I PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun dalam Persen No. Lapangan Usaha Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
OPTIMALISASI PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH DI PUSAT PELATIHAN PERTANIAN DAN PEDESAAN SWADAYA (P4S) NUSA INDAH, BOGOR

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta

I. PENDAHULUAN. fotosintesis. Oleh karena itu, didalam pertumbuhannya jamur memerlukan zat-zat

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. perekonomian yang seimbang, yang memiliki sektor industri yang kuat

VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN *

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT dengan kekuasaan dan kehendak-nya telah menumbuhkan. berbagai macam tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini yang di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting karena tanpa manajemen perusahaan tidak akan terkelola dengan baik dan benar.

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA JAMUR TIRAM PUTIH

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

Tahun Bawang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris,

BAB I PENDAHULUAN. bagi pertumbuhan ekonomi negara, baik negara berkembang maupun negara

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Tim Redaksi Trubus Jamur Konsumsi. Majalah Trubus 271. Hal. 7-9.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

III KERANGKA PEMIKIRAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

BAB I PENDAHULUAN. gizi dalam jamur hampir mengimbangi nutrisi pada daging sapi dan daging ayam.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KARYA ILMIAH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. bebas, dikatakan tumbuhan sederhana karena tidak berklorofil dan tidak

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Pada Tahun (Miliar Rupiah)

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, mengingat. pentingnya kebutuhan pangan untuk mencapai angka kecukupan gizi.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Tingkat Kelangsungan Hidup

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menempati posisi penting dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

BAB 2 PRODUK 2.1 Spesifikasi Produk Tabel 2.1 Kandungan Gizi JamurTiram No Komposisi Dalam %

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

MEMBUAT BISNIS KECIL DAN SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari melalui hortikultura. Hortikultura

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN ( )

Transkripsi:

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor pertanian yang menempati urutan kedua setelah industri pengolahan mulai dari tahun 2008 hingga tahun 2010. Pada Tabel 1 terlihat bahwa tahun 2008 kontribusi sektor pertanian mencapai 14,5 persen, kemudian kontribusinya meningkat pada tahun 2009 hingga 2010 menjadi 15,3 persen. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008 2010 dalam Persen No. Lapangan Usaha Tahun 1 Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan 2008 2009 2010 14,5 15,3 15,3 2 Pertambangan dan Penggalian 10,9 10,6 11,2 3 Industri Pengolahan 27,8 26,4 24,8 4 Listrik,Gas, dan Air Bersih 0,8 0,8 0,8 5 Konstruksi 8,5 9,9 10,3 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 14,0 13,3 13,7 7 Pengangkutan dan Komunikasi 6,3 6,3 6,5 8 Keuangan, Real estate dan Jasa Keuangan 7,5 7,2 7,2 9 Jasa-jasa 9,7 10,2 10,2 Total PDB 100 100 100 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011 Salah satu subsektor pertanian adalah hortikultura. Salah satu komoditas hortikultura yang memiliki prospek baik untuk dikembangkan adalah jamur. Tidak sejalannya laju produksi jamur tiram putih dengan tingkat konsumsinya menjadikan alasan bahwa usaha jamur memiliki peluang yang cerah. Berdasarkan 1

data Badan Pusat Statistik 2007, pada tahun 2006 ketersediaan jamur per kapita 0,10 kg per tahun, sedangkan konsumsi jamur per kapita adalah 0,42 kg per tahun. Produksi jamur di Indonesia masih berfluktuasi meskipun kecenderungannya meningkat. Fluktuasi ini dapat dilihat pada Tabel 2 produksi dan pertumbuhan jamur di Indonesia tahun 2003-2008. Produksi tertinggi dicapai pada tahun 2007 dengan produksi sebesar 49.247 ton. Produksi ini turun sebesar 12,59 persen pada tahun 2008. Produksi jamur pada tahun 2008 sebesar 43.047 ton. Fluktuasi produksi jamur disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor alam dan keterampilan serta pengetahuan para pembudidaya (Maji, 2007) 1. Tabel 2. Produksi Jamur dan Pertumbuhannya Tahun 2003 2008 di Indonesia Tahun Produksi (ton) Pertumbuhan (%) 2003 31.233-66,24 2004 10.544 192,62 2005 30.854-23,64 2006 23.559 109,04 2007 49.247-12,59 2008 43.047 - Sumber : Departemen Pertanian, 2010 Berdasarkan hukum penawaran dan permintaan dalam ilmu ekonomi, yakni pada saat permintaan meningkat dalam kondisi penawaran yang relatif sama akan mengakibatkan terjadinya peningkatan harga (Lipsey, 1984). Peningkatan harga ini mendorong para petani atau masyarakat untuk membudidayakan jamur. Hal ini menyebabkan penawaran meningkat. Namun tidak semua petani mampu bertahan dalam usaha ini meskipun cara budidaya jamur relatif sederhana. Sentra produksi jamur di Indonesia adalah propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Jawa Barat merupakan penghasil utama jamur, kemudian Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 luas panen jamur pada daerah sentra penghasil jamur di Indonesia 2004-2008. Luas panen jamur di Jawa Barat adalah sebesar 218,75 hektar pada tahun 2004. Luas panennya menurun menjadi 190 hektar pada tahun 2005, namun kembali meningkat menjadi 195 hektar. Luas panen tahun 2007 1 www.agrina-online.com (14 Maret 2011) 2

meningkat tajam menjadi 1.885,23 hektar, tetapi luas panen ini hanya bertahan satu tahun saja, bahkan menurun pada tahun 2008 menjadi 234,49 hektar. Tabel 3. Luas Panen Jamur pada Daerah Sentra Penghasil Jamur di Indonesia Tahun 2004-2008 dalam Hektar No. Lokasi 2004 2005 2006 2007 2008 1. Jawa Barat 218,75 190,00 195,00 1.885,23 234,49 2. Jawa Tengah 2,54 5,00 16,00 62,59 8,99 3. Jawa Timur 0,09 3,00 6,00 77,69 6,05 4. Yogyakarta 0,03 56,00 80,00 1.741,47 385,94 Sumber : Departemen Pertanian, 2010 Jamur yang banyak dibudidayakan secara komersial adalah jamur kuping, shiitake, tiram, dan champignon. Jamur shiitake dan champignon hanya dapat dibudidayakan di tempat-tempat tertentu, yaitu dataran tinggi yang bersuhu dingin. Namun berdasarkan lingkungan tumbuh, jamur tiram, merang dan kuping sangat sesuai untuk dibudidayakan di wilayah Indonesia. Jamur merang mendominasi sebanyak 55-60 persen dari produksi jamur nasional. Peringkat kedua ditempati oleh produksi jamur tiram putih sebanyak 30 persen dari produksi nasional. Untuk Jawa Barat menurut MAJI 2007, produksi jamur merang per harinya sebanyak 15-20 ton, sedangkan jamur tiram putih sebanyak 10 ton. Sementara jamur kuping, dengan sentra utama Jawa Tengah, setiap hari memproduksi satu ton, kemudian jamur shiitake dengan produksi 500 kg/hari. Sebagian besar produksi jamur dipasarkan dalam bentuk segar. Jamur tiram putih ini merupakan pangan yang bernutrisi tinggi. Berdasarkan Tabel 4, jamur tiram ini memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang lebih tinggi daripada daging sapi, jamur merang dan sayuran bayam, kentang, kubis, seledri dan buncis. Berdasarkan Tabel 4, kandungan lemak pada jamur tiram ini lebih rendah dibandingkan dengan kandungan lemak pada daging sapi. Jamur tiram hanya mengandung lemak sebanyak 1,6 persen sedangkan daging sapi sebanyak 5,5 persen. Namun protein yang dikandung oleh jamur tiram lebih tinggi dibandingkan dengan daging sapi. Jika daging sapi hanya mengandung 21 persen protein, jamur tiram mengandung 27 persen. Begitu juga dengan jamur lain, 3

kandungan proteinnya lebih rendah. Kandungan protein pada jamur merang dan kuping sebesar 1,8 dan 8,4 persen. Kandungan karbohidrat pada jamur tiram putih lebih rendah dari jamur kuping, yaitu hanya 58 persen. Kandungan karbohidrat pada jamur kuping sebesar 82 persen. Namun dibandingkan dengan sayuran kandungan karbohidrat jamur tiram ini jauh lebih besar. Kubis hanya mengandung 4,2 persen karbohidrat, seledri dan buncis 0,4 persen, bayam 1,7 persen, kentang 20 persen dan daging sapi 0,5 persen (Tabel 4). Tabel 4. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur dan Bahan Makanan Lain No. Bahan Makanan Jumlah Kandungan Gizi (%) Protein Lemak Karbohidrat 1. Jamur Merang 1,8 0,3 4,0 2. Jamur Tiram 27,0 1,6 58,0 3. Jamur Kuping 8,4 0,5 82,8 4. Daging Sapi 21,0 5,5 0,5 5. Bayam - 2,2 1,7 6. Kentang 2,0-20,9 7. Kubis 1,5 0,1 4,2 8. Seledri - 1,3 0,2 9. Buncis - 2,4 0,2 Sumber : Diolah dari berbagai sumber (Dalam Parjimo, Andoko A, 2007) Jamur tiram juga mengandung asam amino esensial, yaitu asam amino yang tidak mampu dihasilkan oleh tubuh. Ditinjau dari kandungan asam aminonya, jamur tiram mengandung asam amino yang lengkap dibandingkan dengan jamur lainnya dan hampir setara dengan kandungan asam amino pada telur ayam. Tabel 5 menunjukkan kandungan asam amino esensial jamur konsumsi dan telur ayam. Asam amino yang dikandung oleh jamur tiram sebanyak 46 gram per 100 gram protein. Kandungan asam amino ini hampir setara dengan kandungan asam amino pada telur ayam yaitu 47,1 gram per 100 gram protein. Kandungan asam amino ini terdiri dari leusin, isoleusin, valin, triptofan, lisin, treonin, fenilalanin, metionin, dan histidin. Kandungan asam amino jamur lainnya lebih rendah 4

dibandingkan dengan jamur tiram. Kandungan asam amino jamur kancing, shiitake dan merang berturut-turut 38,9, 36 dan 32, 9 gram per 100 gram protein. Tabel 5. Kandungan Asam Amino Esensial Jamur Konsumsi dan Telur Ayam (gram / 100 gram protein) No. Jenis Asam Amino Jamur Kancing Jamur Shiitake Jamur Tiram Jamur Merang Telur Ayam 1. Leusin 7,5 7,9 7,5 4,5 8,8 2. Isoleusin 4,5 4,9 5,2 3,4 6,6 3. Valin 2,5 3,7 6,9 5,4 7,3 4. Triptofan 2,0 Tt 1,1 1,5 1,6 5. Lisin 9,1 3,9 9,9 7,1 6,4 6. Treonin 5,5 5,9 6,1 3,5 5,1 7. Fenilalanin 4,2 5,9 3,5 2,6 5,8 8. Metionin 0,9 1,9 3,0 1,1 3,2 9. Histidin 2,7 1,9 2,8 3,8 2,4 10. Total 38,9 36,0 46,0 32,9 47,1 Sumber : Chang dan Miles, 1989 (dalam Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, 2006) Permintaan untuk jamur tiram putih di Jawa Barat mencapai 11,7 ton per hari dan baru terpenuhi 5,2 ton per hari. Peluang ini belum dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh para petani jamur. Hal ini disebabkan oleh tidak terkendalinya kontinuitas dalam mutu, jumlah, maupun pasokan. Teknik penanganan pasca panen yang selama ini dilakukan oleh para petani masih kurang tepat sehingga mengakibatkan rendahnya produktivitas hasil panen dan rendahnya efisiensi yang mengakibatkan tingginya biaya produksi (MAJI 2004, dalam Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, 2006). Jamur tiram ini juga memiliki beberapa manfaat sebagai obat, diantaranya lever, diabetes, anemia, sebagai antiviral, antikanker serta menurunkan kadar kolesterol. Selain itu jamur ini juga mampu menurunkan berat badan karena berserat tinggi dan membantu pencernaan 2. Jamur tiram putih memiliki prospek usaha yang sangat bagus. Pada tahun 2002 Permintaan untuk wilayah Bandung, Bogor, dan Sukabumi sebesar 3.000 kilogram per hari dan baru terpenuhi sebanyak 600 sampai 1.000 kilogram (Trubus, 2002, dalam Sitanggang, 2008). Permintaan jamur tiram putih ini cenderung meningkat setiap tahunnya. Berapapun jumlah jamur yang diproduksi 2 Www.jamurtiramindonesia.webnode.com (14 maret 2011) 5

oleh para petani, selalu habis terserap pasar. Permintaan jamur ini cenderung meningkat 20 persen sampai 25 persen per tahun (MAJI, 2007) 3. Budidaya jamur tiram putih untuk wilayah Bogor tersebar di beberapa kecamatan. Salah satu kecamatan yang menghasilkan produksi jamur tiram putih tertinggi pada tahun 2007 adalah Cisarua yakni 173.250 kg jamur tiram putih segar. Namun Tamansari merupakan salah satu kecamatan yang menghasilkan jamur tiram putih dengan tingkat produktivitas tertinggi yakni 0,20 kg per log. Jumlah produksi jamur tiram di Bogor sebanyak 38.300 kg. Hal ini terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2007 No. Kecamatan Produksi (Kg) Produktivitas (Kg/ Log) 1. Pamijahan 8.638 0,18 2. Leuwi Sadeng 3.000 0,15 3. Rancabungur 4.420 0,13 4. Tamansari 38.300 0,20 5. Cijeruk 2.040 0,12 6. Cisarua 173.250 0,17 7. Sukaraja 1.200 0,12 Rata-rata 32.978 0,15 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 2007 (Dalam Sari, 2008) Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Nusa Indah merupakan salah satu tempat pelatihan budidaya jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. P4S Nusa Indah melakukan usaha budidaya jamur tiram putih. Seiring berjalannya waktu P4S Nusa Indah melakukan usaha pembibitan jamur tiram putih, dan bahkan saat ini usaha lebih mengutamakan usaha pembibitan. Hal ini dilatarbelakangi oleh tingginya permintaan terhadap bibit jamur tiram putih. 1.2. Perumusan Masalah P4S Nusa Indah merupakan pusat pelatihan budidaya jamur tiram putih, yang juga melakukan usaha pembibitan dan budidaya sendiri. Pada awalnya P4S 3 www.agrina-online.com (14 Maret 2011) 6

Nusa Indah ini hanya membudidayakan jamur tiram putih. Namun seiring berjalannya waktu P4S Nusa Indah hanya mengusahakan pembibitan jamur tiram putih yang siap panen. Produksi bibit ini diusahakan karena banyak petani jamur yang gagal pada pembibitan. Hal ini disebabkan oleh tingginya resiko kegagalan pada tahap pembibitan. P4S Nusa Indah melihat peluang usaha ini dan memanfaatkannya dengan memproduksi bibit siap panen. Bibit siap panen yang diproduksi terdiri dari tiga jenis, yaitu bibit siap panen yang dikemas dengan ukuran 17 x 35 cm, 18 x 35 cm, dan 20 x 30 cm. Saat ini permintaan bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm terhadap P4S Nusa Indah adalah sebanyak 11.500 log. Untuk bibit siap panen 18 x 35 cm langsung dibudidayakan menjadi jamur tiram putih. Permintaan bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm berasal dari daerah Lampung. Permintaan ini setiap dua bulan sekali, dengan rata-rata permintaan sebesar 5.500 log. Kegiatan memproduksi jamur tiram putih segar dinilai menguntungkan, karena permintaannya yang tinggi dan produksinya yang belum mencukupi. Pemasaran jamur tiram putih segar ini dilakukan ke Pasar Bogor. Berapapun jamur tiram putih segar yang dijual selalu terserap habis oleh pasar. Permintaan jamur tiram putih terhadap P4S Nusa Indah per harinya sebanyak 400 kg. Usaha ini dapat dilakukan karena adanya pengetahuan dan sarana serta prasarana yang dimiliki. Namun untuk sementara usaha ini tidak dilakukan, karena P4S Nusa Indah lebih mengutamakan pembibitan. Bibit siap panen menggunakan bahan baku serbuk gergaji, dedak, kapur, serta bibit F2. Bibit siap panen hanya dibudidayakan hingga berusia 30 hari saat miselium tumbuh secara merata. Jika bibit ini tidak dijual dan terus dipelihara, maka tujuh hingga 15 hari kemudian jamur tiram putih segar dihasilkan. Usia produktif jamur ini adalah empat bulan. Perbedaan ukuran bibit siap panen mengakibatkan biaya yang dikeluarkan pun menjadi berbeda. semakin besar ukuran bibit siap panen yang diproduksi, maka semakin besar biaya per lognya. Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi satu log bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm adalah sebesar Rp 1056. Bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm biaya per lognya sebesar Rp 1.249, 7

sedangkan bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm membutuhkan biaya sebesar Rp 1.274 (Lampiran 3). Biaya untuk menghasilkan jamur tiram putih lebih besar dibandingkan dengan produksi bibit siap panen. Hal ini disebabkan oleh proses budidaya jamur tiram putih itu sendiri yang merupakan lanjutan dari pembibitan ditambah dengan biaya yang dikeluarkan selama proses budidaya hingga panen. Biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan jamur tiram putih per lognya pun berbeda. untuk jamur tiram putih yang berasal dari bibit ukuran 17 x 35 cm biaya per log nya sebesar Rp 1.328, sedangkan jamur tiram putih yang berasal dari bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm dan 20 x 30 cm adalah Rp 1.556 dan Rp 1.597 (Lampiran 3). Harga jual untuk bibit siap panen yang diterapkan oleh P4S Nusa Indah juga berbeda untuk setiap ukurannya. Hal ini disesuaikan dengan biaya yang juga berbeda tiap lognya. Untuk harga jual bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm adalah sebesar Rp 1.800 per log, sedangkan harga jual untuk bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm dan 20 x 30 cm sama yaitu Rp 2.000. Harga jual jamur tiram putih rata rata sebesar Rp 8.500 per kilogramnya (Lampiran 3). Perbedaan cara antara pembibitan serta budidaya ini menyebabkan biaya yang dihasilkan berbeda, meskipun berasal dari bahan baku yang sama. Begitu juga dengan harga jual dari masing-masing produk. Hal inilah yang membuat keuntungan yang diperoleh dari setiap jenis produk berbeda beda. Keuntungan untuk bibit ukuran 17 x 35, 18 x 35, dan 20 x 30 cm masing-masing adalah Rp 744, Rp 751, dan Rp 726. Keuntungan jamur tiram putih yang berasal dari bibit ukuran 17 x 35, 18 x 35, dan 20 x 30 masing-masing adalah Rp 1.647, Rp 1.844, dan Rp 1.803 (Lampiran 3). Pada dasarnya semua usaha dilakukan berdasarkan kepada prinsip komersial, yakni untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin (Lipsey, 1984). Namun untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat kendala yang menjadi hambatan. Kendala tersebut adalah keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, sehingga sumberdaya yang dimiliki harus digunakan secara efisien. Pembibitan dan budidaya jamur menggunakan sumberdaya yang sama, sehingga terjadi persaingan produksi dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki ini meliputi lahan, bibit, serbuk 8

kayu, dedak, dan tenaga kerja. Permintaan juga merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan menjadi kendala. Hal ini berkaitan dengan penjualan hasil produksinya nanti. Pembibitan membutuhkan waktu panen yang lebih singkat daripada budidaya yakni satu bulan, sedangkan budidaya membutuhkan waktu panen 37 hari hingga 120 hari. Namun dari segi keuntungan, keuntungan bibit lebih rendah daripada keuntungan jamur tiram putih segar. Dengan demikian perlu pengalokasian sumberdaya secara efisien untuk mencapai keuntungan maksimum. Alokasi sumberdaya ini digunakan untuk menghasilkan produk yang keuntungannya kecil tapi jangka waktu produksinya singkat atau produk yang keuntungannya besar tetapi jangka waktunya lama yang disesuaikan dengan permintaannya. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana kombinasi produksi jamur tiram putih dan bibit yang optimal pada P4S Nusa Indah, Bogor? 2) Bagaimana penggunaan sumberdaya produksi yang optimal? 3) Bagaimana pengaruh perubahan ketersediaan sumberdaya dan tingkat keuntungan terhadap kombinasi produksi optimal? 1.3. Tujuan Berdasarkan perumusan masalah di atas maka penelitian mengenai Optimalisasi Produksi Jamur Tiram Putih pada KWT P4S Nusa Indah bertujuan untuk: 1) Menganalisis kombinasi produksi jamur tiram putih dan bibit yang optimal sehingga memberikan keuntungan maksimum bagi KWT P4S Nusa Indah. 2) Menganalisis penggunaan sumberdaya produksi optimal. 3) Menganalisis perubahan ketersediaan sumberdaya dan tingkat keuntungan terhadap kombinasi produksi optimal. 9

1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Nusa Indah yaitu sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan perusahaan guna mencapai produksi yang optimal untuk mencapai keuntungan yang maksimum. Selain itu juga penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan referensi dan literatur bagi penelitian selanjutnya. 10