TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Steenis (2005), tanaman kedelai (Glycine max L. Merril.) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Class : Dicotyledoneae, Ordo : Polypetales, Familia : Leguminosae, Genus : Glycine, Species: Glycine max L. Merril. Tipe pertumbuhan kedelai diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yakni tipe determinit, indeterminit dan semi determinit. Tipe determinit, pemanjangan batang berhenti saat fase berbunga sehingga tipe ini memiliki batang yang pendek. Tipe indeterminit, pemanjangan batang terus berlanjut saat mencapai fase berbunga (Poelhman, 2006). Sistem perakaran kedelai terdiri atas akar tunggang, akar sekunder, dan akar cabang. Perkembangan akar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penyiapan lahan, tekstur tanah, kondisi fisik,dan kimia tanah, serta kadar air tanah. Kedalaman perakaran dapat mencapai 2 m dengan penyebaran mencapai 1.5 m. Akar kedelai memiliki nodul yang terbentuk dari hasil simbiosis dengan bakteri Rhizobium javanicum (Hidajat, 1985). Kedelai berupa semak yang memiliki tinggi sekitar 40-90 cm dan memiliki cabang. Batang kedelai berbuku dan merupakan tempat tumbuhnya bunga. Buku yang memiliki polong disebut buku subur. Buku pertama dihitung pada posisi daun tunggal dan daun bertiga pertama membuka ( Sumarno et al., 2007). Kedelai memiliki berbagai bentuk daun, yakni bulat atau lancip (Adie dan Krisnawati 2007). Daun yang pertama muncul setelah kotiledon berupa
daun tunggal, kemudian daun selanjutnya yang tumbuh berupa daun bertiga atau trifoliat (Hidajat 1985). Tabel 1. Karakteristik fase pertumbuhan kedelai Fase Fase Pertumbuhan Keterangan Ve Kecambah Tanaman baru muncul dipermukaan tanah. Vc Kotiledon Dua kotiledon terbuka dan dua daun tunggal mulai terbuka V1 Buku 1 Daun tunggal dan daun bertiga terbuka V2- Buku 2 sampai buku Daun pada buku tersebut telah terbuka sempurna, Vn ke n dan daun pada buku diatasnya mulai membuka R1 Mulai berbunga Pada batang utama terdapat satu bunga yang mekar R2 Berbunga penuh Pada dua buku atau lebih dibatang utama terdapat bunga mekar R3 Mulai pembentukan Pada batang utama terdapat polong yang memiliki polong panjang 5 mm R4 Polong berkembang Pada batang utama terdapat polong yang memiliki penuh panjang minimal 2 mm. R5 Polong mulai berisi Pada batang utama terdapat polong yang berisi biji berukuran 2 x 1 mm. R6 Biji Penuh Pada batang utama terdapat polong yang berisi biji berwarna hijau dengan ukuran maksimal (ukuran biji memenuhi rongga polong). R7 Polong mulai Pada batang utama terdapat satu polong berarna kuning, coklat abu-abu atau kehitaman (warna matang) R8 Polong matang Sebanyak 95% polong telah matang (kuning penuh kecoklatan) Sumber : Adie dan Krisnawati (2007) Berdasarkan bobot 100 butir, biji digolongkan ke dalam 3 ukuran, yakni kecil sebesar kurang dari 10 g, sedang sebesar 10-14 g dan besar sebesar lebih dari 14 g. Pedoman pengamatan terhadap sifat-sifat morfologi tersebut membutuhkan informasi mengenai fase tumbuh kedelai. Fase pertumbuhan kedelai terdiri dari 2 fase, yakni fase vegetatif dan fase generatif ( Efendi dan Utomo,1993). Kedelai memiliki bunga sempurna (hermaphrodite), yakni setiap kuntum bunga terdapat putik dan benang sari, dan bertipe penyerbukan sendiri. Bunga
mekar pada pagi hari sekitar pukul 08.00-09.00. Faktor yang mempengaruhi umur keluarnya bunga adalah varietas, suhu, dan lama penyinaran. Periode berbunga berlangsung selama 3 hingga 5 minggu. Bunga pertama muncul pada buku ke-5 atau buku di atasnya. Bunga muncul berkelompok yang terdiri dari 2 sampai 35 kuntum bunga. Tidak semua bunga berhasil membentuk polong, sekitar 20-80% bunga gugur (Adie dan Krisnawati 2007). Warna bunga kedelai bervariasi putih atau ungu. Polong terbentuk setelah 7-10 hari kedelai berbunga. Polong berwarna hijau muda saat muda, dan kuning kecokelatan saat masak. Periode pemasakan polong optimal selama 50-75 hari. Jumlah polong yang dapat dipanen berkisar antara 20-200 polong per tanaman. Faktor yang mempengaruhi jumlah polong adalah varietas, kesuburan tanah, dan jarak tanam. Setiap polong kedelai berisi antar 1-4 biji. Warna biji kedelai bervariasi yakni kuning, hitam, kuning kehijauan, dan cokelat. Bentuk biji juga bervariasi yaitu bulat, bulat telur, atau gepeng ( Sumarno et al., 2007). Syarat Tumbuh Iklim Kedelai tumbuh baik pada dataran rendah dari 1 hingga 600 m diatas permukaan laut, curah hujan antara 150-200 mm/bulan, suhu antara 30-15 o C pada berbagai jenis tanah yang drainasenya baik (Kasno et al., 1992). Iklim kering lebih cocok untuk tanaman kedelai dibandingkan dengan iklim lembab (Effendi dan Utomo, 1993). Antara suhu dan kelembaban harus seimbang. Suhu yang cukup tinggi dan curah hujan yang kurang, atau sebaliknya pada suhu yang rendah dan curah yang
berlebihan menyebabkan turunnya produksi kualitas biji kedelai yang dihasilkan (Prasastyawati dan Rumawas, 1980). Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan panjang hari atau penyinaran sinar matahari karena kedelai termasuk tanama berhari pendek, artinya tanaman kedelai tidak akan berbunga bila panjang hari melebihi batas kritis, yaitu 15 jam per hari (Effendi dan Utomo, 1993). Tanah Tekstur tanahnya lempung berpasir dan liat, struktur gembur, ph nya diantara 5,5-7, untuk optimal 6,8. (Prasastyawati dan Rumawas, 1980). Kedelai dapat tumbuh di tanah yang agak masam akan tetapi pada ph yang terlalu rendah bisa menimbulkan keracunan Al dan Fe. Nilai ph tanah yang cocok berkisar antara 5,8-7,0. Pada ph di bawah 5,0 pertumbuhan bakteri bintil dan nitrifikasi akan berjalan kurang baik (Hidajat, 1985). Tanaman kedelai sebenarnya dapat tumbuh pada semua jenis tanah. Namun demikian untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang maksimal kedelai harus ditanam pada jenis tanah yang berstruktur lempung berpasir atau liat berpasir (Effendi dan Utomo, 1993). Dengan drainase dan aerasi tanah yang cukup, kedelai akan tumbuh baik pada tanah-tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol atau andosol. Pada tanah yang kurang subur (miskin unsur hara) dan jenis tanah podsolik merah-kuning, perlu diberi pupuk organik dan pengapuran (Hidajat, 1985). Seleksi Adanya keragaman genetik yang luas memberikan kesempatan kepada pemulia untuk dapat melakukan seleksi. Seleksi adalah suatu proses pemuliaan
tanaman dan merupakan dasar dari seluruh perbaikan tanaman untuk mendapatkan kultivar unggul baru. Keberhasilan seleksi tergantung pada kemampuan pemulia untuk memisahkan genotipe-genotipe unggul dari genotipe yang tidak dikehendaki. Bagaimana cara membedakan antara genotipe unggul dengan genotipe yang tidak unggul atas dasar penilaian fenotipe individu atau kelompok tanaman yang dievaluasi diperlukan pertimbangan tentang besaran beberapa parameter genetik. Beberapa parameter genetik yang dapat digunakan sebaga pertimbangan supaya seleksi efektif misalnya besaran nilai keragaman genetik, heritabilitas, pola segregasi, jumlah gen, dan aksi gen pengendali karakter yang menjadi perhatian (Barmawi, 2007). Idiotype tanaman yang di inginkan dari penyeleksian, persilangan maupun perbanyakan tanaman adalah suatu tanaman yang memiliki kriteria yang mampu hidup dan berproduksi tinggi pada suatu tempat sebagai introduksi pada tanaman tersebut, seperti tahan pada hama dan penyakit, produksi tinggi dan umur genjah (Hasyim, 2005). Seleksi berdasarkan data analisis kuantitatif yang berpedoman pada nilai keragaman genotipik, keragaman fenotipik, heritabilitas, korelasi genotipik dan korelasi fenotipik. Untuk memperkecil kekeliruan seleksi yang didasarkan pada wujud luar (fenotip) tanaman, maka perlu memperhatikan; (i) korelasi genotipik dan fenotipik antar sifat, (ii) lingkungan yang cocok untuk seleksi sifat yang diinginkan, (iii) ciri genetik sifat yang diseleksi (monogenik, oligogenik dan poligenik), (iv) cara seleksinya (langsung atau tidak langsung), dan (v) keragaman genetik (Gani, 2000).
Seleksi individual dari varietas yang sudah ada adalah seleksi untuk mendapatkan individu-individu dengan sifat tertentu dari varietas tersebut. Seleksi individual dapat dilakukan melalui : a. Seleksi massa yaitu metode pemilihan individu tanaman dari polulasi Varietas Asal yang beragam; b. Seleksi galur murni yaitu metode pemilihan dengan cara memisahkan individu-individu yang terdapat dalam populasi Varietas Asal kemudian digalurkan sehingga mencapai kondisi homozigot yaitu individu yang mempunyai dan atau lebih alel-alel yang sama c. Seleksi pedigree yaitu metode pemilihan yang dilakukan sejak generasi kedua (F2) dengan mencatat asal usulnya sehingga diperoleh galur murni; d. Seleksi bulk yaitu metode pemilihan yang dilakukan pada generasi lanjut untuk mendapatkan galur murni. (PERMENTAN, 2008). Keragaman Fenotipe dan Genotipe Pengadaan varietas unggul dapat dilakukan melalui pemuliaan tanaman, untuk itu diperlukan keragaman genetik yang memadai. Dengan tersedianya keragaman genetik, maka memperbesar kemungkinan untuk melakukan pemilihan, penggabungan sifat baik, menguji dan membentuk varietas varietas baru. Upaya untuk memperbesar keragaman genetik antara lain melalui mutasi, introduksi, seleksi dan persilangan (Allard, 1991). Keragaman adalah perbedaan yang ditimbulkan dari suatu penampilan populasi tanaman (Sa diyah et al., 2013). Keragaman dibedakan menjadi dua yaitu, keragaman genetik dan keragaman fenotipe. Keragaman genetik terjadi
karena pengaruh gen dan interaksi antar gen yang berbeda-beda dalam suatu populasi. Apabila genotipe-genotipe tersebut ditanam pada lingkungan yang seragam,akan tampak fenotipe yang berbeda-beda (Crowder, 1997). Keragaman merupakan faktor penting dalam mengembangkan suatu genotipe baru. Hal tersebut karena keragaman genetik yang luas merupakan syarat berlangsungnya proses seleksi yang efektif sehingga memberikan keleluasaan dalam proses pemilihan suatu genotipe. Selain itu, keragaman genetik yang luas juga akan memberikan peluang yang lebih besar diperolehnya karakter-karakter yang diinginkan dalam suatu populasi. Keragaman genetik yang sempit menunjukkan bahwa genotipe-genotipe di dalam populasi tersebut cenderung homogen sehingga proses seleksi terhadap sejumlah genotipe atau karakter tidak akan berjalan efektif (Haeruman et al., 1990). Menurut Tamrin (2002) keragaman fenotipe yang tinggi disebabkan oleh adanya keragaman yang besar dari lingkungan dan keragaman genetik akibat segregasi. Keragaman yang teramati merupakan keragaman fenotipik yang dihasilkan karena perbedaan genotipe. Untuk mengetahui keragaman dan heritabilitas tanaman perlu dilakukan pengamatan karakter tanaman. Karakter tanaman, seperti tinggi tanaman, potensi hasil, dan lain-lain secara umum terbagi menjadi dua, yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif adalah karakter-karakter yang perkembangannya dikondisikan oleh aksi gen atau gen-gen yang memiliki sebuah efek yang kuat atau dikendalikan oleh sedikit gen, seperti warna bunga, bentuk bunga, bentuk buah, bentuk daun, dan bagian tanaman lain. Karakter kuantitatif merupakan karakter yang sangat dibutuhkan oleh manusia, seperti tinggi tanaman,
jumlah butir benih, hasil, dan lain sebagainya. Karakter ini dikendalikan oleh banyak gen-gen yang masing-masing berkontribusi terhadap penampilan atau ekspresi karakter kuantitatif tertentu (Baihaki, 2000). Heritabilitas Heritabilitas merupakan pengukur seberapa jauh fenotipe yang nampak sebagai refleksi genotipe (Baihaki, 2000). Poespodarsono (1988) menyatakan karakter fenotipe merupakan interaksi antara genotipe dan lingkungan sehingga besaran nilai fenotipe sangat erat dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan. Untuk seorang pemulia tanaman, nilai genotipe mempunyai arti penting dalam menentukan nilai pemuliaan tanaman. Besar kecilnya nilai genotipe erat hubungannya dengan kemampuan tanaman untuk memperbaiki sifat melalui seleksi tanaman serta tanaman generasi selanjutnya. Heritabilitas untuk sifat tertentu berkisar dari 0 sampai 1. Merumuskan kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut yaitu heritabilitas tinggi > 0,5; heritabilitas sedang = 0,2 0,5 dan heritabilitas rendah < 0,2. Jika heritabilitas kurang dari satu, maka nilai tengah dari keturunan dalam hubungannya dengan nilai tengah induk-induknya, terjadi regresi ke arah nilai tengah generasi sebelumnya. Jika heritabilitas itu adalah 0,5 maka nilai tengah keturunan beregresi 50% ke arah nilai tengah generasi sebelumnya, jika heritabilitas itu adalah 0,25 maka nilai tengah keturunan beregresi 75% ke arah nilai tengah generasi sebelumnya. Jadi jika heritabilitas = 100%, maka sama dengan persentase regresi (Stansfield, 1991). Heritabilitas digunakan untuk mengetahui apakah di dalam suatu populasi terdapat keragaman genetik atau tidak, dan untuk mengetahui apakah
memungkinkan untuk dilakukan seleksi. Pendugaan heritabilitas akan mengantarkan pada suatu kesimpulan apakah sifat-sifat tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa varians genetik besar dan varians lingkungan kecil (Crowder, 1997), sedangkan evaluasi terhadap variasi genetik yang besar akan memberikan keleluasaan dalam pemilihan suatu genotipe unggul (Meddy et al., 1990). Heritabilitas dinyatakan sebagai persentase dan merupakan bagian pengaruh genetik dari penampakan fenotif yang dapat diwariskan dari tetua kepada turunannya. Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa varian genetik besar dan varian lingkungan kecil. Dengan makin besarnya komponen lingkungan, heritabilitas makin kecil (Crowder, 1997). Suatu karakter yang memiliki nilai heritabilitas tinggi dapat diseleksi pada generasi awal (F 2 dan F 3 ). Sebaliknya bila nilai heritabilitasnya rendah, maka karakter tersebut harus diseleksi pada generasi lanjut (Sharma, 1994).