BAB IV KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PELAKSANAAN MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS AKHLAK PLUS WIRAUSAHA DI PESANTREN DAARUT TAUHIID

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan deskripsi dan analisis terhadap proses pembelajaran untuk

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PAI MATERI SEJARAH ISLAM BERBASIS MULTIMEDIA DI KELAS VII SMPN 36 SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Guru merupakan pihak yang bersinggungan langsung dengan

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PENDIDIKAN FULL DAY SCHOOL. DI MTs MUHAMMADIYAH KEBONAN KECAMATAN BATANG

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh. umumnya dan dunia pendidikan khususnya adalah merosotnya moral peserta

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK

UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MELALUI METODE PROBLEM SOLVING PADA POKOK BAHASAN ARITMETIKA SOSIAL SKRIPSI

BAB V PEMBAHASAN. A. Bentuk-Bentuk Hukuman di Pondok Pesantren Al-Mursyid Ngetal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB II PERSIAPAN, PELAKSANAAN, DAN ANALISIS HASIL

BAB IV ANALISIS PROBLEMATIKA PENGAJIAN TAFSIR AL-QUR AN DAN UPAYA PEMECAHANNYA DI DESA JATIMULYA KEC. SURADADI KAB. TEGAL

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masa anak-anak ke masa dewasa di mana pada masa-masa tersebut. sebagai masa-masa penuh tantangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

IMPLEMENTASI KELAS UNGGULAN (EXCELLENCE) AGAMA DALAM MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Studi Kasus di SMPN 2 Pamekasan) Suwantoro

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. satu kompetensi keahlian lagi, yaitu kompetensi keahlian multimedia.

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS MOTIVASI PEMBELAJARAN KIMIA SISWA KELAS X DI MAN 2 WATES MELALUI SISTEM KONTRAK NILAI

Visi : Mewujudkan Generasi Qurani yang Berwawasan global dan Mandiri

NASKAH PUBLIKASI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN HANDPHONE TERHADAP PERILAKU REMAJA DALAM PELAKSANAAN IBADAH SHOLAT 5 WAKTU

PENINGKATAN KEDISIPLINAN BELAJAR MATEMATIKA MELALUI TEKNIK PERJANJIAN DAN PENGUATAN DIRI SISWA KELAS V SDN 1 TAWANG HARJO WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Metode Metode Instruksional Dina Amelia/

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah sarana yang dapat menumbuh-kembangkan potensipotensi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya,

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Pondok Pesantren bertugas untuk mencetak manusia yang benarbenar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam

BAB VI PEMBAHASAN. Menurut UUD No. 17 tentang penyelenggaraan ibadah haji maka penekanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu

BAB IV ANALISIS PERAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL KYAI DALAM PENINGKATAN PEMAHAMAN AGAMA SANTRI DI PONDOK

BAB IV PROBLEMATIKA DAN SOLUSI IMPLEMENTASI KURIKULUM MUATAN LOKAL BERBASIS PESANTREN DI MTs FUTUHIYYAH 01 MRANGGEN

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi setiap manusia dalam aktivitas komunikasi antara sesama mereka. Tanpa

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan dunia dan akhirat. Dakwah sebagai aktifitas umat Islam dalam. metode maupun media yang digunakan.

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup (long life. memegang peranan penting dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Pasal 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. kesenjangan. Diperlukan penataan kembali sistem pendidikan secara menyeluruh

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengetahuan, pertimbangan, dan kebijaksanaan.

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok

BAB I PENDAHULUAN. belajar sehingga siswa memiliki pengalaman dan kemandirian belajar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan-kegiatan dan peraturan yang berlaku di

Analisis dan Interpretasi Data pada Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah (Madin), Taman Pendidikan Qur an(tpq) Tahun Pelajaran

POLA ADAPTASI SOSIAL BUDAYA KEHIDUPAN SANTRI PONDOK PESANTREN NURUL BAROKAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuliani Susilawati,2013

BAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para

I. PENDAHULUAN. siswa secara fisik dan emosional dimana siswa diberi tugas untuk kemudian

BAB I PENDAHULUAN. siswa, serta memberikan sikap-sikap atau emosional yang seimbang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dapat diungkapkan secara lisan maupun tulisan. Penggunaan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Manajemen sumber belajar dalam meningkatkan kualitas. pembelajaran PAI di SMP Muhammdiyah 2 Yogyakarta, sudah baik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia, kebutuhan yang tidak dapat

PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Eksistensi pondok pesantren Mamba us Sholihin dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah Subhanahu wata`ala, di dalam. Al-Quran surat Luqman ayat: 14 sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembelajaran yang berkualitas dan evaluasi diharapkan

Jurnal Keperawatan Komunitas. Volume 1, No. 1, Mei 2013; 1-9

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. Islam yang tidak terlalu penting untuk serius dipelajari dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Guru memegang peranan penting dalam membentuk watak bangsa dan

dewasa ini merupakan perkembangan yang terjadi sebelumnya. yang dimiliki dan merupakan peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan.

BAB III PENYAJIAN DATA. Peran Pembimbing dalam Menanamkan Norma-norma Kehidupan bagi. Anak Asuh di Panti Asuhan As-Shahwah Kecamatan Tampan Kota

BAB I PENDAHULUAN. wawasan, ketrampilan dan keahlian tertentu kepada individu guna. diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

BAB IV. ANALISIS PENERAPAN METODE SIMULASI DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI FIQIH DI MTs RIFA IYAH WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. tenaga ahli pendidikan dan visi pendidikan yang tidak jelas. Selain itu masih. Indonesia semakin menurun (Silberman, 2007: xi).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

VIKA TRI HUDAYANI A Dibawah Bimbingan: 1. Dra. Hariyatmi, M.Si 2. Drs. H. Sofyan Anif, M. Si NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Faturrahman Dkk, Pengantar Pendidikan, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2012, hlm 2

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran yang diajarkan. Untuk menumbuhkan sikap aktif, kreatif, dan. pada prestasi belajar siswa yang rendah.

XII XIII XIV XV XVI XVII Fikih Ekologi: Konservasi Lingkungan dan Upaya Pencegahan Kerusakannya Politik dan cinta tanah air dalam perspektif Gerakan d

2015 PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENGETAHUAN SISWA DALAM MATA PELAJARAN IPS SD

BAB II LANDASAN TEORI. Metode pembelajaran adalah suatu teknik penyajian yang dipilih dan

BAB V PEMBAHASAN. 1. Penerapan ta zir dalam meningkatkan kedisiplinan santri di Pondok. Pesantren Ma hadul Ilmi wal Amal (MIA) Tulungagung.

BAB I PENDAHULUAN. diri siswa supaya dapat meningkatkan prestasi belajarnya. 1. dan menyukainya. Dengan kreatifitas guru dalam mengajar itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat komunikasi sangat dibutuhkan untuk beraktivitas. Seseorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang keberhasilan proses belajar mengajar. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja

Transkripsi:

70 BAB IV KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PELAKSANAAN MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS AKHLAK PLUS WIRAUSAHA DI PESANTREN DAARUT TAUHIID A. Kelebihan implementasi model pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha di pesantren Daarut Tauhiid Dari penelitian yang penulis lakukan selama 1 bulan dan dari beberapa informasi serta hasil observasi, dokumentasi dan wawancara, dalam pelaksanaan pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha ini, penulis menganalisis beberapa kelebihan pelaksanaan model pendidikan pesantren berbasis wirausaha ini. Meliputi; 1. Pertama, penulis menemukan kelebihan dalam model pendidikan ini, yaitu model pendidikan ini tidak ditemukan di pesantren selain Daarut Tauhid (berciri khas Daarut Tauhiid) dengan jangka waktu pendidikan 6 bulan, para santri mendapatkan berbagai macam keilmuan, mulai dari keagamaan, manajemen qalbu sampai ketrampilan wirausaha. dalam hal tahapan pendidikannya pun sangat tepat karena yang pertama santri dikuatkan dahulu mentalnya, lalu diberi materi keilmuan dan terakhir aplikasi keilmuannya dalam kehidupan nyata (bersifat konstektual). 2. Mengenai penerimaan santri yang mengikuti pendidikan akhlak plus wirausaha ini, penulis juga menemukan beberapa kelebihan mengenai aturan-aturan yang yang harus dipatuhi calon santri yaitu adanya MoU atau nota kesepakatan antara santri, orang tua santri dan penanggung jawab program untuk melaksanakan dan mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan pesantren, yang mana hal ini dilakukan untuk mengukur keseriusan santri dalam mengikuti pendidikan ini. Setelah itu juga terdapat pre test atau tes awal dan placement tes atau tes penempatan berupa tes kemampuan wawasan dan tahsin Qur an yang berguna nantinya sebagai acuan untuk penempatan santri.

71 3. Ketika dalam proses pembelajaran, adanya peran serta mentoring/ mudabbir yang selalu mendampingi dan mengawasi santri selalu dilakukan. Seperti membangunkan santri yang dalam proses pembelajaran tertidur atau yang memberikan teguran santri ketika cuek terhadap materi yang diberikan. Dalam proses pembelajaran penggunaan media pembelajaran yang modern menjadi nilai tambah tersendiri, karena selain pembelajaran dapat lebih efektif, santri pun sepertinya lebih memperhatikan jikalau materi yang diterangkan dirancang dengan audio visual yang menarik. 4. Selain itu menurut pengamatan penulis, pendidikan akhlak plus wirausaha ini dalam materi tertentu selalu disampaikan oleh orang-orang yang sudah berpengalaman di bidangnya, tenaga professional dan merupakan trainertrainer yang cukup diakui, memiliki banyak pengalaman sehingga membuat santri termotivasi dalam mengikuti apa yang disampaikan. 5. Fasilitas berupa tempat belajar yang nyaman dan representatif, perpustakaan yang lengkap turut menjadi kelebihan model pendidikan ini. 6. Adanya materi intra, materi pembiasaan dan materi pendukung menurut pengamatan penulis menjadikan santri lebih fres dan menjadi lebih semangat karena dalam materi pendukung, pembiasaan dan intra sangat melatih kekuatan ruhiah, kemampuan afektif dan psikomotorik mereka, seperti rihlah ilmiyah dan mabit di masjid yang terletak di pegunungan, juga tadabur alam. Materi-materi dasar umum dan dasar kejuruan yang diberikan pun cukup aplikatif, dipilih dan disesuaikan dengan latar belakang santri yang berbeda-beda serta dipilihkan materi yang kiranya diperlukan dan dekat dengan keseharian mereka. B. Kekurangan implementasi model pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha di pesantren Daarut Tauhiid Diantara kelebihan pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha ini, penulis juga menganalisis dan mengidentifikasi kekurangan yang terdapat dalam pendidikan pesantren ini. Diantara kekurangan yang penulis temukan

72 diantaranya kebanyakan bersifat tekhnis selain tentu ada yang bersifat non tekhnis. Kekurangan tersebut yaitu: 1. Dalam materi fiqh, idealnya dalam sebuah lembaga pendidikan bernama pesantren terdiri dari beberapa jenis ilmu fiqh, dari fiqh ibadah, muamalah, siyasah, munakahat dan sebagainya. Di dalam pendidikan akhlak plus wirausaha ini hanya diajarkan tentang fiqh ibadah an sich. Yang mana tentunya masih banyak kekurangan dalam hal ini. 2. Dalam pembelajarannya, menurut pengamatan penulis, santri kurang dilibatkan dalam aktifitas pembelajaran. Pola pembelajaran yang dilakukan seakan satu arah, ustadz menjelaskan, lalu santri mendengarkan dan mencatat. Walaupun ada dialog diakhir pembelajaran, menurut penulis itu masih sangat kurang. Pola pembelajarannya tidak pernah berangkat dari sebuah masalah, sehingga daya kritis santri dan semangat santri untuk mencari dan menggali hukum-hukumnya melalui kemampuannya sendiri sangat kurang. 3. Menurut pengamatan penulis, pada marhalah dua, adanya ketidakseimbangan jumlah materi yang diajarkan, dengan durasi waktu yang telah ditetapkan, artinya terkadang seperti dipaksakan, karena materi masih banyak, waktunya terbatas, maka seperti dipaksakan materi ini pada santri, padahal materi sebelumnya santri belum tentu sudah mengerti. Dengan pertimbangan lebih baik tahu sedikit tapi faham dari pada tahu banyak tapi tidak faham sedikitpun, harusnya jadi pertimbangan. 4. Dalam pembelajaran seringnya penulis amati santri yang terlambat datang, atau asaatidz yang terlambat datang, serta ruangan pembelajaran yang seolah-olah tidak ada koordinasi, pindah kesana-kesini tanpa pemberitahuan, sehingga membingungkan santri dan juga asaatidz. hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi pemahaman santri akan makna kedisiplinan dan manajemen islami yang profesional yang diterapkan di pesantren.

73 5. Mengenai metode, dalam materi tertentu, ustadz selalu memakai metode yang sama dalam pembelajarannya, sehingga yang pada mulanya santri bersemangat kini mulai bosan. Contoh: terlalu lama menggunakan metode ceramah. Memang diantara kelebihan metode ceramah yaitu ustadz mudah menguasai kelas, guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar, dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar dan mudah dilaksanakan. Namum perlu dipertimbangkan pula kekurangannya yaitu membuat siswa pasif, mengandung unsur paksaan kepada siswa (siswa seperti dijejali materi), membendung daya kritis siswa, kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata), dan bila terlalu lama menggunakan metode ini akan cepat menimbulkan kebosanan. 6. Diskusi dan tanya jawab hanya dikuasai oleh santri yang vokal, Karena santri ada yang cenderung malu jikalau harus bicara di depan forum. (mungkin bisa dicoba dengan metode-metode seperti active learning dan sebagainya). 7. Dalam pembelajaran materi tertentu, ustadz jarang memberikan contoh konkret terkait materi yang diajarkan (karena dengan latar belakang yang berbeda, santri ada yang lebih mudah menerima/ faham jika dimulai dari kasus atau kejadian) maksudnya bisa dicoba dengan menggunakan metode problem solving. 8. Belum adanya tes perbuatan/praktek, yang mana pada materi tertentu perlu adanya tes praktek/perbuatan, misal praktek shalat sesuai dengan sunnah rasul (jikalau memang diperlukan, terkait dengan madzhab). 9. Mengenai fasilitas, banyak fasilitas milik pesantren yang jarang sekali dimanfaatkan oleh santri, seperti perpustakaan (untuk menambah ilmu). Kurangnya kesadaran santri untuk menggunakan fasilitas yang ada di sekitar pesantren hanya untuk hal-hal yang bermanfaat saja. seperti internet, dan lain-lain. 10. Kurangnya penghargaan santri atas kebebasan yang diberikan penanggung jawab program untuk membawa hp. Sehingga saat pembelajaran ada santri yang sibuk smsan atau mengakses internet tanpa pengawasan.

74 11. Adanya asrama santri nyaman tetapi jauh dari masjid membuat santri agak malas-malasan untuk shalat berjamaah di masjid secara berjamaah. 12. Yang terakhir, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai sejarah panjang dan unik. Secara historis, termasuk pendidikan Islam yang paling awal dan masih bertahan sampai sekarang. Berbeda dengan lembaga pendidikan yang muncul kemudian, pesantren telah sangat berjasa mencetak kader-kader ulama, dan kemudian berperan aktif dalam penyebaran agama Islam dan transfer ilmu pengetahuan. Namun dalam perkembangannya, pesantren telah mengalami transformasi yang memungkinkannya kehilangan identitas jika nilai-nilai tradisionalnya tidak dilestarikan. 1 Merujuk pada keterangan diatas, penulis menemui kekurangan model pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha yang cukup substansial, yaitu hilangnya salah satu fungsi lembaga pendidikan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddiin), menurut pengamatan penulis, didalam pelaksanaannya, pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha ini lebih mengutamakan kecakapan vokasional (keterampilan) dibandingkan dengan kecakapan keagamaan. Pada pembelajaran keagamaannya, santri hanya sekedar tahu, bukan untuk mengkaji dan mendalami. Dan terkait dengan model pendidikan pesantren ini yang seperti diklat (tetapi panjang, sekitar 6 bulan) akan sangat sulit menjadikan model pendidikan pesantren ini untuk mengembalikan makna lembaga pendidikan pesantren yang sebenarnya yaitu menciptakan kader ulama. 1 Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), h.101.