BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa anak-anak identik dengan penerimaan berbagai pengetahuan dari

I. PENDAHULUAN. Pendidkan anak usia dini mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal

BAB I PENDAHULUAN. kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh. yang mencakup aspek fisik dan nonfisik dengan memberikan rangsangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden age)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. menyadari akan penting nya mencerdaskan rakyat nya, Cita cita mulia itu pun

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan menjadi cerdas, terampil, dan memiliki sikap ketakwaan untuk dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia kurang lebih anam tahun (0-6) tahun, dimana biasanya anak tetap tinggal

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika

BAB I PENDAHULUAN. anak. Usia dini juga sering disebut sebagai masa keemasan (golden age), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini merupakan program pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya Meningkatkan Nilai-Nilai Keagamaan Anak Usia D ini Melalui Metode Bernyanyi

BAB I PENDAHULUAN. Periode emas atau yang lebih dikenal dengan golden age adalah masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Erni Nurfauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal, non formal dan informal. Taman Kanak-kanak adalah. pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun sebelum

BAB I PENDAHULUAN. gembira dapat memotivasi anak untuk belajar. Lingkungan harus diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. prasekolah, serta merupakan wadah pendidikan pertama di jalur formal yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH (PLAYGROUP)

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan anak karena merupakan masa peka dalam kehidupan anak. Masa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tua, lingkungan masyarakat sekitarnya, dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. dasar bagi perkembangan anak selanjutnya. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang

I. PENDAHULUAN. anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek-aspek gerakan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 latar belakang masalah. Pendidikan Anak Usia Dini merupakan upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara luas diketahui bahwa periode anak dibagi menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. komponen dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Indonesia telah mencanangkan pendidikan wajib belajar yang semula 6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Anak Usia Dini (AUD) merupakan kelompok usia yang berada dalam. proses perkembangan unik, karena proses perkembangannya (tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya fitrah yang suci. Sebagaimana pendapat Chotib (2000: 9.2) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan kegiatan universal dalam kegiatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. hal yang penting untuk diberikan sejak usia dini. Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Anak sebagai makhluk individu yang unik dan memiliki karakteristik yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar. Pembangunan PAUD menyatakan :

BAB I PENDAHULUAN. sejajar atau menyeluruh agar dapat menghasilkan insan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap pasangan suami istri yang telah menikah pasti mengharapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

Perkembangan Emosi Anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. formal, non-formal dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. hendaknya dibangun dengan empat pilar, yaitu learning to know, learning

I. PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat. Masa ini biasa disebut dengan masa the golden

BAB I PENDAHULUAN. memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan spiritual), motorik, akal

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut. (Pasal 1 ayat 14 menurut UU No. 20 Tahun 2003)

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai usaha mengoptimalkan potensi-potensi luar biasa anak yang bisa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia Indonesia seutuhnya, pembangunan di bidang pendidikan. pendidikan banyak menghadapi berbagai hambatan dan tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh pendidik atau pengasuh anak usia 0-6 tahun dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan diharapkan akan menjadi pelaku dalam pembangunan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan manusia yang memiliki karakteristik yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup sehingga pendidikan bertujuan menyediakan lingkungan yang memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. yang dijelaskan dalam Undang Undang SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang bermutu. Berkat pendidikan, orang terbebaskan dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. (Abdulhak, 2007 : 52). Kualitas pendidikan anak usia dini inilah yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan pendidikan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Usia dini merupakan masa keemasan (golden age), oleh karena itu pendidikan

PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL) UNTUK ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hasil dari perkembangan di usia-usia dini seseorang. Perkembangan anak pada usia pra-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. investasi yang sangat penting bagi sumber daya manusia yang berkualitas. kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS. Yenni Nurdin 1) dan Umar Darwis 2) UMN Al Washliyah

BAB I PENDAHULUAN. anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter. Hal ini sejalan dengan Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0486/UI/1992 tentang Taman Kanak-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem. Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa :

PENINGKATAN KEMAMPUAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN BERHITUNG DI TK GIRIWONO 2

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini adalah usia emas dimana anak memiliki karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. ada dijalur pendidikan formal. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. (tumbuh dan kembang) terjadi bersama dengan golden age (masa peka).

BAB I PENDAHULUAN. dan psikologisnya sehingga menjadi seorang yang unik. Anak mengalami suatu

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan sangat cepat, hal ini terlihat dari sikap anak yang terlihat jarang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tentu tidak lepas dari dunia pendidikan. Karena. adalah dengan cara memeperbaiki proses pembelajaran.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia dini disebut juga usia emas (golden age), karena di usia inilah sebagian besar jaringan sel-sel otak berfungsi sebagai pengendali setiap aktivitas dan kualitas manusia pun dibentuk. Kesempatan anak pada usia dini merupakan peluang terbaik untuk mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak. Pendidikan pada anak usia dini merupakan hal yang paling utama dalam dunia pendidikan. Seperti halnya penanaman konsep terhadap anak usia dini yang memasuki masa peralihan dalam segi pengenalan pendidikan, pada saat menanamkan konsep, guru tidak dapat menguasai konsep yang ada, maka keberhasilan anak tersebut dalam dunia pendidikan tidak akan berhasil. Bukan hal yang aneh bahwa seorang anak dapat dididik dan dirangsang sosial emosionalnya sejak masih dalam kandungan. Untuk bisa seperti itu orang tua harus memperhatikan beberapa aspek, antara lain terpenuhinya biomedis, kasih sayang dan stimulus. Pendidikan keluarga merupakan pertama dan utama dan pendidikan luar itu sifatnya hanya sebagai bantuan dan penunjang pembentukan karakter anak. Anak merupakan penerus keluarga dan sekaligus sebagai pembawa nama baik keluarga, harus dibekali dengan pengetahuan dan penanaman konsep yang baik, anak sebagai insan yang masih terlalu dini untuk mengenal segala permainan dunia, merupakan wadah potensial untuk membentuk suatu perkembangan sosial emosional anak. Pendidikan yang baik dan benar bagi anak sangat mempengaruhi perkembangan selanjutnya. Baik pendidikan yang diberikan kepada anak, maka baik pula perkembangan anak tersebut. Untuk mewujudkan pembentukan perkembangan sosial emosional anak, tidak cukup hanya mendapat pendidikan informal saja, hal tersebut bahwa belajar anak pada pendidikan informal sangat terbatas. Hal ini sangat mempengaruhi keberhasilan pendidikan anak dalam penanaman konsep yang pada intinya mengembangkan sifat sosial emosional anak. 1

Menyadari keadaan inilah maka pemerintah membangun berbagai lembaga pendidikan yang salah satunya adalah TK Negeri Pembina Sipatana Kota Gorontalo merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak sampai memasuki tahap pendidikan dasar. Pendidikan diarahkan untuk mengembangkan potensi anak seoptimal mungkin sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak melalui kegiatan bermain sambil belajar. Melalui lembaga inilah di harapkan mampu memberi bekal dan tingkah laku yang baik serta dapat menumbuhkan sifat sosial emosional anak sehingga dapat membentuk kepribadian yang cerdas terhadap anak tersebut. Agustian, (2009:39) Sosial emosional anak merupakan sesuatu yang sangat penting ditingkatkan. Terdapat beberapa hal mendasar yang mendorong pentingnya meningkatkan sosial emosional tersebut. Pertama, makin kompleksnya permasalahan kehidupan di sekitar anak, termasuk di dalamnya perkembangan IPTEK yang banyak memberikan tekanan pada anak dan mempengaruhi perkembangan emosi maupun sosial anak. Kedua, penanaman kesadaran bahwa anak adalah praktisi dan investasi masa depan yang perlu dipersiapkan secara maksimal, baik aspek perkembangan emosinya maupun keterampilan sosialnya. Ketiga, karena rentang usia penting pada anak terbatas. Jadi, harus difasilitasi seoptimal mungkin agar tidak ada satu fase pun yang terlewatkan. Keempat, ternyata anak tidak bias hidup dan berkembang dengan IQ semata, tetapi EI jauh lebih dibutuhkan sebagai bekal kehidupan. Padahal, permasalahan emosi anak saat ini lebih kompleks. Kelima, telah tumbuh kesadaran pada setiap anak tentang tuntutan untuk dibekali dan memiliki sikap sosial emosional sejak dini. Sosial emosional tentunya akan menjadi lebih baik apabila ditingkatkan melalui kegiatan yang memberi ruang lebih kepada anak. Namun, sebagaimana diakui oleh beberapa guru TK Negeri Pembina Sipatana Kota Gorontalo, peningkatan sosial emosional sering didominasi oleh kegiatan yang berpusat pada guru, sehingga anak tampak belum memiliki keleluasaan dalam belajar. Permasalahan tersebut membuat mereka harus mencontoh pendekatan pembelajaran dari berbagai teori. Hal 2

ini membuat mereka bingung, sehingga mereka memerlukan pendekatan baru yang lebih leluasa, namun tetap memiliki kekuatan dalam mengarahkan sosial emosional anak didik yang mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dari pemikiran di atas maka diperlukan suatu desain pembelajaran yang meningkatkan sosial emosional anak dengan cara yang lebih leluasa. Prinsipnya, pembelajaran tersebut harus berbasis pada perkembangan dan kebutuhan serta dapat menggali potensi yang ada pada diri anak. Asmami (2009:13) mengemukakan setiap anak memiliki kegeniusan maka tidak boleh membiarkan anak terus menerus bermain tanpa memberikan masukan, dorongan, bimbingan untuk menggali potensi uniknya (keistimewaan). Orang tua harus membuat program untuk anaknya secara rutin, dengan kegiatan yang bermanfaat secara jasmani dan rohani. Ada waktu belajar, membantu orang tua dan bermain. Bahkan, disela-sela bermain, anak diajak untuk mengembangkan kreatifitasnya. Anak harus dibiasakan dengan hal-hal yang mendorong kemajuan otak kanan dan kirinya secara seimbang, sehingga antara intelektual dapat seimbang dengan sosial emosionalnya. Namun demikian sebaliknya anak juga diupayakan menikmati proses yang diprogramkan secara menyenangkan, tidak merasa jenuh, bosan, dan terbebani. Disinilah dibutuhkan kearifan dan kecerdasan dalam mendidik anak. Diperlukan seni medidik yang baik, penuh variasi dan teknik yang efektif. Satiadarma (2009:33) Anak yang memiliki sosial emosional merupakan anak yang memiliki keterampilan memahami pengalaman pribadi, mengendalikan diri, memotifasi diri, memahami emosi orang lain, dan mengembangkan hubungan dengan orang lain. Namun di negeri ini, sosial emosional masih menjadi barang yang mahal dan langka. Aktualisasi anak dalam mengendalikan amarah, berempati, dan menyesuaikan diri dan memecahkan masalah pribadi masih rendah. Terbukti dengan hasil survei terhadap orang tua dan guru memperlihatkan adanya kecenderungan yang sama diseluruh dunia, yaitu generasi sekarang lebih banyak mengalami kesulitan emosional daripada generasi sebelumya, lebih kesepian dan pemurung, lebih 3

berangasan dan kurang memiliki sopan santun, lebih gugup dan mudah cemas, lebih impulsif dan agresif. Kemerosotan sosial emosional pada anak tampak semakin parah, contoh masalah spesifik adalah: (1) Menarik diri dari pergaulan atau masalah sosial, lebih suka menyendiri, bersikap sembunyi-sembunyi, bermuram, kurang bersemangat, merasa tidak bahagia, terlampau bergantung. (2) Cemas dan depresi, menyendiri, sering cemas dan takut, ingin sempurna, merasa tidak dicintai, merasa gugup dan sedih. (3) Memiliki masalah dalam perhatian atau berpikir, tidak mampu memusatkan perhatian atau duduk tenang, melamun, bertindak tanpa berpikir, bersikap terlalu tegang untuk berkonsentrasi, sering mendapat nilai buruk disekolah, tidak mampu membuat pikiran menjadi tenang. (4) Nakal atau agresif; bergaul dengan anak-anak yang bermasalah, bohong dan menipu, sering bertengkar, bersikap kasar terhadap orang lain, membandel disekolah dan dirumah, keras kepala dan suasana hatinya berubah-ubah, terlalu banyak bicara dan mengolok-olok, bertemperamen panas, dll, (Asmami, 2009:23) Hal yang sangat bertolak belakang dengan sistem pendidikan kita selama ini, terlalu menekankan pentingnya nilai akademik, kecerdasan intelektual (IQ) saja. Mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai ke perguruan tinggi, jarang sekali dijumpai pendidikan tentang sosial emosional yang mengajarkan: integritas, kejujuran, komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, prinsip kepercayaan, penguasaan diri dan sinergi, padahal justru inilah yang terpenting. Hal ini merupakan bukti bahwa sosial emosional anak masih menjadi barang yang mahal dan langka. Oleh karena itu, sosial emosional anak perlu ditingkatkan sejak dini. Pemerintah seharusnya sudah menyadari hal ini, sehingga pembentukan sebuah direktorat yang membawahi pendidikan usia dini perlu mendapatkan perhatian khusus untuk membenahi sistem pendidikan dengan memulai dari usia dini. 4

Salah satu pembelajaran pada anak didik di TK Negeri Pembina Sipatana Kota Gorontalo adalah meningkatkan sosial emosional anak melalui seni tari kreasi. Hal ini dimaksudkan, pada umumnya anak lebih mudah menerima pengetahuan dari gurunya melalui apa yang ia lihat, dengar, serta apa yang dilakukannya. Metode ini di pilih karena pembelajaran dipadukan dengan seni tari kreasi, dalam pembelajaran anak senantiasa dapat berkomunikasi dengan teman-temannya serta melakukan berbagai hal secara bersama-sama, sehingga akan hilang rasa tidak percaya diri, merasa tidak disayang, takut, cemas, malu, dll. Anak lebih merasa tenang, bahagia, percaya diri, bertanggung jawab, terampil, cakap, serta memiliki sikap sosial yang tinggi serta emosional yang ada pada dirinya akan membawa ke arah yang baik. Kendala yang dihadapi dalam implementasinnya disebabkan oleh guru itu sendiri, yakni kurang memiliki pengetahuan tentang emosional anak sehingga berindikasi pada hasil yang diharapkan. Kenyataan menunjukkan, ketidak berhasilan guru dalam meningkatkan sosial emosional anak dengan benar. Oleh karena itu, tidak heran jika dalam kehidupannya baik di sekolah maupun di luar sosial emosional anak tidak nampak sehingga menjadikan anak kurang percaya diri. Konteks yang ada menjadikan anak lamban dalam segi berfikir, tidak kritis, tidak percaya diri, tidak dapat beradaptasi dan sebagainya. Sehingga ia selalu menghindar dengan cara bersembunyi bahkan tidak dapat berkomunikasi dengan teman sebayanya. Proses pembelajaran di kelompok B TK Negeri Pembina Sipatana Kota Gorontalo masih menekankan pada aspek kongnitif. Sosial emosional anak yang merupakan bagian dari lima aspek yang dikembangkan belum dilaksanakan secara serius. Disamping itu kurangnya kreatifitas guru dalam mengefektifkan waktu sangat mempengaruhi proses pembelajaran. Metode yang digunakan pun masih bersifat kontruksional sehingga sosial emosional anak di Kelompok B Pada TK Negeri Pembina Sipatana Kota Gorontalo belum terlihat peningkatannya secara signifikan. Hal ini sangat mempengaruhi proses pembelajaran mengingat ada lima aspek yang 5

harus dikembangkan yakni nilai agama moral, motorik, sosial emosional, bahasa, dan kognitif. Berdasarkan kenyataan pada observasi lapangan terdapat 20 anak di TK Negeri Pembina Sipatana Kota Gorontalo khususnya kelompok B, terdapat 5 orang atau prosentase 25% yang nampak sikap sosial emosionalnya. Hal ini dapat dilihat dari pergaulan anak misalnya: (a) kerja sama, (b) disiplin, (c) percaya diri, (d) mandiri, sedangkan 15 anak atau prosentase 75% belum nampak adanya perilaku sosial emosional pada diri anak sesuai dengan yang diharapkan. Kelemahan tersebut sangat nampak pada perkembangan anak, sehingga telah mendorong peneliti untuk memaksimalkan proses peningkatan potensi yang ada dalam diri anak dengan penerapan yang inovatif, dilakukan melalui seni tari kreasi khususnya dalam meningkatkan sosial emosional anak yang tujuannya untuk mendorong anak agar lebih disiplin, dapat bekerja sama, percaya diri, dan mandiri. Adapun indikator yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 17 anak dengan prosentase 85% dari jumlah keseluruhan yang dikenai tindakan 20 orang. Berdasarkan realita yang diungkapkan tersebut, maka peneliti mengadakan penelitian dengan formulasi judul Meningkatkan Sosial Emosional Anak Melalui Seni Tari Kreasi di kelompok B Pada TK Negeri Pembina Sipatana Kota Gorontalo 1.2 IdentifikasiMasalah Berdasarkan uraian latar belakang maka dapat diidentifikasi masalah yakni: 1. Rendahnya sosial emosional anak dalam lingkungan baik dalam pembelajaran maupun dalam pergaulan kesehariannya. 2. Belum adanya kerja sama anak dalam melaksanakan kegiatan kelompok. 3. Anak belum disiplin datang kesekolah. 4. Anak belum mandiri dalam melaksanakan tugas yang diberikan 5. Belum adanya percaya diri pada anak 6. Anak tidak mau berbagi sesuatu dengan temannya 6

7. Guru belum menerapkan pembelajaran seni tari kreasi untuk meningkatkan sosial emosional anak. 1.3 RumusanMasalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah sosial emosional anak dapat ditingkatkan melalui seni tari kreasi di kelompok B Pada TK Negeri Pembina Sipatana Kota Gorontalo. 1.4 Cara Pemecahan Masalah Upaya yang dilakukan oleh guru dalam meningkatkan sosial emosional anak yang bertujuan agar anak dapat bekerja sama, lebih disiplin, percaya diri, dan mandiri dapat dilakukan melalui seni tari kreasi. Hal ini dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menyiapkan perangkat pembelajaran berupa rencana kegiatan harian yang disesuaikan dengan tema sebelum melaksanakan kegiatan 2. Menyiapkan alat atau bahan yang diperlukan dalam melakukan tari 3. Menjelaskan peragaan tari kreasi sambil mencontohkan gerakan-gerakan tari kreasi yang akan di peragakan. 4. Mengatur posisi anak agar lebih leluasa dalam melakukan gerakan tari kreasi 5. Selama melakukan gerakan tari kreasi guru memberikan bimbingan dan mengarahkan anak untuk melakukannya dengan benar. 1.5 TujuanPenelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan sosial emosional anak melalui seni tari kreasi di kelompok B Pada TK Negeri Pembina Sipatana Kota Gorontalo. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan menjadi perhatian dan pertimbangan dalam mendapatkan rancangan metode pembelajaran tambahan yang dirasa cocok dengan kemampuan yang dimiliki anak yang pada intinya mengembangkan sosial emosional 7

anak yang di lakukan melalui seni tari kreasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagaiberikut: 1.6.1 Bagi Anak Diharapkan dapat meningkatkan sosial emosional yang mendorong anak agar lebih disiplin, dapat bekerja sama, percaya diri, dan mandiri. 1.6.2 Bagi Guru Dapat mengetahui cara meningkatkan sosial emosional anak melalui seni tari kreasi, memperluas wawasan, serta memperkaya khasanah keilmuan, khususnya pemerhati dan pecinta pendidikan. 1.6.3 Bagi sekolah Dapat dijadikan sumbangan pemikiran terhadap pengelolaan TK Negeri Pembina Sipatana Kota Gorontalo dalam upaya meningkatkan sosial emosional anak melalui seni tari kreasi serta meningkatkan efektifitas dan efisiensi kegiatan belajar mengajar. 1.6.4 Bagi Orang Tua Sebagai wadah yang membantu dalam meningkatkan sosial emosional anak yang berada pada masa pertumbuhan dalam pembentukan karakter anak. 1.6.5 Bagi Peneliti Dapat dijadikan acuan bagi peneliti dalam mengembangkan atau mengadakan penelitian di masa yang akan datang. 8