PERATURAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 201/PMK.06/2010 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 201/PMK.06/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 201/PMK.06/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/PMK.06/2014 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2 dengan membentuk penyisihan piutang tidak tertagih dengan terlebih dahulu dilakukan penetapan kualitas piutang; d. bahwa Piutang Eks Badan Penyehata

-3- BAB I KETENTUAN UMUM

2017, No tentang Kebijakan Akuntansi Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak atas Informasi Cuaca untuk Penerbangan pada Badan Meteorologi, Klima

BUPATI POLEWALI MANDAR

SALINAN KEBIJAKAN AKUNTANSI PIUTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 259/PMK.05/2014 TENTANG

2016, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lem

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/ 26 /PBI/2011 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 277/PMK.05/2014TENTANG RENCANA PENARIKAN DANA, RENCANA PENERIMAAN DANA, DAN PERENCANAAN KAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 235/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BADAN LAINNYA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 265/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BELANJA LAIN-LAIN

BAB VI KEBIJAKAN AKUNTANSI PIUTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuang

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Piutang Negara

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 264/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BELANJA SUBSIDI

KEBIJAKAN AKUNTANSI KAS DAN SETARA KAS

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 183 TAHUN 2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 28/PMK.05/2010 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN PENERUSAN PINJAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN UTANG BEA MASUK, BEA KELUAR,

2017, No pengelola penerimaan negara bukan pajak panas bumi diatur secara terpisah di dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri; c. bahwa un

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 274/PMK.04/2014 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/24/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran TA 2013 dan 2012 dapat disajikan sebagai berikut:

2016, No Subsidi Bunga untuk Kredit Usaha Rakyat; c. bahwa sehubungan dengan implementasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.05/2015 tent

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 214/PMK.05/2013 TENTANG BAGAN AKUN STANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR Proses Pelaporan Keuangan Urutan siklus akuntansi menurut Indra Bastian (2005) adalah sebagai berikut:

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

Realisasi Belanja Negara pada TA 2014 adalah senilai Rp ,00 atau mencapai 90,41% dari alokasi anggaran senilai Rp ,00.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PACITAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PIUTANG PEMERINTAH DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1 of 5 18/12/ :41

1 of 6 18/12/ :41

2011, No Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 233/PMK.05/2011 TENTANG

KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 11 AKUNTANSI PIUTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92/PMK.05/2011 TENTANG RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN SERTA PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM

TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Pengelolaan. Pinjaman. Badan Layanan Umum.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 92/PMK.05/2011 TENTANG RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN SERTA PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kementerian Keuangan. Keuangan. Kas.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 272/PMk.05/2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.349, 2010 KEMENTERIAN KEUANGAN. Fasilitas Likuiditas. Pembiayaan Perumahan. Pedoman.

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanju

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN AKUNTANSI KEUANGAN NEGARA

228/PMK.05/2010 MEKANISME PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 63/PMK.05/2010 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ATAS BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 130/PMK.05/2010 TENTANG

C. PENJELASAN ATAS POS- POS NERACA

2016, No Investasi pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam huruf a, belum memuat pengaturan penyelesaian pi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 213/PMK.04/2008

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB XV TATA CARA PENGINTEGRASIAN LAPORAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DALAM LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI.

C.3 Kas Lainnya dan Setara Kas Saldo Kas Lainnya dan Setara Kas per tanggal 30 Juni 2015 dan 2014 masingmasing

SMK-SMAK MAKASSAR Laporan Keuangan

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 201/PMK.06/2010 TENTANG KUALITAS PIUTANG KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PIUTANG TIDAK TERTAGIH

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 201/PMK.06/2010 TENTANG KUALITAS PIUTANG KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PIUTANG TIDAK TERTAGIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, laporan keuangan pemerintah menggunakan basis akrual untuk pengakuan aset; b. bahwa aset berupa piutang di neraca harus terjaga agar nilainya sama dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value); c. bahwa untuk menyajikan piutang kementerian negara/lembaga dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan, diperlukan penyesuaian dengan membentuk penyisihan piutang tidak tertagih berdasarkan penggolongan kualitas piutang; d. bahwa ketentuan mengenai kualitas piutang kementerian negara/lembaga dan pembentukan penyisihan piutang tidak tertagih selama ini belum diatur dalam peraturan perundangundangan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Kualitas Piutang Kementerian Negara/Lembaga dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak

Tertagih; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); 4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987); 5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3694) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3760); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4886); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KUALITAS PIUTANG KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PIUTANG TIDAK TERTAGIH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Piutang adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada kementerian negara/lembaga dan/atau hak kementerian negara/lembaga yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. 2. Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.

3. Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara, termasuk instansi vertikalnya. 4. Penyisihan Piutang Tidak Tertagih adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari akun piutang berdasarkan penggolongan kualitas piutang. 5. Kualitas Piutang adalah hampiran atas ketertagihan piutang yang diukur berdasarkan kepatuhan membayar kewajiban oleh debitor. 6. Debitor adalah badan atau orang yang berutang menurut peraturan, perjanjian atau sebab apapun. 7. Restrukturisasi adalah upaya perbaikan yang dilakukan Menteri/Pimpinan Lembaga terhadap Debitor yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya yang meliputi pemberian keringanan hutang, persetujuan angsuran, atau persetujuan penundaan pembayaran. BAB II KUALITAS PIUTANG Pasal 2 1. Penyisihan Piutang Tidak Tertagih pada Kementerian Negara/Lembaga wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip kehatihatian. 2. Dalam rangka melaksanakan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri/Pimpinan Lembaga wajib: a. menilai Kualitas Piutang; b. memantau dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar hasil penagihan Piutang yang telah disisihkan senantiasa dapat direalisasikan. 3. Penilaian Kualitas Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan mempertimbangkan sekurangkurangnya: a. jatuh tempo Piutang; dan b. upaya penagihan. 4. Kementerian Negara/Lembaga yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (1) dan ayat (2)

dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri Keuangan. Pasal 3 (1) Kualitas Piutang ditetapkan dalam 4 (empat) golongan, yaitu kualitas lancar, kualitas kurang lancar, kualitas diragukan, dan kualitas macet. (2) Penilaian Kualitas Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kondisi Piutang pada tanggal laporan keuangan. Piutang diklasifikasikan menjadi: Pasal 4 a. Piutang penerimaan negara bukan pajak. b. Piutang pajak yang meliputi piutang di bidang: 1) perpajakan yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak; 2) kepabeanan dan cukai yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. c. Piutang lainnya. Pasal 5 (1) Penggolongan Kualitas Piutang penerimaan negara bukan pajak dilakukan dengan ketentuan: a. kualitas lancar apabila belum dilakukan pelunasan sampai dengan tanggal jatuh tempo yang ditetapkan; b. kualitas kurang lancar apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Pertama tidak dilakukan pelunasan; c. kualitas diragukan apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua tidak dilakukan pelunasan; dan d. kualitas macet apabila: 1) dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Ketiga tidak dilakukan pelunasan; atau 2) Piutang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang

Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggolongan Kualitas Piutang: a. pajak di bidang perpajakan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak; b. pajak di bidang kepabeanan dan cukai diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai; c. lainnya diatur dengan peraturan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan sesuai tugas dan fungsinya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. BAB III PENYISIHAN PIUTANG TIDAK TERTAGIH Pasal 6 (1) Kementerian Negara/Lembaga wajib membentuk Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang umum dan yang khusus. (2) Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang umum ditetapkan paling sedikit sebesar 5 (lima permil) dari Piutang yang memiliki kualitas lancar. (3) Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang khusus ditetapkan sebesar: a. 10% (sepuluh perseratus) dari Piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan; b. 50% (lima puluh perseratus) dari Piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan; dan c. 100% (seratus perseratus) dari Piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan. (4) Agunan atau barang sitaan yang mempunyai nilai di atas Piutangnya diperhitungkan sama dengan sisa Piutang. (5) Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang dibentuk berdasarkan Piutang yang kualitasnya menurun, dilakukan dengan mengabaikan persentase Penyisihan Piutang Tidak Tertagih pada Kualitas Piutang sebelumnya.

(6) Kementerian Negara/Lembaga yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri Keuangan. Pasal 7 (1) Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) ditetapkan sebesar: a. 100% (seratus perseratus) dari agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, surat berharga negara, garansi bank, tabungan dan deposito yang diblokir pada bank, emas dan logam mulia; b. 80% (delapan puluh perseratus) dari nilai hak tanggungan atas tanah bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) berikut bangunan di atasnya; c. 60% (enam puluh perseratus) dari nilai jual objek pajak atas tanah bersertifikat hak milik (SHM), hak guna bangunan (SHGB), atau hak pakai, berikut bangunan di atasnya yang tidak diikat dengan hak tanggungan; d. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai jual objek pajak atas tanah dengan bukti kepemilikan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti kepemilikan non sertifikat lainnya yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) terakhir; e. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai hipotik atas pesawat udara dan kapal laut dengan isi kotor paling sedikit 20 (dua puluh) meter kubik; f. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai jaminan fidusia atas kendaraan bermotor; dan g. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai atas pesawat udara, kapal laut, dan kendaraan bermotor yang tidak diikat sesuai ketentuan yang berlaku dan disertai bukti kepemilikan. (2) Agunan selain yang dimaksud pada ayat (1) dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.

Pasal 8 (1) Nilai barang sitaan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) ditetapkan sebesar: a. 100% (seratus perseratus) dari agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, surat berharga negara, tabungan dan deposito yang diblokir pada bank, emas dan logam mulia; b. 60% (enam puluh perseratus) dari nilai jual objek pajak atas tanah bersertifikat hak milik (SHM), hak guna bangunan (SHGB), atau hak pakai, berikut bangunan di atasnya; c. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai jual objek pajak atas tanah dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti kepemilikan non sertifikat lainnya yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) terakhir; dan d. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai atas pesawat udara, kapal laut, dan kendaraan bermotor yang disertai bukti kepemilikan. (2) Barang sitaan selain yang dimaksud pada ayat (1) tidak diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih. Pasal 9 (1) Nilai agunan atau barang sitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf g dan Pasal 8 ayat (1) huruf d bersumber dari nilai yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. (2) Dalam hal sumber nilai agunan atau barang sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh, agunan atau barang sitaan tidak diperhitungkan sebagai faktor pengurang Penyisihan Piutang Tidak Tertagih. Pasal 10 (1) Menteri Keuangan berwenang melakukan penilaian kembali atas nilai agunan dan/atau barang sitaan yang telah diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih apabila Kementerian Negara/Lembaga tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9.

(2) Kewenangan Menteri Keuangan melakukan penilaian kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. BAB IV RESTRUKTURISASI Pasal 11 Kementerian Negara/Lembaga dapat melakukan Restrukturisasi terhadap Debitor sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal: a. Debitor mengalami kesulitan pembayaran; dan/atau b. Debitor memiliki prospek usaha yang baik dan diperkirakan mampu memenuhi kewajiban setelah dilakukan Restrukturisasi. Pasal 12 (1) Kualitas Piutang setelah persetujuan Restrukturisasi dapat diubah oleh Kementerian Negara/Lembaga: a. setinggi-tingginya kualitas kurang lancar untuk Piutang yang sebelum Restrukturisasi memiliki kualitas diragukan atau kualitas macet; dan b. tidak berubah, apabila Piutang yang sebelum Restrukturisasi memiliki kualitas kurang lancar. (2) Dalam hal kewajiban yang ditentukan dalam Restrukturisasi tidak dipenuhi oleh Debitor, Kualitas Piutang yang telah diubah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinilai kembali seolah-olah tidak terdapat Restrukturisasi. BAB V PENCATATAN PERUBAHAN JUMLAH PIUTANG Pasal 13 Dalam hal terdapat penghapusan, penambahan, atau pengurangan jumlah Piutang sebagai akibat pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, dilakukan pencatatan perubahan jumlah Piutang. Pasal 14

(1) Penghapusan Piutang oleh Kementerian Negara/Lembaga dilakukan terhadap seluruh sisa Piutang per Debitor yang memiliki kualitas macet. (2) Penghapusan Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Perlakuan akuntansi penghapusan Piutang sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan cara mengurangi akun Piutang dan akun Penyisihan Piutang Tidak Tertagih sebesar jumlah yang tercantum dalam surat keputusan. Pasal 15 (1) Dalam hal terdapat penambahan jumlah Piutang, pencatatan perubahan jumlah Piutang dilakukan dengan cara menambah akun Piutang sebesar selisihnya. (2) Pencatatan penambahan jumlah Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan segera setelah penerbitan surat tagihan/persetujuan/keputusan. Pasal 16 (1) Dalam hal terdapat pengurangan jumlah Piutang, pencatatan perubahan jumlah Piutang dilakukan dengan cara mengurangi akun Piutang sebesar selisihnya. (2) Pencatatan pengurangan jumlah Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila: a. surat tagihan/persetujuan/keputusan telah terbit; atau b. Restrukturisasi telah selesai dilaksanakan. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 17 Ketentuan mengenai penilaian agunan atau barang sitaan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan ini dilaksanakan secara bertahap dalam 5 (lima) tahun.

BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih, sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan ini, dinyatakan tetap berlaku. Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 23 November 2010 MENTERI KEUANGAN Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 23 November 2010 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, AGUS D. W. MARTOWARDOJO PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 565

PERATURAN DIRJEN PERBENDAHARAAN NOMOR PER 85/PB/2011 TENTANG PENATAUSAHAAN PIUTANG NEGARA BUKAN PAJAK PADA SATUAN KERJA KEMENTERIAN NEGARA/ LEMBAGA

PERATURAN DIRJEN PERBENDAHARAAN NOMOR PER 82/PB/2011 TENTANG PEDOMAN AKUNTANSI PENYISIHAN PIUTANG TAK TERTAGIH PADA PADA KEMENTERIAN NEGARA/ LEMBAGA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 82/PB/2011 TENTANG PEDOMAN AKUNTANSI PENYISIHAN PIUTANG TAK TERTAGIH PADA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka terwujudnya penyajian piutang di neraca terjaga agar nilainya sama dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan, perlu dilakukan penyisihan piutang tak tertagih; b. bahwa sesuai dengan Pasal 75 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, Direktur Jenderal Perbendaharaan mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan laporan keuangan bagi entitas pelaporan dan pos-pos tertentu yang memerlukan perlakuan khusus; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan tentang Pedoman Akuntansi Penyisihan Piutang Tak Tertagih Pada Kementerian Negara/Lembaga; Mengingat : 1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar; 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat; 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.06/2010 tentang Kualitas Piutang Kementerian Negara/Lembaga dan Pembentukan Penyisihan Piutang tak tertagih; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN TENTANG PEDOMAN AKUNTANSI PENYISIHAN PIUTANG TAK TERTAGIH PADA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini yang dimaksud dengan: 1. Piutang adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Kementerian Negara/Lembaga dan/atau hak Kementerian Negara/Lembaga yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

2. Kualitas Piutang adalah hampiran atas ketertagihan piutang yang diukur berdasarkan kepatuhan membayar kewajiban oleh debitor. 3. Penyisihan Piutang Tak tertagih adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari akun piutang berdasarkan penggolongan kualitas piutang. 4. Piutang Jangka Pendek adalah piutang yang akan jatuh tempo atau akan direalisasikan dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal pelaporan. 5. Piutang Jangka Panjang adalah piutang yang akan jatuh tempo atau akan direalisasikan lebih dari 12 bulan sejak tanggal pelaporan. 6. Neraca adalah komponen laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 7. Catatan atas Laporan Keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam laporan realisasi anggaran, neraca, dan laporan arus kas dalam rangka pengungkapan yang memadai 8. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran, yang selanjutnya disebut UAKPA, adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat satuan kerja, termasuk satuan kerja perangkat daerah yang menerima alokasi dana dekonsentrasi/tugas pembantuan. 9. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah, yang selanjutnya disebut UAPPA-W, adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan penggabungan laporan, baik keuangan maupun barang seluruh UAKPA yang berada dalam wilayah kerjanya. 10. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1, yang selanjutnya disebut UAPPA-E1, adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan penggabungan laporan, baik keuangan maupun barang seluruh UAPPA-W yang berada di wilayah kerjanya serta UAKPA yang langsung berada di bawahnya. 11. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran, yang selanjutnya disebut UAPA, adalah unit akuntansi instansi pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga (Pengguna Anggaran) yang melakukan kegiatan penggabungan laporan, baik keuangan maupun barang seluruh UAPPA-E1 yang berada di bawahnya. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Pedoman akuntansi penyisihan piutang tak tertagih yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini meliputi: a. Piutang PNBP di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga berdasarkan pungutan pendapatan negara, tidak termasuk di lingkungan Bendahara Umum Negara;

b. Piutang PNBP di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga berdasarkan perikatan, tidak termasuk uang muka belanja, belanja dibayar dimuka, serta pinjaman dan penerusan pinjaman; c. Piutang PNBP di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga karena Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi. (2) Jurnal standar dan akun-akun yang tercantum dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini meliputi seluruh akun penyisihan piutang tak tertagih, termasuk piutang perpajakan dan piutang atas pelaksanaan tugas Menteri Keuangan selaku BUN. BAB III AKUNTANSI PENYISIHAN PIUTANG TAK TERTAGIH Pasal 3 (1) UAKPA melakukan akuntansi penyisihan piutang tak tertagih terhadap piutang yang dimiliki dan/atau dikuasainya. (2) Penyisihan piutang tak tertagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan terhadap piutang jangka pendek dan piutang jangka panjang. (3) Penghitungan penyisihan piutang tak tertagih dijabarkan di dalam Kartu Penyisihan Piutang Tak tertagih sesuai dengan Format yang tercantum pada Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini. (4) Nilai penyisihan piutang tak tertagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak bersifat akumulatif tetapi ditetapkan setiap semester dan tahunan sesuai perkembangan kualitas piutang. (5) Tata cara penetapan kualitas piutang dan besarnya tarif penyisihan piutang tak tertagih dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai kualitas piutang Kementerian Negara/Lembaga dan pembentukan penyisihan piutang tak tertagih sebagaimana Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini. Pasal 4 Untuk mendukung pencatatan akuntansi, UAKPA melakukan penatausahaan piutang yang mengacu kepada Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan yang mengatur mengenai Petunjuk Teknis Penatausahaan Piutang PNBP pada Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga. Pasal 5 Berdasarkan Kartu Penyisihan Piutang sebagaimana tersebut pada Pasal 3 ayat ( 3), UAKPA melakukan pencatatan atas penyisihan piutang tak tertagih di dalam sistem akuntansi yang dibuat setiap semester dan tahunan dengan menggunakan formulir jurnal aset sesuai dengan Format yang diatur dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.

BAB IV TATA CARA PELAPORAN SERTA PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN Pasal 6 (1) UAKPA menyajikan penyisihan piutang tak tertagih di dalam neraca setiap semester dan tahunan. (2) UAKPA mengungkapkan informasi yang lebih rinci tentang penyisihan piutang tak tertagih di dalam Catatan atas Laporan Keuangan. (3) UAKPA menyampaikan informasi tentang penyisihan piutang tak tertagih melalui laporan keuangan ke UAPPA-W atau UAPPA-E1 setiap semester dan tahunan. Pasal 7 (1) UAPPA-W menyajikan dan mengungkapkan penyisihan piutang tak tertagih di dalam laporan keuangan UAPPA-W setiap semester dan tahunan berdasarkan laporan keuangan UAKPA. (2) UAPPA-W mengungkapkan lebih rinci penyisihan piutang tak tertagih di dalam Catatan atas Laporan Keuangan. (3) UAPPA-W menyampaikan informasi tentang penyisihan piutang tak tertagih melalui laporan keuangan kepada UAPPA-E1 setiap semester dan tahunan. Pasal 8 (1) UAPPA-E1 menyajikan penyisihan piutang tak tertagih di dalam laporan keuangan UAPPA-E1 setiap semester dan tahunan berdasarkan laporan keuangan UAPPA-W/UAKPA. (2) UAPPA-E1 mengungkapkan lebih rinci penyisihan piutang tak tertagih di dalam Catatan atas Laporan Keuangan. (3) UAPPA-E1 menyampaikan informasi tentang penyisihan piutang tak tertagih melalui laporan keuangan kepada UAPA setiap semester dan tahunan. Pasal 9 (1) UAPA menyajikan penyisihan piutang tak tertagih di dalam neraca UAPA setiap semester dan tahunan berdasarkan laporan keuangan UAPPA-E1. (2) UAPA mengungkapkan lebih rinci penyisihan piutang tak tertagih di dalam Catatan atas Laporan Keuangan. (3) UAPA menyampaikan informasi tentang penyisihan piutang tak tertagih melalui laporan keuangan kepada Menteri Keuangan c.q Ditjen Perbendaharaan setiap semester dan tahunan.

BAB V KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 10 Prosedur Akuntansi Penyisihan Piutang Tak tertagih pada Kementerian Negara/Lembaga diatur dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini. Pasal 11 Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan untuk digunakan mulai penyusunan laporan keuangan tahun 2011. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Nopember 2011 DIREKTUR JENDERAL, AGUS SUPRIJANTO NIP 19530814 197507 1 001

Lampiran I Perdirjen No: PER- 82/PB/2011 Tanggal: 30 Nopember 2011 Kementerian/Lembaga: (1) Eselon I: (2) Wilayah: (3) Satuan Kerja: (4) Jenis Piutang : (6) KARTU PENYISIHAN PIUTANG TIDAK TERTAGIH PER XX XXXXXXXXXX 20XX (5) Agunan/Barang Sitaan Jumlah Penyisihan Piutang Tidak Tertagih No. Nama Debitur No & Tanggal SPn Saldo Piutang (Rp.) Bentuk Agunan /Sitaan Nilai Agunan/ Sitaan (Rp) Nilai Agunan/Sitaan yang diperhitungkan (Rp) Kualitas Piutang Saldo Piutang setelah Agunan/ Sitaan (RP) Prosentase Penyisihan (%) Jumlah Penyisihan Piutang (Rp) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9=4-7) (10) (11=9x10) (12) Keterangan (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) JUMLAH (19) Mengetahui: KPA Petugas Unit Pembukuan Piutang PNBP, Nama (20) Nama (22) NIP (21) NIP (23)

No. PETUNJUK PENGISIAN KARTU PENYISIHAN PIUTANG TIDAK TERTAGIH (1) Diisi dengan kode nama kementerian/lembaga (2) Diisi dengan kode nama unit eselon I Uraian Isian (3) Diisi dengan kode dan nama wilayah sesuai setup aplikasi SAKPA (4) Diisi dengan kode dan nama satuan kerja (5) Diisi Per 30 Juni atau 31 Desember Tahun Anggaran berjalan (6) Diisi dengan kode dan jenis piutang negara bukan pajak (7) Diisi dengan nomor urut (8) Diisi dengan nama debitur (9) Diisi dengan nomor dan tanggal SPn (10) (11) Diisi saldo piutang yang diambil dari Kartu Piutang per posisi tanggal laporan keuangan (Semesteran) Diisi bentuk agunan sesuai PMK mengenai Kualitas Piutang K/L dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih (12) Diisi Nilai agunan (13) (14) (15) (16) Diisi Nilai agunan yang dapat diperhitungkan sesuai PMK mengenai Kualitas Piutang K/L dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih Diisi kualitas piutang sesuai PMK mengenai Kualitas Piutang K/L dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih Diisi dengan saldo piutang setelah dikurangi nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang Diisi prosentase penyisihan piutang berdasarkan jenis piutang sesuai PMK mengenai Kualitas Piutang K/L dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih (17) Diisi dengan saldo penyisihan piutang tak tertagih, yaitu saldo piutang setelah dikurangi nilai agunan yang dapat diperhitungkan dikalikan prosentase penyisihan piutang yang ditetapkan (18) Diisi dengan keterangan, misalnya keputusan penetapan kualitas piutang dan/atau tarif penyisihan piutang, dan lain-lain yang dianggap penting dan relevan (19) Diisi dengan hasil penjumlahan penyisihan piutang tak tertagih (20) Diisi dengan nama kuasa pengguna anggaran (21) Diisi dengan NIP kuasa pengguna anggaran (22) Diisi dengan nama petugas unit pembukuan PNBP (23) Diisi dengan NIP petugas unit pembukuan PNBP DIREKTUR JENDERAL, AGUS SUPRIJANTO NIP 19530814 197507 1 001

Lampiran II Perdirjen No: PER- 82/PB/2011 Tanggal: 30 Nopember 2011 FORMULIR JURNAL ASET Kementerian/Lembaga : (1) No. Doukumen : (5) Eselon I : (2) Tanggal : (6) Wilayah : (3) Tahun Anggaran : (7) Kode Satker : (4) Jenis Jurnal Aset (8) Kas di Bendaharawan Penerima Kas di bendaharawan Pembayar Piutang Persediaan Aset Tetap Aset Lainnya No (9) Kode Perkiraan (10) Uraian Nama Perkiraan (11) Rupiah (12) Debet Kredit Dibuat Oleh: (13) Disetujui oleh(14) Direkam oleh: (15) Tanggal : Tanggal : Tanggal :

PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR JURNAL ASET No Uraian Pengisian 1 Kementerian/Lembaga Diisi dengan kode dan nama kementerian/lembaga 2 Eselon I Diisi dengan kode dan nama eselon I 3 Wilayah Diisi dengan kode dan uraian kantor wilayah 4 Kode Satker Diisi dengan kode dan uraian satuan kerja No. Doukumen Diisi dengan nomor dokumen yang ditetapkan untuk formulir jurnal aset. Nomor formulir jurnal aset, 5 ditetapkan dengan dengan menggunakan format BABT00000 dimana BA= 3 digit kode bagian anggaran, B= bulan pembuatan jurnal, T= tahun 6 Tanggal pembuatan jurnal, 0000= no. urut Diisi dengan tanggal pembuatan laporan, dengan format sebagai berikut: HH-BB-TTTT, HH=hari, BB=bulan, TTTT=tahun 7 Tahun Anggaran Diisi dengan tahun anggaran yang dilaporkan 8 Jenis Jurnal Aset Diisi dengan 6 pilihan jurnal yang sesuai 9 No. Diisi dengan nomor urut transaksi dengan rincian debet atau kredit 10 Kode Perkiraan Diisi dengan 6 digit kode perkiraan 11 Uraian Nama Perkiraan Diisi dengan nama perkiraan sesuai dengan kode perkiraan 12 Rupiah Diisi dengan jumlah rupiah yang didebet atau dikredit 13 Dibuat oleh Diisi dengan nama dan tanda tangan staf yang membuat formulir jurnal aset. Tanggal pembuatan formulir jurnal aset ditulis pada tempat yang disediakan 14 Disetujui oleh Diisi dengan nama dan tanda tangan penanggung jawab yang meneliti dan menyetujui formulir jurnal aset. Tanggal pembuatan formulir jurnal aset ditulis pada tempat yang disediakan 15 Direkam oleh Diisi dengan nama dan tanda tangan staf yang merekam formulir jurnal aset. Tanggal pembuatan formulir jurnal aset ditulis pada tempat yang disediakan DIREKTUR JENDERAL, AGUS SUPRIJANTO NIP 19530814 197507 1 001

BAB I PENDAHULUAN Paragraph 43 PSAP 01 Lampiran II PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), menyatakan bahwa neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pospos yang antara lain adalah piutang pajak dan piutang bukan pajak. Hal ini sejalan dengan basis akuntansi yang diterapkan pemerintah saat ini sebagaimana diatur di dalam paragraph 39 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan Lampiran II PP 71 Tahun 2010, yaitu basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Oleh karena itu, kementerian negara/lembaga yang memiliki piutang baik piutang pajak maupun piutang bukan pajak wajib menyajikannya di dalam neraca. Sesuai dengan paragraph 63 PSAP 01 Lampiran II PP 71 Tahun 2010, piutang dicatat sebesar nilai nominal, artinya sebesar nilai yang tercantum di dalam dokumen piutang. Namun demikian, untuk menjaga relevansinya terhadap pengambilan keputusan serta untuk memperhitungkan ada potensi ketidaktertagihan suatu piutang. Sehubungan dengan hal tersebut, Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) telah menerbitkan Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 06 tentang Piutang yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SAP. Buletin teknis ini menjabarkan lebih rinci tentang jenis-jenis piutang pemerintah, pengakuan, pengukuran, dan penyajian serta pengungkapan piutang pemerintah dalam laporan keuangan pemerintah. Lebih lanjut Buletin Teknis tersebut menguraikan tentang penyajian aset berupa piutang di neraca harus dijaga agar nilainya sama dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value). Untuk itu, diperlukan metode untuk menyesuaikan nilai piutang berdasarkan kualitas atau tingkat resiko ketidaktertagihannya. Metode yang lazim digunakan di dalam akuntansi adalah dengan membentuk penyisihan piutang tak tertagih berdasarkan kualitas piutang pada setiap tanggal pelaporan. Untuk memberikan pemahaman yang sama tentang kualitas piutang pada kementerian negara/lembaga dan tata cara pengukuran penyisihan piutang, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.06/2010 tanggal 23 November 2010 tentang Kualitas Piutang Kementerian Negara/Lembaga dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tak Tertagih. Ketentuan ini akan diterapkan pada penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Laporan Keuangan K/L mulai tahun anggaran 2011. Mengingat pengakuan, pengukuran dan penyajian piutang pemerintah tersebut cukup kompleks maka diperlukan petunjuk teknis yang dapat dijadikan acuan bagi setiap entitas di dalam melakukan proses akuntansi yang meliputi pengakuan, pengukuran, dan

pengungkapan penyisihan piutang tak tertagih di dalam laporan keuangan pemerintah. Pedoman teknis dimaksud meliputi tata cara penentuan kualitas piutang, penetapan besaran nilai piutang untuk perhitungan penyisihan, penetapan tarif penyisihan, jurnal standar, dan akun-akun yang digunakan. Kementerian negara/lembaga yang tidak melakukan penilaian atas kualitas piutang yang dimilikinya, tidak melakukan pembentukan Penyisihan Piutang Tak tertagih, dan tidak melakukan pemantauan dan mengambil langkah-iangkah yang diperlukan agar hasil penagihan piutang yang telah disisihkan senantiasa dapat direalisasikan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri Keuangan

BAB II TATA CARA PENENTUAN KUALITAS PIUTANG DAN PERSENTASE PENYISIHAN PIUTANG TAK TERTAGIH A. PENGGOLONGAN KUALITAS PIUTANG Penggolongan kualitas piutang merupakan salah satu dasar untuk menentukan besaran tarif penyisihan piutang. Penilaian kualitas piutang dilakukan dengan mempertimbangkan jatuh tempo dan perkembangan upaya penagihan yang dilakukan oleh pemerintah. Kualitas piutang didasarkan pada kondisi piutang pada tanggal pelaporan. Kualitas piutang ditetapkan dalam 4 (empat) golongan, yaitu: kualitas lancar, kualitas kurang lancar, kualitas diragukan, dan kualitas macet. Beberapa jenis piutang pada beberapa unit eselon I Kementerian Keuangan memiliki karakteristik yang spesifik, sehingga memerlukan pengaturan tersendiri. Penggolongan piutang pajak dan kualitas piutang di bidang perpajakan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak, penggolongan piutang pajak dan kualitas piutang di bidang kepabeanan dan cukai diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, sedangkan piutang lainnya seperti Piutang Penerusan Pinjaman diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. Dengan demikian peraturan ini hanya akan membahas penggolongan kualitas piutang penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) yang berada di kementerian negara/lembaga. Namun demikian untuk penetapan kode-kode akun penyisihan piutang tak tertagih tetap mencakup keseluruhan jenis piutang pemerintah. Penggolangan kualitas piutang PNBP adalah sebagai berikut: 1. Kualitas lancar : Apabila belum dilakukan pelunasan sampai dengan tanggal jatuh tempo yang ditetapkan. 2. Kualitas Kurang Lancar : Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Pertama tidak dilakukan pelunasan 3. Kualitas Diragukan : Apabila dalam jangka waktu 1 (sa tu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua tidak dilakukan pelunasan 4. Kualitas Macet : 1) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Ketiga tidak dilakukan pelunasan; atau 2) Piutang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang

Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. B. PEMBENTUKAN PENYISIHAN PIUTANG TAK TERTAGIH Kementerian negara/lembaga wajib membentuk Penyisihan Piutang tak tertagih baik yang umum maupun yang khusus. Penyisihan piutang tak tertagih ditentukan sebagai berikut: 1. Penyisihan piutang tak tertagih yang umum ditetapkan paling sedikit 5 (lima permil) dari piutang yang memiliki kualitas lancar. 2. Penyisihan piutang tak tertagih khusus ditetapkan sebagai berikut: a. 10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan. b. 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan. c. 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan. Nilai agunan atau barang sitaan mungkin sama, kurang, atau lebih dari nilai piutangnya. Agunan atau barang sitaan yang nilainya melebihi saldo piutangnya diperhitungkan sama dengan sisa piutang. Dengan demikian nilai piutang setelah dikurangi nilai agunan atau nilai barang sitaan tidak akan minus, paling rendah nol. Hal ini menunjukkan bahwa piutang yang memiliki nilai agunan atau nilai barang sitaan sama dengan atau lebih dari nilai piutangnya dianggap terbebas dari risiko tak tertagih. Prosentase penyisihan piutang tak tertagih ditetapkan berdasarkan kualitas piutang pada tanggal pelaporan dengan mengabaikan prosentase penyisihan piutang tak tertagih periode pelaporan sebelumnya. Dengan demikian, penyisihan piutang tak tertagih ditetapkan setiap semester berdasarkan kondisi kualitas piutang pada saat itu dan tidak dilakukan akumulasi atas penyisihan piutang sebagaimana diperlakukan dalam penyusutan aset tetap. Berikut Bagan Alur Pembentukan Penyisihan Piutang Tak Tertagih

Mulai Data Piutang Menilai Kualitas Piutang Selesai Piutang yg Kualitasnya Menurun? Kualitas Piutang LANCAR Tidak PENYISIHAN UMUM 0,5% Ya PENYISIHAN KHUSUS sesuai Kualitas yang Baru Kualitas Piutang KURANG LANCAR Kualitas Piutang DIRAGUKAN Kualitas Piutang MACET Penyisihan Khusus 10% Penyisihan Khusus 50% Penyisihan Khusus 100% Penyisihan Piutang Tidak Tertagih C. NILAI AGUNAN DAN BARANG SITAAN Nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan penyisihan piutang tak tertagih adalah sebagai berikut: 1. 100% dari agunan berupa surat berharga yang diterbitkan BI, SBN, garansi bank, tabungan atau deposito yang diblokir pada bank, emas, dan logam mulia. 2. 80% dari nilai hak tanggungan atas tanah bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) berikut bangunan diatasnya 3. 60% dari nilai jual objek pajak atas tanah besertifikat hak milik (SHM), hak guna bangunan (SHGB) atau hak pakai, berikut bangunan di atasnya yang tidak diikat dengan hak tanggungan 4. 50 % dari nilai jual objek pajak atas tanah dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti kepemil ikan non sertifikat lainnya yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) terakhir

5. 50% dari nilai hipotik atas pesawat udara dan kapal Iaut dengan isi kotor paling sedikit 20 meter kubik 6. 50% dari nilai jaminan fidusia atas kendaraan bermotor 7. 50% dari nilai atas pesawat udara, kapal laut, dan kendaraan bermotor yang tidak diikat sesuai ketentuan yang berlaku dan disertai bukti kepemilikan 8. Agunan selain di atas dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan penyisihan piutang tak tertagih setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan Nilai barang sitaan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan penyisihan piutang tak tertagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) ditetapkan sebesar: 100% dari agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, surat berharga negara, tabungan dan deposito yang diblokir pada bank, emas dan logam mulia 60% dari nilai jual objek pajak atas tanah bersertifikat hak milik (SHM), hak guna bangunan (SHGB), atau hak pakai, berikut bangunan di atasnya 50% dari nilai jual objek pajak atas tanah dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti kepemilikan non sertifikat Iainnya yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) terakhir 50% dari nilai atas pesawat udara, kapal laut, dan kendaraan bermotor yang disertai bukti kepemilikan. Barang sitaan selain yang di atas tidak diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan penyisihan piutang tak tertagih. Nilai agunan atau barang sitaan bersumber dari nilai yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Apabila sumber nilai agunan atau barang sitaan tersebut tidak diperoleh, agunan atau barang sitaan tidak diperhitungkan sebagai faktor pengurang penyisihan piutang tak tertagih. Menteri Keuangan cq. DJKN berwenang melakukan penilaian kembali atas nilai agunan dan/atau barang sitaan yang telah diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan penyisihan piutang tak tertagih apabila kementerian negara/lembaga tidak memenuhi ketentuan. Ketentuan mengenai penilaian agunan atau barang sitaan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan penyisihan piutang tak tertagih dilaksanakan secara bertahap dalam 5 (lima) tahun sejak 2010.

Jadi, untuk piutang yang tidak dalam kategori golongan lancar, nilai piutang yang akan diperhitungkan untuk membentuk penyisihan piutang tak tertagih adalah setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan yang dapat diperhitungkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk mempermudah pembentukan penyisihan piutang tak tertagih entitas perlu membuat Kartu Penyisihan Piutang tak tertagih (terlampir). Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut ini diberikan ilustrasi sebagai berikut: Ilustrasi 1 Satuan kerja ABC memiliki piutang PNBP senilai Rp 75 juta yang sudah menunggak 2 bulan dan telah diterbitkan surat tagihan pertama pada bulan November 2011. Agunan berupa tanah dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) dengan NJOP Rp 50 juta. Maka perhitungan pembentukan penyisihan piutang tak tertagih per 31 Desember 2011 adalah sebagai berikut: - Nilai piutang yang akan dibuat penyisihannya: 75 juta (50% x Rp 50 juta) = Rp 50 juta - Kualitas piutang: kualitas kurang lancar - Prosentase penyisihan piutang tak tertagih: 10% - Penyisihan piutang tak tertagih = 10% x Rp 50 juta = Rp 5 juta Ilustrasi 2 Satuan kerja DEF pada tanggal 31 Desember 2010 memiliki piutang yang sudah dikelompokkan berdasarkan kualitas piutang beserta agunannya seperti berikut ini: Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet Nilai Piutang Rp10.000.000,00 Rp1.500.000,00 Rp750.000,00 Rp250.000,00 Agunan Tanah dengan hak tanggungan Honda Astrea Grand tahun 1998 - Tanah tanpa hak tanggungan Nilai Agunan Rp8.000.000,00 Rp2.500.000,00 0 Rp6.000.000,00 Besarnya penyisihan piutang tak tertagih akan dihitung sebagai berikut:

Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet Nilai Piutang Rp10.000.000,00 Rp1.500.000,00 Rp750.000,00 Rp250.000,00 Agunan Tanah dengan hak tanggungan Honda Astrea Grand tahun 1998 - Tanah tanpa hak tanggungan Nilai Agunan Rp8.000.000,00 Rp2.500.000,00 0 Rp6.000.000,00 Nilai Agunan yg Diperhitungkan 0 = 50% X 2.500.000,00 = Rp1.250.000,00 0 = 60% X 6.000.000,00 = Rp3.600.000,00 Karena > Rp250.000,00 maka = Rp250.000,00 Dasar Pengenaan Rp10.000.000,00 Rp250.000,00 Rp750.000,00 0 % Penyisihan 0,5% 10% 50% 100% Penyisihan (Rp) Rp50.000,00 Rp25.000,00 375.000,00 0 D. RESTRUKTURISASI PIUTANG Kementerian negara/lembaga dapat melakukan restrukturisasi piutang terhadap debitor sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dengan pertimbangan debitor mengalami kesulitan pembayaran dan/atau debitor memiliki prospek usaha yang baik dan diperkirakan mampu rnemenuhi kewajiban setelah dilakukan restrukturisasi. Cakupan restrukturisasi meliputi pemberian keringanan hutang,persetujuan angsuran, atau persetujuan penundaan pembayaran Jadi, restrukturisasi piutang dimaksudkan untuk memaksimalkan potensi penerimaan negara.

Restrukturisasi piutang dapat menyebabkan peningkatan kualitas piutang. Perubahan kualitas piutang setelah persetujuan restrukturisasi dapat diubah oleh kementerian negara/ lembaga adalah sebagai berikut: - setinggi-tingginya kualitas kurang lancar untuk piutang yang sebelum restrukturisasi memiliki kualitas diragukan atau kualitas macet; dan - tidak berubah, apabila piutang yang sebelum rmemiliki kualitas kurang lancar. Apabila kewajiban yang ditentukan dalam restrukturisasi tidak dipenuhi oleh debitor, maka kualitas piutang yang telah diubah, dinilai kembali seolah-olah tidak terdapat restrukturisasi. Berikut ini adalah ilustrasi restrukturisasi piutang pada sebuah kementerian dengan berbagai kondisi debitor: Pada tanggal 30 Juni 2010, Kementerian B mempunyai piutang a.n. Tn. C sebesar Rp1.000.000.000,00 dengan kualitas diragukan. Karena mengalami kesulitan kas, Tn. C mengusulkan restrukturisasi berupa pembayaran secara berkala atau angsuran dengan skema usulan dari Tn. C Rp100.000.000,00 per bulan selama 10 (sepuluh) bulan mulai bulan Juli 2010. Kualitas Piutang Sebelum Restrukturisasi Setelah Restrukturisasi Debitor tidak memenuhi kewajiban restrukturisasi Diragukan Diragukan atau dinaikkan menjadi Kurang Lancar Diragukan atau diturunkan menjadi Macet % Penyisihan Piutang = 50% % Penyisihan Piutang = 50% atau 10% % Penyisihan Piutang = 50% atau 100% Dengan pertimbangan tertentu, Kementerian B menerbitkan surat persetujuan pembayaran secara berkala a.n. Tn. C, dengan pembayaran sebesar Rp125.000.000,00 per bulan selama 8 (delapan) bulan mulai bulan Juli 2010. Apabila patuh

Perubahan kualitas piutang ditetapkan sendiri oleh K/L dengan memperhatikan kepatuhan membayar kewajiban oleh debitor. Penghitungan penyisihan piutang per 31 Desember 2010 apabila Tn. C tertib melakukan pembayaran: Pembayaran Tn. C = 6 x Rp125.000.000,00 = Rp750.000.000,00 Sisa hutang Tn. C kepada Kementerian B = Rp250.000.000,00 Kualitas Piutang Tetap Berubah Diragukan Dinaikkan menjadi Kurang Lancar % Penyisihan Piutang = 50% % Penyisihan Piutang = 10% Penyisihan Piutang = Rp125.000.000,00 Penyisihan Piutang = Rp12.500.000,00 Apabila tidak patuh Perubahan kualitas piutang ditetapkan sendiri oleh K/L dengan memperhatikan kepatuhan membayar kewajiban oleh debitor.penghitungan penyisihan piutang per 31 Desember 2010 apabila Tn. C hanya membayar 4 (empat) kali sebesar Rp600.000.000,00 sepanjang bulan Juli s.d. Desember 2010: Tn. C melakukan pembayaran sebanyak 4 (empat) kali = Rp600.000.000,00 Sisa hutang Tn. C kepada Kementerian B = Rp400.000.000,00 Kualitas Piutang Tetap Berubah Diragukan Diturunkan menjadi Macet % Penyisihan Piutang = 50% % Penyisihan Piutang = 100% Penyisihan Piutang = Rp300.000.000,00 Penyisihan Piutang = Rp400.000.000,00 Apabila semula patuh, kemudian tidak patuh

Misalkan, Tn. C semula tertib melakukan pembayaran selama 6 (enam) bulan berturut - turut sepanjang bulan Juli s.d. Desember 2010 sehingga hutangnya telah berkurang sebesar Rp750.000.000,00. Namun, pembayaran lanjutan di tahun 2011 tidak dilakukan. Apabila per 31 Desember 2010 kualitas piutangnya sudah dinaikkan menjadi Kurang Lancar, maka per 30 Juni 2011 kualitas piutangnya dikembalikan seolah-olah tidak ada restrukturisasi, yaitu Kualitas Diragukan. Selain itu, diperhatikan juga jangka waktu penurunan kualitas piutangnya yang dihitung sejak kualitas piutangnya menurun menjadi Kualitas Diragukan. Apabila sejak penurunan kualitas piutang menjadi Diragukan sudah mencapai batas penurunan kualitas selanjutnya, maka piutang tersebut digolongkan menjadi Macet. Kualitas Piutang Tetap Berubah Diragukan Diturunkan menjadi Macet % Penyisihan Piutang = 50% % Penyisihan Piutang = 100% Penyisihan Piutang = Rp125.000.000,00 Penyisihan Piutang = Rp250.000.000,00

BAB III AKUN PENYISIHAN PIUTANG TAK TERTAGIH I. PENYISIHAN PIUTANG JANGKA PENDEK Akun Uraian 116 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang Jangka Pendek 1611 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang Pajak 11611 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang Pajak 116111 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang Pajak PPh Migas 116112 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang Pajak PPh Non Migas 116113 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang Pajak PPN 116114 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang Pajak PPnBM 116115 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang Pajak PBB dan BPHTB 116116 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang Cukai dan Bea Materai 116117 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang Pajak Lainnya 116118 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang Cukai Lainnya 1162 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang Bukan Pajak 11621 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang Bukan Pajak 116211 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang PNBP 116212 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang Lainnya 11622 Penyisihan Piutang Tak tertagih PT PPA 116221 Penyisihan Piutang Tak tertagih PT PPA 11623 Penyisihan Piutang Tak Tertagih Bagian Lancar Piutang Penerusan Pinjaman 116231 Penyisihan Piutang Tak Tertagih Bagian Lancar Piutang Penerusan Pinjaman 116232 Penyisihan Piutang Tak Tertagih Bagian Lancar RDI 116233 Penyisihan Piutang Tak Tertagih Potensi Tunggakan

Yang Dapat Ditagih 11624 Penyisihan Piutang Tak Tertagih Bagian Lancar Piutang Kredit Pemerintah 116241 Penyisihan Piutang Tak Tertagih Bagian Lancar Piutang Kredit Pemerintah Bidang Perkebunan 116242 Penyisihan Piutang Tak Tertagih Bagian Lancar Piutang Kredit Investasi Pemerintah 1163 Penyisihan Piutang Tak tertagih Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran 11631 Penyisihan Piutang Tak tertagih Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran 116311 Penyisihan Piutang Tak tertagih Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran 1164 Penyisihan Piutang Tak tertagih Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi 11641 Penyisihan Piutang Tak tertagih Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi 116411 Penyisihan Piutang Tak tertagih Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi 1165 Penyisihan Piutang Tak tertagih Bagian Lancar Investasi Permanen 11651 Penyisihan Piutang Tak tertagih Bagian Lancar Investasi Permanen 116511 Penyisihan Piutang Tak tertagih Bagian Lancar Investasi Permanen 1166 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang dari Kegiatan Operasional BLU 11661 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang BLU Penyedia Barang dan Jasa 116611 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang BLU Pelayanan Kesehatan 116612 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang BLU Pelayanan Pendidikan 116613 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang BLU Penunjang Konstruksi 116614 Penyisihan Piutang Tak tertagih Piutang BLU Penyedia Jasa Telekomunikasi