BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembelajaran mengindikasikan adanya peserta didik yang kurang mampu berkonsentrasi dalam jangka waktu lama. Akibatnya daya serap dalam penerimaan bahan ajar kurang efektif. Adakalanya siswa cepat menerima pelajaran. Ada pula yang sedang daya serapnya. Terakhir tergolong siswa dengan daya serap rendah. Variasi daya serap ini tentu saja membutuhkan waktu yang juga beragam dalam menuntaskan proses belajar. Indikasi daya serap peserta didik yang bervariasi, membutuhkan strategi belajar yang tepat. Gaya belajar siswa turut mewarnai efektifitas pembelajaran. Ada siswa yang dengan mudah menerima pelajaran melalui metode konvensional dengan cara ceramah. Namun di sisi lain, ada pula siswa yang lebih cocok dengan metode belajar tipe eksperimen atau percobaan. Ketepatan strategi belajar mutlak diperlukan dalam kondisi seperti ini. Lingkungan belajar ilmiah dipercaya menjadi salah satu alternatif efektivitas belajar. Perasaan mengalami bagi siswa adalah jawaban dari gejala permasalahan daya serap peserta didik. Hal ini menjadi semacam antitesis pada pengalaman belajar siswa. Yaitu bukan hanya murid mengetahui nya. Orientasi proses belajar yang menitikberatkan pada hafalan, berdampak pada penguasaan materi jangka pendek. Gejala ini persis dengan target kejar tayang Guru dalam hal penguasaan materi bagi siswanya. Berhasil dalam jangka pendek namun gagal dalam jangka panjang. Fakta inilah yang jamak kita temui di sekolah. Untuk itu para ahli pendidikan mulai meramu berbagai strategi jitu guna menuntaskan salah satu gejala ketidakefektifan pembelajaran. Dengan cara melakukan pendekatan kontekstual. Ialah pola ilmiah baru yang mampu menggairahkan suasana kelas di sekolah-sekolah kita. Pengertian mengajar bukan lagi bermakna hanya menceritakan pelajaran. Kegiatan ikutan ini kita menyebutnya belajar. Lebih ditekankan kepada aktivitas siswa. Dan hal ini bukan hanya kerja otomatis peserta didik dalam perenungan informasi di benaknya. Proses belajar bagi siswa lebih diperdalam dalam pola 1
2 pendekatan melibatkan mental dan kerja siswa secara mandiri. Penjelasan beserta peragaan saja belum menjamin hasil belajar jangka panjang. Secara umum dapat dikatakan bahwa mempelajari sesuatu memerlukan kemampuan: mendengar, melihat, bertanya dan mendiskusikan dengan orang lain. Akan lebih baik lagi jika siswa mampu membahasakan materi ajar, melalui ejaan mereka sendiri. Demikian kira-kira pemaknaan dari kata-kata bijak apa yang saya dengar saya lupa, apa yang saya lihat saya ingat, apa yang saya lakukan saya paham. Melakukan adalah kristalisasi proses belajar ibarat menulis pada sebuah batu. Sulit untuk dihapus. Menurut Suprijono (2009: 125) cara lain menguatkan pengetahuan dan kemampuan peserta didik dalam mempelajari bahan-bahan pelajaran adalah melalui strategi peta konsep. Pada pendekatan ini, siswa diajak mengalami proses belajarnya. Dengan cara menuliskan kata atau kalimat pada sebuah lembar peta konsep yang tersedia. Lembaran ini berisi pokok-pokok konsep utama materi pelajaran. Keterlibatan peserta didik pada pendekatan ini hampir menyeluruh di setiap tahapannya. Rujukan ilmiah strategi pembelajaran menggunakan peta konsep terlihat pada penjelasan berikut ini. Pada mata pelajaran Biologi, dapat menggunakan metode ini dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Ausubel dalam Yamin (2005:199) mensyaratkan para guru dalam mentransfer materi kepada peserta didik, melalui pembelajaran bermakna. Hal ini dapat menggunakan pertolongan peta konsep sebagaimana disarankan oleh Novak (Yamin, 2005:199). Pendekatan peta konsep menyatakan hubungan yang bermakna antar gagasan dalam proposisi. Permendiknas No 22 tahun 2006 menyatakan bahwa mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata Pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945. Sedangkan tujuannya peserta didik memiliki kemampuan: (1) berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; (2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
3 bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta antikorupsi; (3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain; (4)Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran PKn siswa kelas 3 SDN Kupang 03 Ambarawa, peneliti mendapatkan data berupa beberapa kekurangan yang ada dalam pembelajaran. Pertama, guru masih kesulitan dalam menentukan metode yang tepat untuk mengajarkan mata pelajaran PKn kepada para anak didiknya. Sehingga, saat ini guru kelas masih memilih menggunakan metode ceramah untuk menyampaikan materi pelajaran. Kemudian, menurut guru dalam kegiatan pembelajaran PKn, tidak jarang dijumpai siswa yang asik bermain sendiri, bosan, kurang memperhatikan dan terlihat mengantuk pada saat mengikuti pelajaran. Selain itu, menurut guru kelas, kekurangan yang paling utama dalam proses pembelajaran adalah rendahnya kreativitas peserta didik dalam mengikuti mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Sehingga berdampak pada hasil belajar siswa yang masih rendah. Hal tersebut dapat dibuktikan nilai yang tidak tercapainya Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) lebih dominan dari pada nilai yang memenuhi KKM. Selanjutnya, ketika siswa ditanya bagaimana pendapat mereka tentang kegiatan belajar mengajar PKn selama ini. Mereka menjawab dengan berbagai macam jawaban. Sebagian siswa menjawab, mereka mengaku bosan, malas bertanya, bahkan kadang mengantuk pada saat guru menerangkan materi pelajaran di depan kelas. Mereka juga mengungkapkan bahwa mereka ingin belajar sambil bermain. Kenyataan tersebut, menarik untuk menerapkan metode pembelajaran peta konsep sebagai alternatif pendekatan meningkatkan kreativitas siswa yang pada gilirannya dapat memenuhi KKM mata pelajaran PKn SD 3. Sebagaimana tahapan proses pembelajaran melalui peta konsep. Siswa bersama guru membuat rumusan tentang topik tertentu. Kemudian topik yang dipelajari itu, tercipta berbagai pemahaman/pengertian tentangnya. Selain bercorak individu, pendekatan peta konsep juga mensyaratkan kerja kelompok. Dengan demikian kreativitas
4 siswa tidak hanya tumbuh dari diri pribadi saja. Melainkan juga berdinamika sesuai dengan interaksi antar siswa antar kelompok. Komunikasi dan interaksi antar peserta didik diharapkan terjalin sampai batas maksimalnya. Keaktifan siswa dapat ditemui pada pendekatan peta konsep ini. Dari paparan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Meningkatkan Kreativitas Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Peta Konsep Tipe Network Tree Pada Mata Pelajaran PKn Kelas 3 SDN Kupang 03 Ambarawa Tahun Pelajaran 2017/2018. 1.2 Identifikasi Masalah Penulis melakukan pengamatan, konsultasi dan wawancara dengan siswa dan guru sebelum meneliti. Pengenalan permasalahan seputar proses pembelajaran, terlihat bahwa: 1. Masalah yang bersumber dari Siswa : a. Adanya siswa yang asyik bermain seorang diri. Dampaknya materi pelajaran tidak dapat dimengerti. b. Kurangnya kemampuan bertanya siswa. Berakibat kegagalan siswa dalam menjawab pertanyaan guru. c. Kemalasan siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan. d. Proses pembelajaran pasif dikarenakan minimnya umpan balik bagi siswa. e. Siswa kurang serius menerima pelajaran, sehingga banyak siswa yang jenuh mengikuti pembelajaran. 2. Masalah bersumber dari Guru. a. Metode konvensional, berupa ceramah membosankan para siswa. b. Pembelajaran tersentral pada guru, sehingga materi yang disampaikan tidak sepenuhnya diterima peserta didik. c. Guru lebih aktif, sebagai kelanjutan sentral pengetahuan pada pembelajaran, akibatnya siswa belum tergali kreativitasnya. d. Sifat pembelajaran PKn yang dominan teori, membuat perhatian siswa kurang tertarik.
5 e. Guru lebih banyak menjelaskan materi. Belum terlihat media lain sebagai alat bantu penjelas materi PKn, sehingga siswa kurang termotivasi dalam mendengarkan materi ini. 1.3 Pembatasan Masalah Penelitian ini, penulis membatasi ruang lingkup kajian pada: subyek siswa SD Kelas 3, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui penerapan model pembelajaran Peta Konsep berbantuan Network Tree. Indikator yang diteliti meliputi topik perbedaan jenis kelamin, suku bangsa dan agama. Penerapan hidup rukun. Pentingnya tata tertib baik di rumah maupun sekolah. Hak anak untuk belajar sambil bermain. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut: Apakah dengan melalui pendekatan peta konsep tipe Network Tree pada mata pelajaran PKn kelas 3 di SDN Kupang 03 Ambarawa dapat meningkatkan kreativitas siswa? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peningkatan kreativitas siswa kelas 3 di SDN Kupang 03 Ambarawa melalui pendekatan peta konsep tipe Network Tree pada mata pelajaran PKn. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian pada kajian ini meliputi manfaat bagi peneliti, guru dan siswa. Tulisan ini diharapkan mempunyai: 1.6.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran dan pengetahuan dalam model pembelajaran inovatif terutama pendekatan peta konsep tipe Network Tree. Sumbangan yang dimaksud adalah bagaimana pola pendekatan pembelajaran ini mampu meningkatkan kreativitas siswa.
6 1.6.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Sekolah Manfaat praktis bagi sekolah, penelitian ini diharapkan memberi masukan alternatif metode pembelajaran di Sekolah Dasar. Bisa juga sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program pembelajaran pada kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan kelas 3 SD. 2. Bagi Guru Sebagai sarana mengaktifkan kelas. Juga pelengkap metode-metode yang sudah diterapkan. Sehingga mutu pembelajaran dapat meningkat. 3. Bagi Siswa Manfaat bagi siswa adalah memberikan kesempatan siswa untuk lebih aktif, kreatif dan keberanian mengemukakan pertanyaan. Sehingga pemahaman materi pelajaran dapat lebih meningkat yang berujung pada ketuntasan hasil belajar.