BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia merupakan salah satu aset kebudayaan bagi bangsa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. memiliki makna yang sama. Salah satu fungsi dari bahasa adalah sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ismi Nurul Huda, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya dengan etniknya. Penanda etnik di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan kebiasaan yang diturunkan oleh leluhur secara turuntemurun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kata tembang nyanyian sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal

2015 FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

2014 SAJARAH CIJULANG

T. H GEOGRAFI DIALEK BAHASA SIMALUNGUN DALAM PENGEMBANGAN LEKSIKON BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi

BAB I PENDAHULUAN. akan berkembang. Sebaliknya, jika suatu bahasa yang sedikit dipakai oleh penutur dengan

BAB I PENDAHULUAN. peran orang tua sebagai generasi penerus kehidupan. Mereka adalah calon

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,

BAB 1 PENDAHULUAN. khasanah pengetahuan suatu masyarakat atau suku bangsa. Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni,

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Bugis, Gorontalo, Jawa, Kaili (Pateda

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara

2015 PENANAMAN NILAI-NILAI KESUND AAN MELALUI PROGRAM TUJUH POE ATIKAN ISTIMEWA D I LINGKUNGAN SEKOLAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh

keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada (Yamin, 2010:64). Tetapi terkadang dalam

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat diterima orang lain, sehingga tercipta interaksi sosial sesama

, 2015 ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA RAGAM TULIS DALAM SURAT PRIBADI MAHASISWA KOREA DI YOUNGSAN UNIVERSITY

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penciptaan

2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Peran bahasa mencakup segala bidang kehidupan karena segala sesuatu

I. PENDAHULUAN. Belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Kemampuan mengomunikasikan pikiran dan

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gio M. Johan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. seharusnya dapat kita lestarikan, jangan sampai generasi-generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti menggunakan bahasa, baik bahasa lisan maupun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Amanda Putri Selvia, 2013

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa daerahnya masing-masing. Hal tersebut sejalan dengan hakikat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

2015 KOLOKASI LEKSIKON PADA RANAH PEMILU: KAJIAN SEMANTIK LEKSIKAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan mencakup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. dihadirkan mempunyai tujuaan dan manfaat di samping menyampaikan buah

1. BAB I PENDAHULUAN

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dan daya tarik wisatawan mancanegara maupun wisatawan. sekaligus peningkatan perekonomian masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V MODEL PELESTARIAN NYANYIAN MBUE-BUE PADA MASYARAKAT MUNA SULAWESI TENGGARA

BAB III METODE PENELITIAN

Mahmud Fasya. Universitas Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa menunjukkan cermin pribadi seseorang. Karakter, watak, atau pribadi

BAB I PENDAHULUAN. upaya lapisan masyarakat terhadap setiap gerak langkah dan perkembangan dunia

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sikap Bahasa Siswa Sekolah Dasar Terhadap Bahasa Daerah Dan Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. landasan teoretis yang melandasi penelitian ini. Kemudian, definisi operasional

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan seseorang dalam melakukan komunikasi sangat tergantung

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang biasanya diperoleh dari orang tuanya. Nama tersebut merupakan pertanda

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman budaya inilah yang mampu membuat bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal

Transkripsi:

A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Penutur bahasa Indonesia merupakan penutur bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Batak, dan lain-lain sehingga penutur bahasa Indonesia tidak dapat dilepaskan dari ciri-ciri kedaerahannya. Setiap daerah memiliki ragam bahasa dengan masing-masing keunikannya. Dengan demikian, bahasa daerah perlu mendapatkan perhatian khusus baik dari masyarakat penuturnya maupun dari seluruh masyarakat Indonesia. Pemertahanan bahasa daerah tersebut dimaksudkan sebagai bahan pengembangan leksikon bahasa Indonesia. Keunikan suatu bahasa itu dapat terlihat dalam ungkapan, bidal, peribahasa, kata mutiara, perumpamaan, dan lain-lain. Dalam masyarakat Jawa, misalnya keunikan bahasa dapat terlihat dalam pitutur luhur. Sukirno (2013, hlm. 108) mengemukakan bahwa: Kata pitutur berasal dari bahasa Jawa kuno yang berarti pelajaran, nasihat, atau peringatan. Kata luhur berasal dari bahasa Kawi berarti tinggi, mulia, atau baik. Kata kesingkir berarti dikesampingkan, disingkirkan, dipinggirkan, atau dijauhkan, sedangkan kesingkur berarti dibelakangkan atau dilupakan. Dari makna tersebut, dapat didefinisikan bahwa pitutur luhur kesingkir kesingkur adalah nasihat yang baik yang telah disingkirkan dan dilupakan oleh sebagian masyarakat, khususnya masyarakat Jawa. Jika hal ini terus berlanjut, tidak menutup kemungkinan pitutur luhur yang termasuk dalam filosofi Jawa ini akan kesingsal atau hilang dari kebudayaan Jawa. (hlm. 108) Pendapat di atas dapat dijadikan sebagai bukti tentang fenomena pergeseran keunikan bahasa Jawa karena oleh masyarakat penuturnya pitutur luhur sudah mulai disingkirkan dan dilupakan. Sebenarnya, pitutur luhur masih diharapkan, disukai, dan diberlakukan oleh masyarakat sampai sekarang, tetapi hanya pada kalangan tertentu yang mengerti. Pergeseran pitutur luhur ini disebabkan kurangnya perhatian khususnya dari masyarakat Jawa, sehingga pemahaman, penghayatan, dan pengamalan terhadap nilai-nilai pitutur luhur tidak dapat tersampaikan dengan baik dan mulai terkikis penggunaannya. Pitutur luhur 1

2 juga terbagi menjadi beberapa bagian, yakni seperti yang dikemukakan oleh Sukirno (2013, hlm. 109): Bentuk pitutur luhur dapat disampaikan secara tertulis, secara lisan, dan peragaan/bahasa simbol. Misalnya, melalui peribahasa/paribasan, tembang macapat, dongeng, tutur-tinular, ungkapan tradisional, disampaikan melalui gerak-gerak anggota badan/sanepo, dan melalui gambar-gambar yang bermakna. (hlm. 109) Sebenarnya, bukan hanya pitutur luhur bahasa Jawa saja yang mulai dilupakan kaum penuturnya. Peribahasa Indonesia pun, sudah jarang sekali ditemukan pengucapannya di masyarakat. Padahal, peribahasa Indonesia merupakan media komunikasi yang santun dengan bahasa kiasan yang halus untuk menyampaikan nasihat, perumpamaan, sindiran, prinsip hidup, atau aturan tingkah laku (Redaksi PM, 2013, hlm. iii). Hal tersebut menyatakan, bahwa pitutur luhur bahasa Jawa dan peribahasa Indonesia mempunyai peran yang sangat penting dalam menjunjung norma-norma kemanusiaan. Dengan demikian, pitutur luhur bahasa Jawa dan peribahasa Indonesia seharusnya lebih diperhatikan kembali keberadaannya sehingga dapat berkembang. Dalam pitutur luhur bahasa Jawa dan peribahasa Indonesia biasanya dapat ditemukan bermacam-macam metafora, misalnya metafora hewan, metafora anggota tubuh, dan metafora tumbuhan. Salah satu metafora yang banyak ditemukan dalam pitutur luhur bahasa Jawa dan peribahasa Indonesia adalah metafora hewan. Metafora hewan yang digunakan dalam pitutur luhur bahasa Jawa dan peribahasa Indonesia mempunyai kesamaan. Perbedaannya hanya terletak pada kandungan norma, nasihat, atau artinya. Pengetahuan seseorang tentang peribahasa, ungkapan, atau sejenisnya yang mengandung metafora hewan menandai suatu bangsa, suku, atau kelompok yang dekat atau terbiasa dengan hewan tersebut. Saat ini, masyarakat lebih cenderung menggunakan bahasa asing daripada bahasa daerahnya sendiri sehingga menyebabkan berkurangnya penguasaan metafora dalam pitutur luhur daerahnya. Hal tersebut dikhawatirkan akan mengurangi pitutur luhur bermetafora hewan terhadap upaya pengembangan bahasa Indonesia. Masyarakat yang masih mempertahankannya dianggap kuno atau tidak popular. Menurut kacamata peneliti, penggunaan metafora hewan

3 dalam pitutur luhur bahasa Jawa dan peribahasa Indonesia mengandung konsepsi kebudayaan yang mencerminkan kebudayaan masyarakat penggunanya. Ini sejalan dengan pernyataan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1985, hlm. 96): Masyarakat di dalam menciptakan kebudayaan merupakan hasil dari dua proses. Pertama, akibat hubungan manusia dengan lingkungannya. Kedua, bagaimana manusia itu mengembangkan kebudayaannya. Dalam proses ini, menyangkut kemampuan manusia berfikir secara metaforaik, yaitu kemampuan manusia untuk memperluas atau mempersempit interpretasi lambang-lambang. Salah satu lambang yang dipergunakan sebagai media sosial adalah ungkapan/peribahasa tradisional yang disebarkan dari mulut ke mulut. (hlm. 96) Menurut informan yang ditemui di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, masyarakat yang masih mempertahankan pitutur luhur bermetafora hewan masih dapat ditemukan tetapi sangat jarang diucapkan. Berkaitan dengan hal itu, berikut contoh metafora hewan yang ditemukan dalam pitutur luhur di desa tersebut: 1) Asu njegog ora nyokot Anjing (yang) Menyalak Tidak Menggigit Artinya: Banyak orang yang pintar mengancam, tetapi tidak melakukan apaapa. Banyak bicara sedikit bekerja. 2) Ana gula ana semut Ada gula ada semut Artinya: Orang yang sukses dan kaya selalu dikerumuni oleh orang lain yang ingin juga mendapatkan kesuksesan dan kekayaan. Pitutur luhur bahasa Jawa tersebut, ternyata hampir sama dengan peribahasa Indonesia yang terdapat dalam Kamus Peribahasa dan Ungkapan karya Redaksi PM. Perbandingannya akan terlihat pada arti atau kandungannya seperti berikut. 1) Anjing menyalak takkan menggigit Artinya: Orang yang kelihatannya galak biasanya tidak berbahaya. 2) Ada gula ada semut Artinya: Orang yang kaya atau banyak harta sering dikunjungi orang. Beberapa pitutur luhur bahasa Jawa dan peribahasa Indonesia di atas terlihat mengandung metafora hewan yang ditemukan di dalamnya. Metafora hewan yang digunakan dalam pitutur luhur adalah asu dan semut. Dalam

4 peribahasa Indonesia tersebut, metafora hewan yang digunakan adalah anjing dan semut. Kedua metafora hewan yang terkandung pada pitutur luhur bahasa Jawa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI online Pusat Bahasa) sudah tercatat sebagai leksikon bahasa Indonesia. Dalam peribahasa Indonesia metafora anjing artinya di representasikan sebagai perbuatan yang positif. Berbanding terbalik dengan metafora asu yang terkandung dalam pitutur luhur bahasa Jawa. Bagi masyarakat Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, asu merupakan penggambaran perbuatan yang negatif. Metafora asu tersebut kadang masih dipakai sehari-hari oleh masyarakat tersebut sehingga nilainilai yang terkandung dalam pitutur luhur itu masih dapat tersampaikan. Berbeda sekali dengan peribahasa Indonesia bermetafora anjing yang sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak dapat tersampaikan dengan baik. Pitutur luhur dan peribahasa Indonesia bermetafora hewan semut juga memiliki perbedaan artinya atau kandungan nilai-nilai seperti nasihat. Dalam peribahasa Indonesia bermetafora hewan semut diartikan orang yang kaya atau banyak harta sering dikunjungi orang. Namun, pitutur luhur bermetafora semut diartikan orang yang sukses dan kaya selalu dikerumuni oleh orang lain yang ingin juga mendapatkan kesuksesan dan kekayaan. Dalam masyarakat Jawa di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur penggunaan pitutur luhur yang kedua ini, kerap kali digunakan pada saat orang tua menasihati anaknya agar menjadi orang yang sukses. Perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam pitutur luhur dan peribahasa Indonesia menjadi salah satu hal yang menarik untuk dijadikan sebuah penelitian. Penggunaan pitutur luhur yang pertama menurut informan, sudah jarang ditemukan penggunaannya di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur sehingga gambaran nilai-nilai yang terkandung di dalamnya kurang dipahami dan mulai mengalami pergeseran. Bahkan, anak-anak kecil di kampung tersebut hanya pernah mendengar pitutur luhur tersebut, tanpa mengetahui artinya. Hal tersebut sangat mengkhawatirkan karena kurangnya perhatian masyarakat mayoritas terhadap perbendaharaan kebahasaan khususnya dalam pitutur luhur bermetafora hewan. Padahal pitutur luhur dipergunakan sebagai

5 suatu cara bagaimana orang Jawa menyampaikan norma-normanya secara tidak langsung. Orang Jawa meyakini bahwa dengan mempertahankan hal tersebut, kekacauan tadi tidak akan terjadi (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, hlm. 103). Dua contoh pitutur luhur tersebut, menurut peneliti dapat dijadikan sebagai bahan pengembangan bahasa Indonesia, khususnya dalam peribahasa. Bukan hanya peribahasa bahasa Indonesia yang menggunakan metafora anjing, dan semut saja yang dapat berkembang. Keberagaman metafora-metafora jenis hewan lainnya yang jarang ditemukan dalam peribahasa bahasa Indonesia, dapat ditemukan dalam pitutur luhur bahasa Jawa. Berikut contoh pitutur luhur bermetafora hewan yang dapat mengembangkan peribahasa bahasa Indonesia. 1) Sagalak-galake macan ora bakal mangan gogore Seganas-ganasnya Macan Tidak Ada (yang) Akan Makan Anaknya Artinya: Tidak ada orang tua yang ingin membuat anaknya celaka. 2) Mburu kidang lumayu Mengejar Kijang Berlari Artinya: Seseorang yang ingin mendapatkan sesuatu yang mustahil dicapai. 3) Angon ulat ngumbar tangan Beternak ulat membiarkan tangan Artinya: Seseorang harus tetap waspada atau berjaga-jaga dengan orang yang sudah dikenalnya. Pitutur luhur tersebut menggunakan metafora hewan macan, kidang, dan ulat yang sangat jarang ditemukan dalam peribahasa bahasa Indonesia. Leksikon macan, kidang, dan ulat juga sudah masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI online Pusat Bahasa). Dengan demikian, pitutur luhur tersebut dapat dijadikan sebagai bahan upaya pengembangan peribahasa Indonesia. Bukan hanya metafora hewannya saja yang dapat menjadi bahan pengembangan bahasa Indonesia, melainkan kosakata bahasa Jawa yang terkandung dalam pitutur luhur tersebut juga dapat menambah leksikon bahasa Indonesia, misalnya gogore (anak macan). Oleh sebab itu, penelitian perbandingan pitutur luhur bahasa Jawa dan peribahasa Indonesia ini penting dilakukan untuk mengungkap metafora hewan apa saja yang digunakan dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia sebagai bahan pengembangan bahasa Indonesia dan representasi penggunaannya di masyarakat Jawa dan masyarakat Indonesia sehingga dapat diketahui perbandingannya dan

6 berguna untuk kelestarian bahasa melihat kondisi kebahasaan sudah mulai terkikis karena perubahan zaman yang semakin modern. Bukan hanya itu saja, penelitian ini diharapkan dapat menjadi promosi pitutur luhur sehingga dapat dikenal. Penelitian ini sangat relevan untuk dilakukan di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur terutama kajian dalam ranah etnosemantik. Etnosemantik adalah studi mengenai cara-cara yang dipakai oleh suatu masyarakat dalam mengorganisasikan atau mengkategorisasikan ranah pengetahuan tertentu seperti dunia tumbuh-tumbuhan, binatang, dan perkerabatan dalam kebudayaan yang berbeda (Palmer, 1999, hlm. 19, dalam Patimah, 2012, hlm. 32). Dokumentasi peribahasa Indonesia diambil dari Kamus Peribahasa dan Ungkapan karya Redaksi PM terbitan tahun 2013. Penggunaan buku tersebut juga didasari alasan yakni buku tersebut merupakan edisi terbaru dan peribahasa Indonesia yang ditulis merupakan peribahasa Indonesia yang paling sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Kajian seperti ini tidak hanya dilakukan secara terbatas di dalam konteks linguistik semata, tetapi juga dilakukan dalam konteks sosial dan budaya yang lebih luas sehingga mampu menjangkau fungsinya dalam menopang praktik kebudayaan (Foley, 2001 dalam Sudana, dkk. 2012, hlm. 13). Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan, peneliti menemukan beberapa penelitian yang sejenis. Misalnya Nicky, dkk. (2014) melakukan penelitian tentang kesepadanan makna peribahasa bersumber nama binatang dalam Indonesia dan berbagai bahasa daerah dengan menggunakan kajian etnosemantik. Dalam penelitian tersebut dicampurkan berbagai bahasa daerah sehingga kajian yang dilakukan belum spesifik dan mendalam. Selanjutnya, penelitian tentang metafora hewan juga dilakukan oleh Susanti (2012) tentang metafora hewan dalam peribahasa bahasa Indonesia dengan menggunakan kajian linguistik antropologis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa bentuk metafora hewan terbagi menjadi monomorfemis, polimorfemis, dan gejala sosial yang melatarbelakangi penggunaan metafora hewan. Dari penelitian-penelitian sebelumnya tersebut, telaah tentang kesepadanan makna metafora hewan memang sudah pernah dilakukan ahli-ahli lain. Akan tetapi, telaah etnosemantik berupa perbandingan metafora hewan

7 dalam pitutur luhur bahasa Jawa dan peribahasa Indonesia karya Redaksi PM sebagai bahan pengembangan bahasa Indonesia secara spesifik, mendalam, dan terfokus menurut kacamata peneliti dirasa belum ada. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memenuhi keinginan tersebut. B. Rumusan Masalah Dalam bagian ini, akan diuraikan masalah yang berkaitan dengan masalah penelitian. Adapun uraiannya meliputi (1) identifikasi masalah, (2) batasan masalah, dan (3) rumusan masalah. 1. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah pada penelitian ini meliputi hal-hal berikut. a) Pitutur luhur bahasa Jawa dan peribahasa Indonesia yang menggunakan metafora hewan sudah mulai dilupakan karena berkurangnya pengetahuan masyarakat tentang metafora hewan yang terkandung di dalamnya sehingga mengakibatkan kurangnya pengetahuan tentang makna metafora yang terkandung di dalamnya. b) Pitutur luhur bahasa Jawa dan peribahasa Indonesia dalam ranah penggunaannya mengalami pergeseran dari generasi ke generasi berikutnya sehingga dikhawatirkan pitutur luhur akan musnah dan tidak dapat diwariskan lagi nilai-nilai kearifan budaya luhur yang terkandung di dalamnya. c) Pitutur luhur bahasa Jawa yang sudah jarang dipakai mengakibatkan berkurangnya pembendaharaan kata dalam bahasa Jawa. d) Pitutur luhur bahasa Jawa dan peribahasa Indonesia mengandung perbedaan konsep atau makna sehingga dapat dibandingkan. 2. Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian meliputi hal-hal berikut. a) Penelitian ini akan ditekankan pada pitutur luhur bahasa Jawa dan peribahasa Indonesia yang mengandung metafora hewan. b) Penelitian ini lebih ditekankan pada metafora hewan dalam pitutur luhur bahasa Jawa dan peribahasa Indonesia sehingga dapat mengungkap nilai-nilai kearifan budaya, sosial, dan sebagai bahan pengembangan bahasa Indonesia.

8 c) Pitutur luhur bahasa Jawa yang diteliti dalam penelitian ini adalah yang terdapat di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. d) Peribahasa Indonesia yang diteliti dalam penelitian ini adalah Kamus Peribahasa dan Ungkapan karya Redaksi PM tahun 2013. e) Sebagai kajian etnosemantik, telaahnya difokuskan pada konseptualisme bentuk lingual, referensi, dan makna. 3. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut. a) Bagaimana deskripsi data pitutur luhur bahasa Jawa di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan peribahasa bahasa Indonesia karya Redaksi PM tahun 2013? b) Bagaimana konseptualisme bentuk lingual metafora hewan dalam pitutur luhur bahasa Jawa di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan peribahasa bahasa Indonesia karya Redaksi PM tahun 2013? c) Bagaimana referensi dan makna metafora hewan dalam pitutur luhur bahasa Jawa di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan peribahasa bahasa Indonesia karya Redaksi PM tahun 2013? d) Bagaimana perbandingan metafora hewan dalam pitutur luhur bahasa Jawa di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan peribahasa Indonesia karya Redaksi PM tahun 2013 sebagai bahan pengembangan leksikon bahasa Indonesia? C. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan hal-hal berikut: a) deskripsi data pitutur luhur bahasa Jawa di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan peribahasa Indonesia karya Redaksi PM tahun 2013;

9 b) konseptualisme bentuk lingual metafora hewan dalam pitutur luhur bahasa Jawa di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan peribahasa Indonesia karya redaksi PM tahun 2013; c) referensi dan makna metafora hewan dalam pitutur luhur bahasa Jawa di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan peribahasa Indonesia karya Redaksi PM tahun 2013; d) perbandingan metafora hewan dalam pitutur luhur bahasa Jawa di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan peribahasa Indonesia Karya Redaksi PM tahun 2013 sebagai bahan pengembangan leksikon bahasa Indonesia. D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini terdapat manfaat teoretis dan manfaat praktis yang akan diuraikan sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis Manfaat teoretis pada penelitian ini adalah dapat menunjukan salah satu penelitian linguistik dan linguistik antropologis khususnya etnosemantik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan bagi penulis mengenai pitutur luhur dalam bahasa Jawa dan peribahasa Indonesia. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut. a) Secara praktis, penelitian ini bisa membantu memahami bagaimana perbandingan cara masyarakat Jawa dan masyarakat Indonesia dalam memandang dunianya dan memahami nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pitutur luhur bahasa Jawa dan peribahasa Indonesia bermetafora hewan. b) Penelitian ini dapat menunjukan bukti bahasa daerah sebagai bahan upaya pengembangan bahasa Indonesia. c) Penelitian ini bisa menjadi bahan rujukan dalam memahami konsep hubungan antara bahasa dan budaya.

10 d) Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat dijadikan potret pengembangan bahasa, budaya, dan sosial masyarakat Jawa terhadap bahasa Indonesia pada saat ini. e) Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat dijadikan ajang promosi hasil kebudayaan lewat bahasa untuk memperkenalkan pitutur luhur dan mengangkat kembali eksistensi peribahasa Indonesia. f) Penelitian ini juga dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian berikutnya yang sejenis dengan penelitian ini. E. Struktur Organisasi Skripsi Struktur organisasi skripsi pada penelitian ini memuat sistematika penulisan skripsi sebagai berikut. 1. Bab I Pendahuluan yang isinya mencakup (a) latar belakang penelitian, (b) rumusan masalah yang terdiri dari identifikasi masalah, batasan masalah, dan rumusan masalah, (c) tujuan penelitian, (d) manfaat penelitian yang terdari dari manfaat teoretis dan manfaat praktis, dan (e) struktur organisasi skripsi. Pada bagian ini dikemukakan hal-hal yang mendasari suatu penelitian mengapa dianggap penting atau menarik untuk layak dijadikan sebuah penelitian. 2. Bab II Kajian Pustaka/Landasan Teoretis yang isinya mencakup (1) linguistik yang terbagi menjadi (a) konseptualisme makna, (b) semantik dan referensi, (c) jenis makna, (d) metafora dan (2) kebudayaan yang terbagi menjadi (a) unsur-unsur kebudayaan, (b) etnosemantik, (c) pandangan hidup orang Jawa, (d) pitutur luhur bahasa Jawa, (e) makna pitutur luhur bahasa Jawa, dan (f) peribahasa Indonesia. Pada bagian ini, teori-teori yang dipaparkan hanyalah teori yang sudah disesuaikan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Tujuannya, untuk memudahkan proses pengerjaan penelitian. 3. Bab III Metode Penelitian yang isinya mencakup (a) metode penelitian, (b) desain penelitian, (c) lokasi penelitian, (d) data dan sumber data, (e) definisi operasional, (f) instrumen penelitian, (g) teknik pengumpulan data, dan (h) teknik pengolahan data. Pada bagian ini, metode penelitian yang digunakan

11 harus sesuai dengan penelitian sehingga dapat mempermudah proses pencarian data dan teknik pengolahan data. 4. Bab IV Pembahasan dan Temuan yang isinya mencakup, (a) deskripsi data pitutur luhur bahasa Jawa di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan dalam peribahasa Indonesia karya Redaksi PM tahun 2013, (b) konseptualisme bentuk lingual metafora hewan dalam pitutur luhur bahasa Jawa di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan dalam peribahasa Indonesia karya Redaksi PM tahun 2013, (c) referensi dan makna metafora hewan dalam pitutur luhur bahasa Jawa di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan peribahasa Indonesia karya Redaksi PM tahun 2013, (d) perbandingan metafora hewan dalam pitutur luhur bahasa Jawa di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan peribahasa Indonesia karya Redaksi PM tahun 2013 sebagai bahan pengembangan leksikon bahasa Indonesia. Pada bagian ini diuraikan secara jelas bagaimana mengolah data dengan cara mencocokkan teori dengan hasil temuan yang dilakukan pada saat penelitian. 5. Bab V Simpulan dan Rekomendasi yang isinya mencakup simpulan dan saran hasil dari penelitian yang telah dilakukan.