BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. akan datang. Setiap perusahaan akan melakukan berbagai upaya dalam. sumber daya, seperti modal, material dan mesin.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh dan perubahan yang besar dalam dunia pendidikan. Begitu pula

INOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Menghadapi Abad 21

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU SISDIKNAS 2003, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BABI PENDAHULUAN. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan. sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. asuh dan arahan pendidikan yang diberikan orang tua dan sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebanyakan perusahaan memanfaatkan orang-orang yang ber-

BAB I PENDAHULUAN. manusia seutuhnya. Tujuan ini tertera pada Garis Besar Haluan Negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menyeluruh baik fisik maupun mental spiritual membutuhkan SDM yang terdidik.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

I. PENDAHULUAN. menyediakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk. penting pada penentuan kemajuan suatu bangsa. Sesuai dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. yang memang harus terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yaitu dengan diberlakukannya kurikulum 2013 yang menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelumnya. UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa fungsi

Diajukan Oleh : DAMAR CAHYO JATI J

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang Undang Dasar Pendidikan Nasional harus tanggap. terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilda Akmalia Fithriani, 2013

BAB I. Pendahuluan. Dalam kehidupan sehari-hari kita berkomunikasi dan berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 3, bahwa:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenny Fitria, 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Dalam Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Proses belajar tersebut tercermin

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan alam sekitar beserta permasalahan di dalamnya. Mempelajari IPA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

DATA PEMINATAN PESERTA DIDIK KELAS X

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

I. PENDAHULUAN. intelektual, spiritual, dan mandiri sehingga pada akhirnya diharapkan masyarakat kita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VI PENUTUP Praktek Kurikulum 2013 untuk mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMA Negeri 1 Matauli Pandan mampu membangun interaksi komunikasi

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

PIDATO SAMBUTAN PADA PEMBUKAAN TRAINING ESQ DI JAKARTA SABTU, 13 FEBRUARI 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

DWI KUSTIANTI A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kegiatan pelaksanaan pendidikan di sekolah, guru merupakan orang yang

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP. PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (Persero) APJ DI SURAKARTA

Silabus Bimbingan Konseling (01) Sekolah : SMA... Kelas : XI (Sebelas) Mata Pelajaran / Layanan : Bimbingan dan Konseling Semester : 1 ( Ganjil )

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa kini telah melahirkan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang ada dalam diri peserta didik. Pendidikan dianggap sebagai. diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. semakin lama semakin terbuka. Hal ini dapat dicontohkan, ketika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah cita-cita bangsa yang harus terus

PROSIDING ISBN :

Upaya untuk Menyiapkan Insan Yang Berkarakter Melalui Program Leader Class di Kabupaten Cilacap Oleh : Nur Fajrina R.

BAB I PENDAHULUAN. karyawan. Sayangnya penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. sebuah organisasi. Karena itu, sumber daya manusia perlu dikelolah secara. organisasi dalam memenangkan berbagai macam persaingan.

Silabus Bimbingan dan Konseling (01)

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses dan mobilitas sosial. dalam masyarakat baik secara horizontal maupun vertikal.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan kehidupan masyarakat dalam suatu negara sangat dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Persaingan antara perusahaan semakin meningkat diiringi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Undang-undang pendidikan menyebutkan bahwa pendidikan nasional

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Pendidikan merupakan usaha. sadar dan terencana untuk mewujudkan susasana belajar dan proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam usaha pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. ini kita semua pasti pernah merasakan tekanan-tekanan batin akibat kesalahan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

Interpersonal Communication Skill

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Dengan pendidikan. mengukur, menurunkan, dan menggunakan rumus-rumus matematika

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan di era saat ini secara langsung menyeleksi manusia yang berkualitas dan berkarakter. Manusia yang berkualitas dan berkarakter dapat dibentuk melalui pendidikan. Tujuan pendidikan nasional secara garis besar adalah mewujudkan peserta didik yang memiliki potensi diri baik spiritual, emosional, maupun intelektual yang diperlukan masyarakat, bangsa, dan negara. Sasaran utama yang ingin dicapai melalui proses pendidikan saat ini adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). SDM yang berkualitas dalam konteks globalisasi berarti SDM yang unggul, kompetitif, dan memiliki daya saing. Berdasarkan tuntutan ini sudah selayaknya kurikulum yang dikembangkan pemerintah diarahkan pada upaya menciptakan manusia yang memiliki daya saing dengan kemampuan akademik, kecerdasan sosial, kematangan spiritual, dan memiliki keterampilan. Kurikulum adalah rencana dan rancangan pendidikan yang berisikan program dan pengalaman yang tersusun secara sistematis. Kurikulum dalam pendidikan bagaikan jantung yang akan memegang peranan dan fungsi sentral untuk mengatur pelaksanaan tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 2013 pasal 19 ayat 3 yang berkaitan dengan standar proses mengisyaratkan bahwa guru diharapkan 1

2 melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Hal ini mensyaratkan bagi guru untuk mengembangkan perencanaan pembelajaran. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun pembelajaran secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi peserta didik untuk mengembangkan aktivitas, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik. Implementasi kurikulum 2013 mengharuskan guru mengembangkan atau menyusun pembelajaran dengan menyesuaikan beberapa komponen dengan pedoman yang dimuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 103 tahun 2014 tentang pembelajaran pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta Permendikbud RI nomor 104 tahun 2014 tentang penilaian hasil belajar oleh guru. Pedoman tersebut memuat rambu-rambu tentang prinsipprinsip pengembangan perencanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran pada kurikulum 2013 tidak mengenal standar kompetensi lagi, namun muncul istilah kompetensi inti. Kompetensi inti merupakan gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan yang harus diperoleh peserta didik. Namun, kecakapan

3 kognitif yang selama ini diutamakan bahkan menjadi penilaian utama dalam pembelajaran. Selain kecakapan kognitif, manusia juga mempunyai kecakapan moral (emosional), yaitu kemampuan akal untuk mengatur dan mengendalikan dorongandorongan jiwa (nafsu). Kecakapan moral ini jarang dibicarakan bahkan disadari karena pada umumnya kita lebih terfokus pada kecakapan kognitif. Padahal, kecakapan moral ini tidak kalah pentingnya, bahkan dari sudut tertentu mungkin lebih penting dibandingkan dengan kecakapan kognitif. Fungsi moral ini tercermin dari sebutan yang diberikan oleh para filosof etika pada akan sebagai mudabbir atau manajer (Kartanegara, 2002). Paradigma berpikir bahwa aspek kecerdasan intelektual semata dalam meraih prestasi dan karir seseorang mulai bergeser pada tahun 1995 ketika Goleman mempublikasikan hasil penelitiannya tentang Emotional Intelligence yang menyimpulkan bahwa kecerdasan intelektual hanya memberikan kontribusi setinggitingginya 20% terhadap keberhasilan seseorang, sedangkan sekitar 80% dipengaruhi oleh faktor lain (Riyanto, 2014). Davis menyimpulkan kontribusi kecerdasan intelektual terhadap keberhasilan hanya antara 5-10% (Chernis, 2000). Pentingnya kecerdasan emosional dan spiritual dalam menunjang keberhasilan seseorang telah banyak dikemukakan para ahli. Goleman (2003) menegaskan, dengan mengoptimalkan pengelolaan kecerdasan emosional akan menghasilkan empat domain kompetensi yang sangat efektif, yaitu kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, dan pengelolaan relasi. Sedangkan McClelland (dalam Goleman,

4 1999) menegaskan kemampuan akademik/prestasi kelulusan yang tinggi bukan jaminan sukses dalam menjalani karir. Peran kecerdasan spiritual sangat penting dalam mengajak dan membimbing seseorang menjadi the genuine self, yang original dan autentik menuju kebenaran hakiki melalui pendekatan vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, juga pada pendekatan horizontal, yaitu mendidik hati peserta didik ke dalam budi pekerti yang baik, bijaksana, arif, dan jujur. Perpaduan kedua jaringan komunikasi ini akan mampu menghasilkan kualitas pembelajaran yang sejuk sehingga menghasilkan sosok guru dan peserta didik yang dicintai, dipercaya, berkepribadian, dan amanah. Sekolah sebagai sistem sosial merupakan aspek yang strategis dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spritual (ESQ). Oleh karena itu, kepala sekolah dan guru dituntut mampu memahami, menganalisis, dan mengelola berbagai kegiatan guna terwujudnya pendidikan ESQ secara efektif di sekolah. Kinerja sekolah dalam pendidikan ESQ merupakan prestasi yang dihasilkan oleh proses dan atau aktivitas akademik yang dapat diukur melalui kualitas, produktivitas, dan efisiensi ketercapaian program dan tujuan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, faktor utama yang harus diprioritaskan oleh sekolah dalam mewujudkan kinerjanya adalah kemampuannya menghasilkan sumber daya manusia yang tidak saja cerdas intelektual, tetapi juga cerdas emosional dan spiritualnya. Hal ini sangat penting, sebab manusia (peserta didik) dengan berbagai keunikan dan kelebihannya dikaruniai dua potensi besar lainnya selain kecerdasan intelektual (IQ), yaitu kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual (ESQ) (Masaong, 2012).

5 Tugas utama guru sesungguhnya secara implisit dinyatakan dalam lampiran Permen Diknas Nomor 16 Tahun 2007 yaitu sebagai pendidik profesional dan pengajar yang mampu mengembangkan bahan pembelajarannya sendiri dengan memperhatikan karakteristik dan lingkungan sosial peserta didik. Guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran diharapkan mampu mempersiapkan bahan pembelajaran. Bahan pembelajaran yang berisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan dipelajari peserta didik agar tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditentukan. Bahan pembelajaran yang digunakan seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik materi pelajaran dan peserta didik agar tujuan penggunaan bahan pembelajaran tercapai. Oleh karena itu, melalui kegiatan pembelajaran guru harus menyediakan bahan pembelajaran yang kondusif untuk perkembangan kecerdasan peserta didik yang berbeda-beda. Hal ini juga berlaku bagi peserta didik pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). SMA Negeri 4 Pinrang merupakan salah satu sekolah negeri di Kabupaten Pinrang yang memiliki lima kelas X, tiga kelas XI IPA, tiga kelas XI IPS, tiga kelas XII IPA, dan tiga kelas XII IPS. Berdasarkan hasil observasi di SMA Negeri 4 Pinrang diperoleh informasi bahwa peserta didik memiliki motivasi yang tinggi dalam proses pembelajaran. Selain itu, peserta didik juga aktif dalam proses pembelajaran. Hanya saja antara peserta didik satu dengan lainnya masih begitu sulit dalam menjalin hubungan. Terbukti ketika bekerja sama dalam tim baik praktikum maupun tugas kelompok, mereka tidak berdiskusi terlebih dahulu dengan anggota kelompok lainnya namun langsung menanyakan kepada guru. Kerjasama peserta didik dalam tim masih

6 rendah. Selain itu, peserta didik belum memahami dengan baik mengapa mereka harus mempelajari fisika dan bagaimana kaitannya fisika dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, hasil observasi di SMA Negeri 4 Pinrang menunjukkan bahwa proses pembelajaran di kelas masih menggunakan buku teks pelajaran yang belum mencakup kurikulum yang ada. Kurikulum yang berlaku terdapat Kompetensi Inti 1 (KI 1) yang mencakup aspek kecerdasan spiritual dan Kompetensi Inti 2 (KI 2) yang mencakup aspek kecerdasan emosional. Namun, dalam praktiknya belum tersedianya bahan pembelajaran yang memadai untuk mencakup kedua KI tersebut. Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka haruslah dirancang suatu pembelajaran fisika yang dapat mensinergikan keterlaksanaan kurikulum dengan proses pembelajaran di kelas. Pembelajaran yang paling tepat adalah pembelajaran fisika berbasis Emotional Spiritual Quotient (ESQ). Pembelajaran berbasis kecerdasan emosional dan spiritual akan membuat peserta didik berinteraksi satu dengan lainnya untuk mendapatkan solusi terbaik terhadap permasalahan yang diberikan dan memahami lebih mendalam konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga bentuk kecerdasan IQ, EQ, dan SQ tidak dapat berdiri sendiri untuk meraih kesuksesan dalam hidup. Kesuksesan paripurna adalah jika seseorang mampu menggunakan dengan baik ketiga kecerdasan ini, menyeimbangkannya, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan. Penelitian yang dilakukan oleh Wasis Pambudi (2006) di kelas X SMA Islam Hidayatullah Semarang menunjukkan bahwa pembelajaran fisika berwawasan ESQ mampu menghimpun tiga kecerdasan (IQ, EQ, dan SQ) peserta didik secara

7 bersamaan. Penelitian ini mengajukan angket yang diisi oleh peserta didik menunjukkan respon peserta didik terhadap penerimaan IQ adalah 80%, respon terhadap EQ 96%, dan respon terhadap SQ 95%. Selain itu, pembelajaran fisika berwawasan ESQ disambut baik oleh peserta didik. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Wulan Lutfi Herawati (2014) pada kelas XI IPA MAS di wilayah Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik diperoleh kecerdasan emosional paling berpengaruh kuat terhadap hasil belajar peserta didik, sedangkan untuk kecerdasan spiritual memiliki pengaruh sedang. Berdasarkan analisis korelasi ganda kedua kecerdasan tersebut memiliki pengaruh kuat terhadap hasil belajar peserta didik. Bertolak dari uraian di atas, peneliti melakukan penelitian dan pengembangan dengan judul Pengembangan Bahan Pembelajaran Fisika Berbasis Emotional Spiritual Quotient (ESQ). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah bahan pembelajaran fisika berbasis ESQ yang telah dikembanagkan dalam kategori valid pada peserta didik kelas X SMA Negeri 4 Pinrang? 2. Apakah bahan pembelajaran fisika berbasis ESQ yang telah dikembanagkan dalam kategori praktis pada peserta didik kelas X SMA Negeri 4 Pinrang?

3. Apakah bahan pembelajaran fisika berbasis ESQ yang telah dikembanagkan dalam kategori efektif pada peserta didik kelas X SMA Negeri 4 Pinrang? 8 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian pengembangan ini adalah untuk menghasilkan bahan pembelajaran fisika berbasis ESQ yang valid, praktis, dan efektif. D. Manfaat Hasil Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Bagi peserta didik, tersedianya materi berbasis ESQ yang diharapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran dan mereka aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. 2. Bagi guru, tersedianya bahan pembelajaran berbasis ESQ yang dapat digunakan untuk memaksimalkan proses pembelajaran. 3. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan pengembangan bahan pembelajaran agar dapat digunakan guru lain untuk memaksimalkan proses belajar mengajar. 4. Bagi peneliti lainnya, sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lebih tentang pengembangan bahan pembelajaran berbasis ESQ.