HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS V SD NEGERI KECAMATAN PINTU POHAN MERANTI, KABUPATEN TOBA SAMOSIR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pemerintah sedang giat-giatnya

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu sekolah yang tidak lepas dari cita-cita mencetak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT I PRODI DIII KEBIDANAN STIKes YPIB MAJALENGKA TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan saat ini masih banyak orang yang cenderung

BAB I PENDAHULUAN. baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

ARIS RAHMAD F

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Masalah pendidikan perlu

Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas II SMA Negeri 2 Mataram

Metsi Daud 1. Keywords: Emotional Intelligence, Academic Achievement

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP. PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (Persero) APJ DI SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN EFIKASI DIRI DENGAN PRESTASI BELAJAR

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

Dina Febriastuti MAN 1 Sumenep

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Proyek konstruksi merupakan suatu industri yang melibatkan kerjasama yang

BAB II LANDASAN TEORITIK

kebenaran yang didasarkan atas manfaat atau kegunaannya(soleh, 1988).

1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. para siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Mencuatnya prestasi gemilang Gita Gutawa, meski masih berusia belia,

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Dengan pendidikan. mengukur, menurunkan, dan menggunakan rumus-rumus matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tanpa pendidikan akan sulit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang

KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN INTELEKTUAL MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syifa Zulfa Hanani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan

PENGARUH INTELLIGENCE QUOTIENT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Sejak usia dini orang tua selalu berharap dan mengajarkan kepada anaknya untuk bisa

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat biasanya mengartikan anak berbakat sebagai anak yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, seseorang tidak hanya dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Proses belajar tersebut tercermin

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara aktif dan integratif untuk mencapai suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani merupakan bagian dari proses pendidikan secara

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII MTSN NGEMPLAK BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

I. PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN. dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. 1. perkembangan dan kelangsungan hidup suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini membahas latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan guru dalam pembelajaran di kelas. Guru diharapkan mampu lebih. pendidikannya atau yang akan terjun ke masyarakat.

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN JASMANI SISWA SMP NEGERI 1 SAWANG KABUPATEN ACEH SELATAN.

BAB I PENDAHULUAN. terkait antara individu dan interaksi antara kelompok. Berbagai proses sosial dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. juga dirasa sangat penting dalam kemajuan suatu negara karena berhubungan

ANALISIS FAKTOR INTERNAL YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR MAHASISWA D-IV BIDAN PENDIDIK

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa. Masa depan bangsa ini berada di

BAB I PENDAHULUAN. formal maupun lembaga non-formal, karena lembaga-lembaga tersebut memegang

DESKRIPSI PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIPA. Purwati 19, Nurhasanah 20

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya di antara

BAB I PENDAHULUAN. bidang humanistic skill dan professional skill. Sehingga nantinya dapat

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tujuan pendidikan formal di sekolah-sekolah atau di lembagalembaga

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

MINAT SISWA MELANJUTKAN STUDI KE PERGURUAN TINGGI SISWA SMA NEGERI 1 TALANG PADANG TANGGAMUS

BAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. 2010). Sehingga diupayakan generasi muda dapat mengikuti setiap proses

BAB I PENDAHULUAN. gelar tinggi belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali mereka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS II SMU LAB SCHOOL JAKARTA TIMUR SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Pendidikan merupakan usaha. sadar dan terencana untuk mewujudkan susasana belajar dan proses

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar pada hakekatnya merupakan serangkaian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh dan memproses pengetahuan. Hal ini berarti Kondisi menjadikan

Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Bahasa Jawa Siswa Kelas X SMA N 1 Klirong Kebumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. berilmu, kreatif, inovatif, mandiri, dan bertanggung jawab, serta menjadi. Pendidikan akuntansi khususnya pendidikan akuntansi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

Oleh: Deasy Wulandari K BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 178491 KECAMATAN PINTU POHAN MERANTI, KABUPATEN TOBA SAMOSIR Oleh: REFLINA SINAGA, S.Psi.,M.Pd NIDN: 0129058201 Dibiayai oleh LPPM Unika St. Thomas SU Surat Perjanjian No. 160/LPPM-UKS/H.25/01.`17 Fakultas/Unit Kerja : FKIP LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT (LPPM) FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah memiliki guru yang bertugas untuk mengajar dan mendidik siswanya supaya menjadi pribadi yang memiliki bekal untuk menjawab tantangan hidup dan masa depan yang lebih baik. Pendidikan di sekolah dasar pada dasarnya dilaksanakan untuk memberikan ilmu pengetahuan dasar kepada peserta didik melalui berbagai mata pelajaran yang disajikan. Pengetahuan dasar tersebut dijadikan sebagai bekal peserta didik pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Keberhasilan pendidikan di sekolah dasar ditentukan oleh komponen pendidikan yang saling bekerja sama satu sama lain. Hal ini seperti dikemukakan oleh Dwi Siswoyo (2008: 44) yang menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) komponen sentral dalam upaya pendidikan di sekolah dasar, yaitu: peserta didik, pendidik dan tujuan pendidikan. Proses belajar mengajar di sekolah merupakan salah satu proses belajar yang bersifat kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat, bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar seseorang harus memiliki Intelegence Quontient (IQ) yang tinggi, karena intelegensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar sehingga hasil belajar akan optimal (Azwar, 2013:163). Pada kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak dapat` meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan intelegesinya. Beberapa siswa yang terlihat mempunyai kemampuan yang relatif tinggi, tetapi justru memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun beberapa siswa yang walaupun kemampuan intelegesinya tidak terlalu tinggi, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Oleh sebab itu taraf intelegensi bukan

merupakan satu satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang karena ada faktor lain yang mempengaruhinya (Slameto, 2010:56). Faktor tersebut diantaranya faktor yang berasal dari dalam diri sendiri maupun dari luar seperti faktor lingkungan. Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Menurut Binet dalam buku Winkel (1997:529) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu, dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif. Menurut Goleman (2000 : 44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama. Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah (Goleman, 2002). Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligence siswa.

Memang harus diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun fenomena yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang berprestasi rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli prestasi belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat memperkirakan prestasi belajar seseorang. Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya penilaian. Begitu juga dengan yang terjadi pada seorang siswa yang mengikuti suatu pendidikan selalu diadakan penilaian dari hasil belajarnya. Penilaian terhadap hasil belajar seorang siswa untuk mengetahui sejauh mana telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar. Prestasi belajar menurut Yaspir Gandhi Wirawan dalam Murjono (1996 :178) adalah: Hasil yang dicapai seorang siswa dalam usaha belajarnya sebagaimana dicantumkan di dalam nilai rapornya. Melalui prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui kemajuankemajuan yang telah dicapainya dalam belajar. Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Menurut Binet dalam buku Winkel (1997:529) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu, dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif.

Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi. Menurut Goleman (2000 : 44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama. Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah (Goleman, 2002). Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligence siswa. Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai analisis struktur neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux (1970) menunjukkan bahwa dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu mendahului intelegensi rasional. EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar membangun kesuksesan karir,

mengembangkan hubungan suami-istri yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja (Goleman, 2002 : 17). Memang harus diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun fenomena yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang berprestasi rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli prestasi belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat memperkirakan prestasi belajar seseorang. Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut. Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak kalah penting dengan IQ (Goleman, 2002:44). Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah. Pendidikan sendiri bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence, yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional

intelligence siswa.walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan kecerdsan emosional tidak kalah penting dengan IQ. Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu, peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanakkanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional. Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkat konseptual maupun di dunia nyata. Banyak usaha yang dilakukan oleh para siswa untuk meraih prestasi belajar agar menjadi yang terbaik, seperti mengikuti bimbingan belajar. Usaha ini positif, namun masih banyak dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan intelektual, faktor tersebut adalah kecerdasan emosional. Dengan kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain dengan efektif. Individu yang memiliki keterampilan emosional baik berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Sedangkan induividu yang tidak dapat menahan kendali atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merusak kemampuannya untuk memusatkan perhatian pada tugas tugasnya dan memiliki pikiran yang jernih. Penelitian Walter Mischel (1960) mengenai marsmallow challenge di Universitas Stanford menunjukan anak yang ketika berumur empat tahun mampu menunda dorongan hatinya, setelah lulus sekolah menengah atas, secara akademis lebih kompeten, lebih mampu menyusun gagasan secara nalar, serta memiliki gairah belajar yang lebih tinggi. Keterampilan dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetepi membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional tersebut

besar pengaruhnya. Hal ini akan diperoleh bila anak diajarkan keterampilan dasar kecerdasan emosional, secara emosional akan lebih cerdas, penuh pengertian, mudah menerima perasaanperasaan dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan permasalahannya sendiri. Di tengah semakin ketatnya persaingan di dunia pendidikan dewasa ini, merupakan hal yang wajar apabila para siswa sering khawatir akan mengalami kegagalan atau ketidakberhasilan dalam meraih prestasi belajar atau bahkan takut tinggal kelas. Banyak usaha yang dilakukan oleh para siswa untuk meraih prestasi belajar agar menjadi yang terbaik, seperti mengikuti bimbingan belajar. Usaha semacam itu jelas positif, namun masih ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan ataupun kecakapan intelektual, faktor tersebut adalah kecerdasan emosional. Karena kecerdasan intelektual saja tidak memberikan persiapan bagi individu untuk menghadapi gejolak, kesempatan ataupun kesulitankesulitan dalam kehidupan. Dengan kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaanperasaan orang lain dengan efektif. Individu dengan keterampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Sedangkan individu yang tidak dapat menahan kendali atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merusak kemampuannya untuk memusatkan perhatian pada tugastugasnya dan memiliki pikiran yang jernih. Sebuah laporan dari National Center for Clinical Infant Programs (1992) dalam Jurnal INSANIA Vol. 14 No. 2 Mei-Ags 2009 menyatakan bahwa keberhasilan di sekolah bukan diramalkan oleh kumpulan fakta seorang siswa atau kemampuan dininya untuk membaca, melainkan oleh ukuran-ukuran emosional dan sosial, yakni pada diri sendiri dan mempunyai minat, tahu pola perilaku yang diharapkan orang lain dan bagaimana mengendalikan dorongan hati

untuk berbuat nakal, mampu menunggu, mengikuti petunjuk dan mengacu pada guru untuk mencari bantuan, serta mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan saat bergaul dengan siswa lain. Hampir semua siswa yang prestasi sekolahnya buruk, menurut laporan tersebut, tidak memiliki satu atau lebih unsur-unsur kecerdasan emosional ini (tanpa mempedulikan apakah mereka juga mempunyai kesulitan-kesulitan kognitif seperti ketidakmampuan belajar). Penelitian Walter Mischel (1960) mengenai marsmallow challenge di Universitas Stanford menunjukkan anak yang ketika berumur empat tahun mampu menunda dorongan hatinya, setelah lulus sekolah menengah atas, secara akademis lebih kompeten, lebih mampu menyusun gagasan secara nalar, serta memiliki gairah belajar yang lebih tinggi. Mereka memiliki skor yang secara signifikan lebih tinggi pada tes SAT dibanding dengan anak yang tidak mampu menunda dorongan hatinya. Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, jarang tertular penyakit, lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan orang lain, lebih cakap dalam memahami orang lain dan untuk kerja akademis di sekolah lebih baik. Keterampilan dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional tersebut besar pengaruhnya. Hal positif akan diperoleh bila anak diajarkan keterampilan dasar kecerdasan emosional, secara emosional akan lebih cerdas, penuh pengertian, mudah menerima perasaanperasaan dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan permasalahannya sendiri sehingga pada saat remaja akan lebih banyak sukses di sekolah dan dalam berhubungan dengan rekan-rekan sebaya serta akan terlindung dari risiko-risiko seperti obat-obat terlarang, kenakalan, kekerasan serta seks yang tidak aman.

Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor penting yang seharusnya dimiliki oleh siswa yang memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi belajar lebih baik di sekolah. Pada penelitian ini, penulis menggunakan sampel Siswa Kelas V SD Negeri 178491 Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir.. Bertitik tolak dari hal yang telah diuraikan di atas, saya melakukan penelitian yang bertujuan ingin mengetahui apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa Kelas V SD Negeri 178491 Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir. Berdasarkan kenyataan permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan selama ini, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa Kelas V SD Negeri 178491 Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir.