada di dalamnya. Artinya, seluruh rangkaian perilaku manusia harus terikat dengan tanah dan hutan berserta segala isinya dan secara lebih konkret konsep lati tana merupakan wilayah atau batasan hutan-tanah bagi aktifitas komunitas lokal. Pembagian kawasan ini meliputi pemukiman yaitu kampung (kampukng), rumah panjang (lou), rumah individual (belaai), dan pekaragan (natar); kawasan pertanian meliputi kawasan peladangan (umaq lati tana) yang terdiri dari ladang (umaq), bekas ladang (urat bataakng) dan kawasan perkebunan (kebotn); kawasan agroforestri (simpukng lou, simpukng belaai, simpukng lalaq, simpukng bua lati, simpukng ruyaq, simpukng berahatn, keletn tanyut, sopatn); kawasan untuk konservasi mencakup kawasan hutan peliharaan (ewei teweletn), pekuburan (simpukng lubakng) dan hutan keramat (lati pingit); dan kawasan alami yang terbuka bagi siapa saja yaitu sungai dan danau, hutan primer (asli bengkar) dan hutan kerangas (lati lajah). 2. Pengetahuan ekologi tradisional (traditional ecological knowledge) yang dimanifestasikan dengan peruntukan kawasan untuk berbagai keperluan menunjukkan apresiasi yang baik terhadap upaya konservasi yang dikuatkan dengan hukum adat. Masyarakat Benuaq menggunakan pengetahuan mereka untuk membedakan berbagai tahapan suksesi hutan sekunder dan primer untuk tujuan berladang, berburu, dan ekstraksi hasil hutan baik kayu maupun non-kayu. Setiap tahapan suksesi diidentifikasi dengan menggunakan bio-indikator dalam bentuk kehadiran suatu jenis tumbuhan dalam komunitas maupun ukuran diameter suatu jenis. Bio-indikator ini digunakan untuk menentukan kesuburan lahan dan melindungi turunnya produktifitas lahan pertanian.

225 3. Sistem perladangan berpindah masyarakat Benuaq bersifat rotasi pemakaian lahan mengakibatkan terbentuknya satuan-satuan lingkungan yang secara ekologis berbeda-beda yang masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri seperti ladang (umaq), hutan sekunder bekas ladang (urat, balikng bataakng, bataakng, bengkar uraq dan bengkar tuhaq), agroforestri (simpukng), kebun (kebotn dukuh) dan lainnya yang setiap satuan lingkungan tersebut dicirikan oleh jenis-jenis tumbuhan yang mendominasinya. Kearifan lokal mereka untuk menjaga keberlanjutan (sustainability) sistem perladangan dimanifestasikan dalam bentuk aturan-aturan adat (adat bekumaq dan adat tanam tumbuh). 4. Budidaya simpukng adalah bagian integral dari kegiatan perladangan dan merupakan bentuk khas daripada sistem-sistem kebun-pekarangan (homegardens) dan kebun hutan (forest-gardens) dalam kerangka agroforestri. Praktek agroforestri lokal yang dilakukan oleh masyarakat Benuaq ini berperanan penting dalam sistem tata guna lahan dan merupakan model yang baik untuk daerah pemukiman. Pertanian yang berkelanjutan di Kutai Barat mungkin bergantung pada agroforestri lokal (simpukng) yang sangat mirip dengan hutan alam tirua n dalam hal struktur dan komposisi dengan tanaman tumpang sari, penutup tanah yang baik dan tajuk yang berlapis-lapis. Simpukng sebagai bentuk agroforestri lokal jika ditransformasikan ke agroforestri modern akan menguatkan fungsi ekologis dan ekonomis simpukng tersebut sehingga lebih produktif. 5. Pengetahuan keanekaragaman tumbuhan dan pemanfaatannya oleh masyarakat Benuaq tercermin dari berbagai pemanfaatan jenis tumbuhan untuk berbagai keperluan yaitu bahan pangan (203 jenis), bahan obat-obatan (240 jenis), bahan bangunan (126 jenis), bahan sandang (7 jenis), bahan kayu bakar (40 jenis), bahan seni (jenis), bahan kerajinan dan teknologi lokal (70 jenis), bahan kecantikan (15 jenis), bahan pewarna (14 jenis), bahan racun dan anti racun (31 jenis), bahan ritual (99 jenis) dan lain-lainnya. Pemanfaatan tumbuhan terbanyak untuk keperluan pengobatan baik digunakan secara langsung maupun untuk pelengkap ritual pengobatan yang menunjukkan bahwa pengobatan tradisional masih berkembang dalam masyarakat Benuaq.

226 6. Ikan air tawar dan satwa liar merupakan sumberdaya penting untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat Benuaq dan merupakan salah faktor yang mendukung keberlanjutan sistem perladangan berpindah oleh masyarakat Benuaq. Diperoleh 60 jenis ikan yang dikonsumsi masyarakat Benuaq yang tergolong dalam 25 marga dan 13 suku ikan air tawar sedangkan keanekaragaman satwa liar yang diburu dan dimanfaatkan oleh masyarakat Benuaq terdiri dari 43 jenis satwa yang terdiri dari Aves (27 jenis), Mamalia (14 jenis) dan Reptil (2 jenis). Keanekaragaman yang tinggi dari ikan air tawar dan satwa liar yang diburu tersebut mencerminkan biodiversitas yang tinggi dari alam yang menunjang kebutuhan pangan tambahan bagi masyarakat peladang Benuaq. Saran 1. Perlunya pemerintah merevisi UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) No 5 Tahun 1960 yang lebih memberikan jaminan hukum bagi masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya alam di kawasan yang selama ini dikontrol dan diatur sepenuhnya oleh hukum adat tradisional khususnya berkaitan dengan kepemilikan lahan, pemanfaatan dan peruntukkan lahan, batas-batas lahan, pemindahan hak dan warisan atas lahan. Kesadaran yang terus berkembang bahwa masyarakat lokal yang tinggal di suatu wilayah mempunyai pemahaman dan pandangan tentang sumberdaya, lingkungan dan ekosistem setempat, menimbulkan pemikiran bahwa pemerintah (pengambil kebijakan) tidak boleh semata-mata mengandalkan cara-cara ilmiah dalam memahami suatu wilayah. Kesadaran ini menjadikan diterimanya pendekatan partisipatif serta tumbuhnya minat untuk mengkombinasikan sistem pengetahuan lokal dengan pengetahuan ilmiah modern. Dalam hal ini, pengetahuan masyarakat lokal (Benuaq) yang terakumulasi sepanjang sejarah hidupnya mempunyai peran yang sangat besar dan sistem kepercayaan yang menekankan penghormatan terhadap lingkungan alam merupakan nilai yang sangat positif untuk pembangunan berkelanjutan di Kutai Barat.

227 2. Komunitas tradisional Dayak Benuaq di pedalaman sangat bergantung pada sumber daya alam dan umumnya kurang menyadari perubahan yang terjadi pada dunia luar. Hasil penelitian ini menganjurkan bahwa pengetahuan lokal tentang pemanfaatan sumber daya hutan potensial dikembangkan sebagai bentuk sistem yang lestari untuk konservasi lingkungan. Pengetahuan masyarakat lokal yang berkembang turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya jika didokumentasikan sebagaimana mestinya akan membantu menjembatani celah antara praktek tradisional dan pengetahuan ilmiah_ suatu mata rantai yang biasanya hilang dari banyak program pembangunan. 3. Berbagai bentuk pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan oleh komunitas lokal seperti ditemukan pada masyarakat Dayak Benuaq di Kecamatan Muara Lawa mempunyai beberapa implikasi yang dapat dipertimbangkan untuk membuat kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan berbagai tipe hutan yang ada baik secara nasional maupun regional. Terutama implikasi yang dapat dilaksanakan dalam pluralisme dan aturannya fleksibel yang disesuaikan dengan kebutuhan komunitas dengan lingkungan sosial dan kebiasaan yang berbeda. Prinsip pengelolaan tradisional yang memanfaatkan namun mengontrol pemanfaatan yang berlebihan juga harus betul-betul dipertimbangkan dan diperhatikan. 4. Budidaya simpukng (agroforestri lokal) perlu dipertahankan pada struktur aslinya dengan alasan ekologis. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada petak-petak simpukng lebih banyak dijumpai jenis-jenis lokal yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Jenis-jenis tersebut pada dasarnya merupakan komponen sistem yang sangat penting dan pengusahaan petak-petak agroforestri ini perlu hati-hati dan diupayakan tidak mengganggu struktur dan fungsinya. Produktivitas dapat ditingkatkan dengan menanam beberapa komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi disamping jenis buah-buahan seperti rotan, gaharu, tengkawang dan tumbuhan keras lainnya yang secara ekologis sesuai dengan kondisi setempat.

228 5. Sejalan dengan perkembangan ekonomi yang demikian pesat di Kalimantan Timur melalui produksi minyak bumi dan batubara, maka uang tunai juga sangat berarti di wilayah pedalaman. Ua ng ini diperlukan untuk membeli keperluan hidup di luar kebutuhan pangan seperti pakaian, televisi, motor tempel perahu, sepeda motor dan lain-lain. Akan tetapi, perlu diupayakan jangan sampai perubahan orientasi subsisten ke pasar sampai mengarah ke perus akan lingkungan dan sumber daya yang ada. Oleh karena itu konversi budidaya simpukng ke bentuk monokultur seperti perkebunan sawit atau karet perlu dibatasi. Strategi pemanfaatan lahan agroforestri dengan upaya penghutanan kembali lahan-lahan kritis sekaligus pengembangan produk-produk pangan dan hasil hutan karena secara ekologis maupun ekonomis akan lebih menguntungkan. 6. Praktek pengobatan tradisional dengan ritualnya yang unik merupakan potensi bagi pariwisata karena ritual-ritual tersebut sangat menarik bagi turis lokal dan turis mancanegara yang perlu dikembangkan menjadi suatu even oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat sehingga dapat meningkatkan kunjungan wisatawan ke Kutai Barat dan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata.

229 Konservasionis masyarakat lokal merupakan suatu adicita yang lazim mengekspresikan etika konservasi, pemanfaatan sumber daya alami dan kepercayaan religius animisme (Crevello, 2004). Seperti halnya pada masyarakat Dayak Benuaq yang mempercayai adanya areal hutan yang dihuni oleh roh-roh jahat dan dapat menyebabkan manusia jatuh sakit sehingga areal tersebut dikeramatkan sebagaimana ditemukan pada satuan lingkungan lati pingit. Nilai magis religius yang dilekatkan untuk konservasi dan pengaruh sangsi yang sifatnya magis lebih ditaati dibandingkan dengan sangsi fisik atau materi oleh masyarakat lokal. Budaya menentukan kawasan hutan sebagai kawasan yang dilindungi merupakan kekhasan pada masyarakat Dayak dalam memandang alam yang harus dilindungi dan dilestarikan. Ladang merupakan sumber pangan yang penting bagi kehidupan masyarakat Dayak Benuaq sehingga pemilihan lahan yang kurang tepat dapat mempengaruhi hasil panen. Kegiatan pemilihan lahan dapat berlangsung berbulan-bulan dengan memperhitungkan banyak hal, seperti kemiringan lahan dan kesuburan tanah yang menjadi pertimbangan utama. Masyarakat cenderung memilih lahan yang berada di lereng bukit dengan kemiringan yang tidak terlalu curam. Berdasarkan tingkatan suksesi alami pada lahan yang diberakan maka tipe ideal untuk dibuka kembali menjadi ladang adalah tingkatan suksesi bataakng karena pengerjaannya relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan satuan lingkungan yang lebih tua. Pengerjaan ladang pada satuan lingkungan bengkar uraq dan bengkar tuhaq biasanya dilakukan pada waktu yang cukup lama karena pengolahannya lebih berat walaupun hasilnya lebih baik dari ladang yang dibuat pada lahan yang lebih muda.