I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan bermasyarakat setiap orang tidak dapat melepaskan diri dari berbagai hubungan timbal balik dan kepentingan yang saling terkait antara yang satu dengan yang lainya yang dapat di tinjau dari berbagai segi, misalya segi agama, etika, sosial budaya, politik, dan termasuk pula segi hukum. Ditinjau dari kemajemukan kepentingan seringkali menimbulkan konflik kepentingan, yang pada akhirya melahirkan apa yang di namakan tindak pidana. Untuk melindugi kepentingankepentingan yang ada tersebut, maka di buat suatu aturan dan atau norma hukum yang wajib ditaati. Terhadap orang yang melanggar aturan hukum dan menimbulkan kerugian kepada orang lain akan di ambil tindakan berupa ganti kerugian atau denda, sedang bagi seorang yang telah melakukan tindak pidana akan di jatuhi sanksi pidana berupa hukuman badan baik penjara, kurungan dan atau denda. (Santoso, Topo:2005,17). Pembangunan di bidang hukum merupakan masalah mendesak yang perlu di tindak lanjuti, mengingat itu kompleksnya permasalahan hukum termasuk maraknya kejahatan/kriminalitas yang terus terjadi seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, pemerintah indonesia melalui badan dan atau instansi-instansi beserta aparatur penegak hukum (kepolisian, kejaksaan dan pengadilan serta lembaga permasyarakatan) di harapkan mampu melaksanakan upaya Upaya Penanggulangan Hukum yang nyata dan dapat di
2 pertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku agar tatanan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang aman dan tertib dapat di capai semaksimal mungkin. Upaya bukanlah suatu proses sederhana dan cepat seperti yang di bayangkan, karena di dalamnya terkait begitu banyak faktor yang mempengaruhinya. (Sunarso Siswanto:2005,21) dalam bukunya Wawasan Upaya Penanggulangan Hukum di Indonesia. Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sebenarya telah di atur ketentuan mengenai sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencabulan dengan kekerasan, namun pada kenyataanya kejahatan ini masih saja terjadi di banyak tempat dan tersembunyi dalam kehidupan masyarakat. Tidak jarang kasus tesebut lolos dari jeratan hukum yang berlaku, bahkan ad yang berhenti sampai pada tingkat pemeriksaan oleh kepolisian maupun kejaksaan sehingga tidak sampai di proses di pengadilan. Untuk mewujudkan keberhasilan Upaya Penanggulangan Hukum dalam memberantas maraknya kasus pencabulan dengan kekerasan sangat di perlukan pemantapan koordinasi kerjasama yang serius baik dari aparat kepolisian, aparat kejaksaan maupun hakim-hakim di pengadilan. Putusan hakim pemeriksa kasus pencabulan dengan kekerasan di berbagai pengadilan berfariasi. Bahkan ada kasus pencabulan dengan kekerasan yang hanya di vonis main-main dengan hukum penjara enam bulan. Hal mana dapat di benarkan karena dalam batas-batas maksimum dan minimum (satu hari smpai dua belas tahun) tersebut hakim bebas untuk bergerak untuk mendapatkan pidana yang tepat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak negatif terhadap anak, dampak negatif dari perkembangan teknologi tersebut
3 menyebabkan terjadinya pencabulan yang dilakukan oleh anak. aktor penyebab anak melakukan tindak pidana pencabulan adalah karena terpengaruh temantemannya yang pernah melakukan pencabulan, karena terpengaruh dari video porno yang sering dilihat, dan kurangnya pengawasan dari orangtua. Upaya Penaggulangan terhadap anak pelaku tindak pidana pencabulan dilakukan dalam bentuk pembinaan. upaya penanggulangan tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu menggunakan sarana penal (melalui jalur hukum pidana) dan non penal (diluar jalur hukum pidana). (Rukmini, Mien:2006,7) dalam bukunya Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi Penerbit Alumni Bandung. Menyelenggarakan Criminal Justice Sistem maka pidana menempati suatu posisi sentral. Hal ini di sebabkan karena putusan di dalam pemidanaan akan mempunyai konsekuensi yang luas, lebih-lebih kalau putusan pidana tersebut di anggap tidak tepat, maka akan menimbulkan reaksi yang Kontroversial, sebab kebenaran di dalam hal ini sifatnya adalah relatif tegantung dari mana kita memandangya. Persoalan pidana ini adalah sangat kompleks dan mengandung makna yang sangat mendalam, baik yuridis maupun sosiologis. Sebagai mana di ketahui bahwa tindak pidana itu adalah perbuatan orang, pada dasarnya yang dapat melakukan tindak pidana itu manusia (natuurlijke personen). Perbutan orang tersebut adalah titik penghubung dan dasar untuk pemberian pidana. Dipidananya seorang tidaklah cukup apabila orang tersebut telah melakukan perbuatn yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum, namun untuk adanya pemidanaan diperlukan syarat bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau
4 bersalah (subjectief guilt). (Rukmini, Mien:2006,12) dalam bukunya Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi Penerbit Alumni Bandung. Seseorang telah melakukan suatu tindak pidana dapat dikenai saksi pidana apabila perbuatannya tersebut memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana yang harus di penuhi antara lain adalah suatu perbuatan memenuhi rumusan undang-undang dan bersifat melawan hukum dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang di anggap mampu bertanggungjawab. Tindak pidana pencabulan denga kekerasan diancam dalam pasal 285 & 289 KUHP memutuskan Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman. Kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan kesusilaan, dengan pidana paling lama dua belas tahun. (Moeljatno:2000,21) Kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur banyak terjadi permasalahan mengenai bagaimana hukum dalam menegakan keadilan bagi para pelaku pencabulan tersebut yang dihukum dengan hukuman yang dapat dikatakan hukuman tersebut tidak dapat membuat perilaku para pelaku tersebut berubah menjadi lebih baik, sehingga ini menyebabkan korban merasa tidak mendapatkan keadilan yang efisien oleh kejahatan apa yang telah pelaku lakukan terhadap korban khususnya anak di bawah umur. Hukum adalah aturan untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau Upaya Penanggulangan Hukum harus memberikan manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. (Rukmini:2006,18). Kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur, para penegak hukum belum secara efisien menerapkan Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang
5 Perlindungan Anak. Di dalam kasus pencabulan yang korbannya menimpa seorang anak di bawah umur ini menyangkut tentang hak asasi anak sebagai korbannya yang tidak baik mendapatkan perlakuan dalam hal kekerasan seksual sesuai dengan Undang-undang No 35 Tahun 2014. (Rukmini:2006,24) Berdasarkan pada pokok-pokok pikiran tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Upaya Penanggulangan Hukum Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencabulan.
6 B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diambil pokok permasalahannya, yaitu: a. Bagaimanakah Upaya Penanggulangan Hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan? b. Apakah faktor-faktor penyebab anak melakukan tindak pidana pencabulan? 2. Ruang Lingkup Mengingat banyaknya perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dan luasnya wilayah hukum Kepolisisan Republik Indonesia, maka dalam rangka efektifitas dan efisiensi penelitian, penulis perlu membatasi ruang lingkup penelitian. Dalam hal ruang lingkup substansi, dibatasi pada Upaya Penanggulangan Hukum Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencabulan. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang akan dibahas, maka tujuan penelitian ditentukan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui Upaya Penanggulangan Hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan. b. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya anak yang melakukan tindak pidana pencabulan.
7 2. Kegunaan Penelitian Sejalan dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan mengandung dua kegunaan sebagai berikut: a. Kegunaan yang bersifat teoritis, sebagai sumbangan pemikiran bagi penegak hukum/penyidik Polri dalam menganalisa tentang upaya Upaya Penanggulangan Hukum terhadap pelaku pencabulan terhadap anak dibawah umur. b. Kegunaan yang bersifat praktis, sebagai bahan pertimbangan bagi penegak hukum/penyidik polri dalam pertimbangan penyidik Polri dalam menangani pelaku pencabulan terhadap anak dibawah umur. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Menurut Soerjono Soekanto (2005:125) Kerangka teoritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan. Tindak pidana pencabulan diatur dalam kitab undang-undang pidana (KUHP) pada bab XIV Buku ke- II yakni dimulai dari Pasal 289-296 KUHP, yang selanjutnya dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kesusilaan. Hubungan suami isteri antara kedua anak, karena diawali dengan rayuan terlebih dahulu dari si anak laki-laki, maka dia dapat dikenai Pasal 82 UU Perlindungan Anak: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,
8 melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Melihat pada ketentuan Pasal 82 UU Perlindungan Anak tersebut, perbuatan yang dilakukan oleh si anak laki-laki dapat dipidana berdasarkan Pasal 82 Undang-undang perlindungan anak. Perlu diketahui bahwa dalam pasal tersebut tidak diatur mengenai siapa yang melakukan tindakan pidana tersebut, apakah orang yang sudah dewasa atau anak-anak. Oleh karena itu, anak-anak pun dapat dipidana berdasarkan pasal ini. Hal ini juga sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ( UU Pengadilan Anak ) yaitu: Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Faktor-faktor penyebab tindak pidana pencabulan yang dimana memiliki motif beragam yaitu: 1. Pengaruh perkembangan teknologi 2. Pengaruh alkohol 3. Situasi (adanya kesempatan) 4. Peranan korban 5. Lingkungan 6. Tingkat pendidikan rendah 7. Pekerjaan (pengangguran)
9 8. Rasa ingin tahu (anak). Upaya penanggulangan kejahatan asusila terutama pencabulan, diantaranya: 1.Mengadakan penyuluhan hukum. 2.Mengadakan penyuluhan keagamaan. Selain upaya preventif di atas, juga diperlukan upaya represif sebagai bentuk dari upaya penanggulangan kejahatan asusila termasuk pencabulan. Penanggulangan yang dilakukan secara represif adalah upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, berupa penjatuhan atau pemberian sanksi pidana kepada pelaku kejahatan, dalam hal ini dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan Lembaga permasyarakatan. 2. Konseptual Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsepkonsep khusus yang merupakan kumpulan dan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang akan di teliti. Untuk memberikan kesatuan pemahaman terhadap istilah-istilah yang berhubungan dengan judul proposal ini, maka di bawah ini akan diuraikan konseptual sebagai berikut: a. Upaya Penanggulangan Hukum adalah: penegakkan hukum hanya diartikan sebagai upaya aparatur Upaya Penanggulangan Hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya yang mencakup pada nilai-nilai keadilan yang di dalamnya terkandung bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang ada dalam bermasyarakat
10 b. Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. c. Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentanggan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang yang semuanya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin. E. Sistematika Penulisan Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis untuk memudahkan para pembaca memahami proposal ini, disusun dengan sistematika sebagai berikut: I. PENDAHULUAN Pendahuluan merupakan bagian yang memuat latar belakang masalah, kemudian permasalahan dan ruang lingkup, selanjutnya juga memuat tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual sebagai acuan dalam membahas proposal serta sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka merupakan bagian yang menguraikan pengertian-pengertian umum tentang pokok-pokok bahasan dalam proposal ini, yang terdiri dari Upaya Penanggulangan Hukum Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencabulan.
11 III. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan bagian yang menguraikan tentang langkah yang akan ditempuh dalam pendekatan masalah, sumber data, jenis data, cara pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Uraian da1an bagian ini terdiri dari tiga sub bagian, yaitu sub bagian yang menguraikan tentang karakteristik responden, sub bagian yang menguraikan tentang Upaya Penanggulangan Hukum Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencabulan dan Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencabulan Yang Dilakukan Oleh Anak. V. PENUTUP Merupakan bab penutup dari penulisan proposal yang berisikan secara singkat hasil pembahasan dari penelitian dan beberapa saran dari penulisan sehubungan dengan masalah yang dibahas serta memuat lampiran-lampiran yang berhubungan dengan penulisan.