BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku yang mempunyai variasi kekayaan kuliner sangat beragam. Hidangan khas pada tiap daerah tersebut hendaknya dikonsumsi dalam jumlah cukup dan seimbang agar dapat memenuhi kecukupan zat gizi. Data konsumsi pangan penduduk menunjukkan kurangnya kesadaran masyarakat akan pangan yang beragam, bergizi, berimbang dan aman. Kurangnya kesadaran masyarakat tersebut ditunjukkan oleh dominasi konsumsi energi dari kelompok karbohidrat, yaitu sebesar 60-63% yang diikuti dengan semakin meningkatnya konsumsi terigu (Anonim, 2013 b ) Merujuk pada situasi tersebut, maka Empat Sukses Pertanian, yang salah satunya adalah Peningkatan Diversifikasi Pangan menjadi salah satu agenda kerja Badan Ketahanan Pangan dengan tujuan untuk meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik daerah. Agenda kerja ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden (Perpres) No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 43 Tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan tersebut menjadi acuan yang dapat mendorong percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal melalui kerja sama sinergis antara Pemerintah, Perguruan Tinggi dan stake holder lainnya. Salah satu implementasi kebijakan P2KP diwujudkan 1
melalui pengembangan usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan non terigu (Anonim, 2011). Cempedak, merupakan salah satu komoditi buah lokal yang telah turun temurun dijaga keberadaannya. Oleh masyarakat Banjar, kulit buah bagian dalam atau jerami atau damin cempedak diolah menjadi mandai. Mandai dibuat dengan merendam damin cempedak dalam larutan garam, selama 2 sampai 3 hari sehingga menjadi lunak dan terfermentasi. Mandai kemudian digoreng dan dijadikan sebagai lauk atau diolah beserta bahan makanan lainnya seperti daging, ikan maupun sayuran. Pengolahan damin cempedak menjadi tepung belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian Isnaharani (2009) telah berhasil membuat tepung jerami nangka sebagai bahan pembuatan cookies. Pengolahan damin cempedak sebagai tepung diharapkan menjadi salah satu hal baru pemanfaatan cempedak dan dapat digunakan sebagai substitusi tepung terigu. Kandungan damin cempedak belum pernah diteliti secara menyeluruh, baik karakteristik maupun kandungan serat pangannya. Kuat diduga bahwa damin cempedak mempunyai kandungan serat pangan yang tinggi. Penelitian Normah dan Hasnah (2000), menunjukkan adanya kandungan pektin pada kulit cempedak sebesar 0,98-2,53%. Pektin merupakan salah satu komponen serat pangan yang mempunyai sifat larut air (soluble fiber). Sementara itu, penelitian Isnaharani (2009) menunjukkan kandungan serat pangan pada jerami nangka muda sebesar 75,58% (b/k). Berdasarkan data tersebut, maka damin cempedak diduga juga mempunyai kandungan serat pangan yang tinggi karena sifat kekerabatan cempedak yang dekat dengan nangka. 2
Serat pangan mempunyai sifat fisik dan kimia yang mempunyai efek fisiologis dan berdampak pada pencegahan penyakit. Klaim serat pangan terhadap kesehatan diantaranya adalah pencegahan penyakit diabetes, penyakit jantung koroner serta kanker kolon. Prevalensi kejadian penyakit jantung koroner (coronary heart disease) di Indonesia cukup tinggi. Data riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa penyakit jantung koroner berada pada urutan kelima penyebab utama kematian di Indonesia (Anonim, 2013 b ). Penyakit jantung koroner merupakan manifestasi dari atherosclerosis. Secara patogenik, atherosclerosis merupakan bentuk khusus dari ateriosklerosis berupa penimbunan lipid dalam dinding arteri. Tingginya serum kolesterol darah (Low Density Lipoprotein) dan Trigliserol dapat menyebabkan timbulnya atherosclerosis, sehingga kondisi hiperkolesterolemia merupakan primary risk factor penyakit jantung koroner. Upaya penurunan kadar kolesterol atau perlakuan untuk kondisi hiperkolesterolemia dapat dilakukan melalui beberapa metode diantaranya dengan menggunakan obat dan memperbaiki pola konsumsi. Penggunaan obat dilakukan untuk menghambat penyerapan kolesterol atau menghambat sintesis kolesterol endogen, termasuk penggunaan ezitimibe (inhibitor penyerapan kolesterol). Walaupun penggunaan obat penurun kolesterol telah dinyatakan aman secara klinis, namun secara umum pada penggunaan obat-obatan akan selalu terdapat faktor resiko yang merugikan. Perlakuan untuk kondisi hiperkolesterolemia dapat dilakukan melalui perbaikan pola konsumsi pangan, yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung serat pangan atau dietary fiber. Studi epidemiologi yang meneliti 3
serat pangan membuktikan bahwa ada hubungan antara asupan serat pangan dengan kadar kolesterol total karena serat memiliki sifat menurunkan kolesterol darah. Marsono (2004) menyatakan, ada lima mekanisme yang menjelaskan kemampuan serat pangan menurunkan kolesterol, yaitu (1) serat pangan dapat meningkatkan ekskresi empedu, (2) serat pangan mampu menghambat absorbsi kolesterol, (3) serat pangan menurunkan availabilitas kolesterol karena kemampuannya mengikat senyawa organik, (4) asam lemak rantai pendek (SCFA) yang dihasilkan dalam fermentasi serat dapat mencegah sintesis kolesterol, dan (5) serat pangan dapat menurunkan densitas energi makanan sehingga mengurangi sintesis kolesterol. Terkait dengan mekanisme tersebut, Marsono (2004) menjelaskan sebagai berikut. Serat pangan mempunyai kemampuan mengikat asam empedu. Empedu yang diikat oleh serat pangan akan diekskresikan ke feses, sehingga menurunkan resirkulasi empedu ke liver. Kekurangan empedu akan meningkatkan sintesis empedu di liver yang bahan dasarnya adalah kolesterol darah. Semakin banyak empedu yang diikat oleh serat pangan, maka tingkat penggunaan kolesterol yang digunakan oleh liver semakin banyak, akibatnya kadar kolesterol darah akan turun. Serat pangan mempunyai sifat viskus pada serat larutnya (soluble fiber). Sifat viskus akan menghambat absorbsi bahan seperti gula dan kolesterol karena kontak antara dinding usus dengan bahan menjadi sulit. Sifat viskus serat pangan membuat availabilitias kolesterol tubuh akan menurun dan kadar kolesterol darah juga menurun. Selain melalui mekanisme di atas, serat pangan juga mempunyai hasil fermentasi Short Chain Fatty Acid (SCFA) berupa asam asetat, asam propionate dan asam butirat. Jika jumlah propionat yang dihasilkan tinggi, maka 4
propionat mempunyai kemampuan menghambat aktivitas HMGCoA reduktase sehingga mencegah sintesis kolesterol. Mekanisme penurunan kolesterol ini dapat dikaji diantaranya dengan memeriksa short chain fatty acid (SCFA) dan kolesterol digesta sekum. Pada penelitian ini, cempedak akan diproses menjadi tepung damin cempedak tinggi serat dan akan digunakan dalam intervensi diet pada tikus hiperkolesterol. Penggunaan tepung damin cempedak tinggi serat akan dibandingkan dengan obat penurun kolesterol yaitu ezetrol dengan kandungannya berupa ezitimibe. Pengaruh pemberian intervensi diet akan dilihat melalui uji profil lipid, digesta serta produksi SCFA hewan coba. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana karakteristik tepung damin cempedak tinggi serat yang dihasilkan dengan ekstraksi gula pada tepung damin cempedak? 2. Bagaimana pengaruh pemberian tepung damin cempedak tinggi serat terhadap perbaikan profil lipid, digesta dan SCFA pada tikus hiperkolesterol? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh substitusi kalori pakan standar AIN 93M dengan tepung damin cempedak tinggi serat terhadap perbaikan profil lipid dan digesta pada tikus Sprague Dawley jantan kondisi hiperkolesterolemia. 5
1.3.2 Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui karakteristik tepung damin cempedak tinggi serat (kandungan serat pangan) yang dihasilkan dengan ekstraksi gula tepung damin cempedak. 2. Mengidentifikasi kadar LDL, HDL, kolesterol total dan trigliserida, produksi Short Chain Fatty Acid (SCFA), berat sekum, ph sekum, kadar air sekum dan kolesterol sekum pada tikus Sprague Dawley jantan kondisi hiperkolesterolemia yang diberi diet tepung damin cempedak tinggi serat. 3. Membandingkan pengaruh perbaikan profil lipid dan digesta antara tepung damin cempedak dan ezetrol (ezitimibe) pada kondisi hiperkolesterolemia. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah pemanfaatan sumber pangan lokal yaitu damin cempedak sebagai salah satu makanan fungsional. Selain itu, berdasarkan percobaan pada penelitian juga diharapakan dapat memberikan referensi penggunaan jenis bahan pangan yang dapat dijadikan pilihan diet bagi penderita hiperkolesterolemia. 6