5 PEMBAHASAN. 5.1 Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Provinsi Jambi memiliki sumberdaya perikanan yang beragam dengan jumlah

PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

VII KESIMPULAN DAN SARAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

4. PENINGKATAN PENDAPATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN EKONOMI RUMAH TANGGA NELAYAN SKALA KECIL

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA KUSU LOVRA KECAMATAN KAO KABUPATEN HALMAHERA UTARA

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

Upaya Pemberantasan Kemiskinann Masyarakat Pesisir MEMBERI NELAYAN KAIL, BUKAN UMPANNYA

Gagasan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Nelayan melalui Pendekatan Sistem

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO

KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang penting yaitu sebagian besar penggunaan lahan. Pertanian di Indonesia dapat berjalan dengan baik karena didukung adanya

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. Wilayah laut dewasa ini mendapat perhatian cukup besar dari pemerintah dan

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. daratannya. Selain itu, Indonesia juga merupakan Negara dengan garis

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON

PENDAHULUAN Latar Belakang

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

Perluasan Lapangan Kerja

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

BAB V PEMBAHASAN. mengkaji hakikat dan makna dari temuan penelitian, masing-masing temuan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diusahakan dengan kemampuan dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SANTAN KELAPA

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

pestisida dan permodalan (Sisfahyuni, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1.

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR.. i DAFTAR ISI.. iii DAFTAR TABEL.. v DAFTAR GAMBAR. ix DAFTAR LAMPIRAN.. x

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Transkripsi:

0,119 P3 5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan Desa kusu Lovra merupakan salah satu desa pesisir yang ada di kecamatan Kao kabupaten Halmahera Utara. Sebagian besar penduduknya bekerja di sektor perkebunan, khususnya perkebunan kelapa. Namun ada juga penduduk setempat yang bekerja sebagai nelayan penuh, ada juga yang bekerja sebagai nelayan sambilan. Secara umum, masyarakat desa Kusu Lovra tergolong sebagai nelayan tradisional karena peralatan yang digunakan masih dalam kapasitas kecil. Begitu juga dengan petani setempat, mereka bukan petani yang aktif yang setiap saat bekerja di kebun, tetapi umumnya mereka hanya menunggu musim panen tiba baru bekerja. Dari jumlah penduduk 341 jiwa (90 kepala keluarga), 42 kepala keluarga berprofesi sebagai nelayan penuh, dan diantara 48 kepala keluarga ada yang bermata pencaharian sebagai nelayan sambilan. Bertambah dan berkurangnya jumlah nelayan di desa ini disebabkan karena masih banyaknya masyarakat yang bekerja di dua sektor, yaitu sektor perikanan dan sektor perkebunan. Nelayan di desa ini ada yang berstatus sebagai nelayan pemilik, dan ada juga sebagai buruh nelayan. Buruh nelayan umumnya tidak memiliki perahu sendiri, mereka hanya bekerja pada orang lain dengan system bagi hasil. Diantara pemilik perahu dan buruh nelayan tidak ada kontrak kerja yang mengikat mengenai target produksi maupun jadwal melaut.

Pemilik perahu tidak dapat memaksa buruh nelayan bekerja dalam jumlah waktu tertentu, termasuk hasil tangkapan yang harus di hasilkan dalam setiap kali melaut. Besar kecilnya hasil melaut di bagi rata antara pemilik perahu dengan buruh nelayan setelah dikurangi biaya operasional, akan tetapi jika buruh nelayan tidak mendapatkan hasil tangkapan, maka kerugian (biaya operasional) ditanggung oleh buruh nelayan. Sebagaimana halnya dengan kehidupan masyarakat desa pada umumnya, masyarakat desa Kusu Lovra sebagian kebutuhan bahan konsumsi rumah tangga sehari-hari dihasilkan sendiri atau semi swasembada. Kemampuan masyarakat desa Kusu Lovra membangun struktur ekonomi seperti ini karena didukung oleh pontensi sumberdaya tanah yang subur, ikatan-ikatan sosial yang asli, sistem kesukuan tradisional, kebutuhan-kebutuhan yang tak terbatas dan bersahaja, serta tidak terlalu berorientasi kepada laba (non profit oriented). Hal ini juga terkait dengan tingkat pendidikan masyarakat nelayan yang relatif rendah, sehingga tingkat inovasi dan kreativitas masyarakat nelayan dalam mengelola sumberdaya perikanan masih relatif rendah. Hasil produksi masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra sangat tergantung pada cuaca. Pada musim-musim tertentu, jumlah produksi bisa melimpah hingga tidak mampu diserap oleh pasar. Hal ini menyebabkan harga menjadi sangat rendah akibat panen melimpah. Tetapi ketika musim kemarau atau cuaca buruk, hasil produksi sangat kecil hingga hasil melaut tidak mampu menutupi biaya operasional. 5.2 Prioritas Strategi dan Penjabaran Program Berdasarkan kajian kepustakaan dan kondisi riil objek penelitian, disusun strategi pemberdayaan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra kecamatan Kao kabupaten Halmahera Utara dalam rangka menanggulangi kemiskinan dengan memperhatikan faktor eksternal dan internal yang mempengaruhinya. Secara umum, dari semua komponen dalam faktor SWOT yang telah diidentifikasi, program strategis berdasarkan hasil generating dari matriks SWOT

adalah sebagai berikut: (1) strategi SO (kekuatan-peluang) meliputi program sosialisasi fasilitas kredit yang lebih intensif terhadap nelayarn, dan program intervensi pasar (membuka peluang pasar) oleh pemerintah, (2) strategi WO (kelemahan-peluang) meliputi program pengenalan teknologi tepat guna kepada nelayan, dan program pengembangan divesivikasi usaha pengolahan ikan; (3) strategi ST (kekuatan-ancaman) meliputi program pengintensifan pengamanan laut oleh aparat keamanan, dan program deregulasi distribusi bahan bakar minyak (BBM) khusus untuk nelayan; (4) strategi WT (kelemahan-ancaman) meliputi program subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) bagi nelayan dan program pembuatan regulasi untuk mencegah penangkapan ikan destruktif melalui aturan adat. Dari delapan program strategis hasil generating dari matriks SWOT dengan mengacu juga pada seluruh komponen faktor-faktor yang di SWOT dalam rangka pemberdayaan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra, dirumuskan 3 (tiga) program prioritas, sebagai berikut: (1) peningkatan produktivitas nelayan, (2) peningkatan peran kelembagaan lokal, dan (3) konservasi sumberdaya ikan. Setelah dilakukan pengolahan data dengan menggunakan A WOT untuk mendapatkan alternative prioritas program, menurut responden program peningkatan produktifitas nelayan memiliki nilai bobot paling tinggi, kemudian diikuti oleh komponen peningkatan peran kelembagaan lokal, dan konservasi sumberdaya ikan di sekitar perairan Teluk Kao. 5.2.1 Peningkatan Produktifitas Nelayan Sumberdaya perikanan yang ada di perairan Teluk Kao seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan disekitarnya termasuk nelayan di desa Kusu Lovra. Hasil observasi lapangan dapat diidentifikasi faktor-faktor penyebab rendahnya tingkat pendapatan nelayan, antara lain karena nelayan di desa Kusu Lovra dalam melakukan aktivitas penanggkapan ikan menggunakan alat tangkap yang masih tradisional dan skala kecil, selain itu pengetahuan dan keterampilan juga masih terbatas. Sedangkan khusus untuk buruh nelayan, ditemukan bahwa mereka belum mampu membeli perahu dan peralatan tangkap sendiri. Salah satu penyebab

adalah akses terhadap lembaga keuangan seperti bank sangat rendah padahal hampir sebagian besar kegiatan perikanan tangkap di Indonesia didominasi oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Charle, et al (2008) mengemukakan bahwa kegiatan perairan Indonesia, hingga saat ini masih didominasi oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), baik oleh nelayan penangkap maupun nelayan pengolah hasil tangkapan. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari statistik perikanan tahun 2006 yang menunjukkan bahwa dari 412.497 unit armada perikanan yang digunakan oleh seluruh nelayan di Indonesia, sekitar 90.9% merupakan perahu tanpa motor, perahu motor temple dan kapal motor yang berukuran di bawah 5 GT. Hasil penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia pada tahun 2006 mencapai hampir 49 juta unit. Dari angka tersebut hanya 13% saja yang mampu mengakses perbankkan, sedangkan 49,87% mengandalkan modal sendiri. Secara umum, pendapatan nelayan desa Kusu Lovra masih lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran. Diketahui bahwa pendapatan rata-rata nelayan desa Kusu Lovra sebesar Rp. 1.038.000-per bulan (pendapatan dari sektor perkebunan sebesar Rp. 450.000 dan sektor perikanan Rp. 588.000 per bulan) sedangkan pengeluaran sebesar Rp.673.303 per bulan sehingga masih terdapat selisih pendapatan sebesar Rp.364.697 per bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan keluarga nelayan dari sektor perikanan sebesar Rp. 588.000-per bulan, nilai pendapatan rata-rata nelayan desa Kusu Lovra dari sektor perikanan masih sangat jauh dari upah minimum provinsi (UMP) Maluku Utara tahun 2009 yakni sebesar Rp.770.000-per bulan. Jika nelayan di desa Kusu Lovra hanya mengandalkan pendapatan dari sektor perikanan maka untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari saja sangat tidak mungkin tercukupi. Kehidupan selama ini berlangsung karena pemenuhan sebagian kebutuhan konsumsi rumah tangga sehari-hari dihasilkan dari usaha kebun sendiri. Bila diperhadapkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang seharusnya dipenuhi misalnya; biaya pendidikan anak-anak, dan lain-lain maka pendapatan nelayan dari sektor perikanan sangat tidak memadai. Selisih lebih pendapatan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra karena didorong oleh pendapatan yang bersumber dari sektor

perkebunan yakni perkebunan tanaman kelapa. Oleh karena itu bagi masa depan kehidupan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra sektor perkebunan tanaman kelapa dan pertanian tanaman pangan perlu mendapat perhatian terutama ketika musim peceklik tiba, agar para nelayan bisa mengusahakan kebun mereka, dan istriistri nelayan dapat mengusahakan tanaman pangan untuk mengatasi persoalan pemenuhan kebutuhan konsumsi bahan pangan keluarga nelayan setiap hari. Gambaran pendapatan nelayan desa Kusu Lovra dari sektor perikanan sebagaimana di atas, umumnya terjadi karena masyarakat nelayannya sebagian besar hanya sebagai buruh nelayan, disamping itu sarana tangkapan yang dioperasikan juga masih sangat sederhana dan tradisional, sehingga kapasitas tangkapnya juga sangat kecil. Pendapatan nelayan desa Kusu Lovra dari sektor perikanan sebagaimana digambarkan sebelumnya setelah diakumulasikan dengan pendapatan dari sektor perkebunan dan dibandingkan dengan total nilai kebutuhan rumah tangga setiap bulan, masih terdapat selisih lebih pendapatan. Terhadap selisih lebih pendapatan tidak semua nelayan memiliki tabungan di bank maupun di lembaga keuangan mikro yang ada di lingkungan sekitarnya. Kondisi sebagaimana dialami masyarakat nelayan desa Kusu Lovra ternyata sangat tidak berbeda dengan kondisi nelayan pada umumnya di Indonesia terutama terkait dengan akses permodalan terhadap lembaga-lembaga keuangan seperti bank. Ketiadaan dan keterbatasan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra untuk mengakses modal pada lembaga keuangan seperti bank juga menjadi salah satu penyebab kurangnya produktifitas mereka. Agar produktifitas nelayan di desa Kusu Lovra terjadi peningkatan, semua faktor yang berperan dalam peningkatan produksi perlu dioptimalkan pemanfaatannya, terutama terhadap peralatan tangkap, karena itu langkah yang perlu dilakukan adalah membuka akses bagi masyarakat nelayan terutama dari lembaga-lembaga keuangan seperti bank dan juga lembaga keuangan lain seperti koperasi, dan dapat juga mendorong keswadayaan masyarakat melalui penguatan kelembagaan dengan membentuk kelompok usaha bersama. Pengalaman program Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dengan pendekatan kelembagaan dengan maksud untuk memperkuat posisi tawar masyarakat, mereka

haruslah terhimpun dalam suatu kelembagaan yang kokoh, sehingga segala aspirasi dan tuntutan mereka dapat disalurkan dengan baik. Kelembagaan ini juga dapat menjadi penghubung (intermediate) antara pemerintah dan swasta. Selain itu kelembagaan ini juga dapat menjadi suatu forum untuk menjamin terjadinya perguliran dana produktif di antara kelompok lainnya. Lembaga keuangan seperti bank, koperasi dan lembaga keuangan lain agar dapat memfasilitasi pembinaan dan pelatihan tentang pengembangan usaha perikanan tangkap, memfasilitasi informasi-informasi kebijakan pinjaman bagi masyarakat, serta membuka peluang pemberian kredit untuk kepemilikan kapal terutama bagi buruh nelayan, sekaligus memfasilitasi masyarakat untuk pembiasaan menyisihkan sebagian dari pendapatan mereka untuk ditabung, penghapusan investasi, dan penyisihan biaya pemeliharaan. Persoalan yang dihadapi masyarakat terhadap pemberian pinjaman, adalah kepercayaan lembaga-lembaga keuangan seperti bank kepada masyarakat kecil sangat rendah, karena selama ini fasilitas pinjaman pada lembaga keuangan seperti bank hanya dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas, dan juga banyak fakta terjadi kegagalan pengembalian pinjaman yang dikucurkan bagi masyarakat kecil, oleh karena itu pembinaan adalah kata kunci, membangun keberdayaan masyarakat adalah cara satu-satunya yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat. Somodiningrat (1999) mengatakan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Pemberdayaan memiliki dua kecenderungan yaitu kecenderungan primer dan kecenderungan sekunder. Kecenderungan primer merupakan pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi berdaya; kecenderungan sekunder, merupakan pemberdayaan yang menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan mereka. Pola pendekatan yang dilakukan dalam rangka membangun keberdayaan masyarakat adalah pola pendampingan, dimana pendamping dapat berperan sebagai

fasilitator, masyarakat dampingan dan fasilitator sama-sama dapat bertindak sebagai narasumber untuk memecahkan berbagai persoalan mereka. Pengalaman penerapan program Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) menyatakan pentingnya pendampingan, karena keberadaan pendamping memang dirasakan sangat dibutuhkan dalam setiap program pemberdayaan. Masyarakat belum dapat berjalan sendiri mungkin masih kuatnya tingkat ketergantungan mereka karena belum pulihnya rasa percaya diri mereka akibat paradigm-paradigma pembangunan masa lalu. Terlepas dari itu semua, peran pendamping sangatlah vital terutama mendampingi masyarakat menjalankan aktivitas usahanya. Namun yang terpenting dari pendampingan ini adalah menempatkan orang yang tepat pada kelompok yang tepat pula. Masyarakat tidak hanya diperlakukan sebagai objek tapi harus terlibat aktif dalam sebuah proses, dalam proses pemberdayaan, masyarakat tidak bisa dipandang bagaikan murid sekola dikelas, dan pendamping/penyuluh bagaikan seorang guru, sehingga yang terjadi adalah guru mengajar dan siswa belajar, tetapi proses pemberdayaan untuk membangun keberdayaan selalu memandang bahwa kita semualah pembelajar-pembelajar itu, kitalah yang belajar bersama, anda belajar saya mengajar saya mengajar anda belajar, kita semua menjadi sumber belajar. Selain itu semua faktor produksi yang dapat mempengaruhi hasil tangkapan perlu diketahui agar dapat dilakukan efisiensi dan efektifitas terhadap faktor-faktor input guna menghasilkan output yang optimal. Dengan demikan pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nelayan sehingga kesejahteraannya juga meningkat. Dalam upaya membangun keberdayaan dalam bidang usaha, cepat dan lambatnya perkembangan usaha juga perlu ditopang oleh upaya pendampingan untuk penguatan nelayan, khususnya kepada para buruh nelayan agar dapat memiliki kesadaran dan kemampuan untuk memanfaatkan peluang fasilitas kredit pada lembaga keuangan seperti bank dan koperasi untuk memiliki kapal sendiri, sekaligus dapat memiliki kemampuan untuk mengelola dan mengatur usaha dan mengatur Ekonomi Rumah Tangga (ERT) keluarga nelayan. Secara garis besar rencana

program peningkatan produktivitas nelayan desa Kusu Lovra dapat dilihat pada lampiran lampiran 2. 5.2.2 Peningkatan Peran Kelembagaan Lokal Dalam upaya untuk meningkatkan peran kelembagaan lokal, hasil SWOT menegaskan bahwa ada dua prioritas program yang dapat dilaksanakan yaitu membentuk kelompok usaha bersama bagi istri nelayan, dan kedua adalah memberikan pelatihan diversifikasi usaha pengolahan ikan. Dari kedua program tersebut, memberikan pelatihan diversifikasi usaha pengolahan ikan mendapat prioritas paling tinggi, sedangkan prioritas program membentuk kelompok usaha bersama bagi istri nelayan merupakan prioritas kedua. Kegiatan usaha ekonomi di desa Kusu Lovra hingga saat ini masih dilakukan secara individu, belum ada kelompok usaha bersama yang lahir dari masyarakat nelayan sendiri. Kondisi ini memang sangat sulit bagi masyarakat desa umumnya di Halmahera Utara karena tingkat kepercayaan antar sesama dalam masyarakat sudah sangat rendah terutama menyangkut dengan soal-soal keuangan, disamping itu kemampuan mengelola usaha bersama juga masih rendah karena keterbatasan sumberdaya manusia. Pada hal dengan berkelompok maka beban bisa menjadi lebih ringan, kemungkinan mendapatkan dukungan dari pihak luar lebih besar dibandingkan usaha dilakukan secara perorangan. Oleh karena itu pendampingan untuk penguatan dalam rangka pembiasaan pengelolaan usaha bersama menjadi sangat penting diperhatikan. Pendamping atau Penyuluh tidak hanya ditugaskan datang dan memberikan penyuluhan, tetapi peran pendampingan untuk melatih ketelatenan masyarakat, membangun dan memperkuat kebiasaan baru, menjadi kunci membangun budaya baru terhadap kemampuan usaha masyarakat. Hubungan kerja yang terjadi saat ini adalah hubungan antara atasan dengan bawahan atau pemilik perahu dengan buruh nelayan dengan sistem bagi hasil. Penghasilan diperoleh ketika buruh nelayan melaut, ketika buruh nelayan tidak melaut maka pemilik perahu juga ikut tidak mendapatkan penghasilan. Kondisi ini mestinya dipahami bersama antar kedua pihak agar kerja-kerja yang saling

menguntungkan dapat diupayakan dan jangan satu pihak saja yang dikorbankan, oleh karena itu dalam kegiatan kunjungan pendampingan untuk penguatan, pendamping atau juga penyuluh, mestinya memiliki kesempatan untuk mencairkan suasana ini, mengkomunikasikan kondisi ini agar para pihak yang bekerja sama berada dalam hubungan kemitraan yang saling menguntungkan dan menghargai otonomi masingmasing, karena itu upaya saling menghargasi perlu mendapat tempat yang istimewa dalam hugungan kerjasama itu. Keberadaan koperasi simpan pinjam di desa Kusu Lovra belum bisa dimanfaatkan secara optimal oleh nelayan dan masyarakat setempat, alasannya karena bunga pinjaman yang ditetapkan oleh koperasi dinilai terlalu tinggi jika hendak meminjam uang. Nelayan setempat juga tidak ada yang menjadi anggota dari koperasi tersebut. Meskipun ada koperasi yang menawarkan kemudahan, dan bunga pinjaman yang relatif lebih rendah, tidak semua nelayan maupun masyarakat mengetahui keberadaan maupun jasa yang ditawarkan oleh koperasi tersebut. Mencermati kondisi seperti ini, peran pendamping sangat dibutuhkan. Pendamping mestinya dapat mengupayakan untuk memiliki informasi, paling tidak mengupayakan informasi untuk diteruskan kepada masyarakat, sekaligus dapat mengajak masyarakat, membiasakan masyarakat untuk belajar bagaimana cara mengakses informasi, dan memanfaatkan peluang-peluang disekitarnya untuk kepentingan peningkatan usaha mereka. Desa Kusu Lovra secara geografis terletak cukup jauh dari ibu kota kabupaten yang menjadi sumber pasokan berbagai kebutuhan baik kebutuhan rumah tangga maupun kebutuhan usaha. Banyak kebutuhan masyarakat dan nelayan yang harus dipasok dari pusat ibu kota kabupaten seperti BBM, es batu, dan kebutuhan pokok lainnya. Hingga saat ini semua kebutuhan tersebut masih dipenuhi oleh masing-masing anggota masyarakat. Selain itu, pemasaran hasil produksi ikan, dilakukan dengan cara masing-masing kepada para pedagang maupun kepada konsumen. Hal-hal inilah yang menjadi peluang untuk dilakukannya usaha secara berkelompok, misalnya segala kebutuhan nelayan dan masyarakat tersebut disediakan oleh kelompok usaha bersama, sehingga keuntungan nantinya bisa dinikmati bersama-sama. Begitu juga dengan proses pemasaran, pemasaran bisa

dilakukan melalui kelompok usaha bersama, sehingga harga yang ditetapkan sama antara nelayan yang satu dengan nelayan yang lain terhadap jenis dan ukuran (spesifikasi) hasil tangkapan yang sama. Pembentukan kelompok usaha bersama ini harus dibangun atas dasar kepentingan bersama dan adanya tujuan bersama yang ingin dicapai secara bersama pula. Kelompok usaha bersama ini dibentuk tidak hanya bagi para nelayan, melainkan dapat melibatkan istri-istri nelayan yang sebagian besar aktivitasnya di darat sambil menunggu suami mereka pulang melaut. Adapun kegiatan usaha bersama yang bisa dilakukan oleh para istri nelayan adalah usaha pengeringan ikan, atau inti dari kegiatan usaha istri nelayan adalah mengolah ikan menjadi produk yang memiliki nilai tambah, sehingga membuka peluang bagi para istri nelayan untuk membantu menambah penghasilan rumah tangga nelayan. Hasil analisa A WOT diketahui bahwa yang menjadi prioritas pertama dalam upaya peningkatan kapasitas kelembagaan lokal adalah memberikan pelatihan diversifikasi usaha pengolahan ikan. Pelatihan bagi anggota kelompok merupakan pemberian modal yang sangat penting dalam melakukan kegiatan usaha. Sebab modal dalam melakukan usaha tidak hanya dalam bentuk uang semata, tetapi keterampilan dan pengetahuan mengenai jenis usaha yang akan mereka lakukan merupakan modal yang paling mendasar. Tanpa adanya keterampilan dari masingmasing anggota, maka kegiatan usaha yang akan dilakukan menjadi sia-sia. Jenis pelatihan yang akan diberikan sangat tergantung pada minat dari masing-masing anggota dan ketersediaan sumberdaya alam yang ada disekitar tempat tinggal mereka. Misalnya mereka tinggal di daerah pesisir, maka pelatihan keterampilan yang sesuai diberikan adalah pelatihan pengolahan ikan menjadi barang yang memiliki nilai tambah, seperti membuat ikan asap, pengeringan, penggaraman, pindang, terasi, pengasapan, tepung ikan dan kerupuk. Kegiatan semacam ini sudah lama dilakukan di beberapa kecamatan di kabupaten Halmahera Utara, kecuali di kecamatan Kao dan kecamatan Galela. Selain pelatihan untuk memperkuat keterampilan pemanfaatan sumberdaya ikan terutama

pada musim panen besar, pelatihan-pelatihan lainpun menjadi penting. Salah satu persoalan yang juga menonjol di desa Kusu Lovra adalah persoalan kemampuan mengelola keuangan dari pendapatan. Oleh karena itu pelatihan pengaturan ekonomi rumah tangga menjadi pilihan pendukung agar keluarga-keluarga nelayan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik untuk mengatur dan mengelola keuangan dari pendapatan mereka dan secara bijak dapat memanfaatkan pendapatan sesuai dengan tingkat kebutuhan dan bukan keinginannya. Model pelatihan yang dilakukan adalah betul-betul pelatihan dimana selama proses pelatihan berlangsung, terjadi pengalihan kertampilah dari pelatih kepada yang dilatih dan bukan pelaksanaan ceramah, penyuluhan, seperti seorang guru mengajar pada murid-muridnya. Dalam pemberdayaan, proses itu menjadi sangat penting, karena di dalam proses itulah, pendamping, fasilitor dapat mengajak dan membimbing masyarakat untuk belajar membiasakan diri. Secara garis besar rencana program peningkatan peran kelembagaan local desa Kusu Lovra dapat dilihat pada lampiran lampiran 2. 5.2.3 Konservasi sumberdaya ikan Dalam dinamika perikanan, tangkap masyarakat nelayan selalu di hadapkan dengan persoalan bagaimana memelihara sumberdaya secara berkelanjutan, dimana kehidupan mereka digantungkan padanya. Memelihara sumberdaya perikanan memang menjadi sangat kompleks dalam pembangunan perikanan sebab sumberdaya ini dikategorikan sebagai sumberdaya yang dapat pulih, tetapi selalu muncul pertanyaan terhadap pemanfaatan sumberdaya tersebut, berapa besar ikan yang dapat dimanfaatkan tanpa harus menimbulkan dampak negatif untuk masa mendatang? Budi W (2008) mengemukakan bahwa sumberdaya pesisir dan lautan merupakan modal dasar pembangunan perikanan dan dalam pemanfaatannya digunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Perlu diketahui bahwa sifat sumberdaya perikanan adalah tidak tak terbatas, sehingga pemanfaatannya harus lebih hati-hati agar tidak terjadi kepunahan. Dewasa ini di beberapa tempat telah terjadi tekanan pemanfaatan sumberdaya perikanan dari

berbagai gangguan yang kurang terkendali karena penggunaan bahan peledak, dan pemakaian alat tangkap yang terlarang. Bagi masyarakat nelayan desa Kusu Lovra, sumberdaya perairan Teluk Kao adalah tempat menggantungkan harapan dan masa depan mereka, oleh karena itu agar sumberdaya ini tetap terjaga dan terpelihara, program konservasi sumberdaya ikan menjadi sangat penting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam rangka konservasi sumberdaya ikan terdapat empat alternative strategi kegiatan pemberdayaan nelayan di desa Kusu Lovra, antara lain: 1) pembangunan pos jaga, 2) melakukan patroli rutin, 3) menambah armada patrol pengamanan laut, dan 4) melarang penangkapan ikan dengan bahan peledak. Hasil analisis AWOT menunjukkan bahwa prioritas kegiatan dari 4 (empat) kegiatan dalam rangka konservasi sumberdaya ikan adalah pembangunan pos jaga, dengan nilai bobot paling tinggi. Nelayan desa Kusu Lovra memberikan tanggapan demikian karena tindakan melarang penangkapan ikan dengan cara destruktif sudah sering dilakukan tetapi hasilnya tidak maksimal bahkan dapat menimbulkan tindakan-tindakan yang mengarah kepada konflik fisik antar nelayan. Oleh karena itu pelibatan keamanan dengan membangun pos jaga dan patroli secara rutin untuk melakukan pengawasan menjadi pilihan yang perlu dipertimbangkan. Persoalan yang dapat muncul kemudian adalah darimanakah sumber pembiayaan untuk menopang operasional keamanan bila patroli dilakukan secara rutin? Oleh karena itu pengawasan dengan melibatkan masyarakat menjadi pilihan alternatif. Pengawasan berbasis masyarakat hanya bisa dilakukan bila diawali dengan diskusi-diskusi untuk membangun kesadaran semua pihak dalam masyarakat pesisir. Proses diskusi itu sendiri harus selalu memberi ruang bagi masyarakat untuk ikut aktif dimana pendamping/penyuluh hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi tukar pengalaman, tukar informasi, proses belajar bersama antar nelayan terhadap perbagai persoalan yang menjadi pergumulan mereka. Hasil-hasil diskusi diupayakan dapat dituangkan dalam rencana tindak lanjut, dan sedapat mungkin diupayakan agar ada kesepakatan untuk melakukan evaluasi

terhadap pelaksanaan rencana tindak lanjut, agar dapat teridentifikasi masalahmasalah yang ditemui ketika pelaksanaan rencana tersebut. Diskusi dapat dilakukan antar nelayan di dalam desa, dan agar permasalahan dan pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam diskusi tersebut dapat menyebar ke banyak pihak yang berkepentingan terhadap sumberdaya itu, maka diskusi-diskusi dapat pula dilakukan bagi nelayan antar desa. Langkah ini akan banyak membantu mempercepat upaya membangun kesadaran bersama terhadap kelompok yang lebih luas atas kepentingan keberlanjutan sumberdaya perikanan yang menjadi sumber utama pengasilan mereka. Suatu saat nanti bila kesadaran sudah terbangun dengan baik, manfaat diterima dan dirasakan dari sumberdaya tersebut, maka motivasi dan keterpanggilan untuk terus bertanggungjawab menjaga kelestariaan akan semakin kuat. Program konservasi sumberdaya ikan menjadi penting dilakukan karena pada masa yang akan datang jumlah nelayan sudah pasti akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk (angkatan kerja). Sedangkan disisi lain, jumlah ikan belum tentu akan bertambah mengingat adanya penangkapan ikan dengan cara destruktif yang dapat merusak habitat ikan serta rusaknya tampat ikan berpijah dan berkembang biak. Kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak merupakan masalah yang serius saat ini hingga pada masa yang akan datang karena itu upaya pencegahanpun telah dilakukan, namun hingga saat ini hasilnya belum optimal. Upaya pembangunan pos jaga, patroli rutin, melibatkan masyarakat dalam pengawasan diharapkan dapat mengurangi kerusakan ekosistem sumberdaya ikan sebagai tempat ikan berpijah, berkembang biak, dan sebagai tempat pembesaran.