BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasional disetiap organisasi akan berpedoman pada program kerja dan anggaran yang sudah disepakati termasuk organisasi sektor publik, seperti Pemerintah Daerah (Pemda). Pemerintah daerah bersama dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merumuskan berbagai program dan kebijakan yang dituangkan dalam bentuk anggaran. Anggaran merupakan unsur yang sangat penting dalam perencanaan, koordinasi dan pengendalian perusahaan yang berisikan rencana kegiatan di masa mendatang dan mengindikasikan kegiatan untuk mencapai tujuan perusahaan (Hansen dan Mowen, 1997). Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi instrumen kebijakan multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Anggaran sektor publik penting karena anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan sosial - ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber daya sedangkan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang, anggaran juga diperlukan untuk menyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung jawab terhadap rakyat. 1
2 Pemerintah Provinsi Bali telah mengalami reformasi penganggaran sejak diberlakukannya otonomi daerah yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Reformasi penganggaran merupakan perubahan dari sistem anggaran tradisional ( traditional budget system) ke sistem anggaran berbasis kinerja ( performance budget system). Sistem anggaran berbasis kinerja merupakan proses pembangunan yang efisien dan partisipatif dengan harapan dapat meningkatkan kinerja agen. Anggaran daerah disusun eksekutif sebagai agen dan disahkan oleh legislatif sebagai prinsipal. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran dengan pendekatan berdasarkan target anggaran yang akan dicapai. Penganggaran partisipatif adalah proses yang menggambarkan individuindividu terlibat dalam penyusunan anggaran dan mempunyai pengaruh terhadap target anggaran dan perlunya penghargaan atas pencapaian target anggaran tersebut. Adanya proses penyusunan anggaran secara partisipatif, diharapkan tercipta anggaran yang sebaik-baiknya sesuai dengan kondisi yang diharapkan di masa yang akan datang, sebab bawahan lebih mengetahui kondisi langsung bagiannya. Masalah yang sering muncul dari adanya keterlibatan manajer tingkat bawah/menengah dalam penyusunan anggaran adalah timbulnya budgetary slack. Budgetary slack adalah perbedaan antara jumlah anggaran yang dilaporkan oleh agen dengan jumlah estimasi yang terbaik dari perusahaan (Anthony da n Govindaradjan, 2007). Agen cenderung mengajukan anggaran dengan merendahkan pendapatan dan menaikkan biaya dibandingkan dengan estimasi terbaik dari yang diajukan, sehingga target akan lebih mudah tercapai. Ada tiga
3 alasan utama agen melakukan budgetary slack, yaitu; 1) orang-orang selalu percaya bahwa hasil pekerjaan mereka akan terlihat bagus di mata atasan jika mereka mencapai anggarannya; 2) budgetary slack selalu digunakan untuk mengatasi kondisi ketidakpastian, jika tidak ada kejadian yang tidak terduga, maka agen tersebut dapat melampaui/mencapai anggarannya; 3) rencana anggaran selalu dipotong dalam proses pengalokasian sumber daya (Falikhatun, 2007). Pemerintah Provinsi Bali dalam usaha mencapai atau merealisasi tujuan yang diturunkan dari visi dan misi menggunakan anggaran yang dikenal dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Perkembangan APBD tahun anggaran 2008-2014 Pemerintah Provinsi Bali dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tahun Tabel 1.1 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Dearah Pemerintah Provinsi Bali Tahun Anggaran 2008-2014 (dalam jutaan) Anggaran Pendapatan Asli Daerah (Rp) Realisasi Pendapatan Daerah (Rp) Persen tase (%) Anggaran Belanja Daerah (Rp) Realisasi Belanja Daerah (Rp) Persen tase (%) 2008 1.388.534.527 1.667.388.444 120 1.663.141.617 1.465.983.087 88 2009 1.661.108.445 1.905.128.257 114 2.011.270.070 1.810.946.336 90 2010 1.938.657.385 2.237.707.339 115 2.386.056.543 1.985.850.056 83 2011 2.395.242.073 2.662.219.521 111 2.973.589.154 2.537.727.689 85 2012 3.398.346.627 3.633.133.585 106 4.102.658.268 3.562.732.996 86 2013 3.763.503.621 4.109.377.804 109 4.562.576.195 3.868.740.441 84 2014 4.231.297.026 4.577.678.390 108 5.051.066.963 4.491.645.550 89 Sumber: Pemerintah Provinsi Bali (data diolah 2015) Berdasarkan Tabel 1.1 terdapat tanda-tanda atau gejala terjadinya budgetary slack. Angka realisasi pendapatan daerah cenderung lebih tinggi dibandingkan angka anggaran pendapatan daerah yang ditetapkan dan angka realisasi belanja daerah yang lebih rendah dibanding dengan anggaran belanja daerah dari tahun ke tahun. Hal ini dapat berdampak buruk pada organisasi sektor
4 publik yaitu terjadi kesalahan alokasi sumber daya dan bias dalam evaluasi kinerja agen terhadap unit pertanggungjawabannya. Penelitian-penelitian terdahulu yang telah menguji pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack menyatakan hasil yang tidak konsisten, antara lain Lowe dan Shaw (1968), Young (1985), Lukka (1988), Dunk dan Perera (1996), Falikhatun (2007), Sudarba (2010), Andriyani dan Hidayati (2010), Reysa (2011), Sandrya (2013), dan Novia (2015) menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran memiliki pengaruh positif dan dapat meningkatkan terjadinya budgetary slack, karena individu-individu berpartisipasi dalam penyusunan anggaran mempunyai pengaruh terhadap target anggaran dan mencari kemudahan dalam pencapaian anggaran yang ditetapkan dan menginginkan penghargaan atas pencapaian target anggaran tersebut. Namun, beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang tidak konsisten, dimana penelitian yang dilakukan oleh Schift dan Lewin (1970), Onsi (1973), Baiman (1982), Common (1976), Dunk (1993), Fitri (2007), Supanto (2010), D esmiyati (2009), dan Sinaga (2013) mengungkapkan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran dapat mengurangi budgetary slack, karena agen membantu memberikan informasi kepada prinsipal tentang prospek masa depan sehingga anggaran yang disusun menjadi lebih akurat. Adanya partisipasi dalam penganggaran ini diharapkan mampu membantu jalannya penganggaran agar mencapai hasil yang baik. Hasil penelitian yang berlawanan ini mungkin disebabkan karena ada faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap penganggaran partisipatif pada budgetary slack (Latuheru, 2005). Perbedaan hasil penelitian tersebut dapat
5 diselesaikan melalui pendekatan kontinjensi ( contingency approach). Hal ini dilakukan dengan memasukkan variabel lain yang mungkin berpengaruh pada hubungan penganggaran partisipatif dengan budgetary slack (Govindarajan,1986). Penelitian ini memasukkan variabel komitmen organisasi, internal locus of control dan ketidakpastian ligkungan sebagai variabel pemoderasi pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack. Budgetary slack dapat dihindari jika anggota organisasi yang berpartisipasi dalam penganggaran memiliki komitmen organisasi yang tinggi. Komitmen organisasi didefinisikan sebagai tingkat kepercayaan dan penerimaan tentang kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada dalam organisasi tersebut (Mathis,2001). Komitmen organisasi adalah suatu sikap tentang kesehatan karyawan kepada organisasi mereka dan suatu proses berkelanjutan dimana anggota organisasi menyatakan perhatian mereka kepada kesejahteraan dan kesuksesan organisasi selanjutnya. Tinggi rendahnya budgetary slack tergantung pada apakah individu memilih untuk mengejar kepentingan pribadi atau justru bekerja untuk kepentingan organisasi. Menurut Nouri dan Parker (1996), komitmen yang tinggi menjadikan individu peduli dengan nasib organisasi dan berusaha menjadikan organisasi ke arah yang lebih baik. Perilaku seorang manajer dalam penyusunan anggaran akan dipengaruhi oleh karakteristik locus of control. Locus of control merupakan suatu variabel kepribadian tentang keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) dirinya sendiri (Rott er, 1990). Internal locus of control adalah mereka yang yakin bahwa suatu kejadian selalu berada dalam kendalinya dan
6 akan selalu mengambil peran dan tanggungjawab dalam penentuan benar atau salah, sedangkan orang dengan eksternal locus of control percaya bahwa kejadian dalam hidupnya berada diluar kontrolnya dan percaya hidupnya dipengaruhi oleh takdir, keberuntungan, dan kesempatan serta lebih mempercayai kekuatan diluar dirinya. Seseorang yang tidak memiliki internal locus of control yang baik akan gagal menjalankan tugasnya dalam melakukan penyusunan anggaran, sehingga berakibat timbulnya budgetary slack ( Sinaga, 2013). Ketidakpastian lingkungan yang tinggi didefinisikan sebagai rasa ketidakmampuan individu untuk memprediksi sesuatu yang terjadi di lingkungannya secara akurat (Milliken, 1987). Di dalam lingkungan relatif stabil (ketidakpastian rendah), individu dapat memprediksi keadaan di masa yang akan datang sehingga langkah-langkah yang akan dilakukannya dapat membantu organisasi menyusun rencana dengan lebih akurat (Duncan, 1972). Kemampuan memprediksi keadaan di masa datang pada kondisi ketidakpastian lingkungan yang rendah dapat terjadi pada individu yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran. Informasi pribadi (private information) yang dimiliki bawahan dapat digunakan untuk membantu penyusunan anggaran agar lebih akurat karena bawahan mampu mengatasi ketidakpastian dan dapat digunakan untuk memprediksi kejadian di masa datang. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu, penelitian ini memfokuskan pada pengaruh karakteristik individu dan peran organisasi. Karakteristik individu yang digunakan yaitu variabel internal locus of control yang berpartisipasi pada penyusunan anggaran sehubungan dengan sistem
7 anggaran berbasis kinerja dan pengaruh peran organisasi menggunakan variabel komitmen organisasi dan ketidakpastian lingkungan. Penelitian ini dilakukan di sektor publik, yaitu di Pemerintah Provinsi Bali. Berdasarkan latar belakang dan hasil penelitian-penelitian terdahulu serta didukung dengan data APBD Pemerintah Provinsi Bali yang diduga adanya gejala-gejala terjadinya budgetary slack, maka peneliti termotivasi untuk menguji pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack dengan faktor kontijensi yaitu komitmen organisasi, internal locus of control, dan ketidakpastian lingkungan sebagai variabel pemoderasi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemerintah Provinsi Bali. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan fenomena dan uraian latar belakang masalah, maka terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1) Apakah terdapat moderasi komitmen organisasi terhadap pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack? 2) Apakah terdapat moderasi internal locus of control terhadap pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack? 3) Apakah terdapat moderasi ketidakpastian lingkungan terhadap pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack?
8 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh bukti secara empiris: 1) Moderasi komitmen organisasi terhadap pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack. 2) Moderasi internal locus of control terhadap pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack. 3) Moderasi ketidakpastian lingkungan terhadap pengaruh penganggaran partisipatif pada budgetary slack. 1.4 Manfaat Penelitian 1) Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan bukti empiris mengenai ada tidaknya pengaruh antara penganggaran partisipatif pada budgetary slack dengan komitmen organisasi, internal locus of control dan ketidakpastian lingkungan sebagai variabel moderasi. b. Memberikan kontribusi praktis bagi pembaca khususnya organisasi SKPD di Pemerintah Provinsi Bali terkait dengan permasalahan budgetary slack yang terjadi dalam proses penganggaran daerah. 2) Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan informasi, wawasan, dan pengetahuan bagi pembaca tesis ini dalam arti hasil penelitian ini dapat menambah dan memperkaya bahan pustaka yang
9 sudah ada dan teori-teori dalam akuntansi yang mendukung, seperti teori keagenan dan teori kontijensi, serta dapat dijadikan referensi bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan masalah budgetary slack dengan komitmen organisasi, internal locus of control dan ketidakpastian lingkungan sebagai variabel moderasi.