BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

I. PENDAHULUAN. Pendidikan dilakukan secara terencana dalam mewujudkan proses pembelajaran agar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Astri Jayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kritis, kreatif dan mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi nantinya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI (2009:171) mengemukakan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENJASKES SISWA SMP

I. PENDAHULUAN. manusia. Banyak kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang tidak

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. mendorong terjadinya belajar. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuantujuan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran di sekolah dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepribadian manusia sangat bergantung pada pendidikan yang diperolehnya, baik dari lingkungan keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia juga akan menjadi baik. Pendidikan juga merupakan aspek

I. PENDAHULUAN. berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang telah diperoleh di sekolah. Matematika merupakan salah satu mata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

`BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan pembelajaran. Peran guru tidak hanya mentransfer ilmu kepada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. siswa memiliki kemampuan matematis yang baik. Adapun tujuan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. saing yang tinggi untuk menghadapi persaingan di era globalisasi dewasa ini.

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP

I. PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

Sejalan dengan hal tersebut Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) mengemukakan alasan pentingnya siswa belajar matematika:

Cut Eva Nasryah 1) Arief Aulia Rahman 2) 2) Universitas Negeri Medan, Jalan William Iskandar Pasar 5 Medan

BAB I PENDAHULUAN. seorang guru, bukan hanya sekadar mengajar (teaching) tetapi lebih ditekankan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia lebih bisa cepat mengerti dan siap akan menghadapi perubahan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia pendidikan di negara kita semakin mendapat tantangan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Matematika dapat membekali siswa untuk memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku, hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

I. PENDAHULUAN. perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan SDM (Sumber Daya Manusia)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan matematika. Matematika mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar.

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI BILANGAN BULAT UNTUK SISWA KELAS IV SD MELALUI KOOPERATIF TIPE STAD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. berproses secara efektif dan efisien tanpa adanya model pembelajaran. Namun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau. antisipasi kepentingan masa depan (Trianto, 2009:1).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 19 tahun 2005, tentang tujuan pendidikan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan. Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang. Salah satu usaha untuk mencapai tujuan pendidikan adalah memahami bagaimana siswa belajar dan bagaimana keberhasilan guru membelajarkan siswa. Untuk itu pendidikan mempunyai tanggung jawab dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas terutama mempersiapkan peserta didik sebagai penerus pembangunan masa depan yang kompeten, mandiri, kritis, kreatif serta sanggup menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan siswa yang dikembangkan di sekolah. Salah satu mata pelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk berpikir kritis adalah matematika. Hal ini dikarenakan matematika adalah metode logis. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih banyak dibandingkan pelajaran lain. Selain itu, sebagaimana yang tercantum 1

2 dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika, Jumaisyaroh (2014) telah disebutkan bahwa : Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Harapannya dengan pembelajaran matematika siswa dapat memiliki kemampuan berpikir tersebut terutama yang mengarah kepada kemampuan berpikir kritis matematis. Secara umum, berpikir didefinisikan sebagai suatu kegiatan mental untuk memperoleh pengetahuan. Dalam proses belajar mengajar, kemampuan berpikir dapat dikembangkan dengan memperkaya pengalaman yang bermakna melalui persoalan pemecahan masalah. Karakteristik utama berpikir kritis menurut Mayadiana (2009:3), adalah: (1) Berpikir kritis adalah reflektif dan metakognitif, (2) Berpikir kritis mesti mengukur standar atau kriteria tertentu, (3) Berpikir kritis memuat persoalan autentik, dan (4) Berpikir kritis melibatkan pemikiran, fleksibilitas, dan penalaran. Salah satu faktor penentu bakat matematik pada abad ke-20 adalah hadirnya berpikir kritis sebagai kemampuan melepaskan diri dari rentetan pemikiran yang salah. Berpikir kritis dengan pemecahan masalah yang memiliki solusi lebih dari satu sebagai ukuran berpikir fleksibel. Defenisi berpikir kritis yang berimplikasi terhadap penalaran statistik karena menyatakan berpikir kritis sebagai kemampuan individu untuk menginterpretasikan, mengevaluasi, dan menyusun pertimbangan informatif mengenai kecukupan argumen, data dan kesimpulan. Dalam lingkungan belajar berpikir kritis matematika, seorang guru tidak memberikan matematika dalam bentuk yang sudah jadi, tetapi ia bertindak sebagai partisipan yang mengarahkan siswa pada konsep yang benar. Permasalahan pada pembelajaran ini adalah kapan dan bagaimana seorang guru memberikan, tetapi siswa tersebut masih terfasilitasi untuk menemukan solusinya sendiri. Terkait dengan masalah ini, Mayadiana (2009:27) merekomendasikan agar guru memberikan interpensi secara konstan.

3 Banyak kritik yang ditujukan pada cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada penguasaan sejumlah konsep belaka. Tidak dapat disangkal, bahwa konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, namun bukan terletak pada konsep itu sendiri, tetapi terletak pada bagaimana konsep itu dipahami oleh subjek didik. Pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara-cara memecahkan masalah. Trianto (2009:89) mengungkapkan bahwa: Kenyataan di lapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Labih jauh lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMA Negeri 3 Medan pada hari Senin, 29 Januari 2018, masih banyak siswa yang tidak dapat menyelesaikan permasalahan matematika yang diberikan. Beberapa hasil tes diagnostik pada saat observasi: Jika maka ( )... Hasil jawaban: Tidak menulis yang diketahui dan yang ditanyakan (skor = 0) Membuat model matematika dari soal yang diberikan dengan tepat tetapi ada kesalahan dalam penjelasan (skor = 3) Menggunakan strategi yang tidak tepat dan tidak lengkap dalam menyelesaikan soal (skor = 1) Tidak membuat kesimpulan (skor = 0) Kesimpulan : Sangat Rendah

4 Jika maka ( )... Hasil jawaban: Tidak menulis yang diketahui dan yang ditanyakan (skor = 0) Membuat model matematika dari soal yang diberikan tetapi tidak tepat (skor = 2) Menggunakan strategi yang tidak tepat dan tidak lengkap dalam menyelesaikan soal (skor = 1) Tidak membuat kesimpulan (skor = 0) Kesimpulan : Sangat Rendah Jika ( ) maka ( )... Hasil jawaban: Tidak menulis yang diketahui dan yang ditanyakan (skor = 0) Tidak membuat model matematika dari soal yang diberikan (skor = 0) Menggunakan strategi yang tidak tepat dan tidak lengkap dalam menyelesaikan soal (skor = 1) Tidak membuat kesimpulan (skor = 0) Kesimpulan : Sangat Rendah

5 Selain hasil tes diagnostik tersebut, hasil wawancara dengan ibu Hotmaida Sitorus, salah satu guru matematika di SMA Negeri 3 Medan menyatakan bahwa siswa mereka belum mampu mencapai kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika terutama dalam menyelesaikan soal matematika. Siswa hanya mampu menyelesaikan soal apabila model penyelesaiannya sama persis dengan contoh soal yang sudah ada. Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang dimodifikasi (kombinasi antar materi). Hal ini disebabkan diantaranya kurang aktif (respon) ketika proses belajar mengajar berlangsung, kurang mempersiapkan diri, kurang konsentrasi, enggan untuk bertanya, kurang dalam mengkritisi soal maupun mengeksplor diri dalam menyelesaikan masalah matematika. Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini tampak dari rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu. Di sisi lain, salah satu penyebab rendahnya kemampuan berpikir kritis matematis siswa adalah ketidaksesuaian metode pembelajaran dengan karakteristik pembelajaran matematika. Trianto (2009:5) menyebutkan bahwa, Proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya. Dengan demikian, diperlukan model pembelajaran yang tepat untuk membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, peneliti akan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran koopertif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan

6 kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual. Trianto (2009:92) menyatakan bahwa: Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks. Pada model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerja sama di antara siswa-siswa, dimana guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan, guru memberi contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugastugas tersebut dapat diselesaikan. Model pembelajaran lain yaitu model pembelajan Student Teams Achievement Division (STAD) yang merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Slavin (Kariasa, 2014) menyatakan bahwa : akan lebih mudah menemukan konsep-konsep yang sulit apabila siswa saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya. Trianto (2009:57) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam satu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan diantara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah. Pada penerapan model pembelajaran kooperatif termasuk model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa dibiasakan untuk bekerja bersamasama, dan selalu didorong untuk melakukan diskusi dalam menyelesaikan

7 masalah yang dihadapinya. Apabila siswa belajar secara berkelompok, maka suasana belajarnya akan lebih bergairah, suasana kelompoknya relatif hidup, siswa lebih aktif, dan siswa lebih senang berdiskusi dengan temannya. Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Perbedaan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa yang Diajar Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Student Teams Achievement Division (STAD) di Kelas XI SMA Negeri 3 Medan T.A 2017/2018. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Siswa kurang mampu memahami dan menerapkan konsep matematik. 2. Kurangnya minat siswa untuk mempelajari matematika. 3. Siswa mengalami kesulitan menyelesaikan soal-soal turunan. 4. Model pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi. 5. Kemampuan berpikir kritis siswa masih tergolong sangat rendah. 1.3. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka batasan masalah pada penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis siswa dengan model pembelajaran yang digunakan adalah Problem Based Learning (PBL) dan Student Teams Achievement Division (STAD). Materi yang diajarkan dalam penelitian ini adalah materi Turunan Fungsi Aljabar. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah : Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

8 dan Student Teams Achievement Division (STAD) di kelas XI SMA Negeri 3 Medan T.A. 2017/2018? 1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Student Teams Achievement Division (STAD) di kelas XI SMA Negeri 3 Medan T.A. 2017/2018. 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Guru Sebagai bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. 2. Bagi Siswa Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis khususnya pada pokok bahasan Turunan Aljabar. 3. Bagi Pihak Sekolah Sebagai bahan masukan dalam lembaga pendidikan untuk usaha peningkatan mutu pendidikan. 4. Bagi Peneliti Sebagai bahan masukan untuk dapat menerapkan model pembelajaran yang lebih tepat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah pada masa yang akan datang. 1.7. Defenisi Operasional Adapun defenisi operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Berpikir kritis matematis adalah suatu kecakapan berpikir secara efektif yang dapat membantu seseorang untuk membuat, mengevaluasi, serta mengambil keputusan tentang apa yang diyakini atau dilakukan.

9 2. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajarn inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Langkah-langkah pembelajaran Problem Based Learning yaitu memberikan orientasi, mengorganisasi, investigasi, mengembangkan dan menyajikan hasil diskusi serta menganalisis dan mengevaluasi proses. 3. Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa dikelompokkan dalam tim kecil dengan tingkat kemampuan berbeda untuk meningkatkan pemahaman tentang suatu pokok bahasan. 4. Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) adalah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, proses pembelajarannya menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang yang heterogen, dan memiliki lima komponen utama, yakni presentasi kelas, kerja kelompok, kuis, peningkatan nilai individu dan penghargaan kelompok. 5. Perbedaan merupakan selisih atau sesuatu yang menjadikan berlainan (tidak sama) antara benda yang satu dengan benda yang lain.