FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA DI SMA NEGERI 14 BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016 ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Remaja dalam Mencegah Hubungan Seksual (Intercourse) Pranikah di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan seksual pranikah umumnya berawal dari masa pacaran atau masa penjajakan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN UNINTENDED PREGNANCY PADA REMAJA DI PUSKESMAS GAMPING I SLEMAN NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

Rina Indah Agustina ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB I PENDAHULUAN. di jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan, dan pusat-pusat. keluarga yang berantakan dan ada masalah dengan orang tua.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG BAHAYA SEKS BEBAS DI SMK KESEHATAN JURUSAN FARMASI KABUPATEN KONAWE TAHUN 2017

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA

GAMBARAN MEDIA INFORMASI, PENGARUH TEMAN, TEMPAT TINGGAL DENGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI KOTA PALEMBANG TAHUN 2017

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

HUBUNGAN PENDIDIKAN ORANG TUA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA DENGAN KEHAMILAN DI LUAR NIKAH DI DESA SUKOMULYO ABSTRAK

PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MENGENAI PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMK KESEHATAN DONOHUDAN BOYOLALI TAHUN 2016

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN SIKAP SEKSUALITAS DENGAN PERILAKU PACARAN PADA PELAJAR SLTA DI KOTA SEMARANG NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa yang berkisar antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Seorang remaja, memiliki tugas perkembangan dan fase

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hubungan Karakteristik Remaja dengan Pengetahuan Remaja Mengenai Kesehatan Reproduksi di Kota Cimahi

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

Lina Afiyanti 2, Retno Mawarti 3 INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2)

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. penduduk dunia merupakan remaja berumur tahun dan sekitar 900

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan tahapan seseorang dimana ia berada di antara fase anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 3, Oktober 2012

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Dinamika Kebidanan vol. 2 no.2. Agustus 2012

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dimulai pada usia 9-14 tahun dan prosesnya rata-rata berakhir pada

Transkripsi:

JURNAL KEBIDANAN Vol 3, No 2, April 2017 : 77-82 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA DI SMA NEGERI 14 BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016 Ike Ate Yuviska (1), Sri Dewi Wulandari (2) ABSTRAK Presurvei terhadap 10 orang siswa kelas XI di SMA N 14 Bandar Lampung, 4 orang (40%) mengetahui apa itu hubungan seksual (intercourse) pranikah, 6 Orang (60%) belum mengetahui apa itu hubungan seksual. Tujuan Penelitian untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku Seks pada siswa kelas XI SMA N 14 Bandar Lampung tahun 2016. Dengan subjek penelitian subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA N 14 Bandar Lampung tahun 2016 dan Objek penelitian pengetahun, sikap dan pengawasan orang tua terhadap perilaku seks pada remaja. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, desain penelitian cross sectional dengan populasi 62 siswa kelas XI SMA N 14 Bandar Lampung tahun 2016. Lokasi penelitian ini di SMA N 14 Bandar Lampung dan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik total populasi sampling. Sampel adalah seluruh siswa kelas XI yaitu 62 siswa. Pengumpulan data menggunakan kuisioner, alat ukur berupa kuisioner, dan analisa data ini adalah bivariat. Hasil univariat diperoleh bahwa sebagian besar responden pengetahuanya kurang baik yaitu 38 (61,3%), sebagian besar sikap responden tentang perilaku seks negatif sebanyak 34 (54,8%), sebagian besar responden persepsi pengawasan orang tua negatif yaitu 39 (62,9%), perilaku seks remaja sebagian besar beresiko yaitu 35 (56,5%). Hasil bivariat P-Value (0,033< 0,05) ada hubungan pengetahuan dengan perilaku, P-Value (0,006< 0,05) ada hubungan sikap dengan perilaku, P-Value( 0,017< 0,05 )ada hubungan pengawasan orangtua dengan perilaku seks siswa kelas XI SMA N 14 Bandar Lampung tahun 2016. Saran bagi siswa-siswi, bagi tempat penelitian, bagi peneliti selanjutnya, bagi institusi pendidikan. Kata Kunci : Pengetahuan,sikap dan pengawasan orang tua, perilaku seks, remaja. PENDAHULUAN Jumlah penduduk Indonesia tahun 2009 adalah 213.375.287, sedangkan jumlah penduduk yang tergolong pemuda adalah 42.316.900 atau 19,82% dari seluruh penduduk Indonesia. Batasan Remaja menurut Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) mengenai pemuda adalah kurun usia 15-24 tahun (1). Survei oleh WHO tentang pendidikan seksual membuktikan, pendidikan seksual bisa mengurangi atau mencegah perilaku hubungan seksual (intercourse) pranikah, yang berarti pula mengurangi tertularnya penyakit-penyakit akibat hubungan seksual (intercourse) pranikah. Beberapa akibat yang tentunya memprihatinkan ialah terjadinya pengguguran kandungan dengan berbagai risikonya, perceraian pasangan keluarga muda, atau terjangkitnya penyakit menular seksual, HIV yang kini sudah mendekam di tubuh ratusan orang di Indonesia (2). Dalam buku pernikahan dini, Delima Generasi Extravagansa, hampir 80% remaja melakukan hubungan seksual (intercourse) diluar nikah dengan pacarnya dalam jangka kurang dari satu tahun. Kasus KTD (kehamilan tidak diinginkan) yang terjadi 30% pada remaja. (3). Informasi mengenai seksual dicoba untuk dipenuhi dengan cara membahas bersama teman-teman, buku- buku tentang seksual atau mengadakan percobaan dengan jalan masturbasi, bercumbu atau berhubungan seksual (intercourse). Oleh karena itu, hal yang paling membahayakan adalah bila informasi yang diterima remaja berasal dari sumber yang kurang tepat sehingga akhirnya remaja menginterprestasikan kurang tepat, akibat dari kekurang pahaman remaja terhadap masalah seputar seksual (4). 1) Dosen Prodi Kebidanan Universitas Malahayati Bandar Lampung 2) Prodi Kebidanan Universitas Malahayati Bandar Lampung

78 Ike Ate Yuviska, Sri Dewi Wulandari Prilaku permisif dan berani pada remaja melakukan hubungan seksual mengakibatkan kecenderungan re melakukan hubungan sek (intercourse) pranikah, dan tidak menutup kemungkinan terjadi Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), pernikahan dini, aborsi tidak aman, perdarahan, kematian, terkena penyakit infeksi saluran reproduksi (ISR), gangguan fungsi seksual, PMS dan HIV/AIDS (5). Sedangkan isu sosial yang terjadi di masyarakat akibat Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) berdampak negatif seperti dicampakkan dari lingkungan dan sekolah, cenderung menyalahkan korban (perempuan). Bahkan hampir bisa dipastikan berdampak pada masa depan siswi yang mengalami kasus ini akan hancur karena harus berhenti dari sekolah atau dikeluarkan (6). Di Indonesia berdasarkan prilaku permisif dan berani pada remaja tersebut berakibat jumlah kasus kehamilan pranikah meningkat dari tahun ke tahun mencapai 2,3 juta dan 30% diantaranya dilakukan oleh remaja. Pada tahun 2002-2004 kasus Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) mengalami peningkatan 100% pada anakanak usia SMP sampai mahasiswa (usia 10-21 tahun) (6). Survei yang dilakukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2008 terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar seluruh Indonesia belum lama ini, menyatakan bahwa 62,7 persen remaja Indonesia pernah ML (Making Love) pranikah alias berzina. Dari Hasil penelitian yang juga dilakukan salah satu lembaga survei pada tahun 2008 menunjukkan, 63% remaja Indonesia usia SMP dan SMA, telah melakukan hubungan seks pranikah. Banyak kasus seks pranikah yang terjadi dikalangan remaja dan pelajar Indonesia (5). Hasil Survey BKKBN bekerjasama dengan LD-FEUI pada tahun 2009 terhadap 8084 remaja laki-laki dan remaja putri usia 15-24 tahun di 20 kabupaten pada empat propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lampung) terpapar data sebanyak 46,2% remaja beranggapan bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks.. Kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki- laki (49,7%) dibandikan pada remaja putri (42,3%) (7). Perilaku seksual adalah perilaku yang timbul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan untuk mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku seperti berfantasi, pegangan tangan berciuman, berpelukan sampai dengan melakukan hubungan seksual (4). Dari hasil presurvey singkat penulis tanggal 19 Febuari 2016 terhadap 10 orang siswa kelas XI di SMA N 14 Bandar Lampung, 4 orang (40%) mengetahui apa itu hubungan seksual (intercourse) pranikah, 6 Orang (60%) belum mengetahui apa itu hubungan seksual (intercourse) pranikah, Serta yang pernah melakukan hubungan seksual (intercourse) pranikah sebanyak 1 orang (10%), dan dari persentase tersebut berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 6 orang (60%) sisanya adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 4 orang (40%). Sedangkan sumber informasi tentang seksual yaitu sebanyak 3 orang (30%) mendapatkan dari majalah, dan 7 orang (70%) mendapatkan sumber informasi seksual dari internet. Dari uraian latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku pada Remaja di SMA N 14. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dan desain penelitian cross sectional, populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA N 14 Bandar Lampung tahun 2016 sebanyak 62 siswa besar sampel 62 menggunakan total populasi. Alat pengumpulan data kuisioner. Analisa data menggunakan unuvariat-bivariat dengan bantuan program komputer. HASIL PENELITIAN 1. Analisa Univariat Berdasarkan tabel 1 diatas diketahui bahwa pengetahuan remaja tentang perilaku seks sebagian besar pada kategori kurang baik sebesar 38 siswa (61,3%). Sikap remaja tentang perilaku seks sebagian besar pada kategori negatif sebanyak 34 siswa (54,8%). Pengawasan orang tua remaja sebagian besar pada kategori Negatif yaitu 39 siswa (62,9%).

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Pada Remaja Di SMA Negeri 14 79 Tabel 1 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Pada Remaja Di Sma Negri 14 Variabel Jumlah Persentase (%) Total (N) Pengetahuan Baik 24 38.7 62 Kurang baik 38 61.3 Sikap Positif 28 45.2 62 Negatif 34 54.8 Pengawasan Orang Tua Positif 23 37,1 62 Negatif 39 62,9 2. Analisis Bivariat Tabel 2 Hubungan Pengetahuan Pengetahuan Remaja Tentang Perilaku Seksual Dengan Perilaku Seksual Pada Remaja Di SMA Negeri 14 Perilaku Seks Pengetahuan Bersiko Tidak Beresiko N % N % Kurang Baik 26 68,4 12 31,6 Baik 9 13,5 15 62,5 P Value OR 0,033 3,611 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 35 responden masuk kategori pengetahuan Kurang baik dengan perilaku seks beresiko sebanyak 26 responden (68,4%), sedangkan yang masuk kategori pengetahuan kurang baik dengan perilaku seks yang tidak beresiko sebanyak 12 responden (31,6%). Hasil analisa menggunakan chi-square, didapatkan P- value = 0,033, sehingga P- value < α (0,033 < 0,05) maka Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan terdapat hubungan antara pengetahuan remaja dengan perilaku seks remaja di SMAN 14 Bandar Lampung Tahun 2016. OR didapat 3,611 yang berarti remaja dengan pengetahuan kurang baik berpulang 3,6 kali lebih besar berperilaku seks beresiko dibandingkan dengan remaja dengan pengetahuan baik. Tabel 3 Hubungan Sikap Remaja Dengan Perilaku Seksual Pada Remaja Di SMA Negeri 14 Perilaku Seks Sikap Bersiko Tidak Beresiko N % N % Negatif 25 73,5 9 26,5 Positif 10 35,7 18 64,3 P Value OR 0,006 5,000 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 34 responden masuk kategori sikap negatif dengan perilaku seks yang beresiko sebanyak 25 responden (73,5%), sedangkan yang masuk kategori sikap negatif dengan perilaku seks tidak beresiko sebanyak 9 responden (26,5%). Hasil analisa menggunakan chi- square, didapatkan P- value = 0,006, sehingga P-value < α (0,006 < 0,05) maka Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan terdapat hubungan antara sikap remaja dengan perilaku seks remaja di

80 Ike Ate Yuviska, Sri Dewi Wulandari SMAN 14. OR didapat 5,000 yang berarti remaja dengan sikap negatif berpulang 5 kali lebih besar berperilaku seks beresiko dibandingkan dengan remaja dengan sikap yang positif. Tabel 4 Hubungan pengawasan orang Tua dengan Perilaku Seksual Pada Remaja Di SMA Negeri 14 Perilaku Seks Pengawasan Orang Tua Bersiko Tidak Beresiko N % N % Negatif 27 69,2 12 30,8 Positif 8 34,8 15 65,2 P Value OR 0,006 4,219 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 39 responden masuk kategori pengawasan orang tua negatif dengan perilaku seks beresiko 27 responden (69,2%), sedangkan yang masuk kategori pengawasan orang tua negatif dengan perilaku seks tidak beresiko sebanyak 12 responden (30,8%). Hasil analisa menggunakan chi- square, didapatkan P-value = 0,017, sehingga P- value < α (0,017 < 0,05) maka Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan terdapat hubungan antara pengawasan orang tua remaja dengan perilaku seks remaja di SMAN 14. OR didapat 4,219 yang berarti remaja dengan pengawasan orang tua berpulang 4,2 kali lebih besar berperilaku seks beresiko dibandingkan dengan remaj dengan pengawasan orang tua yang positif. PEMBAHASAN 1. Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Seks Remaja Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hasil analisa menggunakan chi-square, didapatkan P-value = 0,033, sehingga P-value < α (0,033 < 0,05) maka Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan terdapat hubungan antara pengetahuan remaja dengan perilaku seks remaja di SMAN 14 Bandar Lampung Tahun 2016. OR didapat 3,611 yang berarti remaja dengan pengetahuan kurang baik berpulang 3,6 kali lebih besar berperilaku seks beresiko dibandingkan dengan remaja dengan pengetahuan baik. Pengetahuan seksual pranikah remaja terdiri dari pemahaman tentang seksualitas yang dilakukan sebelum menikah yang terdiri dari pengetahuan tentang fungsi hubungan seksual, akibat seksual pranikah, dan faktor yang mendorong seksual pranikah (1). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ririn Darmasih 2013 Berdasarkan hasil penelitian dari 59 responden dengan pengetahuan yang kurang baik dan perilaku berisiko terdapat 46 responden (78,0%) dan berperilaku tidak berisiko sebanyak 13 responden (22%), sedangkan dari 38 responden dengan kategori pengetahuan baik terdapat 6 responden (15,8%) yang berperilaku berisiko dan dan berperilaku tidak berisiko sebanyak 32 responden (84,2%). Hasil uji statistik p = 0,000 < 0,05, sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang pengetahuan remaja dengan perilaku seksual pada remaja di SMA N 1 Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2012 (8). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, sebagian besar responden memiliki perilaku seks yang beresiko. Menurut peneliti hal itu disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut diantaranya dapat disebabkan karena pengetahuan siswa yang rendah tentang perilaku seks. Dapat disimpulkan bahwa semakin baik pengetahuan remaja tentang seks maka perilaku seks yang munculpun akan semakin baik, sedangkan pengetahuan remaja yang kurang baik berpeluang 3,6 kali lebih besar mempengaruhi remaja tersebut untuk berprilaku seks yang beresiko 2. Hubungan Sikap Dengan Perilaku Seks Remaja Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hasil analisa menggunakan chi-square, didapatkan P-value = 0,006, sehingga P-value < α (0,006 < 0,05) maka Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan terdapat hubungan antara sikap remaja dengan perilaku seks remaja di SMAN 14 Bandar

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Pada Remaja Di SMA Negeri 14 81 Lampung Tahun 2016. OR didapat 5,000 yang berarti remaja dengan sikap negatif berpulang 5 kali lebih besar berperilaku seks beresiko dibandingkan dengan remaja dengan sikap yang positif. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi. Lebih spesifik thurstone sendiri memformulasikan sikap sebagai derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu objek psikologis (4). Attitude diartikan sebagai sikap terhadap objek tertentu, yang merupakan sikap pandangan atau sikap persaan, tetapi sikap tersebut disertai oleh kecendrungan bertindak sesuai objek tadi.(4) Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fatma (2011) tentang faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja di SMP N 2 Yogyakarta tahun 2011, dari 81 orang, sikap responden paling banyak adalah negatif 44 orang (55,7%), dari 44 orang dengan positif berjumlah 41 orang (44,3%). Hasil uji statistik dengan chi square didapatkan nilai p = 0,000 (p < α =0,05). Yang artinya ada hubungan yang signifikan antara sikap remaja dengan perilaku seksual remaja. (9) Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, sebagian besar responden memiliki perilaku seks yang beresiko. Menurut peneliti hal itu disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut diantaranya dapat disebabkan karena sikap negatif tentang seks yang ada pada remaja berpeluang 5 kali lebih besar terhadap perilaku seks beresiko pada remaja. 3. Hubungan Pengawasan Orang Tua Dengan Perilaku Seksual Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hasil analisa menggunakan chi-square, didapatkan P-value = 0,017, sehingga P-value < α (0,017 < 0,05) maka Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan terdapat hubungan antara pengawasan orang tua remaja dengan perilaku seks remaja di SMAN 14. OR didapat 4,219 yang berarti remaja dengan pengawasan orang tua berpulang 4,2 kali lebih besar berperilaku seks beresiko dibandingkan dengan remaja dengan pengawasan orang tua yang positif. Peran orang tua sangat diperlukan dalam memberikan informasi dan bimbingan tentang seksualitas kepada anak remajanya. Orang tua dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi kecil, kecilnya peranan orang tua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas disebabkan oleh rendahnya pengetahuan orang tua mengenai kesehatan reproduksi serta masih menganggap tabu membicarakan tentang seksualitas. Apabila orang tua merasa meiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang seksualitas, remaja lebih yakin dan tidak merasa canggung untuk membicarakan topik yang berhubungan dengan masalah seks pranikah.(10) Penelitian ini sejalan dengan penelitian Reza (2012) tentang hubungan pengawasan orang tua dengan perilaku seks di SMA Karya Bhakti Kebumen, Jawa tengah tahun 2012 dari 114 orang terdapat faktor pengawasan orang tua negatif dengan perilaku seks beresiko sebanyak 77 orang (67,5%), Selain itu ada sebanyak 37 orang (32,5%) masuk kategori pengawasan orang tua positif dengan perilaku seks tidak beresiko. Hasil chi-square, P-value = 0,003, sehingga P- value < α(0,003 < 0,05) Jadi dapat disimpulkan terdapat hubungan antara pengawasanorang tua remaja dengan perilaku seks remaja SMA Karya Bhakti Kebumen, Jawa tengah tahun 2012.(11) Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, sebagian besar responden memiliki perilaku seks yang beresiko. Menurut peneliti hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut diantaranya dapat disebabkan karena pengawasan orang tua yang rendah akan mempengaruhi terjadinya perilaku seksual beresiko 4,2 kali lebih besar pada remaja dibandingkan pengawasan orang tua yang tinggi. Orang tua dapat membangun hubungan dan merupakan sistem dukungan ketika remaja menjajaki suatu dunia sosial yang lebih luas dan lebih kompleks. Pengetahuan yang baik didukung oleh tingkat pengetahuan orang tua yang baik dalam memberikan informasi tentang seks. KESIMPULAN 1. Pengetahuan remaja di SMA N 14 tentang perilaku seks sebagian besar pada kategori kurang baik sebesar 38 siswa (61,3%) dan kategori baik 24 siswa (38,7%).

82 Ike Ate Yuviska, Sri Dewi Wulandari 2. Sikap remaja di SMA N 14 Bandar Lampung Tahun 2016 tentang perilaku seks sebagian besar pada kategori negatif sebanyak 34 siswa (54,8%), dan yang kategori positif yaitu 28 siswa (45,2%). 3. Pengawasan orang tua remaja di SMA N 14 tentang perilaku seks remaja sebagian besar pada kategori negatif yaitu 39 siswa (62,9%), dan yang kategori positif sebanyak 23 siswa (37,1%). 4. Ada hubungan secara signifikan antara pengetahuan terhadap perilaku Seks pada remaja di SMA N 14 Bandar Lampung Tahun 2016, hasil P-value < α (0,033 < 0,05) maka Ho ditolak dan OR didapat 3,611 yang berarti remaja dengan pengetahuan kurang baik berpulang 3,6 kali lebih besar berperilaku seks beresiko dibandingkan dengan remaja dengan pengetahuan baik. 5. Ada hubungan secara signifikan antara sikap terhadap perilaku Seks pada remaja di SMA N14 Bandar Lampung Tahun 2016, hasil P-value < α (0,006 < 0,05) maka Ho ditolak dan OR didapat 5,000 yang berarti remaja dengan sikap negatif berpulang 5 kali lebih besar berperilaku seks beresiko dibandingkan dengan remaja dengan sikap yang positif. 6. Ada hubungan secara signifikan antara pengawasan orang tua terhadap perilaku seks pada remaja di SMA N 14 Bandar Lampung Tahun 2016, hasil P-value < α (0,017 < 0,05) maka Ho ditolak dan OR didapat 4,219 yang berarti remaja dengan pengawasan orang tua berpulang 4,2 kali lebih besar berperilaku seks beresiko dibandingkan dengan remaja dengan pengawasan orang tua yang positif. DAFTAR PUSTAKA 1. Notoatmodjo, Soekidjo.2010.Promosi Kesehatan. Jakarta; Rineka Cipta 2. Hady. 2009. Pendidikan SeksPreventif Perilaku Seksual Pranikah.Diakses 22 febuari2016. 3. Budiman.2013. Pengetahuan dan sikap dalam Penelitian Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta 4. Kusmiran. E. 2013. Kesehatan Reproduksi Remaja Dan Wanita.Jakarta :Salemba Medika 5. Lestari,Titik.2015. Kumpulan teori untuk kajian pustaka penelitian kesehatan.yogyakarta: Nuha Medika 6. Hady.2009. Pendidikan Seks, Upaya Preventif Prilaku Seksual Pra Nikah. Diakse 22 Februari 2016 7. BKKBN,2009.Permasalah kesehatan reproduksi remaja. Diakses 20 febuari 2016 8. Ririn Darmasih(2013), Hubungan pengetahuan tentang pengetahuan remaja dengan perilaku seksual pada remaja di SMA N 1 Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2012. 9. Fatma (2011) tentang faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja di SMP N 2 Yogyakarta tahun 2011Monks F.J., Knoers A.M.P.,Haditono S.R. 2002. Psikologi 10. Hurlock, Elizabeth B. 2004.Psikologi Perkembangan Sepanjang Rentang Kehidupan. Erlangga, Jakarta 11. Reza (2012).tentang hubungan pengawasan orang tua dengan perilaku seks di SMA Karya Bhakti Kebumen, Jawa tengah tahun 2012.