BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Bleuler menggunakan istilah skizofrenia, berasal dari kata schism atau schizo yang

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

PENERIMAAN KELUARGA PASIEN SKIZOFRENIA YANG MENJALANI RAWAT INAP NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

EFEKTIVITAS TERAPI GERAK TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan jiwa adalah proses interpesonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2011). mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana. individu tidak mampu mencapai tujuan, putus asa, gelisah,

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN JUMLAH LIMFOSIT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA. Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu mempunyai masalah,

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. dan penarikan diri dari lingkungan (Semiun, 2006). Skizofrenia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah salah satu masalah kesehatan yang masih. banyak ditemukan di setiap negara. Salah satunya adalah negara

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa gangguan jiwa yang terjadi dari tahun ke tahun dan dari. waktu ke waktu akan berdampak negatif pada setiap individu yang

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat serius dan memprihatinkan. Kementerian kesehatan RI dalam

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. juga dengan masyarakat (Maslim, 2002 ; Maramis, 2010). masalah yang mesti dihadapi, baik menggunakan fisik ataupun psikologig

BAB 1 PENDAHULUAN. beraneka ragam gangguan pada alam pikir, perasaan dan perilaku yang. penderita sudah mempunyai ciri kepribadian tertentu.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan Nasional Bangsa Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang. kebutuhan dasar manusia termasuk di bidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. membuat arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. emosional serta hubungan interpersonal yang memuaskan (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan seseorang hidup secara produktif dan harmonis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. terpisah. Rentang sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN GANGGUAN JIWA : PERILAKU KEKERASAN DI BANGSAL SEMBADRA RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. adanya tekanan fisik dan psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang

BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, dan sosialisasi dengan orang sekitar (World Health Organization,

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI BANGSAL AYODYA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan.kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan

BAB I PENDAHULUAN. adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah kondisi maladaptif pada psikologis dan

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG.

Transkripsi:

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Eugen Bleulern (1857-1938) dalam Maramis, dkk (2009) pada tahun 1991 Bleuler menggunakan istilah skizofrenia, berasal dari kata schism atau schizo yang berarti pecah-belah atau bercabang dan kata phren yang berarti jiwa. Hal ini dikarenakan gejala utama yang menonjol pada penyakit skizofrenia yaitu jiwa yang terpecah-belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Angka kasus gangguan jiwa skizofrenia tidak memiliki anggka pasti. Data dari WHO menemukan, prevalensi penderita skizofrenia dunia sekitar 0,2% hingga 2%, Sedangkan prevalensi kemunculan kasus setiap tahun sekitar 0.01%. Pada laki-laki mulai umur 18-25 tahun sedangkan pada perempuan mulai umur 26-45 tahun, dan apabila muncul pada usia anak-anak dapat terjadi pada 4-10 anak diantara 10.000 anak. Untuk wilayah Asia, di China menyatakan 6.71 per 1000 orang yang tinggal di kota dan 4.13 per 1000 orang yang tinggal di pedalaman menderita skizofrenia. Diperkirakan 4,5 juta jiwa mengalami gagguan jiwa di China dan 90% diantaranya tinggal bersama keluarga (Cheng et al,1998 dalam Zheng et al,2003). Skizofrenia cukup luas dialami di Indonesia, sekitar 99% pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa di seluruh Indonesia adalah mengalami skizofrenia (Sosrosumiharjo,2000 dalam Arif,2006). Selanjutnya Prabandi (2003) menambahkan bahwa prevalensi penderita skizofrenia yang terjadi di indonesia dapat diperkirakan 1

2 berkisar 1 per mil. Prevalensi penderita gangguan jiwa skizofrenia di Indonesia berada pada 0,3% sampai 1 %. Kemunculan skizofrenia dapat terjadi pada kisaran usia 15 sampai 45 tahun. Namun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada usia lebih muda. Seperti halnya kasus yang sudah pernah ditemukan pada usia 11 sampai 12 tahun sudah menderita skizofrenia. Bila dikatakan Jumlah penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka dapat diperkirakan sebanyak 2 juta jiwa penduduk Indonesia menderita skizofrenia yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia termasuk didalamnya provinsi jawa tengah khususnya Surakarta. Hal tersebut diperkuat oleh Alma Lucyati (2012) yang menyatakan bahwa angka rata-rata nasional untuk provinsi-provinsi di Jawa prevalensi gangguan jiwa sebesar 11,6% atau sekitar 19 juta jiwa mengalami gangguan jiwa (Depkes,2009). Skizofrenia masih di anggap sebagai penyakit memalukan, menjadi aib baik bagi penderita maupun pihak keluarga. Persepsi masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa masih negatif dan dipandang sebelah mata. Masyarakat menganggap penderita gangguan jiwa adalah sampah sosial, dihina dan dicaci maki, serta tidak jarang penderita mendapatkan perlakuan yang tidak selayaknya didapatkan oleh manusia. Hal demikianlah yang mengakibatkan masih maraknya keluarga penderita skizofrenia yang memilih untuk melakukan pemasungan terhadap anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa bahkan mereka melakukan pemasungan ditempattempat yang jauh dari rumah atau memilih untuk mengasingkan dengan berbagai

3 alasan dari pihak keluarga. Angka kasus pemasungan terhadap gangguan jiwa berat di Indonesia mencapai 18.800 (Sindo,11 Oktober 2011). Data yang diperoleh berdasarkan wawancara pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Umum Daerah DR. Soeroto Ngawi terungkap bahwa 30 dari 40 pasien skizofrenia yang menjalani rawat inap sudah merasakan dipasung oleh keluarga pasien rata-rata 1 sampai 5 tahun dengan alasan perilaku pasien skizofrenia yang menganggu keluarga maupun lingkungan sekitar, sebelum akhirnya dirawat di bangsal kejiwaan Rumah Sakit Umum Daerah DR. Soeroto Ngawi. 75%- 85% dari total 40 pasien skizofrenia yang sudah menjalani rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah DR. Soeroto Ngawi tidak mendapatkan perhatian dari keluarga. Setelah dua minggu sampai satu bulan pertama pasien skizofrenia menjalani rawat inap, intensitas keluarga yang menjenguk sudah mulai berkurang atau bahkan tidak pernah mengunjungi anggota keluarga yang mengalami skizofrenia. Keluarga terkesan meninggalkan begitu saja anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah DR. Soeroto Ngawi. Tidak jarang pihak Rumah Sakit Umum Daerah DR. Soeroto Ngawi kesulitan menghubungi keluarga pasien skizofrenia yang menjalani rawat inap. Dikarenakan keluarga tidak bersedia melengkapi berkas administrasi,menjelaskan riwayat penyakit dan perawatan yang sudah dilakukan sebelumnya serta menyatakan keberatan mengisi seluruh data-data yang tercantum dalam formulir dengan alasan mengisi data pasien skizofrenia sama halnya dengan menunjukkan aib keluarga,

4 maka tidak jarang data-data yang diperoleh pihak Rumah Sakit Umum Daerah DR. Soeroto Ngawi bukan merupakan data yang sebenarnya. Hal tersebut dimungkinkan terjadi di Rumah Sakit Umum yang memiliki bangsal kejiwaan maupun Rumah Sakit Jiwa di seluruh Indonesia. Termasuk di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta yang memiliki kenaikan angka kejadian skizofrenia pada dua tahun terakhir yaitu pada tahun 2011 jumlah pasien skizofrenia sebanyak 2.572 pasien, sedangkan pada tahun 2012 jumlah pasien skizofrenia mencapai 2.860 pasien. Sebagian besar pasien skizofrenia yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta yaitu 75% dari total pasien 2.860 pasien diantaranya sudah tidak mendapatkan kunjungan keluarga secara intensif maupun berkala. Berdasarkan 20 besar diagnose yang dilakukan RSJD Surakarta pada tahun 2012 terhadap pasien gangguan jiwa rawat inap yang termasuk didalamnya adalah skizofrenia dengan berbagai jenis, diantaranya sebanyak 21 skizofrenia katatonik, 48 skizofrenia residual, 78 skizofrenia hebefrenik, 519 skizofrenia paranoid, 645 skizofrenia tak terinci, dan 914 pasien dengan skizofrenia lainnya. Usia pasien yang mengalami skizofrenia antara 5 tahun sampai 60 tahun. Dengan latar belakang pendidikan terakhir pasien gangguan jiwa diantaranya tidak sekolah, SD, SMP, SMA, dan D3/PT. Sedangkan berdasarkan pekerjaan pasien RSJD Surakarta mengelompokkan berdasarkan jenis pekerjaan tertentu yaitu diantaranya TNI, PNS, Swasta, Tani, Buruh, dan tidak kerja (Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun 2012).

5 Penolakan atau kurangnya penerimaan keluarga terhadap pasien skizofrenia yang menjalani rawat inap baik di Rumah Sakit Umum maupun Rumah Sakit Jiwa masih menjadi salah satu permasalahan yang terdapat dalam penanganan pasien skizofrenia, selain permasalahan yang umum dialami oleh keluarga pasien skizofrenia seperti keterbatasan fasilitas dan layanan kesehatan, kendala biaya, akses informasi yang terbatas dan lain sebagainya. Penerimaan keluarga merupakan suatu efek psikologis dan perilaku dari keluarga pada pasien skizofrenia yang bisa ditunjukkan melalui kepedulian, kelekatan, dukungan dan pengasuhan dimana keluarga dapat memberikan perawatan yang dibutuhkan oleh anggota keluarganya yang mengalami skizofrenia sebagai wujud dari rasa kekeluargaan, dan salah satu wujud ekspresi penerimaan keluarga atas keberadaan pasien skizofrenia di dalam keluarga (Elizabeth B.Hurlock,2001). Berdasarkan jurnal penelitian mengenai skizofrenia, memperkirakan bahwa 65%-75% dari penderita skizofrenia hidup dalam keluarga, dan keluarga yang memilih untuk membiarkan penderita skizofrenia tinggal bersama (Khodabakhshi Koolaee,2008). Pilihan keluarga untuk merawat dan tinggal bersama pasien skizofrenia akan menimbulkan permasalahan yang akan dialami oleh seluruh anggota keluarga. Perubahan yang dapat memicu munculnya stress pada keluarga antara lain gejala skizofrenia yang mengganggu, perubahan rutinitas dan aktivitas seluruh anggota keluarga sehari-hari, ketegangan hubungan keluarga dengan lingkungan sosial, kehilangan dukungan sosial, berkurangnya waktu luang dan kondisi keuangan yang memburuk (Stengard,2003).

6 Selain Keluarga harus dapat menangani stress akibat perubahan perilaku yang dialami oleh anggota keluarga yang mengalami skizofrenia, tidak jarang keluarga mengalami ketakutan. Ketakutan tersebut berupa stigma masyarakat terhadap keluarganya, penilaian terhadap individu yang mengalami skizofrenia beserta keluarganya yang dapat mempengaruhi hubungan dengan tetangga dan teman-teman. Ketakutan terhadap Stigma sosial dapat membuat anggota keluarga menjauhkan diri dari penderita skizofrenia. Walaupun dengan tindakan tersebut keluarga merasa tidak nyaman dan bahkan muncul rasa bersalah (lefley 1989 dalam Koolaee et al, 2009). Penderita skizofrenia yang tinggal di asrama atau tinggal bersama saudara kandung memiliki resiko kekambuhan yang lebih kecil dibandingkan dengan penderita skizofrenia yang tinggal bersama orang tua atau pasangan nya. Keterlibatan keluarga dalam merawat penderita skizofrenia dapat mengurangi resiko kekambuhan selama 2 tahun (Pharoah et al,2003 dalam Zheng et al,2005). Dengan demikian Skizofrenia tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu penderitanya, tetapi juga bagi orang-orang yang berada disekitar penderita skizofrenia. Dalam hal ini keluargalah yang paling merasakan dampak dari hadirnya skizofrenia ditengah-tengah keluarga mereka. dr. Darmadi dari klinik Dharma Mulia Surabaya mengungkapkan bahwa pasien membutuhkan perhatian masyarakat, terutama dari keluarga penderita skizofrenia sendiri. Selain permasalahan tingginya biaya perawatan yang dibutuhkan penderita skizofrenia, hampir 70% penderita adalah pasien di RSJ secara manahun. Akibatnya, kehadiran penderita cenderung dirasakan sebagai beban keluarganya. (Kompas, 30 Agustus 2000).

7 Selain uraian permasalahan diatas peneliti juga mengalami kendala dalam mencari sumber referensi pendukung dalam penelitian ini. Hal ini di karenakan minimnya penelitian terdahulu yang mengkaji tentang penerimaan keluarga pada penderita skizofrenia, serta keterbatasan sumber literatur yang membahas mengenai penerimaan keluarga, terutama penerimaan keluarga yang memiliki anggota keluarga mengalami skizofrenia. Berdasarkan uraian latar belakang diatas peneliti bermaksud mengkaji rumusan masalah dalam penelitian ini diantaranya :apa saja permasalahan yang dihadapi keluarga skizofrenia yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta?; bagaimanakah proses penerimaan keluarga terhadap pasien skizofrenia yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta?. Berdasarkan rumusan masalah diatas penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul Penerimaan Keluarga Terhadap Pasien Skizofrenia Yang Menjalani Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. B. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk memahami permasalahan yang dihadapi oleh keluarga dalam menerima pasien skizofrenia yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. 2. Untuk mendiskripsikan proses penerimaan yang dilakukan oleh keluarga terhadap pasien skizofrenia yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

8 C. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang dapat diterapkan dari hasil penelitian ini diantaranya: 1. Manfaat bagi keluarga pasien skizofrenia. Menumbuhkan kesadaran keluarga pasien skizofrenia akan pentinnya penerimaan dan berperan aktif keluarga dalam mempercepat proses penyembuhan pasien. 2. Instansi Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Melalui hasil penelitian yang menggambarkan penerimaan keluarga pasien skizofrenia yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit jiwa Daerah Surakarta, diharap dapat memberikan wacana pihak Rumah Sakit jiwa Daerah Surakarta dalam mengevaluasi kebijakan yang sudah diterapkan maupun dalam pengambilan kebijakan baru, terutama pada program rehabilitasi yang melibatkan keluarga pasien seperti, ketentuan mengenai waktu dan frekuensi membesuk, fasilitas penunjang untuk ineraksi keluarga dengan pasien dan melibatkan keluarga pasien dalam proses penyembuhan. Selain itu juga dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk seluruh praktisi kesehatan maupun praktisi psikologi dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, sehingga dapat mengoptimalkan keberadaan keluarga yang membesuk pasien skizofrenia dalam proses psikoterapi pasien skizofrenia yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. 3. Institusi pendidikan. Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembaharuan pengetahuan dalam bidang psikologi klinis, psikologi keluarga maupun psikologi abnormal

9 terutama terkait dengan penerimaan keluarga pada individu yang mengalami skizofrenia, diharapkan pula hasil penelitian ini dapat memberikan ide-ide baru praktisi psikologi maupun peneliti untuk melakukan penelitian untuk memahami keluarga lebih lanjut, atau pengembangan tema dari penelitian ini.