GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 35 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2011 tentang Perbaikan Gizi, perlu menetapkan Peraturan Gubernur Jawa Timur tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2011 tentang Perbaikan Gizi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang
- 2-5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1441, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Air Susu Ibu Eksklusif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5291); 12. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 Nomor 2 Seri D); 13. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 Nomor 7 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8); 14. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2011 tentang Perbaikan Gizi (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2011 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9); MEMUTUSKAN
- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur. 2. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur. 3. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur. 4. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di Jawa Timur. 5. Dinas adalah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 7. Surveilans gizi adalah pengamatan secara teratur dan terus menerus yang dilakukan oleh tenaga gizi terhadap semua aspek penyakit gizi, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan. 8. Kejadian Luar Biasa Gizi selanjutnya disebut KLB gizi adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit gizi dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. 9. Pos Pelayanan Terpadu yang selanjutnya disebut Posyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. 10. Air Susu Ibu yang selanjutnya disebut ASI adalah cairan hidup yang mengandung sel-sel darah putih, imunoglobulin, enzim dan hormon, serta protein spesifik, dan zat-zat gizi lainnya yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. 11. Gangguan
- 4-11. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium yang selanjutnya disebut GAKI adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh menderita kekurangan zat yodium secara terus menerus dalam waktu yang lama. 12. Bahan tambahan pangan (food additive) adalah bahan/campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. 13. Inisiasi Menyusu Dini adalah proses menyusui pertama kali dilakukan oleh seorang ibu kepada bayinya segera setelah dilahirkan. 14. Makanan tradisional adalah segala jenis makanan olahan asli, khas daerah setempat, mulai dari makanan lengkap, selingan dan minuman, yang cukup kandungan gizi, serta biasa dikonsumsi oleh masyarakat daerah tersebut. BAB II SURVEILANS GIZI Pasal 2 (1) Surveilans gizi bertujuan membantu pengelolaan program pangan dan gizi di tingkat kabupaten/kota melalui penyediaan informasi dan data yang cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan. (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan dalam perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan kegiatan serta untuk mengevaluasi pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat dan sebagai pengambilan tindakan segera. (3) Pencapaian kinerja pembinaan Gizi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diketahui melalui indikator : a. persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan; b. persentase balita yang ditimbang berat badannya; c. persentase bayi usia 0-6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif; d. persentase rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium; e. persentase balita 6 59 bulan yang mendapat Kapsul Vitamin A; f. persentase
- 5 - f. persentase ibu hamil yang mendapat 90 tablet zat besi (Fe); g. persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan Surveilans Gizi; h. persentase penyediaan yang aman Makanan Pendamping ASI untuk daerah bencana; i. persentase balita gizi kurang berdasar penilaian indeks berat badan menurut umur, berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan dan panjang badan atau tinggi badan menurut Umur; j. persentase status gizi anak usia sekolah, remaja dan dewasa; dan k. persentase risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil. (4) Penyediaan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disampaikan secara online melalui website Dinas agar pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dilakukan dengan cepat dan berkelanjutan. BAB III UPAYA-UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT Bagian Kesatu Penanggulangan KLB Gizi dan Gizi Buruk Pasal 3 (1) KLB Gizi merupakan peristiwa ditemukannya balita dengan tanda-tanda berat badan menurut umur dibawah standar, atau tanda-tanda busung lapar (marasmus atau kwashiorkor) dalam jumlah yang tidak lazim. (2) KLB Gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditemukan dengan pelacakan KLB Gizi. (3) Pelacakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kegiatan penelusuran secara langsung (investigasi) setiap balita dengan tanda-tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 4 Penemuan gizi buruk dapat diketahui dengan menggunakan data dari : a. hasil penimbangan anak di posyandu; b. hasil pemeriksaan di fasilitas pelayanan kesehatan; c. laporan masyarakat; dan d. operasi timbang anak secara serentak (skrining aktif). Pasal 5
- 6 - Pasal 5 Keadaan anak penderita gizi buruk dapat diketahui melalui penapisan anak gizi buruk, dilakukan dengan: a. pemeriksaan lingkar lengan atas; b. pengukuran berat badan dan tinggi badan; c. pemeriksaan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda komplikasi yang meliputi gangguan pada pola makan (anoreksia), radang paru-paru (pneumonia) berat, kurang darah (anemia) berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, dan penurunan kesadaran; dan d. pemeriksaan nafsu makan/minum. Pasal 6 (1) Setiap anak penderita gizi buruk harus mendapat penanganan sesuai dengan prinsip dasar penanganan gizi buruk. (2) Penanganan anak penderita gizi buruk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan status gizi dan menurunkan angka kematian anak penderita gizi buruk. (3) Prinsip dasar penanganan anak penderita gizi buruk meliputi: a. meningkatkan jangkauan/cakupan pemulihan gizi; b. ketepatan waktu, yaitu penemuan kasus gizi buruk secara dini sehingga bisa dilakukan penanganan lebih awal yang bersifat komprehensif; c. pelayanan yang tepat, yaitu penanganan disesuaikan dengan kondisi anak untuk menentukan apakah anak perlu rawat inap atau rawat jalan; d. pelayanan yang terintegrasi dengan system pelayanan kesehatan yang ada; e. Pelayanan yang melibatkan peran lintas sektor terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Profesi dan Tokoh masyarakat; dan f. pemantuan secara terus menerus untuk menjamin kinerja pelayanan secara tepat dan efektif. Pasal 7 (1) Langkah-langkah penanganan KLB Gizi dan gizi buruk adalah sebagai berikut: a. penanganan rawat jalan, dilakukan terhadap anak penderita gizi buruk tanpa komplikasi, yaitu apabila dalam diri anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: 1. tampak
- 7-1. tampak sangat kurus; 2. edema (pembengkakan) pada kedua punggung kaki; 3. berat badan per tinggi badan kurang dari 3 (minus tiga) standar deviasi; 4. lingkar lengan atas kurang dari 11,5 cm (untuk anakanak usia 6 59 bulan); dan 5. nafsu makan baik. b. Penanganan rawat inap, dilakukan terhadap anak penderita gizi buruk dengan komplikasi, yaitu apabila dalam diri anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: 1. tampak sangat kurus; 2. edema (pembengkakan) pada seluruh tubuh; 3. berat badan per tinggi badan kurang dari - 3 (minus tiga) standar deviasi; 4. Lingkar lengan atas kurang dari 11,5 cm (untuk anak-anak usia 6 59 bulan); 5. terdapat satu atau lebih tanda komplikasi medis seperti anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, dan penurunan kesadaran. c. pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan, terhadap anak gizi buruk, apabila ditemukan anak dengan tanda-tanda: 1. tidak ada edema; 2. berat badan per tinggi badan kurang dari 2 (minus dua) sampai dengan - 3 (minus tiga) standar deviasi; 3. lingkar lengan atas 11,5 cm sampai dengan 12,5 (untuk anak-anak usia 6 59 bulan); 4. tidak ada komplikasi medis; 5. nafsu makan baik; dan 6. tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi klinis seperti anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, dan penurunan kesadaran. (2) Dalam hal anak penderita gizi buruk dengan komplikasi yang dirawat inap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b kondisinya sudah membaik disertai tanda-tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan tidak lagi mempunyai tanda-tanda komplikasi klinis, maka dilakukan penanganan dengan rawat jalan. (3) Terhadap anak rawat inap yang tidak lagi ditemukan tanda-tanda komplikasi klinis tetapi masih berstatus gizi kurang dan nafsu makan baik, maka diberikan PMT pemulihan. (4) Dalam
- 8 - (4) Dalam hal anak gizi buruk yang diberikan rawat jalan dan pemberian makanan tambahan kondisinya memburuk dan ditemukan salah satu tanda komplikasi medis atau penyakit lain, berat badan tidak naik, timbul edema baru, dan tidak ada nafsu makan, maka harus dilakukan rawat inap. Bagian Kedua Peningkatan Pemberian ASI Pasal 8 (1) Dalam rangka pemenuhan gizi terbaik pada balita, Pemerintah Provinsi melakukan strategi peningkatan cakupan pemberian ASI eksklusif. (2) Pemberian ASI eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan tambahan bagi bayi sampai dengan umur 6 (enam) bulan yang diawali dengan Inisiasi Menyusu Dini segera setelah bayi lahir. (3) Terhadap anak berumur lebih dari 6 bulan tetap diberikan ASI disertai dengan pemberian makanan pendamping ASI sampai dengan anak berusia 2 tahun. Pasal 9 Strategi peningkatan cakupan pemberian ASI eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan melalui : a. penyusunan kerangka regulasi ; b. managemen laktasi; c. peningkatan kapasitas petugas; d. promosi ASI Eksklusif; e. pelarangan kegiatan promosi susu formula bayi dan susu formula lanjutan ditempat sarana pelayanan kesehatan; f. pembentukan Kelompok Pendukung Air Susu Ibu (KP- ASI); dan g. pembuatan petunjuk teknis tentang Managemen Laktasi. Pasal 10 (1) Dalam rangka mendukung program peningkatan pemberian ASI eksklusif Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menyediakan ruang laktasi pada perkantoran dan tempat-tempat umum. (2) Sebagai wujud peran serta dalam program peningkatan pemberian ASI eksklusif masyarakat dan/atau badan usaha dapat menyediakan ruang laktasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Penyediaan
- 9 - (3) Penyediaan ruang laktasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditujukan untuk: a. memberikan kesempatan kepada pekerja/buruh perempuan untuk memberikan atau memerah ASI selama waktu kerja dan menyimpan ASI perah untuk diberikan kepada anaknya; b. memenuhi hak pekerja/buruh perempuan untuk meningkatkan kesehatan dirinya dan anaknya; c. memenuhi hak anak untuk mendapatkan ASI guna meningkatkan gizi dan kekebalan; dan d. meningkatkan kualitas sumber daya manusia sejak dini. Pasal 11 Upaya-upaya lain dalam rangka mendukung program peningkatan gizi bayi dan balita dapat dilakukan melalui: a. peningkatan keterampilan ibu balita dalam membuat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) untuk bayi di atas 6 bulan dalam jumlah dan mutu yang tepat. b. peningkatan pengetahuan dan keterampilan pola pengasuhan anak serta deteksi tumbuh kembang anak dengan melibatkan lembaga Pendidikan Anak Usia Dini dan Posyandu. c. promosi tentang gizi seimbang melalui pemberitaan, spanduk, baliho, leaflet, dan lain-lain dalam rangka penurunan kasus kejadian gizi lebih dan obesitas, terutama pada balita. Bagian Ketiga Penanggulangan GAKI Pasal 12 (1) GAKI merupakan sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh kekurangan zat iodium secara terus menerus dalam waktu yang lama. (2) Dampak GAKI yang terus menerus dan berkepanjangan dapat berpengaruh terhadap: a. Kehamilan, yang antara lain bisa menyebabkan keguguran (Abortus), bayi lahir mati, dan/atau pembengkakan kelenjar gondok (Hipothryroid) pada bayi baru lahir (Neonatal). b. gangguan pertumbuhan, yang antara lain bisa menyebabkan pertumbuhan yang tidak normal, dalam tingkat parah menyebabkan tumbuh kerdil (kretinisme), dan/atau keterlambatan perkembangan jiwa dan kecerdasan c. perkembangan
- 10 - c. perkembangan intelegensia, yang bisa menyebabkan defisit IQ point sebesar 5 point dibawah normal, untuk penderita kretinisme akan mengalami defisit sebesar 50 point dibawah normal. (3) Upaya penanggulangan masalah GAKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempercepat penurunan persentase terjadinya penyakit (prevalensi) GAKI. (4) Penurunan prevalensi GAKI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui program Pencapaian Konsumsi Garam Beriodium Untuk Semua, yang meliputi: a. pemantauan status iodium masyarakat; b. peningkatan konsumsi garam beriodium; c. peningkatan pasokan garam beriodium; dan d. pemantapan koordinasi lintas sektor dan penguatan kelembagaan penanggulangan GAKI. (5) Untuk mengetahui pencapaian Konsumsi Garam Beriodium untuk Semua (KGBS) digunakan indikator proses yang ditetapkan WHO meliputi : a. pengembangan kelembagaan yang fungsional; b. komitmen politik tentang Konsumsi Garam Beriodium untuk Semua; c. organisasi pelaksana yang kuat disemua tingkatan; d. penyusunan peraturan tentang Konsumsi Garam Beriodium untuk Semua disemua tingkatan; e. komitmen menyelenggarakan monitoring dan evaluasi dengan dukungan laboratorium yang menyediakan data yang akurat; f. Komunikasi, Informasi, Edukasi dan Mobilisasi sosial tentang GAKI dan perlunya mengkonsumsi garam beriodium; g. ketersediaan data garam beriodium secara regular pada tingkat produsen, pasar dan konsumen; h. ketersediaan data kesesuaian kadar iodium garam dapur, air dan urin (Urine Iodium Excretion/UIE) pada anak usia sekolah secara regular pada daerah endemik berat; i. kerjasama dengan produsen garam untuk pengawasan mutu garam beryodium; j. database untuk mencatat hasil monitoring regular dan penyebarluasannya kepada masyarakat, mencakup data garam beryodium dan UIE, bila memungkinkan data kelebihan hormon tyroid pada bayi baru lahir (Tyroid Stimulating Hormone (TSH) Neonatal). Bagian
- 11 - Bagian Ketiga Pencegahan Kekurangan Vitamin A Pasal 13 (1) Vitamin A berfungsi untuk pemeliharaan sel kornea mata, membantu pertumbuhan tulang dan gigi, pembentukan dan pengaturan hormon, serta melindungi tubuh terhadap kanker. (2) Kekurangan Vitamin A dapat mengakibatkan kerusakan pada kornea dan retina mata, kulit bersisik (keratomalasi), pendarahan organ dalam dan/atau proses pertumbuhan gigi terhenti. (3) Kekurangan Vitamin A sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada tahap awal ditandai dengan gejala rabun senja, atau kurang dapat melihat pada malam hari. (4) Penanggulangan kekurangan Vitamin A dilaksanakan melalui strategi komprehensif yang meliputi : a. promosi Vitamin A; b. suplementasi kapsul vitamin A; dan c. penambahan Vitamin A dalam makanan (Fortifikasi) yang dilaksanakan secara Nasional. (5) Strategi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan secara bersamaan dan terintegrasi dalam satu kesatuan program. Pasal 14 (1) Promosi Vitamin A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) huruf a, merupakan proses pemberdayaan masyarakat agar tahu, mau dan mampu mengkonsumsi sumber vitamin A alami dan suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi. (2) Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan kelompok sasaran bayi, balita dan ibu nifas. (3) Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui : a. advokasi kepada para pengambil kebijakan; b. menggalang kemitraan dengan lintas sektor terkait, organisasi masyarakat, LSM, swasta, dan dunia usaha; c. melaksanakan orientasi petugas kesehatan dan kader; d. mengembangkan atau mempersiapkan media promosi; dan e. melaksanakan pemberdayaan masyarakat melalui berbagai media dan metode sesuai situasi setempat. Pasal 15
- 12 - Pasal 15 (1) Suplementasi Kapsul Vitamin A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) huruf b, merupakan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi, dengan ketentuan: a. bayi usia 6 11 bulan diberikan Vitamin A pada bulan Februari dan Agustus, dengan jenis Vitamin A 100.000 SI (Satuan Internasional ) berwarna biru; b. balita diberikan Vitamin A pada setiap bulan Februari dan Agustus, dengan jenis vitamin A 200.000 SI (Satuan Internasional) berwarna merah; c. bayi umur 6 11 bulan dan anak balita umur 12 59 bulan yang sedang terkena campak, diare, gizi buruk atau mengalami kelainan pada mata (xeropthalmia) diberikan kapsul vitamin A dosis tinggi sesuai dengan tatalaksana kasus. d. ibu, setelah melahirkan sampai dengan 42 hari (nifas) diberi 1 ( satu ) kapsul vitamin A 200.000 SI warna merah dan kapsul berikutnya diberikan dengan tenggang waktu paling sedikit 24 jam. (2) Dalam rangka memenuhi kebutuhan vitamin A untuk keperluan suplementasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas melakukan distribusi ke Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan perencanaan alokasi dan kebutuhan masyarakat kabupaten/kota. (3) Pemerintah Provinsi wajib menyediakan stok suplementasi vitamin A dalam kuantitas dan kualitas yang aman (buffer stock), untuk keperluan distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Dalam hal terjadi kekurangan persediaan, Pemerintah Provinsi dapat mengusulkan kepada Pemerintah Pusat untuk mendapatkan tambahan. Bagian Ketiga Penanggulangan anemia gizi besi. Pasal 16 (1) Dalam rangka menekan angka kematian ibu dan meningkatkan produktivitas kerja, pemerintah Provinsi menyelenggarakan program penanggulangan anemia gizi besi pada ibu hamil dan wanita usia subur melalui distribusi tablet tambah darah. (2) Penyelenggaraan
- 13 - (2) Penyelenggaraan Program Penanggulangan Anemia Gizi Besi pada Ibu Hamil dan Wanita Usia Subur, dilaksanakan melalui strategi operasional sebagai berikut: a. Metode Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dengan penyuluhan kelompok, konseling, promosi, kampanye, diskusi kelompok sebaya, bimbingan pra nikah, promosi tablet tambah darah dan promosi meningkatkan sumber zat besi dari konsumsi makanan, baik dengan tatap muka, media cetak maupun media elektronik. b. Suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD), c. mengembangkan strategi program penanggulangan anemia gizi pada ibu hamil dan wanita usia subur sesuai kebutuhan daerah; d. advokasi dan sosialisasi ke tingkat pemerintah daerah kabupaten/kota dan kecamatan; e. mengembangkan kampanye regional menuju kemandirian; f. melakukan pendampingan (Capacity Building) bagi petugas tingkat Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Institusi; g. meningkatkan kerjasama atau kemitraan dengan LSM dan sektor lain; h. fasilitasi kerjasama dengan distributor, apotik serta toko obat; i. mengembangkan instrumen regional untuk pemantauan dan penyelia; j. bimbingan teknis, pemantauan, penyeliaan dan evaluasi secara berkala; dan k. menganalisa data dan mengetahui masalah secara keseluruhan. Pasal 17 Selain upaya penanggulangan Anemia Gizi Besi pada ibu hamil dan wanita usia subur, Pemerintah Provinsi dapat melakukan intervensi dalam pencegahan anemia pada anak balita melalui pemberian suplemen mikro nutrien. BAB IV PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA GIZI Pasal 18 (1) Dalam rangka meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan tenaga gizi dalam memberikan pelayanan dan penanganan gizi yang berkualitas, Dinas secara rutin berupaya untuk mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja melalui pendidikan dan pelatihan. (2) Pendidikan
- 14 - (2) Pendidikan dan Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan berjenjang dan berkelanjutan yang bertujuan untuk : a. peningkatan kinerja; b. peningkatan pengetahuan dan wawasan ilmiah terkini; c. peningkatan ketrampilan; dan d. perubahan sikap dan perilaku yang positif terhadap pekerjaan. (3) Pendidikan dan Pelatihan berjenjang dan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan mempertimbangkan kebutuhan dan perkembangan keilmuan yang terkait dengan peningkatan pelayanan gizi. (4) Jenis pendidikan dan pelatihan berjenjang dan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi : a. pendidikan dan pelatihan formal yaitu pendidikan yang berkesinambungan yang dilakukan oleh institusi pendidikan formal yang dilaksanakan dalam rangka menunjang keprofesian, serta kedudukan dan jabatan, baik fungsional maupun struktural. b. pendidikan dan pelatihan non formal yaitu kegiatan pelatihan gizi yang secara periodik dilakukan oleh Dinas dengan atau tanpa bekerjasama dengan pihak lain dalam upaya peningkatan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan Petugas Gizi dalam memberikan pelayanan dan penanganan gizi yang berkualitas. (5) Dinas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaksanakan pelatihan Training of Trainer (ToT) tentang penggunaan standar pertumbuhan balita, konselor menyusui, konselor MP-ASI, peningkatan kapasitas Fasilitator dalam tata laksana gizi buruk dan GAKI. BAB V PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GIZI Pasal 19 (1) Dalam rangka meningkatkan kemampuan serta sebagai bahan masukan bagi perencanaan kegiatan, evaluasi, pengembangan teori, tatalaksana atau standar pelayanan gizi, dapat dilakukan penelitian dan pengembangan gizi. (2) Penelitian dan pengembangan gizi dilakukan secara periodik guna penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna di bidang gizi dalam rangka menentukan upaya perbaikan gizi dengan memperhatikan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. (3) Penelitian
- 15 - (3) Penelitian dan Pengembangan Gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan secara mandiri atau bekerjasama dengan Instansi terkait. (4) Mekanisme kegiatan penelitian dan pengembangan gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu : a. penyusunan proposal penelitian yang berisi judul penelitian, latar belakang, tujuan, tinjauan pustaka dan referensi, hipotesa, metode, personalia, biaya, dan waktu. b. pelaksanaan penelitian sesuai dengan metode yang telah ditetapkan. c. penyusunan laporan penelitian sesuai proposal ditambah dengan hasil, pembahasan serta kesimpulan dan saran. d. penyampaian hasil penelitian kepada instansi yang terkait dengan program perbaikan gizi masyarakat. Pasal 20 Dalam rangka peningkatan kualitas gizi makanan tradisional Jawa Timur Pemerintah Provinsi mendukung penelitian dan pengembangan gizi terhadap makanan tradisional Jawa Timur. Pasal 21 (1) Guna mendukung pengembangan makanan tradisional yang memenuhi standar gizi, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat memberikan insentif kepada produsen makanan tradisional sehingga memiliki tata kelola yang baik. (2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. bantuan modal; b. peralatan produksi; c. bimbingan pemasaran; dan/atau d. pelatihan. BAB VI
- 16 - BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur. Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 3 Juni 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR ttd. Dr. H. SOEKARWO
- 17 - Diundangkan di Surabaya pada tanggal 3 Juni 2014 KEPALA BIRO HUKUM SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR ttd Dr. HIMAWAN ESTU BAGIJO, S.H.,M.H. Pembina Tingkat I NIP. 19640319 198903 1 001 BERITA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2014 NOMOR 33 SERI E