GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 19 TAHUN 2018 TENTANG PENANGGULANGAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN IODIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya peningkatan kualitas dan kesehatan masyarakat, diperlukan penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium secara terpadu, terprogram dan berkesinambungan; b. bahwa penanggulangan gangguan akibat kekurangan iodium, perlu dilakukan secara cepat, efektif, dan efisien dengan melibatkan peran serta masyarakat; c. bahwa untuk menjamin kepastian hukum dalam pelaksanaan penanggulangan gangguan akibat kekurangan iodium, perlu kebijakan daerah dalam bentuk pengaturan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium; Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau sebagai Undang-Undang ( Lembaran
- 2 - Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT dan GUBERNUR SUMATERA BARAT
- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENANGGULANGAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN IODIUM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Provinsi Sumatera Barat. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. 3. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Barat. 4. Iodium adalah unsur kimia bukan logam berbentuk kristal yang diperlukan oleh tubuh untuk sintesis hormon tiroid yang berperan penting dalam metabolisme di dalam sel. 5. Garam beriodium adalah garam konsumsi yang komponen utamanya Natrium Khlorida (NaCl) dan mengandung senyawa iodium (KIO3) melalui proses iodisasi serta memenuhi SNI). 6. Garam Tidak Beriodium adalah garam bahan baku industri yang tidak melalui proses yodisasi dan tidak sesuai Standard Nasional Indonesia Nomor 01-3556-2000. 7. Produsen garam adalah setiap orang, pelaku usaha atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang melakukan kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas kembali, dan/atau mengubah bentuk barang. 8. Petani Garam adalah orang yang terlibat langsung dalam kegiatan proses pembuatan garam dari penguapan dan/atau perebusan air laut menjadi garam sebagai bahan baku. 9. Distributor garam adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang melakukan kegiatan mengangkut, mengedarkan dan memperjualbelikan garam. 10. Pengecer Garam adalah orang/pemilik toko yang menjual barang/jasa ditujukan kepada konsumen terakhir untuk dikonsumsi.
- 4-11. Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SNI adalah Standar yang ditetapkan oleh lembaga yang menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang Standarisasi. 12. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium yang selanjutnya disingkat GAKI adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh menderita kekurangan zat iodium secara terus menerus dalam waktu yang lama. 13. Penanggulangan GAKI adalah upaya yang dilakukan dalam rangka meningkatkan produksi, distribusi dan konsumsi garam beriodium pada masyarakat. 14. Pengolahan garam beriodium adalah proses pencucian dan iodisasi, yang menghasilkan garam beriodium yang memenuhi Standar Nasional Indonesia. 15. Pemantauan adalah pemantauan produksi, peredaran garam dan konsumsi garam beriodium. 16. Tim Koordinasi Penanggulangan GAKI adalah tim terpadu yang dibentuk oleh Gubernur untuk mengkoordinasikan kebijakan, program dan kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan GAKI di Provinsi Sumatera Barat. Pasal 2 Penanggulangan GAKI dilaksanakan berdasarkan asas: a. manfaat; b. kebersamaan; c. keadilan; d. keberlanjutan; e. kemandirian; dan f. kepastian hukum. Pasal 3 Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam melindungi masyarakat dari resiko GAKI. Pasal 4 Peraturan Daerah ini bertujuan untuk menjadi panduan bagi Pemerintah Daerah dalam :
- 5 - a. meningkatkan kualitas dan kuantitas garam beriodium untuk konsumsi masyarakat; b. melakukan pembinaan terhadap petani garam, produsen, distributor dan pengecer; c. melakukan pembinaan terhadap masyarakat dalam menggunakan dan mengkonsumsi garam beriodium; d. melakukan pengawasan terhadap produksi dan peredaran garam di pasaran; e. memberikan pedoman dalam menjamin kepastian hukum penanggulangan GAKI di Daerah; dan f. mencegah dampak akibat kekurangan Iodium pada masyarakat terutama pada kelompok rentan yaitu anak dan ibu hamil. Pasal 5 Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi : a. tanggung jawab Pemerintah Daerah; b. produksi garam beriodium; c. pencegahan peredaran garam tidak beriodium; d. pemantauan produksi, peredaran dan konsumsi garam beriodium; e. koordinasi penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium; f. peran serta masyarakat dan produsen; g. pembinaan dan pengawasan; h. larangan dan kewajiban; i. sanksi; j. pembiayaan; dan k. ketentuan penutup. Pasal 6 (1) Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab dalam penanggulangan GAKI. (2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. menyusun kebijakan tentang penanggulangan GAKI mulai dari aspek produksi, distribusi dan konsumsi garam beriodium; b. fasilitasi pengembangan kemitraan dengan seluruh pemangku kepentingan dalam penanggulangan GAKI;
- 6 - c. koordinasi pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan penanggulangan GAKI dengan pemerintah Kabupaten/Kota dan pihak terkait termasuk pelarangan garam tidak beriodium dan garam beriodium yang tidak memenuhi SNI; d. koordinasi pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan penanggulangan GAKI di kabupaten/kota; e. mendorong pemerintah Kabupaten/Kota untuk menetapkan Peraturan Daerah tentang Penanggulangan GAKI; dan f. melakukan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk terjaminnya ketersediaan garam beriodium di Daerah. BAB II PRODUKSI GARAM BERIODIUM Pasal 7 Produksi garam dilakukan oleh : a. Petani Garam; dan b. Produsen garam. Pasal 8 (1) Petani Garam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dalam melakukan produksi garam harus melalui tahapan : a. proses pencucian; b. penirisan atau pengeringan;dan c. penggilingan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tahapan produksi garam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 9 (1) Produsen garam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, wajib memproduksi garam beriodium sesuai dengan SNI dan izin edar. (2) Produsen garam dalam memproduksi garam beriodium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi : a. sarana prasarana produksi garam sesuai dengan standar keamanan pangan yang berlaku;
- 7 - b. proses cara produksi garam yang baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. pengujian kadar iodium terhadap produk garam sebelum dipasarkan; dan d. pengemasan dan pelabelan garam beriodium sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 (1) Garam beriodium dan garam tidak beriodium yang beredar di Daerah wajib dikemas dan diberi label sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai label garam beriodium sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Gubernur. BAB III PENCEGAHAN PEREDARAN GARAM TIDAK BERIODIUM Pasal 11 (1) Pencegahan peredaran garam yang tidak beriodium, dilakukan dalam bentuk: a. pendampingan/bimbingan teknis kepada produsen garam beriodium mengenai produksi, manajemen dan pemasaran serta penyediaan iodium yang terdapat pada senyawa KIO3; b. sosialisasi peraturan perundang-undangan di bidang produksi dan peredaran garam kepada pelaku usaha; c. pendidikan dan pelatihan bagi aparatur Pemerintah Daerah dan produsen garam terkait peningkatan kualitas dan kuantitas garam beriodium; dan d. peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai garam beriodium. (2) Materi bimbingan teknis, sosialisasi serta pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. manfaat dan pentingnya iodium bagi kesehatan manusia; b. ciri-ciri garam beriodium; c. cara menyimpan dan menggunakan garam beriodium di tingkat rumah tangga; dan
- 8 - d. dampak kekurangan iodium bagi kesehatan manusia. (3) Bimbingan teknis dan sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Perangkat Daerah yang mempunyai tugas dalam urusan pemerintahan bidang kesehatan. (4) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh Badan yang mempunyai tugas dalam urusan pemerintahan di bidang pengembangan sumber daya manusia aparatur. BAB IV PEMANTAUAN PRODUKSI, PEREDARAN, DAN KONSUMSI GARAM BERIODIUM Bagian Kesatu Pemantauan Produksi Garam Beriodium Pasal 12 (1) Pemerintah Daerah melakukan pemantauan terhadap produksi garam beriodium. (2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui : a. pengawasan terhadap kuota masuknya garam ke daerah; b. pengawasan ke lapangan untuk melihat proses pengolahan garam; c. pengawasan ke lapangan terhadap kemasan dan pelabelan; d. pengawasan sarana distribusi pengecer dengan melakukan uji kualitatif (yodina test ); e. sampling dan uji laboratorium terhadap garam yang beredar di pasaran; dan f. evaluasi dan tindak lanjut hasil pemantauan. Bagian Kedua Pemantauan Peredaran Garam Beriodium Pasal 13 (1) Pemerintah Daerah melakukan pemantauan terhadap peredaran garam yang masuk ke Daerah, baik yang beriodium maupun yang tidak beriodium.
- 9 - (2) Pabrik pengolahan garam wajib memberikan laporan secara berkala kepada Pemerintah Daerah mengenai peredaran garam yang beriodium maupun yang tidak beriodium. Bagian Ketiga Pemantauan Konsumsi Garam Beriodium Pasal 14 (1) Pemerintah Daerah melakukan pemantauan konsumsi garam beriodium. (2) Pemantauan konsumsi garam beriodium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan : a. mempersiapkan sarana dan prasarana untuk pemeriksaan iodium pada individu dan rumah tangga; dan b. pemberdayaan masyarakat dalam program keluarga sadar gizi. Pasal 15 Pemerintah Daerah dalam melakukan pemantauan konsumsi garam beriodium berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pasal 16 (1) Pemantauan kosumsi garam beriodium dilakukan dalam bentuk: a. pemantauan konsumsi garam di tingkat rumah tangga paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun; b. pemantauan kadar iodium dalam urine terutama pada ibu hamil, anak usia pendidikan dasar dan wanita usia subur paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun; dan/atau c. melakukan skrining hipothiroid kongenital terhadap bayi baru lahir untuk mengetahui dampak GAKI pada bayi baru lahir. (2) Dalam melakukan pemantauan kosumsi garam beriodium sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Kabupaten/Kota menyampaikan laporan secara tertulis kepada Gubernur melalui perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
- 10 - Pasal 17 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemantauan produksi, pemantauan peredaran dan pemantauan konsumsi garam beriodium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 16 diatur dengan Peraturan Gubernur. BAB V KOORDINASI PENANGGULANGAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN IODIUM Pasal 18 (1) Gubernur membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan GAKI. (2) Tim Koordinasi Penanggulangan GAKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Kepala Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan daerah dan beranggotakan Perangkat Daerah terkait dengan penanggulangan GAKI. (3) Tim Koordinasi Penanggulanngan GAKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pasal 19 Tim Koordinasi Penanggulangan GAKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 mempunyai tugas sebagai berikut: a. merumuskan kebijakan teknis mengenai penanggulangan GAKI di Daerah; b. merumuskan perencanaan program dan kegiatan dalam penanggulangan GAKI di Daerah; c. melakukan sinergisitas kebijakan penanggulang GAKI dengan Pemerintah Kabupaten/Kota; d. melakukan koordinasi penanggulangan GAKI dengan pemerintah Kabupaten/Kota; e. melakukan koordinasi penanggulangan GAKI dengan petani garam dan produsen garam dalam produksi dan peredaran garam beriodium; f. melakukan pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan GAKI; dan g. membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan penanggulangan GAKI di Daerah kepada Gubernur 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.
- 11 - BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT DAN PRODUSEN Pasal 20 (1) Masyarakat dan Produsen garam berperan serta dalam penanggulangan GAKI. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk: a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan proses produksi; b. melakukan pengawasan terhadap peredaran garam; c. melaporkan penyimpangan pelaksanaan program dan/atau kegiatan penanggulangan GAKI kepada Pemerintah Daerah melalui perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan;dan d. melaporkan terjadinya penyimpangan atau kecurangan yang ditemukan dalam produksi dan peredaran garam kepada pihak berwenang. (3) Peran serta Produsen garam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk: a. melaksanakan produksi garam sesuai dengan cara produksi yang baik; b. melaksanakan peredaran garam sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan c. membuat laporan produksi dan peredaran garam kepada perangkat daerah terkait dengan penanggulangan GAKI. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 21 (1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dalam penanggulangan GAKI. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh perangkat daerah terkait dengan penanggulangan GAKI.
- 12 - (3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kepada produsen dan/atau masyarakat melalui kegiatan: a. sosialisasi tentang penanggulangan GAKI; b. koordinasi pelaksanaan penanggulangan GAKI dengan Pemerintah kabupaten/kota, perangkat daerah/lembaga terkait dan produsen garam; c. peningkatan pengetahuan melalui pendidikan dan pelatihan dengan materi pencegahan dan penanggulangan GAKI; dan d. penyediaan informasi terkait dengan penanggulangan GAKI melalui media cetak, media elektronik dan media lainnya. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 22 (1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan dalam penanggulangan GAKI. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh perangkat daerah terkait dengan penanggulangan GAKI. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui monitoring, supervisi dan evaluasi. (4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. BAB VIII LARANGAN DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Larangan Pasal 23 Produsen, distributor dan pengecer dilarang: a. memproduksi, memperdagangkan atau mengedarkan garam konsumsi yang tidak memenuhi persyaratan SNI dan tidak mempunyai izin edar; b. membawa masuk dan/atau keluar daerah garam konsumsi yang tidak memenuhi persyaratan SNI dan tidak mempunyai izin edar; dan/atau
- 13 - c. menggunakan label garam beriodium sesuai SNI untuk garam yang tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 24 (1) Produsen dan distributor garam wajib memiliki izin. (2) Ketentuan mengenai tata cara pemberian izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. BAB IX SANKSI Pasal 25 (1) Setiap produsen, distributor dan pengecer yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Setiap produsen garam yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Setiap produsen dan distributor garam yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 26 (1) Setiap distributor dan pengecer garam yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
- 14 - BAB X PEMBIAYAAN Pasal 27 Pembiayaan untuk pelaksanaan Penanggulangan GAKI di Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sumatera Barat dan sumber dana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat. Ditetapkan di Padang pada tanggal 31 Desember 2018 GUBERNUR SUMATERA BARAT, ttd Diundangkan di Padang pada tanggal 31 Desember 2018 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT, IRWAN PRAYITNO ttd ALWIS LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2018 NOMOR 19 NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT (19-344-2018) NOMOR
- 15 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 19 TAHUN 2018 TENTANG PENANGGULANGAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN IODIUM I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H, mengamanatkan bahwa pelaksanaan pembangunan bangsa merupakan upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh warga negara. Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Oleh karenanya Pemerintah Daerah pun harus berupaya memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang dilaksanakan berdasarkan prinsip non diskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional. Untuk menunjang pencapaian RPJMN bidang kesehatan, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat dalam RPJMD 2016-2021 memiliki misi untuk meningkatkan sumber daya manusia yang cerdas, sehat, beriman, berkarakter dan berkualitas tinggi. Pencapaian misi tersebut dilakukan oleh pemerintah daerah dengan menetapkan strategi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara merata. Strategi yang dilakukan antara lain dengan meningkatkan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, meningkatkan akses pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas. Setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi daerah, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan di daerah. Salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tersebut adalah penanggulangan masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI).
- 16 - Permasalahan GAKI akan berpengaruh pada generasi muda mulai dari gangguan pertumbuhan fisik dan kecerdasan, bahkan dapat menyebabkan kematian saat dalam kandungan atau lahir mati (stillbirth). Saat ini belum ada produk hukum yang mengatur penanggulangan GAKI di Sumatera Barat, khususnya terkait dengan produksi dan peredaran garam beriodium. Hal ini berdampak terhadap sulitnya koordinasi antar pemangku kepentingan dalam memantau dan mencarikan solusi terhadap permasalahan terkait penanggulangan GAKI, khususnya dalam hal pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh produsen dan pengedar garam beriodium. Berdasarkan hal tersebut maka secara sosiologis pembentukan rancangan peraturan daerah tentang penanggulangan GAKI perlu disegerakan agar masalah GAKI tidak mengalami peningkatan dan mengancam kualitas generasi muda masyarakat Sumatera Barat. Berdasarkan hal tersebut di atas, Pemerintah Daerah perlu membuat regulasi yang menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan garam beriodium dengan standar SNI yang benar dapat diakses oleh masyarakat sampai ke pelosok daerah, sehingga Provinsi Sumatera Barat yang bebas dari GAKI dapat diwujudkan, agar kualitas hidup manusia Indonesia pada umumnya dan kualitas manusia Sumatera Barat pada khususnya dapat meningkat dan kesejahteraan juga dapat ditingkatkan. Secara umum Peraturan Daerah ini memuat materi-materi pokok yang disusun secara sistematis sebagai berikut: tanggung jawab pemerintah daerah, produksi garam beriodium, pencegahan peredaran garam tidak beriodium, pemantauan produksi, peredaran, dan konsumsi garam beriodium, koordinasi penanggulangan GAKI, peran serta masyarakat dan produsen, pembinaan dan pengawasan, larangan dan kewajiban serta sanksi. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas
- 17 - Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan manfaat adalah segala upaya dalam penanggulangan GAKI harus memberikan manfaat sebesar-besarnya demi kepentingan masyarakat. Huruf b Yang dimaksud dengan kebersamaan adalah seluruh pihak harus bersama-sama berbuat untuk menyukseskan dan menyadari pentingnya penanggulangan GAKI didaerah. Huruf c Yang dimaksud dengan keadilan adalah Penanggulangan GAKI harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap masyarakat tanpa kecuali, menekankan pada aspek pemerataan, tidak diskriminatif dan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Huruf d Yang dimaksud dengan keberlanjutan adalah pelaksanaan penanggulangan GAKI merupakan suatu upaya yang dilakukan secara berkesinambungan yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu. Walaupun standar minimal konsumsi sudah dicapai, tetapi upaya penanggulangan GAKI harus tetap dilakukan. Huruf e Yang dimaksud dengan kemandirian adalah Penanggulangan GAKI berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada kearifan lokal Huruf f Yang dimaksud dengan kepastian hukum adalah untuk mewujudkan ketertiban hukum dalam penggunaan iodium, dan menjamin kepastian hukum dalam pelaksanaan penanggulangan GAKI di Sumatera Barat. Pasal 3 Pasal 4
- 18 - Pasal 5 Pasal 6 Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Yang dimaksud dengan pihak terkait seperti perguruan tinggi, organisasi non pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, instansi vertikal yang menjalankan urusan pemerintahan dibidang pengawasan obat dan makanan, dunia usaha, dan lain-lain. Huruf d Huruf e Huruf f Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12
- 19 - Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Huruf a Huruf b Huruf c Yang dimaksud dengan perangkat daerah terkait dengan penanggulangan GAKI adalah perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian dan perdagangan. Ayat (4) Pasal 21 Ayat (1)
- 20 - Ayat (2) Yang dimaksud dengan perangkat daerah terkait dengan penanggulangan GAKI meliputi : a. Perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang perekonomian; b. Perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan; c. Perangkat Daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang sosial; d. Perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian dan perdagangan; e. perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan;dan f. Perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang pangan. Ayat (3) Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 162