Oleh : Deis Isyana Nur Putri 1, Wawan Hediyanto 2 ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA.

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL ABSTRAK

Oleh : Aat Agustini ABSTRAK

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS PEMBANTU SIDOMULYO WILAYAH KERJA PUSKESMAS DEKET KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN ISPA PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWANTORO I SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN KEKAMBUHAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PEKALONGAN SELATAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG TUBERKULOSIS (TB) DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN TB PARU DI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015

Oleh : Suharno, S.Kep.,Ners ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG ISPA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. ISPA yang tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN PHBS TATANAN RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN ISPA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEMON II KULON PROGO TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi saluran pernafasan

PENGARUH PERILAKU IBU DALAM MEMBERIKAN MAKANAN PENDAMPING ASI TERHADAP STATUS GIZI BAYI USIA 7-12 BULAN. Kolifah *), Rizka Silvia Listyanti

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

PENDAHULUAN Jurnal Keperawatan dan Kesehatan MEDISINA AKPER YPIB Majalengka#Volume II Nomor 3 Februari 2016

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB I PENDAHULUAN. dan batuk baik kering ataupun berdahak. 2 Infeksi saluran pernapasan akut

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS PIYUNGAN BANTUL TAHUN 2010 NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan,

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

HUBUNGAN PENDIDIKAN IBU DAN STATUS EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

Oleh : Rahayu Setyowati

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI MASYARAKAT DESA MARANNU KECAMATAN PITUMPANUA KABUPATEN WAJO YURIKA

Oleh : Yuyun Wahyu Indah Indriyani ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA MAHASISWA AKBID TINGKAT I STIKes YPIB MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA PENDERITA TB PARU TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT TB PARU

Transkripsi:

HUBUNGAN KEMAMPUAN KELUARGA DALAM MERAWAT BALITA YANG ISPA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) BERULANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKAHAJI KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2017 Oleh : Deis Isyana Nur Putri 1, Wawan Hediyanto 2 1 AKPER YPIB Majalengka 2 AKPER YPIB Majalengka ABSTRAK Kejadian ISPA di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukahaji pada balita pada bulan Januari-April 2017 sebanyak 1.411 balita dan yang mengalami kejadian ISPA berulang mencapai 215 balita kejadian ISPA berulang salah satunya dipengaruhi oleh kurangnya balita yang ISPA. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan balita yang ISPA dengan kejadian ISPA berulang pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukahaji Kabupaten Majalengka Tahun 2017. Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik yang bersifat deskriptif analitik menggunakan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang mempunyai balita dan mengalami ISPA di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukahaji pada bulan April tahun 2017 yaitu sebanyak 1.411 balita, dengan jumlah sampel sebanyak 94 balita. Sampel yang diambil menggunakan teknik simple random sampling, yaitu sampel diambil secara acak sederhana. Hasil penelitian menunjukkan kurang dari setengahnya balita mengalami ISPA berulang yaitu sebanyak 42 orang (44,7%). Kurang dari setengahnya keluarga yang merawat balita ISPA kurang baik sebanyak 37 orang (39,4%). Ada hubungan balita yang ISPA dengan kejadian ISPA berulang pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukahaji Kabupaten Majalengka tahun 2017. Saran ditunjukan bagi petugas kesehatan agar meningkatkan pengetahuan masyarakat di bidang kesehatan lingkungan, khususnya tentang upaya keluarga dalam merawat balita yang ISPA agar kejadian ISPA berulang tidak terjadi. Keluarga agar berkonsultasi dengan petugas kesehatan tentang cara merawat balita yang ISPA. Kata Kunci : Kejadian ISPA Berulang. 1

PENDAHULUAN Derajat kesehatan masyarakat dapat terwujud, dengan ditandai oleh penduduk-penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes, 2009). Untuk dapat mengukur derajat kesehatan masyarakat digunakan beberapa indikator, salah satunya adalah angka kesakitan dan kematian balita. Angka kematian balita yang telah berhasil diturunkan dari 45 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2003 menjadi 44 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Salah satu penyebab kematian balita di Indonesia adalah karena ISPA (Depkes RI, 2010). Penyakit ISPA merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga kantong paru (alveoli) termasuk ja ringan adneksanya seperti sinus atau rongga disekitar hidung (sinus para nasal), rongga telinga tengah dan pleura (Departemen Kesehatan RI, 2009). World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO ± 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di Negara berkembang, dimana pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (Asrun, 2006). Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita di Indonesia,. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2010 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 23% dari seluruh kematian balita. Di Jawa Barat infeksi saluran nafas masih merupakan urutan pertama penyakit terbanyak pada balita, yakni sebesar 24,7% dari jumlah anak balita pada tahun 2016 (Depkes RI, 2016). Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka tahun 2016, kasus ISPA pada balita ditemukan sebanyak 39.154, sedangkan jumlah penderita ISPA pada balita terbanyak pada tahun 2011 berada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukahaji yaitu sebanyak 4.904 balita (Dinkes Majalengka, 2016). Untuk menanggulangi meningkatnya angka kejadian ISPA ini pemerintah mengadakan program pemberantasan ISPA (P2 ISPA). Langkah melaksanakan program tersebut yaitu secara bertahap menentukan daerah yang akan dicakup program, menyelenggarakan pelatihan pada para pelaksana program, melibatkan peran serta aktif masyarakat dan mengupayakan terwujudnya kerjasama lintas sektoral dan lintas program serta penyuluhan tentang cara merawat anak khususnya pada usia 0-5 tahun, ditempat pelayanan kesehatan oleh petugas kesehatan (Depkes RI, 2002). Upaya perawatan yang harus dilakukan oleh perawat terkait dengan program yang telah ditetapkan oleh pemerintah adalah melakukan deteksi dini dari penyakit batuk pilek yang sering menyerang anak, memberikan penyuluhan pada keluarga tentang cara pencegahan dan kesegeraan membawa anak berobat ke pelayanan kesehatan dan memberikan perawatan yang optimal sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, sehingga mendapatkan hasil 2

yang optimal dan memungkinkan dapat mencegah keparahan atau komplikasi (Mubarak, 2009). Keluarga dapat mengambil tindakan yang benar dalam upaya perawatan anak ISPA usia 0-5 tahun, sebaliknya tindakan yang kurang baik dari keluarga kemungkinan salah dalam mengambil tindakan perawatan anak yang sakit. Anak yang sakit perlu mendapatkan perhatian khusus, karena anak belum bisa mengenal dan menolong dirinya sendiri oleh karena itu diperlukan adanya peran keluarga dalam memberikan perawatan pada anak yang menderita ISPA agar tidak mengalami komplikasi yang lebih parah. Peran aktif keluarga dalam menangani ISPA sangat penting, karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang sangat sering terjadi dalam kehidupan keluarga. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius, karena biasanya keluarga menganggap ISPA pada balita merupakan penyakit biasa yang sering timbul dan tidak berbahaya serta bisa menghilang dengan sendirinya. Padahal ISPA merupakan penyakit berbahaya karena bila keluarga membiarkan saja anaknya terkena ISPA dan tidak memberikan perawatan yang baik, dapat mengakibatkan penyebaran infeksi yang lebih luas, sehingga akhirnya infeksi menyerang saluran nafas bagian bawah dan selanjutnya akan menyebabkan radang paru-paru atau penumonia yang sangat berbahaya dan menyebabkan kematian. Selain itu upaya perawatan di rumah sangatlah penting dalam upaya penatalaksanaan anak dengan infeksi saluran pernafasan. Kesembuhan seorang anak dengan infeksi pernafasan sangat tergantung dari perawatan yang diberikan, salah satunya adalah perawatan di rumah yang diberikan oleh keluarga terutama oleh ibu. Selain itu perawatan kesehatan yang baik oleh keluarga juga dapat mencegah kekambuhan infeksi saluran pernafasan. Oleh karena itu, orangtua khususnya ibu, atau orang yang dekat dengan balita, harus melakukan pencegahan untuk mengurangi resiko terjadinya ISPA yang berulang pada balita dan memberikan perawatan di rumah yang baik ketika anaknya terkena ISPA. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di UPTD Pukesmas Sukahaji didapatkan angka kejadian ISPA pada Bulan Januari April 2017 seperti pada tabel di bawah ini : Tabel 1.1 Rekapitulasi Angka Kejadian ISPA di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Januari April 2017 Jumlah Balita ISPA tidak ISPA No Nama Desa balita ISPA berulang berulang 1 Sukahaji 522 153 125 28 2 Jatisura 521 162 134 28 3 Surawangi 465 166 137 29 4 Mekarsari 359 157 130 27 5 Sutawangi 562 184 157 27 6 Cicadas 387 158 134 24 7 Burujul wetan 819 237 204 33 8 Burujul kulon 651 194 175 19 Total 4.286 1.411 1.196 215 3

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa angka kejadian ISPA di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukahaji pada balita pada bulan Januari-April 2017 sebanyak 1.411 balita dan yang mengalami kejadian ISPA berulang mencapai 215 balita. Hasil wawancara di dapatkan dari 16 keluarga yang mengalami balita ISPA, sebanyak 9 keluarga atau sebesar (56,25%) balita yang ISPA masih kurang. Berdasarkan uraian di atas penulis merasa tertarik untuk menliti lebih lanjut tentang Hubungan Kemampuan Keluarga dalam Merawat Balita yang ISPA dengan Kejadian ISPA Berulang Pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukahaji Kabupaten Majalengka Tahun 2017. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik yang bersifat deskriptif analitik menggunakan rancangan cross sectional yaitu jenis penelitian yang menentukan pada waktu pengukuran/ observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Populasi merupakan seluruh objek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang mempunyai balita (usia 0-5 tahun) dan mengalami ISPA di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukahaji pada bulan April tahun 2017 yaitu sebanyak 1.411 balita. Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sebagian keluarga yang mempunyai balita (usia 0-5 tahun) dan mengalami ISPA di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukahaji pada bulan Mei-Juni tahun 2017 sebanyak 94 balita. Cara Pengambilan Sampel prosedur pengambilan sampel ini menggunakan pengambilan sampel secara acak sederhana (simple random sampling). HASIL PENELITIAN Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA Berulang di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukahaji Kabupaten Majalengka tahun 2017. Kejadian ISPA Berulang f % ISPA Berulang 42 44,7 ISPA tidak Berulang 52 55,3 Jumlah 94 100.0 Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kurang dari setengahnya balita mengalami ISPA berulang yaitu sebanyak 42 orang (44,7%) dan lebih dari setengahnya balita mengalami ISPA tidak berulang sebanyak 52 orang (55,3%). 4

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Keluarga Dalam Merawat Balita yang ISPA di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukahaji Kabupaten Majalengka Tahun 2017 Kemampuan Keluarga Dalam Merawat Balita yang ISPA f % Kurang Baik 37 39,4 Baik 57 60,6 Jumlah 94 100.0 Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat kurang dari setengahnya keluarga mampu merawat balita yang ISPA kurang baik yaitu sebanyak 37 orang (39,4%) dan lebih dari setengahnya keluarga mampu merawat balita yang ISPA deangan baik yaitu sebanyak 57 orang (60,6%). Tabel 4.3 Hubungan Kemampuan Keluarga Dalam Merawat Balita Yang ISPA dengan Kejadian ISPA Berulang Pada Balita Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukahaji Kabupaten Majalengka Tahun 2017 Kemampuan Keluarga Dalam Merawat Balita yang ISPA Kejadian ISPA Berulang ISPA Berulang ISPA Tidak Berulang Total n % n % n % Kurang Baik 23 62,2 14 37,8 37 100 Baik 19 33,3 38 66,7 57 100 Jumlah 42 44,7 52 55,3 94 100 p value 0.011 Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa kurang dari setengahnya balita yang ISPA kurang baik dan mengalami kejadian ISPA berulang sebanyak 23 (62,2%), sedangkan kurang dari setengahnya kemampuan keluarga dalam merawat balita yang ISPA dengan baik dan mengalami kejadian ISPA berulang sebanyak 19 orang (33,3%). Perbedaan proporsi ini menunjukkan hasil yang bermakna dapat terlihat dari uji chi square, yakni p value = 0. 011 kurang dari nilai α (0,05) yang berarti hipotesis nol ditolak atau ada hubungan balita yang ISPA dengan kejadian ISPA berulang pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukahaji Kabupaten Majalengka Tahun 2017. 5

PEMBAHASAN Dari hasil penelitian didapatkan kurang dari setengahnya balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukahaji Kabupaten Majalengka Tahun 2017 mengalami ISPA berulang yaitu sebanyak 42 orang (44,7%). Balita yang mengalami kejadian ISPA berulang perlu mendapat penanganan khusus dari petugas kesehatan, karena biasa memperparah keadaan penyakitnya. Masih ditemukannya pasien yang mengalami kejadian ISPA berulang dikarenakan faktor lingkunganseperti cuaca yang dingin, polusi udara karena keberadaan pabrik genteng hasil pembakaran, pemenuhan gizi yang kurang pada balita, ketidaktahuan ibu terhadap lingkungan yang kotor tidak terawat dengan baik terutama saluran air yang mampet dan maish minimnya saran informasi tentang pancegahan ISPA pada balita. Selain itu faktor kemampuan ibu balita yang kurang dalam merawat balita yang ISPA, kondisi rumah yang padat hunian, selain itu keadaan status gizi bayi yang kurang baik sehingga balita mudah terserang penyakit terutama pneumonia. Hasil ini sesuai dengan teori Suprianto (2003) ISPA me rupakan penyakit yang terjadi pada balita yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kemampuan keluarga dalam merawat balita, keadaan rumah yang tidak sehat dan lingkungan yang menguntungkan sebagai tempat perkembangan bibit penyakit dan juga udara sebagai perantara dengan kualitas dan kuantitas tertentu. Sejalan dengan teori Hidayat (2005) menyatakan bahwa risiko balita mengalami kejadian ISPA berulang akan meningkat jika tinggal di rumah dengan kondisi keluarga tidak mampu merawat balita yang ISPA dengan baik. Menurut Priyati (2001) faktor risiko yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas ISPA diantaranya adalah keadaan keluarga yang tidak mampu memenuhi syarat kesehatan seperti perawatan terhadap balita yang ISPA. Upaya petugas kesehatan yang harus dilakukan terkait dengan adannya kejadian ISPA berulang adalah melakukan deteksi dini dari penyakit batuk pilek yang sering menyerang anak, memberikan penyuluhan pada keluarga tentang cara pencegahan dan kesegeraan membawa anak berobat ke pelayanan kesehatan dan memberikan perawatan yang optimal sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, sehingga mendapatkan hasil yang optimal dan memungkinkan dapat mencegah keparahan atau komplikasi. Untuk menanggulangi meningkatnya angka kejadian ISPA ini pemerintah mengadakan program pemberantasan ISPA (P2 ISPA). Langkah melaksanakan program tersebut yaitu secara bertahap menentukan daerah yang akan dicakup program, menyelenggarakan pelatihan pada para pelaksana. Dari hasil penelitian didapatkan kurang dari setengahnya kemampuan keluarga merawat balita yang ISPA kurang baik yaitu sebanyak 37 orang (39,4%) di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukahaji Kabupaten Majalengka Tahun 2017. Masih ditemukannya ibu yang merawat balitanya kurang baik dikarenakan tidak adanya pendidikan khusus tentang perawatan balita yang ISPA, selama ini informasi yang diperleh keluarga hanya bersumber pada konseling dari petugas kesehatan, latar belakang pendidikan yang rendah juga turut mempengaruhi kemampuan merawat balita. Fakor lingkungan yang sebagian besar pekerja pabrik genteng atau sebagai buruh sehingga berdampak pada kurangnya pengetahuan kesehatan. Kurangnya kemampuan keluarga dalam merawat balita dapat dilihat dari kebersihan di dalam dan di luar rumah tidak dijaga, rumah tidak mempunyai jamban yang sehat, dan sumber air bersih berasal dari sumur yang kotor. Air 6

buangan dan pembuangan sampah tidak diatur dengan baik, asap dapur dan asap rokok berkumpul didalam rumah, karena banyak keluarga yang perokok dan dapur menggunakan kayu bakar dan banyak keluarga yang tidak mengenali tandatanda gawat darurat pada anak yang menderita ISPA. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Mubarak (2009) upaya perawatan yang harus dilakukan oleh perawat terkait dengan program yang telah ditetapkan oleh pemerintah adalah melakukan deteksi dini dari penyakit batuk pilek yang sering menyerang anak, memberikan penyuluhan pada keluarga tentang cara pencegahan dan kesegeraan membawa anak berobat ke pelayanan kesehatan dan memberikan perawatan yang optimal sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, sehingga mendapatkan hasil yang optimal dan memungkinkan dapat mencegah keparahan atau komplikasi. Adanya peran keluarga yang baik, dimungkinkan dapat menurunkan angka kejadian ISPA, sebaliknya apabila peran yang kurang dari keluarga dapat menyebabkan peningkatan kejadian ISPA pada anak, dimana peran yang diharapkan dari keluarga adalah upaya keluarga dalam mencegah terjadinya ISPA pada balita. Keluarga dapat mengambil tindakan yang yang sesuai dengan anjuran tenaga kesehatan dalam upaya perawatan anak ISPA usia 0-5 tahun, sebaliknya tindakan yang kurang baik dari keluarga kemungkinan salah dalam mengambil tindakan perawatan anak yang sakit. Anak yang sakit perlu mendapatkan perhatian khusus, karena anak belum bisa mengenal dan menolong dirinya sendiri oleh karena itu diperlukan adanya peran keluarga dalam memberikan perawatan pada anak yang menderita ISPA agar tidak mengalami komplikasi yang lebih parah. Selain itu upaya perawatan di rumah sangatlah penting dalam upaya penatalaksanaan anak dengan infeksi saluran pernafasan. Kesembuhan seorang anak dengan infeksi pernafasan sangat tergantung dari perawatan yang diberikan, salah satunya adalah perawatan di rumah yang diberikan oleh keluarga terutama oleh ibu. Perawatan kesehatan yang baik oleh keluarga juga dapat mencegah kekambuhan infeksi saluran pernafasan. Oleh karena itu, orangtua khususnya ibu, atau orang yang dekat dengan balita, harus melakukan pencegahan untuk mengurangi resiko terjadinya ISPA yang berulang pada balita dan memberikan perawatan di rumah yang baik ketika anaknya terkena ISPA. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan uji chi square yakni p value (0.011) kurang dari nilai α (0,05) yang menunjukkan bahwa ada hubungan balita yang ISPA dengan kejadian ISPA berulang pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukahaji Kabupaten Majalengka Tahun 2017. Peran aktif keluarga dalam menangani ISPA sangat penting, karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang sangat sering terjadi dalam kehidupan keluarga. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius, karena biasanya keluarga menganggap ISPA pada balita merupakan penyakit biasa yang sering timbul dan tidak berbahaya serta bisa menghilang dengan sendirinya. Padahal ISPA merupakan penyakit berbahaya karena bila keluarga membiarkan saja anaknya terkena ISPA dan tidak memberikan perawatan yang baik sangat beresiko mengalami kejadian ISPA berulang dan dapat mengakibatkan penyebaran infeksi yang lebih luas, sehingga akhirnya infeksi menyerang saluran nafas bagian bawah dan selanjutnya akan menyebabkan radang paru-paru atau penumonia yang sangat berbahaya dan menyebabkan kematian. Selain itu upaya perawatan di rumah sangatlah penting dalam upaya penatalaksanaan anak dengan infeksi saluran pernafasan. Kesembuhan seorang anak dengan infeksi pernafasan sangat tergantung dari perawatan yang diberikan, 7

salah satunya adalah perawatan di rumah yang diberikan oleh keluarga. Selain itu perawatan kesehatan yang baik oleh keluarga juga dapat mencegah kekambuhan infeksi saluran pernafasan. Oleh karena itu, orang tua khususnya ibu, atau orang yang dekat dengan balita, harus melakukan pencegahan untuk mengurangi resiko terjadinya ISPA yang berulang pada balita dan memberikan perawatan di rumah yang baik ketika anaknya terkena ISPA. Tidak ada kesenjangan antara teori dengan hasil penelitian dilapangan bahwa asumsi adanya hubungan antara balita yang ISPA dengan kejadian ISPA berulang pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukahaji Kabupaten Majalengka tahun 2017. Upaya petugas kesehatan dalam penanganan balita dengan kasus ISPA berulang agar memberikan penyuluhan tentang perwatan balita yang ISPA dirumah dan upaya pencegahan terjadinya ISPA berulang. Selain itu ibu balita juga harus memerhatikan asupan gizi balita dengan berkosultasi kepada petugas kesehatan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Hubungan Kemampuan Keluarga dalam Merawat Balita yang ISPA dengan Kejadian ISPA Berulang Pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukahaji Kabupaten Majalengka Tahun 2017 dapat disimpulkan sebagai berikut : - Sebanyak 42 orang (44,7%) balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukahaji Kabupaten Majalengka tahun 2017 mengalami ISPA berulang. - Sebanyak 37 orang (39,4%) balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukahaji Kabupaten Majalengka tahun 2017 keluarga kurang baik dalam merawat balita ISPA. - Ada hubungan yang signifikan antara balita yang ISPA dengan kejadian ISPA berulang pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukahaji Kabupaten Majalengka tahun 2017, dengan nilai p (0,011) Saran Bagi Institusi Pendidikan diharapkan lebih menambah pustaka dan literatur kesehatan ataupun aspek lainnya yang berhubungan dengan kebutuhan mahasiswa dalam melakukan penelitian. Bagi UPTD Pukesmas Sukahaji : - Petugas kesehatan agar memberikan penyuluhan kepada ibu balita tentang bahaya ISPA berulang dan upaya pencegahannya dengan merawat balita yang ISPA dengan baik. - Orangtua khususnya ibu, atau orang yang dekat dengan balita, harus melakukan pencegahan untuk mengurangi resiko terjadinya ISPA yang berulang pada balita dan memberikan perawatan di rumah yang baik ketika anaknya terkena ISPA - Petugas kesehatan dalam penanganan balita dengan kasus ISPA berulang agar memberikan penyuluhan tentang perwatan balita yang ISPA dirumah dan upaya pencegahan terjadinya ISPA berulang. Selain itu ibu balita juga harus memerhatikan asupan gizi balita dengan berkosultasi kepada petugas kesehatan. 8

DAFTAR PUSTAKA Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Jakarta : Renika Cipta Arikunto, 2005. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta : Jakarta Alsagaff & Mukty, 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan kesepuluh, Airlangga University Press. Surabaya. Asrun, 2006. Faktor Risiko Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Pada Balita. http://syair79.wordpress.com. Azwar, 2000. Sikap Manusia Teori Skala dan Pengukurannya. Jakarta: Pustaka Pelajar Depkes RI, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita, Ditjen PPM-PLP. Jakarta., 2015. Profil Kesehatan 2015. Departemen Kesehatan RI, 2009, 2016. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta : Depkes RI Dinas Kesehatan Majalengka. 2016. Profil Dinas Kesehatan Majalengka. Majalengka : Dinkes Majalengka. Dinas Kesehatan Majalengka. 2016. Profil Dinas Kesehatan Majalengka. Majalengka : Dinkes Majalengka. Efendy, 2007. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. Effendy. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Friedman, 1999. Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik. Jakarta : EGC. Hidayat, 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika. Maramis, Willy F. 2006. Ilmu Perilaku Dalam Pelayanan Kesehatan. Surabaya: Universitas Airlangga. Mubarak. 2007. Buku ajar : Kebutuhan dasar manusia. Jakarta : EGC. Nita, 2008. Mengetahui Status Gizi Balita Anda. Available online at http://www.medicastore.com/artike l (diakses tanggal 14 April 2017). Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip -prinsip Dasar). Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta Nurfani, 2003 http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/08 Nursalam, 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika Sekaran. 2000. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta : Salemba Empat 9

Setiadi, 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu Siswono, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka Saluicion G, dkk.2009. Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Gawat Darurat Medis. Binarupa Aksara. Jakarta. Vietha. 2009. Askep pada Sepsis Neonatorum. Available from: http://viethanurse.wordpress.com/2 008/12/01/askep-pada-sepsisneonatorum. Widoyono, 2008 Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga. Yasir, 2009. Askep pada Sepsis Neonatorum. Available from: http://viethanurse.wordpress.com/2 008/12/01/askep-pada-sepsisneonatorum Zaidin Ali, 2009. Pengantar Keperawatan Keluarga, Jakarta : EGC Http://pugud.blogspot.com/2008/05/patofis iologi-ispa.html 10