BAB I PENDAHULUAN. kapal nelayan Indonesia ke kapal asing di tengah laut yang dilakukan

dokumen-dokumen yang mirip
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115 TAHUN 2015 TENTANG SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL (ILLEGAL FISHING)

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

luas. Secara geografis Indonesia memiliki km 2 daratan dan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk bahan baku industri, kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. 1

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENCURIAN IKAN OLEH KAPAL ASING DIPERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF BERDASARKAN UNDANG-

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ILLEGAL FISHING KORPORASI DALAM CITA-CITA INDONESIA POROS MARITIM DUNIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV. A. Pengaturan Penggunaan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. VMS/(Vessel Monitoring System) dihubungkan dengan Undang-

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Pelanggaran atas

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN

BAB V PENUTUP. Pencegahan Illegal Fishing di Provinsi Kepulauan Riau. fishing terdapat pada IPOA-IUU. Dimana dalam ketentuan IPOA-IUU

PELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING DALAM PASAL 69 AYAT (4) UU NO. 45 TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUNLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2007 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terhadap kekayaan negara maupun transnational crime menunjukkan perkembangan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan

PENENGGELAMAN KAPAL SEBAGAI USAHA MEMBERANTAS PRAKTIK ILLEGAL FISHING

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI)

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN [LN 2004/118, TLN 4433]

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berada diantara 2 (dua) samudera yaitu samudera pasifik dan samudera hindia dan

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP

*15365 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2004 (31/2004) TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

2 Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lem

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/PERMEN-KP/2014 TENTANG USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PENEGAKAN HUKUM PADA TINDAK PIDANA PERIKANAN 1 Oleh: Vianny Andreyna Dirks 2

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Negara Indonesia. Undang Dasar 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum.

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG P E R I K A N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.05/MEN/2008 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Prof. Melda Kamil Ariadno, Ph.D. Fakultas Hukum UI PUSANEV_BPHN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. betapa besar potensi laut sebagai sumber daya alam. Laut tidak saja

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. menggerakkan pembangunan Indonesia. transportasi yang efektif dan efisien serta terpadu antar moda transportasi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Moratorium Perizinan Usaha Perikanan Tangkap

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

III. METODE PENELITIAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 07/MEN/2010 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur

UNDANG-UNDANG REFUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Illegal transhipment adalah proses pemindahan muatan ikan dari kapal nelayan Indonesia ke kapal asing di tengah laut yang dilakukan secara tidak sah. Maksud secara melawan hukum adalah kegiatan tersebut dilakukan tanpa mematuhi prosedur yang ada dalam peraturan perundang undangan, diantaranya mempunyai pelabuhan pangkalan yang sama, pelaksanaan transhipment diawasi oleh pemantau kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan, transmitter vessel monitoring system ( VMS ) dalam kondisi aktif dan dapat dipantau secara online, melaporkan kepada kepala pelabuhan pangkalan sebagaimana tercantum dalam Surat Izin Penangkapan ikan (SIPI) yaitu izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI) yaitu izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan, melaporkan kepada pengawas perikanan di pelabuhan pangkalan sebagaimana tercantum dalam SIPI atau SIKPI, dan mengisi pernyataan pemindahan ikan hasil tangkapan yang ditandatangani oleh masing masing nahkoda kapal dan disampaikan kepada kepala pelabuhan pangkalan. 1 1 Lihat Pasal 69 ayat 2 Permen tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Kegiatan illegal transhipment ini telah merugikan negara Indonesia. Salah satu organisasi yang bergerak dibidang pangan pertanian dunia yaitu Food and Agriculture Orgnization (FAO) mencatat bahwa terdapat rata rata dalam satu dekade terakhir Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp 30 Triliun pertahun karena penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal asing, tingkat kerugian tersebut mencapai 25% dari total potensi perikanan yang dimiliki. 2 Tidak hanya soal kekayaan perikanan, Indonesia juga dirugikan soal pajak atau royalti dari hasil penangkapan ikan, 3 karena adanya penggunaan BBM bersubsidi oleh kapal perikanan. Hak nya diambil namun kewajibannya tidak dilakukan yaitu melaporkan hasil tangkapannya. Terjadinya illegal transhipment dikarenakan Indonesia memiliki perairan laut seluas 5,8 juta km2 ( berdasarkan Konvensi PBB tahun 1982 ), luas tersebut terdiri dari 0,3 juta km2 perairan teritorial, 2,8 juta km2 perairan pedalaman dan kepulauan, 2,7 juta km2 ZEE. 4 Dengan keadaan tersebut Indonesia menyimpan potensi sumberdaya hayati dan non hayati yang melimpah. Potensi tersebut apabila diusahakan secara optimal akan memberikan dampak positif karena meningkatnya devisa negara dari hasil 2 Dikutip dari buku Hukum Laut Indonesia karangan P. Joko Subagyo, oleh Yuli Winiari Wahyuningtyas, Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan Berdasarkan Peraturan Perundang undangan di Indonesia, Jurnal Rechtens, Volume 6, Nomor 7, Juni 2017, hlm. 37. 3 Ulva Arieza, Okezone.com, Selain ikan menteri Susi ungkap kapal ikan asing mencuri solar hingga 70 triliun rupiah, https://economy.okezone.com/read/2018/05/21/320/1900909/selain-ikan-menteri-susi-ungkapkapal-asing-mencuri-solar-subsidi-hingga-rp70-triliun, diakses pada tanggal 19 September 2018. 4 Bernhard Limbong. 2015. Poros Maritim. Margaretha Pustaka. Jakarta, hlm. 1.

ekspor komoditi perikanan laut, meningkatnya gizi khususnya protein hewani bagi rakyat, dan meningkatnya penghasilan/pendapatan nelayan. 5 Namun luasnya lautan Indonesia menjadi peluang dalam kasus pencurian ikan dan dimanfaatkan oleh nelayan serta pengusaha perikanan untuk melakukan illegal transhipment dalam rangka memperkecil biaya produksi perikanan untuk memperoleh keuntungan yang jauh lebih besar. Sehingga pemerintah melarang segala bentuk kegiatan alih muat kapal ditengah laut yang merupakan tindakan perpindahan isi muatan hasil tangkapan berupa ikan dari beberapa kapal penangkap ikan kepada satu kesatuan kapal penampung yang berukuran lebih besar. 6 Larangan ini mendorong agar kapal harus bersandar dahulu di pelabuhan Indonesia sebelum melakukan ekspor, di pelabuhan kapal harus membayar berbagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sampai saat ini pengaturan tentang transhipment yang ada hanya merupakan bagian dari peraturan peraturan tentang perikanan yang disisipkan dalam pasal tertentu mengenai larangan transhipment. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 57 tahun 2014 tentang perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Sebelumnya, dalam Permen No. 30 Tahun 2012 dijelaskan bahwa praktik transhipment 5 Marhaeni Ria Siombo. 2010. Hukum Perikanan Nasional dan Internasional. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, hlm. 2. 6 Nunung Mahmudah. 2015. Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah Perairan Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta, hlm. 84.

atau bongkar muat barang ditengah laut diperbolehkan hanya untuk kapal ikan tuna, namun sekarang Permen tersebut direvisi dengan Permen No. 57 Tahun 2014 yang berisikan tentang larangan transhipment untuk jenis kapal tangkap apapun. Pengaturan lain tentang transhipment terdapat pada pasal 30 dan pasal 41 ayat (3) dan (4) Undang undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Pasal 41 ayat (3) menjelaskan setiap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan harus mendaratkan ikan tangkapan di pelabuhan perikanan yang ditetapkan. Pasal 41 ayat (4) menyatakan : setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan yang tidak melakukan bongkar muat ikan tangkapan di pelabuhan perikanan yang ditetapkan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan izin atau pencabutan izin. 7 Dari pengaturan pasal diatas jelas Indonesia melarang segala bentuk kegiatan transhipment ditengah laut. Namun sampai saat ini kegiatan tersebut masih terjadi. Berdasarkan laporan Satuan Tugas 115 pada tanggal 7 April 2018 adanya kegiatan alih muatan dari kapal ikan Indonesia ke kapal ikan asing berbendera Filipina di wilayah perairan Sulawesi Utara, ikan tersebut akan dibawa ke pelabuhan Malapatan Filipina. 8 Tidak hanya itu, modus lain yang digunakan adalah kapal asing tersebut memperalat nelayan Indonesia dan menunggu di luar wilayah, lalu ikan-ikan tersebut dipindahkan ke kapal yang lebih besar, ini diduga 7 Lihat pasal 41 UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. 8 Fadhly Fauzi. detikfinance. Kapal Filipina diciduk di Perairan Sulawesi, http://fadhly- Fauzi-Rachman.detikFinance.com/2018/11/2-Kapal-Filipina-diciduk-diPerairan-Sulawesi. Diakses pada 22 September 2018.

karena Indonesia mempunyai masalah dengan aparat penegak hukum di laut. Tingkat koordinasi antar lembaga dalam pengamanan laut masih belum berjalan maksimal, masih terjadi tumpang tindih kewenangan antara aparat penegak hukum di laut. Kejahatan illegal transhipment dapat ditindaklanjuti oleh Satuan tugas (satgas) seperti yang diatur dalam Peratuan Presiden Republik Indonesia Nomor 115 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal. Pasal 2 menjelaskan: satgas bertugas mengembangkan dan melaksanakan operasi penegakan hukum dalam upaya pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah laut yurisdiksi Indonesia secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil dan peralatan operasi, meliputi kapal, pesawat udara, dan teknologi lainnya yang dimilki oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Badan Keamanan Laut, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, PT Pertamina, dan institusi terkait lainnya. 9 Semua instansi diatas mempunyai tugas masing masing dalam memberantas segala kejahatan di laut, terutama adalah Badan Keamanan Laut. Bakamla lahir atas dasar amanat Undang undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, kemudian diikuti dengan terbitnya Peraturan Presiden (PP) Nomor 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengejaran seketika, memberhentikan, memeriksa, menangkap, membawa, dan menyerahkan kapal ke instansi terkait yang berwenang untuk pelaksanaan proses hukum lebih lanjut dan mengintegrasikan sistem informasi keamanan dan Fishing. 9 Lihat pasal 2 Perpres No. 115 Tahun 2015 tentang Satgas Pemberantasan Illegal

keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia. 10 Tumpang tindih kewenangan tersebut karena persoalan koordinasi antara lembaga tersebut. Adanya ego sektoral yakni kesombongan masing masing lembaga, karena keterbatasan alat, perilaku yang tidak taat hukum, karena aspek bisnis dari kegiatan transhipment yang dilakukan oleh perusahaan besar atau karena belum memadainya peraturan perundang undangan saat ini sehingga membuat kegiatan illegal trashipment di laut Indonesia masih terjadi. Secara filosofis illegal transhipment melanggar konsep kedaulatan yang terkait dengan suatu pemerintahan yang memiliki kendali penuh urusan dalam negerinya sendiri dalam suatu wilayah atau batas teritorial atau geografisnya, dan dalam konteks tertentu terkait dengan berbagai organisasi atau lembaga yang memiliki yurisdiksi hukum sendiri. Pasal 2 ayat (1) Konvensi Hukum Laut 1982 disebutkan : kedaulatan suatu Negara pantai, selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya, dan dalam hal suatu Negara kepulauan dengan perairan kepulauannya, meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya yang dinamakan laut teritorial. 11 Jadi, norma tentang larangan transhipment sudah ada dan aparat penegak hukum juga sudah ada, mengapa illegal transhipment di laut Indonesia masih terjadi? Atas dasar permasalahan itulah menarik perhatian 10 Lihat pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden RI No. 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut. 11 Lihat Pasal 2 ayat (1) Konvensi Hukum Laut 1982.

dan minat penulis untuk meneliti illegal transhipment hasil penangkapan ikan oleh kapal asing di ZEE Indonesia. B. Rumusan Masalah Untuk menjawab permasalahan penulisan ini, maka dibuat pertanyaan yaitu: 1. Mengapa illegal transhipment hasil penangkapan ikan di ZEE Indonesia masih terjadi? 2. Upaya hukum apa yang dilakukan Indonesia dalam mencegah illegal transhipment? C. Tujuan penelitian Berdasarkan pertanyaan penulis, tujuan penelitian adalah : 1. Untuk mengetahui alasan terjadi illegal transhipment hasil penangkapan ikan di ZEE Indonesia 2. Untuk mempresentasikan ide baru tentang upaya hukum yang dilakukan Indonesia dalam mencegah illegal transhipment D. Manfaat Penelitian Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik bagi perkembangan ilmu hukum itu sendiri maupun dapat diterapkan dalam praktiknya. Manfaat yang diharapkan dalam penulisan hukum ini adalah manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat teoritis a. Untuk menambah ilmu pengetahuan, memperluas cakrawala dan berfikir penulis serta melatih kemampuan dalam melakukan penelitian hukum dan menuangkannya dalam bentuk tulisan b. Sebagai bahan dan sumber literatur dalam memperluas pengetahuan, khususnya mengenai illegal transhipment hasil penangkapan ikan di ZEE Indonesia c. Memberikan kontribusi ilmiah mengenai pengaturan internasional dan nasional tentang illegal transhipment 2. Manfaat praktis Untuk menyelesaikan tugas akhir perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Andalas. Penulis berharap hasil penelitian ini juga dapat menjadi acuan bagi penelitian para praktisi hukum dan aparat penegak hukum yang berkaitan dengan hukum laut internasional maupun nasional sehingga dapat memajukan perkembangan hukum kelautan di Indonesia. E. Metode Penelitian Untuk mencapai tujuan dari penelitian hukum ini digunakan metode penelitian untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan peneliti seperti yang telah diuraikan di atas untuk mendapatkan kebenaran ilmiah. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian hukum yuridis normatif. 12 hlm. 43. 12 Bambang Sunggono. 1996. Metode Penelitian Hukum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta,

1. Metode Pendekatan Sesuai dengan permasalahan diatas, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang melihat permasalahan illegal transhipment mulai dari latar belakang sampai penutup dengan menjadikan norma hukum yang ada sebagai acuan. Menurut Burhan Ashshofa dalam buku Metode penelitian hukum, metode penelitian yuridis normatif atau yang sering dikenal dengan istilah legal research merupakan penelitian yang melibatkan study kepustakaan untuk menemukan inventarisasi hukum positif untuk menemukan asas dan dasar dasar falsafah hukum positif, perbandingan, sejarah serta penemuan hukum in concerto menggunakan literature, buku buku referensi, dan lain sebagainya. 13 2. Jenis Data Berdasarkan permasalahan diatas jenis data yang diperlukan oleh penulis adalah sumber data sekunder yaitu data yang didapatkan melalui penelitian melalui buku dan sumber hukum. 14 Penulis memperoleh data sekunder melalui bahan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. a. Bahan hukum primer, yaitu data data yang diperoleh dari hasil penelitian melalui buku buku, instrument hukum yaitu perjanjian internasional dan peraturan perundang - undangan, dan bahan bacaan lainnya yang berhubungan 13 Burhan Ashshofa. 2013. Metode Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta, hlm. 13. 14 Roni Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum. Ghalia Indonesia. Jakarta, hlm. 42.

dengan penelitian penulis. 15 Instrumen hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1) Konvensi Hukum Laut 1982 2) Undang undang No 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi Indonesia terhadap Konvensi Hukum Laut 1982 3) Undang undang No. 5 Tahun 1983 tentang ZEE Indonesia 4) Undang undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan 5) Undang undang No. 31 Tahun 2004 jo UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan 6) Undang undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia 7) Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 115 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal 8) Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai data primer, seperti hasil hasil penelitian, Peraturan Menteri, Putusan Lembaga Yudikatif, dan lain sebagainya. 15 Ibid, hlm. 46.

c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yakni bahan bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder. Contohnya Kamus, Ensiklopedia dan lain lain. 3. Teknik Pengumpulan Data dan Pegolahan Data Dalam mendapatkan data primer, penulis melakukan pengumpulan data dengan cara study dokumen yang dilakukan dibeberapa perpustakaan, diantaranya : a. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas b. Perpustakaan Universitas Andalas c. Perpustakaan Umum Daerah Sumatera Barat Selain dibeberapa perpustakaan, penulis juga melakukan pengumpulan data melalui web sourching, global study on Illegal transhipment, dan lain sebagainya. 4. Analisis Data Setelah data dikumpulkan dari lapangan dengan lengkap, maka tahap berikutnya adalah mengolah dan menganalisis data secara kualitatif. Analisis data kualitatif merupakan pengkajian terhadap hasil pengolahan data yang dituangkan secara kuantitatif, selanjutnya digunakan untuk menelaah persoalan yang ada dalam tulisan ini. Metode analisis Kualitatif memberikan hasil berupa data deskriptif analisis yang memudahkan dalam memahami

gejala yang akan diteliti baik yang bersumber dari norma dan atau opini ahli. 16 16 Soerjono Soekanto. 2014. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta, hlm. 250.