BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 19 TAHUN 2018 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI LAMPUNG BARAT PROVINSI LAMPUNG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA PEKALONGAN

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN LAMONGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDUNG,

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SEKADAU

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 8 TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

SALINAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJALENGKA,

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

BUPATI BATANG PROVINSIJAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KABUPATEN CILACAP

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PAREPARE

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SEKRETARIAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SELAYAR. dan BUPATI SELAYAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2014

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 25 TAHUN 2008

SALINAN. jdih.bulelengkab.go.id

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMBINAAN DAN PEDOMAN OPERASIONAL PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2000 NOMOR PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Kartu Tanda Pengenal Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil perlu diganti; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 19 TAHUN 2018 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan penegakan hukum terhadap pelanggaran peraturan daerah dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya serta penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat di Kabupaten Blora perlu ditingkatkan peranan Penyidik Pegawai Negeri Sipil secara terkoordinasi, terarah, terpadu dan berkesinambungan; a. bahwa sesuai ketentuan Pasal 257 ayat (3) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penyidik pegawai negeri sipil diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan peraturan daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; b. bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Blora Nomor 5 Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kabupaten Blora sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan peraturan perundangundangan sehingga perlu diganti; 1

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Tengah (Berita Negara tanggal 8 Agustus 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Batang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Tengah (Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 1965 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2757); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 2

6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan, dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5298); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6205); 10. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyidik Pegawai Negeri Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 69); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BLORA dan BUPATI BLORA MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL. 3

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Blora. 2. Bupati adalah Bupati Blora. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 5. Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebut Satpol PP adalah bagian Perangkat Daerah dalam penegakan peraturan daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. 6. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang untuk melakukan penyidikan. 7. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 8. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Penyidik Polri adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 9. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran peraturan perundang-undangan. 10. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. 11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang hukum dan Hak Asasi Manusia. 4

BAB II KEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG Bagian Kesatu Kedudukan Pasal 2 (1) PPNS dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Kepala Perangkat Daerah. (2) Pelaksanakan tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Satpol PP. Bagian Kedua Tugas Pasal 3 PPNS mempunyai tugas melaksanakan penyidikan tindak pidana yang termasuk dalam lingkup kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Wewenang Pasal 4 (1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, PPNS berwewenang: a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak pidana pelanggaran peraturan daerah; b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di tempat kejadian; c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda atau surat; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan, setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; dan 5

i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melekat pada PPNS dalam melakukan penyidikan terhadap setiap tindak pidana yang termasuk dalam lingkup kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Hak Pasal 5 (1) PPNS selain memperoleh hak-haknya sebagai PNS, dalam melakukan tugas penyidikan dapat diberikan uang insentif. (2) Besarnya uang insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Bupati dengan memperhatikan kondisi dan kemampuan keuangan daerah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian uang insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dalam Peraturan Bupati. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 6 PPNS sesuai dengan bidang tugasnya berkewajiban: a. melakukan penyidikan, menerima laporan dan pengaduan mengenai terjadinya tindak pidana yang termasuk dalam lingkup kewenangannya; b. menyerahkan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum dan berkoordinasi dengan penyidik kepolisian setempat; c. membuat berita acara setiap tindakan dalam hal: 1. pemeriksaan tersangka; 2. pemasukan rumah dan/atau tempat tertutup lainnya; 3. penyitaan barang; 4. pemeriksaan saksi; dan 5. pemeriksaan tempat kejadian. d. membuat laporan pelaksanaan tugas kepada Bupati melalui Kepala Perangkat Daerah yang dikoordinasikan oleh Satpol PP. 6

BAB IV SEKRETARIAT PPNS Pasal 7 (1) Dalam rangka koordinasi pelaksanaan tugas, wewenang dan pemberdayaan PPNS dibentuk Sekretariat PPNS. (2) Sekretariat PPNS secara ex officio diketuai oleh Sekretaris Daerah dan dibantu ketua pelaksana tugas harian yang dijabat oleh Kepala Satpol PP. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Sekretariat PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati. BAB V PENGANGKATAN, PERUBAHAN STRUKTUR DAN MUTASI SERTA PEMBERHENTIAN PPNS Bagian Kesatu Pengangkatan Pasal 8 (1) Untuk dapat diangkat menjadi PPNS harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. masa kerja sebagai PNS paling singkat 2 (dua) tahun; b. berpangkat paling rendah Penata Muda/golongan III/a; c. berpendidikan paling rendah sarjana hukum atau sarjana lain yang setara; d. bertugas di bidang teknis operasional penegakan hukum; e. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter pada rumah sakit pemerintah; f. penilaian prestasi kerja PNS paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan g. mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan di bidang penyidikan. (2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf, calon PPNS harus mendapat pertimbangan dari Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia. (3) Pengusulan Pengangkatan PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Bupati kepada Menteri melalui Menteri Dalam Negeri. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan pengangkatan PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati dengan berpedoman ketentuan peraturan perundang-undangan. 7

Pasal 9 Sebelum menjalankan jabatannya, calon PPNS wajib dilantik dan mengucapkan sumpah atau menyatakan janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Bagian Kedua Perubahan Struktur dan Mutasi Pasal 10 (1) Dalam hal terjadi perubahan struktur organisasi dan/atau mutasi PPNS, Bupati wajib melaporkan perubahan tersebut kepada Menteri melalui Menteri Dalam Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal keputusan tentang perubahan struktur organisasi atau mutasi ditetapkan. (2) Selain kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati yang membawahi PPNS yang bersangkutan mengajukan usul pengangkatan kembali PPNS dimaksud kepada Menteri. (3) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan kembali diatur dalam Peraturan Bupati dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 11 (1) Apabila terjadi mutasi wilayah kerja PPNS, Bupati menyampaikan surat mutasi tersebut kepada Menteri melalui Menteri Dalam Negeri untuk diterbitkan Keputusan tentang mutasi PPNS. (2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan Keputusan tentang mutasi PPNS diatur dalam Peraturan Bupati dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan Bagian Ketiga Pemberhentian PPNS Pasal 12 (1) PPNS diberhentikan dari jabatannya karena: a. berhenti sebagai PNS; b. atas permintaan sendiri; c. melanggar disiplin kepegawaian; d. tidak lagi memenuhi syarat sebagai PPNS; dan e. meninggal dunia. 8

(2) Pemberhentian PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Bupati kepada Menteri melalui Menteri Dalam Negeri. (3) Usul pemberhentian PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai dengan alasan-alasan dan bukti pendukungnya. (4) Keputusan pemberhentian PPNS ditetapkan oleh Menteri. Bagian Keempat Tata Cara Pengangkatan, Perubahan Struktur Dan Mutasi Serta Pemberhentian PPNS Pasal 13 (1) Pengangkatan, mutasi dan pemberhentian PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, (2) Pasal 10, dan Pasal 12, difasilitasi oleh Sekretariat PPNS dan dapat berkoordinasi dengan Perangkat Daerah terkait sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan, mutasi dan pemberhentian PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI KODE ETIK PPNS Pasal 14 Kode Etik PPNS meliputi: a. mengutamakan kepentingan Negara, Bangsa, dan Masyarakat daripada kepentingan pribadi atau golongan; b. menjunjung tinggi hak asasi manusia; c. mendahulukan kewajiban daripada hak; d. memperlakukan semua orang sama di muka hukum; e. bersikap jujur dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas; f. menyatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah; g. tidak mempublikasikan nama terang tersangka dan saksi- saksi; h. tidak mempublikasi tata cara, taktik dan teknik penyidikan; i. mengamankan dan memelihara barang bukti yang berada dalam penguasaannya karena terkait dengan penyelesaian perkara; j. menjunjung tinggi hukum, norma yang hidup dan berlaku di masyarakat, norma agama, kesopanan, kesusilaan dan hak asasi manusia; k. senantiasa memegang teguh rahasia jabatan atau menurut perintah kedinasan harus dirahasiakan; 9

l. menghormati dan bekerjasama dengan sesama pejabat terkait dalam sistem peradilan pidana; dan m. dengan sikap ikhlas dan ramah menjawab pertanyaan tentang perkembangan penanganan perkara yang ditanganinya kepada semua pihak yang terkait dengan perkara pidana yang dimaksud, sehingga diperoleh kejelasan tentang penyelesaian. Pasal 15 (1) Untuk menegakkan Kode Etik PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dibentuk Tim Kehormatan Kode Etik yang bersifat ad hoc. (2) Pembentukan Tim Kehormatan Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (3) Pembentukan Tim Kehormatan Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak laporan/pengaduan dan/atau informasi dugaan trjadinya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PPNS. (4) Tim kehormatan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir masa tugasnya setelah menyampaikan rekomendasi hasil pemeriksaan. Pasal 16 Tim Kehormatan Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 bertugas dan berwewenang: a. memantau pelaksanaan tugas PPNS; b. memeriksa pelanggaran PPNS; c. menetapkan ada tidaknya pelanggaran kode etik PPNS; dan d. memberikan rekomendasi kepada Bupati. Pasal 17 (1) Jumlah anggota Tim Kehormatan Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 berjumlah 3 (tiga) atau 5 (lima) orang terdiri atas: a. 1 (satu) orang Ketua merangkap anggota; b. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap anggota; dan c. 1 (satu) atau 3 (tiga) orang anggota. (2) Keanggotaan Tim Kehormatan Kode Etik PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 3 (tiga) unsur yaitu: a. Perangkat Daerah PPNS yang bersangkutan; b. Perangkat Daerah yang membidangi urusan pengawasan; dan c. Perangkat Daerah yang membidangi urusan hukum. 10

Pasal 18 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penegakan kode etik PPNS diatur dalam Peraturan Bupati. BAB VII KARTU TANDA PENGENAL DAN TANDA KEWENANGAN Pasal 19 (1) PNS yang telah diangkat menjadi PPNS diberi kartu tanda pengenal dan tanda kewenangan yang dikeluarkan oleh Menteri atau Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum sebagai pejabat yang ditunjuk. (2) Kartu tanda pengenal PPNS merupakan keabsahan wewenang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. BAB VIII PELAKSANAAN PENYIDIKAN Pasal 20 (1) Setiap PPNS dalam menjalankan tugas penyidikan harus : a. telah dilantik dan mengucapkan sumpah atau janji sebagai PPNS; b. memiliki KTP PPNS; dan c. dilengkapi dengan Surat Perintah Penyidikan. (2) Surat Perintah Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, ditandatangani oleh PPNS selaku atasan PPNS pada Perangkat Daerah. (3) Apabila atasan PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan PPNS, Surat Perintah Penyidikan ditandatangani oleh PPNS yang bersangkutan yang diketahui oleh pimpinan Perangkat Daerah. (4) Dalam melaksanakan tugas operasional penyidikan sesuai dengan bidangnya, PPNS di lingkungan Perangkat Daerah harus berkoordinasi dengan Sekretariat PPNS. (5) Dalam pelaksanaan penyidikan, PPNS berkoordinasi dengan Penyidik Polri selaku koordinator dan pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) PPNS wajib melaporkan pelaksanaan tugas operasional penyidikan yang telah dilaksanakan kepada Bupati melalui pimpinan Perangkat Daerah yang dikoordinasikan oleh Sekretariat PPNS. 11

BAB IX PAKAIAN SERAGAM DAN ATRIBUT PPNS Pasal 21 (1) PPNS dalam menjalankan tugas wajib mengenakan pakaian seragam dan atribut PPNS. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian seragam dan atribut PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati. BAB X PEMBINAAN Pasal 22 (1) Pembinaan teknis terhadap PPNS dilaksanakan dengan cara meningkatkan kemampuan operasional penyidikan PPNS. (2) Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pendidikan dan latihan PPNS; dan b. peningkatan kemampuan PPNS. (3) Peningkatan kemampuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat dilakukan melalui penyegaran, pelatihan lanjutan teknis dan taktis penyidikan, dan seminar/workshop bidang penyidikan. BAB XI PEMBIAYAAN Pasal 23 Segala biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan operasional PPNS dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, PPNS yang sudah ada tetap menjalankan tugasnya sampai dengan diberhentikannya sebagai PPNS. 12

BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Blora Nomor 5 Tahun 1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Blora (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Blora Tahun 1988 Nomor 5 Seri D Nomor 4) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 26 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Blora. Ditetapkan di Blora pada tanggal 12 Desember 2018 BUPATI BLORA, Cap Ttd. DJOKO NUGROHO Diundangkan di Blora pada tanggal 12 Desember 2018 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BLORA, Cap Ttd. KOMANG GEDE IRAWADI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLORA TAHUN 2018 NOMOR 19 NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA, PROVINSI JAWA TENGAH : ( 19/2018 ) Sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum Setda Kab. Blora A. KAIDAR ALI, SH. MH. NIP. 19610103 198608 1 001 13

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 19 TAHUN 2018 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL I. UMUM Dalam rangka melaksanakan penegakan peraturan daerah di Daerah, diperlukan adanya penyidik pegawai negeri sipil yang melakukan penyidikan sebagaimana diberikan wewenang secara khusus oleh peraturan perundangundangan. Penyidik Pegawai Negeri Sipil merupakan unsur pelaksana dalam penegakan hukum atas pelanggaran peraturan perundang-undangan di daerah yang dalam menjalankan tugasnya harus profesional, jujur, berwibawa, dan bermartabat serta wajib menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), etika dan moral serta mengedepankan hak asasi manusia. Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Blora telah diatur dengan Peraturan Daerah Tingkat Kabupaten Daerah II Blora Nomor 5 Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Blora. Peraturan Daerah tersebut sudah tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja. Berdasarkan hal tersebut maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Blora Nomor 5 Tahun 1986 tentang tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Blora harus ditinjau kembali dan disesuaikan dengan menetapkan peraturan daerah yang baru. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 14

Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Yang dimaksud dengan uang insentif adalah pemberian tambahan penghasilan dalam melaksanakan tugasnya dengan memperhatikan kemampuan keuangan Daerah. Kewajiban penyerahan hasil penyididkan kepada penuntut umum dapat dikecualikan sepanjang ditentukan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. Ayat (1) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e 15

Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Huruf f Huruf g Pendidikan dan pelatihan di bidang penyidikan diselenggarakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia bekerja sama dengan instansi terkait sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Yang dimaksud dengan mutasi adalah mutasi PPNS baik antar unit kerja dalam Perangkat Daerah, antar Perangkat Daerah yang dasar hukum kewenangannya berbeda. 16

Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 19 17