BAB I PENDAHULUAN. mulai dari uncomplicated appendicitis sampai pada faecal peritonitis. Infeksi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. yang resisten terhadap minimal 3 kelas antibiotik. 1 Dari penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seseorang selama di rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. adalah penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta dolar Amerika setiap tahunnya (Angus et al., 2001). Di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. otak, biasanya akibat pecahnya pembuluh darah atau adanya sumbatan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya komplikasi yang lebih berbahaya. diakibatkan oleh sepsis > jiwa pertahun. Hal ini tentu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatnya angka harapan hidup pada negara negara berkembang, begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi virus dengue maupun demam berdarah dengue (DBD) merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% dalam tahun

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB 1 PENDAHULUAN. Peningkatan pelayanan di sektor kesehatan akan menyebabkan usia harapan

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia. 1. merupakan pneumonia yang didapat di masyarakat. 1 Mortalitas pada penderita

B A B I PENDAHULUAN. Sampai saat ini sepsis masih merupakan masalah utama kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB 1 PENDAHULUAN. Jantung merupakan suatu organ yang berfungsi memompa darah ke

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. secara spontan dan teratur segera setelah lahir. 1,2. penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. baru atau berulang. Kira-kira merupakan serangan pertama dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. infeksi tersebut. Menurut definisi World Health Organization. (WHO, 2009), Healthcare Associated Infections (HAIs)

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di

FAKTOR FAKTOR PREDIKTOR MORTALITAS SEPSIS DAN SYOK SEPSIS DI ICU RSUP DR KARIADI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. peran penting pada angka kesakitan dan kematian di ruang perawatan intensif. ii

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Kolonisasi bakteri merupakan keadaan ditemukannya. koloni atau sekumpulan bakteri pada diri seseorang.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes melitus (DM) terutama DM tipe 2 merupakan masalah kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bagian Ilmu Penyakit Dalam, sub

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pedoman penyelanggaran pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di

BAB I PENDAHULUAN. saat ini dapat bertahan hidup dengan perawatan intensif di Ruang Terapi Intensif

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam tifoid merupakan suatu infeksi tropis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kemudian memicu respon imun tubuh yang berlebih. Pada sepsis, respon imun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yang tinggi dan seringkali tidak terdiagnosis, padahal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 : PENDAHULUAN. membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN. langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Berdasarkan data World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas. bawah akut yang tersering. Sekitar 15-20% kasus

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ICU RSUP dr. Kariadi Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Bakteri dari genus Staphylococcus adalah bakteri. gram positif kokus yang secara mikroskopis dapat diamati

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi intra-abdomen merupakan berbagai macam kondisi patologis mulai dari uncomplicated appendicitis sampai pada faecal peritonitis. Infeksi intra-abdomen terbagi menjadi dua kategori yaitu uncomplicated dan complicated. 1 Infeksi yang meliputi satu organ tunggal dan tidak terjadi perluasan ke peritoneum disebut uncomplicated intra abdominal infections, sedangkan pada complicated intra abdominal infections (CIAIs) infeksi mengalami perluasan hingga peritoneum, baik peritonitis lokal maupun peritonitis difus. 2 Infeksi intra-abdominal juga dibagi menjadi infeksi yang didapat dari komunitas (community-acquired) dan infeksi nosokomial (healthcareassociated). Infeksi nosokomial tersebut juga memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan pada infeksi komunitas. 3 Complicated intra abdominal infections merupakan infeksi yang membutuhkan perhatian lebih terkait dengan prognosis yang buruk dan angka kematian yang cukup tinggi. 2 Infectious Diseases Society Of America mengatakan bahwa complicated intra abdominal infections memiliki angka kematian tertinggi kedua di Intensive Care Unit (ICU). 4 Berdasarkan survei World Health Organization (WHO) angka kejadian peritonitis, sebagai bentuk dari complicated intra abdominal infections, mencapai 5,9 juta kasus di dunia. 5

2 Berdasarkan Complicated Intra Abdominal Infections Observational Worlwide Study (CIAOW Study) terdapat 702 pasien yang diteliti dari 56 institusi medis di dunia, didapatkan 615 pasien menderita CIAIs dari infeksi komunitas dan sisanya dari infeksi nosokomial; 304 pasien menderita peritonitis difus dan 398 pasien menderita peitonitis lokal; 112 pasien dalam kondisi kritis yaitu sepsis atau syok sepsis; dan jumlah kematian yang terjadi yaitu 10,1% atau sebanyak 71 pasien dari 702 pasien. 6 Pada tahun 2008 Indonesia mempunyai angka kejadian yang tinggi untuk peritonitis, yang merupakan bentuk dari complicated intra abdominal infections, sebanyak 7% dari total seluruh penduduk Indonesia atau sekitar 179.000 jiwa. 7 Provinsi Jawa Tengah memiliki angka kejadian peritonitis sebanyak 5980 kasus, 177 diantaranya meninggal. Kota Semarang merupakan kota dengan angka kejadian yang paling tinggi diantara kota lainnya di Jawa Tengah, yaitu sebanyak 970 kasus. 8 Faktor-faktor yang mempengaruhi mortalitas pada pasien complicated intra abdominal infections bervariasi. Faktor prognostik mortalitas pada pasien yaitu usia lanjut, nutrisi yang kurang baik, penyakit komorbid, immunodepression, syok sepsis, tatalaksana yang kurang baik, lama tinggal di rumah sakit, patogen infeksi nosokomial, kerusakan organ, dan peritonitis yang luas. 2 Variabel-variabel yang dapat mempengaruhi mortalitas complicated intra abdominal infections berdasarkan CIAOW Study yaitu kondisi klinis pasien, keterlambatan terapi, umur, immunosupresi, dan sumber infeksi dari CIAIs. 9 Berdasarkan analisis univariat dari Complicated Intra Abdominal

3 Infections Observational Study (CIAO Study) terdapat beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas yaitu kondisi klinis pasien, yang meliputi sepsis atau syok sepsis, infeksi nososkomial, sumber infeksi, penyakit komorbid. Variabel lainnya yaitu hitung sel darah putih dan suhu pasien di hari ketiga setelah operasi. 10 Sedangkan pada analisis multivariatnya yang merupakan variabel prediktor mortalitas yaitu umur pasien, sumber infeksi, keterlambatan terapi inisial, sepsis dan syok sepsis, dan pasien Intensive Care Unit (ICU). 11 Tellado dkk (2007) melakukan penelitian di Spanyol. Penelitian tersebut mengenai terapi antibiotik empirik insial terhadap hasil klinis pasien. Hasil penelitian tersebut yaitu antibiotik empirik inisial dapat mempengaruhi hasil klinis pasien. Pasien yang tidak mendapatkan antibiotik empirik insial memiliki risiko kegagalan terapi yang tinggi seperti kematian, operasi ulang, perawatan rumah sakit bertambah lama, dan konsumsi antibiotik bertambah. 2,12 Penelitian pada tahun 2008 oleh Edelsberg dkk mengenai konsekuensi ekonomi pada gegalan terapi antibiotik empirik pada pasien dewasa CIAIs. Sebanyak 6.056 pasien, ditemukan 22,4% mengalami kegagalan terapi antibiotik empirik. Kegagalan tersebut berakibat pada lamanya perawatan di rumah sakit, bertambahnya biaya rumah sakit, dan memiliki risiko kematian yang bertambah tinggi. 2,13 Riché dkk (2009) melakukan penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi syok sepsis dan kematian pada peritonitis difus. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut yaitu dari 180 pasien ditemukan 41%

4 mengalami syok sepsis dan keseluruhan kematian yaitu 19%. Kematian pada pasien dengan syok sepsis mencapai 35% dari 19%. 2,14 Terdapat berbagai macam mikroorganisme penyebab CIAIs, bakteri maupun jamur. Ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkan peningkatan kemungkinan kematian. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan salah satu contoh multidrug-resistant bakteri gram positif dan dapat menyebabkan kematian. 15 Vancomycin-resistant Enterococci (VRE) juga merupakan salah satu bakteri yang dapat menyebabkan kematian. 2,16 Candida sp. merupakan jamur yang juga ditemukan pada CIAIs. Berdasarkan penelitian Montravers dkk (2006) tentang Candida sp. sebagai faktor risiko mortalitas pada peritonitis, didapatkan hasil bahwa mortalitas meningkat pada pasien peritonitis akibat infeksi nosokomial oleh Candida sp. 15,17 Solomkin JS dkk (2010) dalam IDSA guidelines mengatakan bahwa terdapat faktor-faktor prediktor kegagalan dalam memperbaiki kondisi pasien yaitu keterlambatan intervensi awal (lebih dari 24 jam), usia tua, penyakit komorbid, albumin rendah, status nutrisi yang rendah, derajat peritonitis, keganasan, inadekuat drainase, dan tingkat keparahan penyakit yang dilihat dari skor APACHE II lebih dari atau sama dengan 15. Variabel-variabel yang termasuk dalam perhitungan skor APACHE II meliputi temperatur, frekuensi pernafasan, tekanan arteri rata-rata, denyut jantung, usia, penyakit komorbid, hitung jumlah leukosit, kadar hematokrit, kadar serum kreatinin, natrium, kalium, ph arteri, Glasglow Coma Scale (GCS), dan oksigenasi. 4,18,19

5 Sistem skor lain yang dapat bermanfaat dalam penentuan prognosis kasus peritonitis yaitu Indeks Peritonitis Mannheim (IPM) dengan variabel usia, jenis kelamin, keganasan, karakter cairan, sumber infeksi, durasi, kegagalan organ, dan luas peritonitis. Indeks Peritonitis Mannheim (IPM) merupakan sistem skor yang spesifik pada peritonitis dan semakin tinggi skor IPM maka prognosis akan semakin buruk, angka kematian juga akan semakin meningkat. Penelitian oleh Billing dkk (1994) menunjukkan angka kematian mencapai 59,1% dengan skor IPM lebih dari 29. 2,9,20 Faktor-faktor yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, luas peritonitis, durasi, karakter cairan, asal organ, kegagalan organ, dan keganasan berdasarkan skor IPM. Penelitian secara spesifik tentang complicated intra abdominal infections oleh mahasiswa di Jawa Tengah masih sangat sedikit mengingat kasus yang cukup banyak terjadi khususnya di Kota Semarang. Penyakit ini tidak dapat dianggap sederhana karena banyak mengakibatkan kematian dimana faktorfaktor penyebab kematian penyakit tersebut juga sangat bervariasi. Beranjak dari masalah tersebut peneliti akan melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi mortalitas pada pasien complicated intra abdominal infections. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi mortalitas pada pasien CIAIs?

6 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi mortalitas pada pasien CIAIs. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Menganalisis jenis kelamin sebagai faktor yang mempengaruhi mortalitas pada pasien CIAIs. 2. Menganalisis usia sebagai faktor yang mempengaruhi mortalitas pada pasien CIAIs. 3. Menganalisis luas peritonitis sebagai faktor yang mempengaruhi mortalitas pada pasien CIAIs. 4. Menganalisis durasi pre operasi sebagai faktor yang mempengaruhi mortalitas pada pasien CIAIs. 5. Menganalisis karakter cairan sebagai faktor yang mempengaruhi mortalitas pada pasien CIAIs. 6. Menganalisis asal organ sebagai faktor yang mempengaruhi mortalitas pada pasien CIAIs. 7. Menganalisis kegagalan organ sebagai faktor yang mempengaruhi mortalitas pada pasien CIAIs. 8. Menganalisis keganasan sebagai faktor yang mempengaruhi mortalitas pada pasien CIAIs.

7 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat untuk Ilmu Pengetahuan Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mortalitas pada pasien CIAIs. 2. Manfaat untuk Pelayanan Kesehatan Pengetahuan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mortalitas pada pasien CIAIs diharapkan dapat membantu para petugas pelayanan kesehatan dalam penanganan yang tepat dan pengawasan terhadap para pasien. 3. Manfaat untuk Penelitian Menjadi informasi bagi penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mortalitas pada pasien CIAIs. 1.5 Lembar Orisinalitas Tabel 1. Orisinalitas Penelitian No Nama Penulis Judul Penelitian 1. Inui T, dkk. Mortality for (2009) Intra-Abdominal Infection is Associated With Intrinsic Factors Rather Than The Source of Infection Metode Penelitian Retrospektif Hasil Penelitian Kematian pada IAIs erat kaitannya dengan usia dan disfungsi organ. Namun kematian karena catheter-related bloodstream infection dan gangguan jantung pasca operasi memiliki angka kematian lebih tinggi.

8 2. Jeffrey A. Bacterial Species- Retrospektif Selain usia dan faktor Claridge, Specific Hospital intrinsik pasien, adanya dkk. Mortality Rate for bakteri tertentu dapat (2014) Intra-Abdominal mempengaruhi kematian Infections pada pasien dengan nonappendiceal IAIs. 3. Montravers Candida as A Risk Retrospektif Isolasi Candida sp. P, dkk Factor For Kasus kontrol merupakan faktor risiko (2006) Mortality in kematian pada peritonitis Peritonitis nosokomial tapi tidak pada peritonitis komunitas. 4 Riché FC, Factors Prospektikf Tidak terdapat perbedaan dkk. (2009) Associated With Obersevasional insidensi antara kejadian Spetic Shock And syok dan prognosis antara Mortality in peritonitis oleh infeksi Generalized komunitas dan pasca Peritonitis: operasi. Comparisson Between Community- Acquired and Postoperative Peritonitis 5. Suarez-de- Biomarkers Observasional SAPS II dan konsentrasi la-rica A, (Procalcitonin, C Retrospektif laktat 24 jam dapat dkk. (2015) Reactive Protein, memprediksi kematian and Lactate) as intra-sccu sedangkan Predictor of kematian secara Mortality in keseluruhan dapat

9 Surgery Patients diprediksi lebih baik with Complicated melalui tingginya PCT Intra-Abdominal dan puncak konsentrasi Infection laktat yang terjadi bersamaan dibandingkan dengan skor klinik atau masing-masing biomarker. 6. Mughni, Sensitifitas Indek Kohort IPM mempunyai Abdul dan I Peritonitis Retrospektif sensitifitas 72% pada Riwanto Mannheim pada pasien peritonitis (2016) Pasien Peritonitis generalisata dewasa Generalisata dengan cut off point 26, Dewasa di RSUP paling tidak terdapat 72% Dr. Kariadi pasien meninggal dan bertambah pada peningkatan skor IPM. Variabel yang memiliki perbedaan bermakna antara pasien meninggal dan pasien hidup yaitu kegagalan organ dan durasi penyakit. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu: 1) Penelitian ini merupakan analisis observasional dengan metode kohort retrospektif. 2) Sampel penelitian ini yaitu pasien dengan Complicated Intra Abdominal Infection di RSUP dr. Kariadi Semarang.

10 3) Variabel bebas pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, luas peritonitis, durasi pre operasi, karakter cairan, asal organ, kegagalan organ, dan keganasan. 4) Variabel terikat pada penelitian ini yaitu mortalitas (kematian).