PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA OLEH PETUGAS LAPANGAN KELUARGA BERENCANA (PLKB) DI DESA KARANGJALADRI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PANGANDARAN

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU Jl. Soekarno Hatta No. 17 Telp (0426) Kode Pos Mamuju

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN,

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN. (Lembaran Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 2 Tahun 2014 Seri E BUPATI SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PEMELIHARAAN SARANA DAN PRASARANA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DESA GIRIPANGGUNG NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG. RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKPDes)TAHUN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT EDARAN BUPATI KEBUMEN. Kebumen, Oktober 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPALA DESA LICIN KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA LICIN NOMOR 7 TAHUN 2015 T E N T A N G

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BOGOR. Cibinong, Desember 2017

KEPALA DESA MATTIRO DOLANGENG KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAAUAN PERATURAN DESA MATTIRO DOLANGENG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

KEPALA DESA SEMPU KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA SEMPU NOMOR : 4 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN 2016

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 44 TAHUN 2017 T E N T A N G

PERBEKEL TEGAK KABUPATEN KLUNGKUNG PERATURAN DESA TEGAK NOMOR :... TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA TAHUN

PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN MUSRENBANG DESA/ KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DESA SINDANGLAYA KECAMATAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA (RKP DESA) TAHUN 2015

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berikut adalah beberapa kesimpulan dalam penelitian ini:

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem sentralisasi ke desentralisasi menjadi salah satu wujud pemberian tanggungjawab

BAB I KETENTUAN UMUM

TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 20 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DESA KERTAK EMPAT KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG

KEPALA DESA BADAMITA KABUPATEN BANJARNEGARA PERATURAN DESA BADAMITA NOMOR : 03 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN 2017

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D

BAB I PENDAHULUAN. dan pemerataan pembangunan di masyarakat, pemerintah telah menetapkan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA DAN KELURAHAN

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER

KEPALA DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI PERATURAN DESA CABAK NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG

1. Apakah yang dimaksud dengan keuangan desa? 2. Apakah yang dimaksud dengan pengelolaan keuangan desa?

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 4/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 04 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 01 TAHUN 2016

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TENGAH KECAMATAN MAMBORO DESA WENDEWA UTARA PERATURAN DESA NOMOR 01 TAHUN 2016

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

DESA PANDA KABUPATEN BIMA PERATURAN DESA PANDA NOMOR 1 TAHUN Tentang

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

SALINAN KEPALA DESA OLEHSARI KECAMATAN GLAGAH KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA (ADD) DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PRAKTEK KEKUASAAN ELIT POLITIK DALAM DEMOKRASI (SUATU STUDI KASUS PENYUSUSUNAN PERATURAN DESA OLEH BPD DESA SUM TAHUN 2015)

Transkripsi:

PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA OLEH PETUGAS LAPANGAN KELUARGA BERENCANA (PLKB) DI DESA KARANGJALADRI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PANGANDARAN NOVY YUNIATI ABSTRAK Hasil observasi penulis diketahui bahwa Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Pangandaran masih rendah hal ini diduga disebabkan oleh diduga disebabkan oleh kurang optimalnya Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa. Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan desa?; 2) Bagaimana penetapan Anggaran (APBDesa)?;3) Bagaimana pengaruh Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa terhadap penetapan Anggaran (APBDesa)?. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Lamanya penelitian selama 8 bulan. Teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan, studi lapangan (observasi dan wawancara dan angket). Jumlah informan sebanyak 95 orang. Teknik analisa data melalui penentuan rentang, menentukan persentase, menganalisis hubungan dan menganalisis tingkat pengaruh serta melakukan analisis uji t. dapat disimpulkan bahwa : 1) Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa, sudah dilaksanakan dengan cukup baik sesuai dengan prinsip-prinsip Musrenbang desa menurut Nurcholis dkk (2009:97). Hal ini dibuktikan dengan diperoleh skor rata-rata sebesar 360,6 yang berada pada interval kelas yang termasuk pada kategori tinggi jika dipersentasekan sebesar 75,92 % yang berada pada kategori cukup baik. Begitupula dengan hasil wawancara yang dilakukan penulis bahwa musyawarah perencanaan pembangunan desa yang dilaksanakan masih harus ditingkatkan pelaksanaanya karena masih kurang melibatkan masyarakat. 2) Penetapan Anggaran (APBDES) sudah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan faktor-faktor yang berpengaruh dalam penetapan APBdes menurut Sukamto (2014:73). Hal ini dibuktikan dengan diperoleh skor rata-rata sebesar 368,1 yang berada pada interval kelas yang termasuk pada kategori sangat baik jika dipersentasekan sebesar 77, 49 % yang berada pada kategori sangat baik. 3) Terdapat pengaruh Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa terhadap penetapan Anggaran (APBDES) sebesar 78,30% sedangkan 21,70 % adalah faktor lain yang tidak diteliti seperti kepemimpinan kepala desa dan partisipasi masyarakat. Kata Kunci: Musyawarah, Perencanaan, Pembangunan Desa. H a l a m a n 174

A. PENDAHULUAN Desa merupakan satuan kecil wilayah pemerintahan di Republik Indonesia, posisi tersebut menempatkan pemerintah desa sebagai ujung tombak pelayanan kepada masyarakat. Hal ini tercantum dalam Pasal 4 huruf f Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa, bahwa tujuan dari pengaturan desa adalah meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum. Desa harus mampu berkembang secara mandiri dengan memanfaatkan berbagai potensi yang ada. Segala potensi yang ada harus diupayakan mampu memberikan nilai lebih kepada seluruh masyarakat desa dengan prinsip kesejahteraan bersama dan keberlanjutan. Proses membangun kemandirian desa tersebut dapat kita persepsikan sebagai sebuah proses pembangunan desa, dimana semua potensi teridentifikasi dengan baik dan dioptimalkan manfaatnya untuk kebaikan bersama. Menurut Pasal 78 ayat 1 Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa dinayatakan bahwa pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Perencanaan pembangunan desa merupakan suatu panduan atau model penggalian potensi dan gagasan pembangunan desa yang menitikberatkan pada peran serta masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan. Konsep ini dilandasi oleh nilai-nilai dan semangat gotongroyong yang telah mengakar dalam budaya masyarakat Indonesia. Gotong royong bertumpu pada keyakinan bahwa setiap warga masyarakat memiliki hak untuk memutuskan dan merencanakan apa yang terbaik bagi diri dan lingkungan serta cara terbaik dalam upaya mewujudkannya. Musyawarah perencanaan desa biasa dikenal dengan istilah Musbangdes (Musyawarah Pembangunan Desa) merupakan wahana perencanaan partisipatif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) di tingkat desa/kelurahan untuk menemukan dan mengenali masalah, potensi, kebutuhan, tantangan eksternal dan menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat. Musrenbang desa sebagai forum publik dalam rangka dialog dan pembahasan kegiatan perencanaan (program) yang diselenggarakan oleh pemerintah desa/kelurahan bekerjasama dengan warga dan para pemangku kepentingan. Penyelenggaraan musrenbang merupakan salah satu tugas pemerintah desa/kelurahan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. H a l a m a n 175

Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) diselenggarakan dengan maksud untuk memfasilitasi keterlibatan berbagai pihak melalui proses dialog, berdiskusi dan memformulasikan berbagai persoalan yang dihadapi terkait kebutuhan, masa depan dan rencana pembangunan desa. Secara khusus tujuan Musrenbang desa, yaitu : menyepakati prioritas kebutuhan atau kegiatan desa yang akan menjadi bahan penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa), menyepakati prioritas kegiatan desa yang akan dilaksanakan desa sendiri dan dibiayai melalui dana swadaya desa/masyarakat, menyepakati prioritas kegiatan desa yang akan dilaksanakan desa sendiri yang dibiayai melalui Alokasi Dana Desa (ADD) yang berasal dari APBD Kabupaten/Kota atau sumber dana lain, dan menyepakati prioritas kegiatan desa yang akan diusulkan melalui Musrenbang Kecamatan untuk menjadi kegiatan Pemerintah Daerah dan dibiayai melalui APBD Kab./Kota atau APBD Provinsi, menyepakati Tim Delegasi Desa yang akan memaparkan persoalan daerah yang ada di desanya pada forum Musrenbang Kecamatan untuk penyusunan program Pemerintah Daerah/SKPD pada tahun berikutnya. APBDesa adalah instrumen penting yang sangat menentukan terwujudnya tata pemerintahan yang baik (good governance). Tata pemerintahan yang baik antara lain dapat diukur melalui proses penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban ABPDes Pemerintah desa. APBDesa pada prinsipnya merupakan rencana pendapatan dan pengeluaran desa selama 1 tahun masa anggaran ke depan yang dibuat oleh sekretaris desa dengan mendapatkan persetujuan dari Kepala desa dan BPD yang tertuang dalam peraturan desa harus sesuai dengan pedoman yang dibuat oleh Bupati. Prioritas masing-masing desa berbeda tergantung dari potensi desa tersebut dan kebutuhan masyarakat itu sendiri, sehingga diharapkan APBDesa menjadi APBDesa yang partisipatif. Berdasarkan penjajagan yang peneliti lakukan terlihat bahwa Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran masih rendah, hal ini terlihat dari indikator-indikator sebagai berikut : 1. Kurangnya melibatkan masyarakat dalam proses pembahasan RAPBDesa. Contohnya Pemerintah desa kurang membuka peluang bagi seluruh komponen masyarakat untuk terlibat dan berperan serta dalam proses pembahasan RAPBDesa sehingga masyarakat tidak mengetahui besarnya anggaran pendapatan maupun belanja desa. Seperti pada tahun 2017 ditetapkan APBDesa sebesar Rp. 1.815.652.500, namun masyarakat tidak mengetahui secara rinci sumber dananya baik dari PADes, dana desa, ADD, bagi H a l a m a n 176

hasil pajak dan retribusi daerah, bantuan keuangan provinsi maupun bantuan keuangan kabupaten. 2. Penetapan APBDesa kurang didasarkan pada partisipasi masyarakat. Contohnya penetapan APBDesa kurang didasarkan pada hasil musyawarah dusun sehingga hasil musdus tidak semuanya masuk dalam prioritas rencana pembangunan yang akan dilaksanakan namun diganti dengan anggaran yang lain yang dianggap kepala desa lebih penting 3. Pemerintah Desa kurang tanggap terhadap aspirasi yang berkembang di masyarakat. Contohnya belum terakomodasinya aspirasi masyarakat dalam APBDesa karena yang menyusun APBDesa hanya beberapa orang saja, yaitu para perangkat desa dan anggota BPD. Jika ada unsur masyarakat yang terlibat, mereka biasanya hasil penunjukan, bukan pilihan langsung masyarakat untuk membawa aspirasi mereka. Permasalahan tersebut di atas, diduga disebabkan oleh kurang optimalnya Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa, hal tersebut dibuktikan dengan beberapa indikator sebagai berikut : 1. Pelaksanaan musrenbangdes kurang memperhatikan prinsip keberpihakan sehingga peserta yang ikut dalam pelaksanaan musrenbang, hanya menghadiri undangan sebagai tokoh masyarakat. Contohnya masyarakat dalam Musrenbangdes kurang mengidentifikasi masalah dengan menggali potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat. 2. Kurangnya memperhatikan prinsip pembangunan desa secara menyeluruh dalam pelaksanaan musrenbangdes. Contohnya pemerintah desa kurang mengakomodir kepentingan masyarakat sehingga pengalokasikan kegiatan tidak berdasarkan pada kebutuhan masyarakat. 3. Kurangnya memperhatikan prinsip persamaan/tidak ada perbedaan dalam pelaksanaan musrenbangdes. Contohnya masyarakat tidak leluasa menyampaikan keinginan dan harapannya dalam musrenbang karena dia akan kalah oleh kepentingan elit tertentu, sehingga segala keputusannya sudah pasti apa yang telah diinginkan oleh elit tertentu. Berdasarkan latar belakang di atas, selanjutnya penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh mengenai permasalahan tersebut untuk kemudian hasilnya dituangkan dalam bentuk skripsi dengan mengambil judul Pengaruh Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa terhadap Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa ) di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran. H a l a m a n 177

Berdasarkan latar belakang di atas, selanjutnya penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan desa di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran? 2. Bagaimana penetapan Anggaran Pangandaran? 3. Bagaimana pengaruh Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa terhadap penetapan Anggaran Pangandaran? B. LANDASAN TEORITIS Perwujudan demokrasi yang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Salah satu aspek penting dalam perwujudan pemerintahaan yang baik (good governance) adalah dibukanya peluang bagi masyarakat untuk turut serta dalam pengambilan keputusan pembangunan, termasuk aspek perencanaan. Ruang yang disiapkan bagi keikutsertaan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan adalah dalam musyawarah rencana pembangunan yang selanjutnya disebut (Musrenbang) yang dilaksanakan secara berjenjang mulai dari desa sampai tingkat nasional. Menurut Pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa memuat definisi tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa yang berbunyi : Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. Selanjutnya menurut Nurcholis dkk (2009:97) menyatakan bahwa : Musyawarah Perencanaan Pembangunan desa yang selanjutnya disingkat Musrenbangdes adalah forum musyawarah tahunan stakeholder desa (pihak yang berkepentingan untuk mengatasi permasalahan desanya dan pihak yang akan terkena dampak hasil musyawarah) untuk menyepakati rencana kegiatan tahun anggaran berikutnya. Proses Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Menurut Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Dalam Negeri nomor 0008/M.PPN/01/2007 tentang Petunjuk 050/264 A/SJ Teknis Penyelenggaraan Musrenbang Tahun 2007, musrenbang Desa bertujuan untuk: H a l a m a n 178

1. Menampung dan menetapkan prioritas kebutuhan masyarakat yang diperoleh dari musyawarah perencanaan pada tingkat di bawah desa/keluarahan; 2. Menetapkan prioritas kegiatan desa yang dibiayai melalui alokasi dana desa baik yang bersumber dari APBD maupun Non APBD; 3. Menetapkan prioritas kegiatan yang akan diajukan dalam Musrenbang Kecamatan Selanjutnya menurut Nurcholis dkk (2009:97) menyatakan bahwa Prinsip-prinsip Musrenbang desa antara lain : 1. Prinsip kesetaraan. Peserta musyawarah adalah warga desa, baik laki-laki, perempuan, kaya, miskin, tua maupun muda, dengan hak yang setara untuk menyampaikan pendapat, berbicara, dan dihargai meskipun terjadi perbedaan pendapat. Sebaliknya, juga memiliki kewajiban yang setara untuk mendengarkan pandangan orang lain, menghargai perbedaan pendapat, dan menjunjung tinggi (menghormati) hasil keputusan forum meskipun tidak sependapat. 2. Prinsip musyawarah. Peserta Musrenbang desa memiliki keberagaman tingkat pendidikan, latar belakang, kelompok usia, jenis kelamin, dan status sosial-ekonomi. Perbedaan dan berbagai sudut pandang tersebut diharapkan menghasilkan keputusan terbaik bagi kepentingan masyarakat banyak dan desa di atas kepentingan individu atau golongan. 3. Prinsip anti-dominasi. Dalam musyawarah, tidak boleh ada individu/kelompok yang mendominasi sehingga keputusankeputusan yang dibuat tidak lagi melalui proses musyawarah semua komponen masyarakat secara seimbang. 4. Prinsip keberpihakan. Dalam proses musyawarah, dilakukan upaya untuk mendorong individu dan kelompok yang paling diam untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya, terutama kelompok miskin, perempuan, dan generasi muda 5. Prinsip anti-diskriminasi Semua warga desa memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam menjadi peserta Musrenbang. Kelompok marjinal dan perempuan, juga punya hak untuk menyatakan pendapat dan pikirannya dan tidak boleh dibedakan. 6. Prinsip pembangunan desa secara holistik. Musrenbang desa dimaksudkan untuk menyusun rencana pembangunan desa, bukan rencana kegiatan kelompok atau sektor tertentu saja. Musrenbang desa dilakukan sebagai upaya mendorong kemajuan dan meningkatkan kesejahteraan desa secara utuh dan menyeluruh sehingga tidak boleh muncul egosektor dan egowilayah dalam H a l a m a n 179

menentukan prioritas kegiatan pembangunan desa. Dengan demikian kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) berperan penting dalam menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa menyatakan : Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APBDesa, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa. Menurut Nurcholis (2011 : 85) menyatakan bahwa: Anggaran Belanja dan Pendapatan Desa (APBDesa) adalah rencana keuangan desa dalam satu tahun yang memuat perkiraan pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan, dan rencana pembiayaan yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa. Dengan demikian penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) itu adalah suatu aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintahan desa. Aktivitas itu terdiri dari penyusunan anggaran rutin dan anggaran pembangunan yang berupa rencana operasional tahunan desa yang dijabarkan dan diterjemahkan dalam angka-angka rupiah. Menurut Sukamto (2014:73) penetapan APBDesa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1. Transparansi Transparansi menyangkut keterbukaan pemerintah desa kepada masyarakat mengenai berbagai kebijakan atau program yang ditetapkan dalam rangka pembangunan desa. 2. Akuntabilitas Yaitu kemampuan pemerintah desa mempertanggungjawabkan kegiatan yang dilaksanakan dalam kaitannya dengan masalah pembangunan dan pemerintahan desa. Pertanggungjawaban yang dimaksud terutama menyangkut masalah finansial. 3. Partisipasi masyarakat Menyangkut kemampuan pemerintah desa untuk membuka peluang bagi seluruh komponen masyarakat untuk terlibat dan berperan serta dalam proses pembangunan desa. Hal ini sesuai dengan prinsip otonomi daerah yang menitikberatkan pada peran serta masyarakat. 4. Penyelengaraan pemerintahan yang efektif, dimana penyusunan APBDesa didasarkan pada partisipasi masyarakat. 5. Pemerintah tanggap terhadap aspirasi yang berkembang di masyarakat Yaitu menyangkut kepekaan pemerintah desa terhadap permasalahan yang ada dalam kehidupan masyarakat dan apa yang menjadi kebutuhan serta keinginan masyarakat. 6. Profesional Yaitu keahlian yang harus dimiliki oleh seorang aparatur sesuai dengan jabatannya H a l a m a n 180

Oleh karena itu maka dalam penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) maka peranan musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa sangat penting sehingga pelaksanaanya harus memperhatikan prinsip-prinsip musrenbangdes. C. METODE PENELITIAN Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Lamanya penelitian selama 8 bulan. Teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan, studi lapangan (observasi, wawancara dan angket). Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 95 orang. Teknik analisa data dengan dengan cara menentukan rentang, menentukan persentase, menganalisis tingkat hubungan, menganalisis tingkat pengaruh dan menguji hipotesis dengan uji t. D. PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 1. Pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan desa di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran. diketahui bahwa secara umum musyawarah perencanaan pembangunan desa di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi terlaksana dengan cukup baik namun masih ada beberapa indikator yang belum terlaksana dengan baik. Untuk lebih jelasnya maka penulis uraikan sebagai berikut : a. Prinsip kesetaraan. tentang pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan desa di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi terlaksana dengan cukup baik walaupun masih harus ditingkatkan karena masih kurang baiknya pemberian kesempatan yang sama kepada masyarakat untuk mengikuti musyawarah perencanaan pembangunan desa serta kurangnya Pemerintah desa menanggapi usulanusulan masyarakat yang mewakili masing-masing wilayahnya sehingga belum dapat mengakomodir setiap usulan dari masyarakat. b. Prinsip musyawarah. tentang pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan desa di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi terlaksana dengan cukup baik walaupun masih harus ditingkatkan karena masih kurang baiknya dalam memperhatikan prinsip dalam pelaksanaan musyawarah seperti Pemerintah desa kurang melibatkan tokoh masyarakat dan pemangku kepentingan dalam kegiatan musrenbangdes serta dalam proses pengambilan keputusan kurang didasarkan pada skala prioritas kebutuhan masyarakat. c. Prinsip anti-dominasi. H a l a m a n 181

tentang pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan desa di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi terlaksana dengan cukup baik walaupun masih harus ditingkatkan karena masih kurang baiknya dalam memperhatikan prinsip anti dominasi dalam pelaksanaan musyawarah yang disebabkan kurangnya memperhatikan kepentingan masyarakat. d. Prinsip keberpihakan. tentang pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan desa di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi terlaksana dengan cukup baik walaupun masih harus ditingkatkan karena Pemerintah desa dalam pelaksanaan musrenbangdes kurang memperhatikan kepentingan masyarakat, selain itu pemerintah desa kurang menerima berbagai saran dan pendapat peserta musrenbangdes. e. Prinsip anti-diskriminasi tentang pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan desa di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi terlaksana dengan cukup baik walaupun masih harus ditingkatkan karena masih kurangnya memperhatikan prinsip anti diskriminasi hal ini dikarenakan pemerintah desa kurang melibatkan semua pemangku kepentingan dalam pelaksanaan musrenbangdes serta Pemerintah desa kurang menerima berbagai masukan dari kaum perempuan dalam pelaksanaan musrenbangdes. f. Prinsip pembangunan desa secara holistik. tentang pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan desa di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi terlaksana dengan cukup baik walaupun masih harus ditingkatkan karena masih kurangnya memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan desa secara holistik hal ini dikarenakan kurangnya komitmen untuk bertanggungjawab pada suksesnya kegiatan yang ditetapkan dalam APBdesa dan kurangnya kemanfaatan bagi masyarakat terkait dengan kegiatan yang ditetapkan dalam APBdesa. 2. Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran. diketahui bahwa Penetapan Anggaran Pangandaran, secara umum sudah dilaksanakan dengan baik walaupun masih harus ditingkatkan dalam pelaksanaanya. Untuk lebih jelasnya penulis uraikan sebagai berikut : 1. Transparansi tentang Penetapan Anggaran H a l a m a n 182

Pangandaran sudah terlaksana dengan baik walaupun masih harus ditingkatkan karena masih kurangnya sosialisasi kegiatan-kegiatan yang akan ditetapkan dalam APBDes dan kurangnya melibatkan semua tokoh masyarakat dalam menetapkan APBDesa. 2. Akuntabilitas tentang Penetapan Anggaran Pangandaran sudah terlaksana dengan baik walaupun masih harus ditingkatkan karena dalam penetapan APBDes kurang mempertimbangkan pada hasil penetapan APBdes tahun sebelumnya serta kurangnya menyampaikan laporan pertanggungjawaban masing-masing kegiatan yang telah dilaksanakan. 3. Partisipasi masyarakat. tentang Penetapan Anggaran Pangandaran sudah terlaksana dengan baik walaupun masih harus ditingkatkan karena dalam masih kurangnya partisipasi masyarakat yang terlihat dari kurangnya keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan serta kurangnya pemerintah desa dalam menerima masukan dari masyarakat terkait dengan proses kegiatan yang dilaksanakan. 4. Penyelengaraan pemerintahan yang efektif, dimana penyusunan APBDesa didasarkan pada partisipasi masyarakat tentang Penetapan Anggaran Pangandaran sudah terlaksana dengan baik walaupun masih harus ditingkatkan karena dalam penyelengaraan pemerintahan yang efektif, dimana penyusunan APBDesa belum didasarkan pada partisipasi masyarakat seperti masih kurangnya kegiatan swadaya dalam setiap kegiatan pembangunan dan kurangnya melibatkan tim ahli dalam menentukan prioritas usulan serta kurangnya peran aktif dari lembaga kemasyarakatan desa. 5. Pemerintah tanggap terhadap aspirasi yang berkembang di masyarakat tentang Penetapan Anggaran Pangandaran sudah terlaksana dengan baik walaupun masih harus ditingkatkan karena masih kurangnya Pemerintah desa tanggap terhadap aspirasi yang berkembang di masyarakat seperti masih kurangnya pemerintah desa dalam melakukan H a l a m a n 183

identifikasi masalah dari setiap sumber potensi serta kurangnya analisa potensi dari masing-masing wilayah. dan teori tersebut menujukkan bahwa adanya ketidaksesuaian dalam melaksanakan penetapan Anggaran (APBDesa), hal ini dikarenakan pemerintah desa kurang tanggap terhadap aspirasi yang berkembang di masyarakat karena kurangnya respon dari pemerintah desa terkait usulan dari masing-masing wilayah. 6. Profesional tentang Penetapan Anggaran Pangandaran sudah terlaksana dengan baik walaupun masih harus ditingkatkan Karena masih professional dalam penetapan APBDes seperti masih kurangnya penentuan prioritas kegiatan yang berdasarkan atas pertimbangan objektif dari kepala dusun. 3. Pengaruh Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa terhadap penetapan Anggaran Pangandaran. diketahui bahwa terdapat pengaruh Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa terhadap penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Pangandaran. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Nurcholis dkk (2009:97) menyatakan bahwa : Musyawarah Perencanaan Pembangunan desa yang selanjutnya disingkat Musrenbangdes adalah forum musyawarah Tahun an stakeholder desa (pihak yang berkepentingan untuk mengatasi permasalahan desanya dan pihak yang akan terkena dampak hasil musyawarah) untuk menyepakati rencana kegiatan Tahun anggaran berikutnya. Dengan demikian maka dalam penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) sebagai instrumen penting yang sangat menentukan dalam rangka perwujudan tata pemerintahan yang baik di tingkat desa maka keberhasilannya ditentukan oleh proses penyusunan dan pertanggungjawaban APBDesa. Oleh karena itu maka perlu adanya pemahaman pada seluruh tahapan pengelolaan APBDesa (penyusunan, pelaksanaan, pertanggungjawaban) memberikan arti terhadap model penyelenggaraan pemerintahan desa itu sendiri. Proses pengelolaan APBDesa yang didasarkan pada prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas akan memberikan arti dan nilai bahwa pemerintahan desa dijalankan dengan baik. APBDesa yang memadai juga dapat mendorong partisipasi warga lebih luas pada proses-proses perencanaan dan H a l a m a n 184

penganggaran pembangunan. APBDesa dapat menjawab partisipasi warga yang bersifat mikro dan mampu ditangani pada level desa. E. KESIMPULAN tentang Pengaruh Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa terhadap Penetapan Anggaran (APBDes) di Desa Karangbenda Pangandaran dapat penulis simpulkan sebagai berikut : 1. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran, sudah dilaksanakan dengan cukup baik sesuai dengan prinsip-prinsip Musrenbang desa menurut Nurcholis dkk (2009:97). Hal ini dibuktikan dengan diperoleh skor rata-rata sebesar 360,6 yang berada pada interval kelas yang termasuk pada kategori tinggi jika dipersentasekan sebesar 75,92 % yang berada pada kategori cukup baik. Begitupula dengan hasil wawancara yang dilakukan penulis bahwa musyawarah perencanaan pembangunan desa yang dilaksanakan masih harus ditingkatkan pelaksanaanya karena masih kurang melibatkan masyarakat sehingga masyarakat kurang memberikan berbagai masukan dalam pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan desa. Begitupula dengan hasil observasi penulis terlihat bahwa dalam keterlibatan masyarakat masih kurang dalam pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan desa hal ini dikarenakan yang diundang dalam kegiatan tersebut hanya tokoh masyarakat saja. 2. Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran sudah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan faktor-faktor yang berpengaruh dalam penetapan APBdes menurut Sukamto (2014:73). Hal ini dibuktikan dengan diperoleh skor rata-rata sebesar 368,1 yang berada pada interval kelas yang termasuk pada kategori baik jika dipersentasekan sebesar 77, 49 % yang berada pada kategori baik. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan diketahui bahwa dalam Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran keterlibatan masyarakat masih kurang walaupun telah dilakukan sosialisasi dalam kegiatan tersebut. Begitupula dengan hasil observasi terlihat bahwa dalam penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) masyarakat kurang dilibatkan sehingga hanya ada sebagian tokoh masyarakat saja. H a l a m a n 185

3. Terdapat pengaruh Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa terhadap penetapan Anggaran (APBDes) di Desa Karangbenda Pangandaran sebesar 78,30% sedangkan 21,70 % adalah faktor lain yang tidak diteliti seperti kepemimpinan kepala desa dan partisipasi masyarakat. Sehingga hipotesis yang diajukan yaitu terdapat pengaruh yang positif musyawarah perencanaan pembangunan desa terhadap penetapan anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), terbukti yang dibuktikan dengan hasil uji hipotesis dengan tingat keyakinan 95 % dengan = 0,5 dan untuk n = 95 maka diperoleh t tabel sebesar 2,000. Karena t hitung sebesar 18,308 > dari t tabel sebesar 2,000. Maka hipotesis Ho ditolak dan Ha diterima. F. DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku : Nurcholis, 2011. Pertumbuhan dan penyelenggaraan pemerintahan desa. Jakarta : penerbit Erlangga. Nurcholis, Dkk. 2009. Perencanaan Partisipatif Pemerintah Daerah. Jakarta. Rochmansjah 2015. Pengelolaan Keuangan Desa.Bandung : Fokus Media. Taliziduhu. 2010. Pembangunan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta Sukamto. 2014. Akuntansi Desa. Jakarta : Salemba Empat Sumber Perundang-Undangan : Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa H a l a m a n 186