HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL SISWA YANG MENJADI PENGURUS OSIS DI SMA NEGERI WILAYAH KAB. BOYOLALI.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian dan definisi operasional variabel dalam

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

KUALITAS INTERAKSI SOSIAL SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 24 KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencari pengalaman hidup serta ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi di

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa dewasa awal adalah suatu masa dimana individu telah

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan suatu sistem, pengorganisasian,

KEMATANGAN EMOSI DAN PERSEPSI TERHADAP PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL: Studi Korelasi pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lain. Hubungan antar manusia dapat terjalin ketika

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai (A) Tipe Penelitian (B). Identifikasi Variabel Penelitian, (C). Definisi

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

Bab I Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA PENGURUS UNIT KEGIATAN MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO (UKM Undip)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan fisik dan alat reproduksi menjadi sempurna. terlibat konflik dengan orang tua karena perbedaan pandangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Di era yang semakin modern seperti ini di dunia pendidikan setiap

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KECEMASAN SEBELUM MENGHADAPI PERTANDINGAN PADA ATLET FUTSAL NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS SISWA DI ORGANISASI SEKOLAH DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasar kan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan

BAB I PENDAHULUAN. muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain dan

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Umi Rahayu Fitriyanah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu

BAB I PENDAHULUAN. ada di atas rata-rata anak seusianya. Hal ini membuat anak berbakat membutuhkan

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Pembina Osis merupakan pemegang sekaligus pengendali yang sangat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran

BAB II KAJIAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. individu akan membutuhkan individu lain dalam kehidupan sehari hari.

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. gemilang bagi putra-putrinya. Mereka berharap agar putra-putrinya menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENGARUH FRIENDLY SMART MONOPOLY TERHADAP KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA ANAK SEKOLAH DASAR

OSIS, EKSTRAKURIKULER, DAN WAWASAN WIYATA MANDALA

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Organisasi merupakan sebuah wadah berkumpulnya orang-orang yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

CAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN SOSIAL SISWA DENGAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PROGRAM PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL SISWA YANG MENJADI PENGURUS OSIS DI SMA NEGERI WILAYAH KAB. BOYOLALI Nurulitasari 15010114120079 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ABSTRAK Kematangan emosi mengarah kepada kondisi seseorang yang telah mencapai tingkat kedewasaan secara emosional. Kematangan emosi ditandai oleh pengendalian emosi yang lebih baik sehingga tidak lagi meledakkan emosi di depan orang lain melainkan menunggu waktu dan tempat yang tepat untuk merespons emosi secara stabil. Kematangan emosi secara teoritis diasumsikan dapat memengaruhi kompetensi interpersonal individu. Kompetensi interpersonal adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam menjalin komunikasi dan interaksi secara efektif agar tercipta hubungan antarpribadi yang memuaskan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan kompetensi interpersonal siswa yang menjadi pengurus OSIS di SMA Negeri Wilayah Kab.Boyolali. Populasi dalam penelitian ini adalah pengurus OSIS yang bersekolah di SMA Negeri wilayah Kab.Boyolali. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 171 siswa dengan teknik cluster random sampling. Metode pengumpulan data menggunakan skala yaitu Skala Kompetensi Interpersonal (26 aitem α = 0,877) dan Skala Kematangan Emosi (29 aitem α = 8,90). Berdasarkan teknik analisis regresi sederhana menunjukkan hasil koefisien korelasi r xy = 0,513 dengan p =.000 (p<0,05). Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kematangan emosi dengan kompetensi interpersonal, dengan sumbangan efektif sebesar 26,3%. Kata Kunci: Kematangan emosi, Kompetensi Interpersonal, OSIS xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial yang perlu menjalin hubungan dengan individu lain. Hubungan sosial merupakan suatu hubungan timbal balik antara individu satu dengan individu lain yang di dalamnya terdapat proses saling memengaruhi (Walgito dalam Dayakisni & Hudaniah, 2009). Hubungan sosial merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh individu untuk mempertahankan hidup dan juga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Nashori, 2008). Hubungan sosial selalu mengalami perubahan dari masa ke masa, seperti halnya pada masa remaja. Remaja dituntut untuk dapat mencapai kematangan hubungan sosial agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hubungan sosial yang berlangsung dimulai dari lingkungan keluarga, orang-orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan dengan teman-teman yang ada di sekolah (Ali & Asrori, 2008). Sekolah merupakan suatu lembaga yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar serta menjadi tempat memberi dan menerima pelajaran sesuai dengan tingkatannya. Selain menjadi tempat belajar mengajar, sekolah juga menekankan pada perkembangan keterampilan intelektual dan konsep yang penting bagi kecakapan sosial (Hurlock, 2002). Guna menunjang perkembangan keterampilan intelektual dan kecakapan sosial siswa, sekolah menyediakan empat jalur 1

2 pembinaan kesiswaan. Salah satu jalur yang dapat ditempuh adalah dengan cara menjadi pengurus dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang pembinaan kesiswaan menyebutkan bahwa OSIS merupakan satu-satunya organisasi siswa yang resmi di sekolah. Tujuan adanya OSIS adalah untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal yang terpadu meliputi bakat, minat dan kreativitas, memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh negatif yang bertentangan dengan tujuan pendidikan serta memperdalam sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kemandirian, berfikir logis dan demokratis (Kemendiknas, 2011). OSIS dikelola oleh murid-murid yang terpilih menjadi pengurus OSIS. Pemilihan pengurus OSIS disesuaikan dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Syarat yang harus dimiliki oleh pengurus OSIS antara lain memiliki bakat sebagai pemimpin, memiliki kemauan dan pengetahuan yang memadai mengenai tata cara berorganisasi, dapat mengatur waktu sebaik-baiknya, dan syarat lain sesuai dengan ketentuan sekolah (Buku Peraturan OSIS dalam Kemendiknas, 2011). Syarat tersebut harus dapat terpenuhi karena peranan OSIS yang cukup besar bagi sekolah dan amanah yang diemban oleh OSIS terbilang cukup berat. Pengurus OSIS memiliki kewajiban untuk selalu menyampaikan laporan pertanggungjawaban setiap kegiatan yang dilaksanakan dan melakukan koordinasi dengan pembina OSIS, sesama pengurus OSIS dan juga pihak terkait. Tujuan

3 dilakukan koordinasi adalah untuk mengurangi tingkat kesalahpahaman supaya kegiatan OSIS dapat berjalan dengan lancar. Kegiatan OSIS terbilang memiliki skala yang cukup besar. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap salah satu ketua OSIS, kegiatankegiatan yang dilaksanakan oleh OSIS antara lain HUT (Hari Ulang Tahun) Sekolah, LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan), classmeeting, seminar-seminar yang bertemakan pendidikan, acara-acara nasional seperti hari kartini, idul adha dan acara perpisahan kelas XII. Berdasarkan penuturan ketua OSIS acara-acara yang disebutkan di atas terlaksana sesuai dengan yang direncanakan. Akan tetapi dalam keberjalanannya sempat mengalami beberapa kendala, dan kendala cukup besar yang dihadapi adalah ketika terjadi perselisihan atau konflik antaranggota. Konflik yang terjadi sempat menyebabkan adanya rasa canggung antaranggota yang akhirnya mengakibatkan pengurus OSIS yang terlibat konflik tidak saling menyapa ketika bertemu, tidak melakukan interaksi ketika rapat pengurus bahkan sampai ada yang membolos rapat. Konflik yang terjadi biasanya disebabkan oleh adanya perbedaan dalam nilai-nilai dan tujuan serta adanya persaingan antarindividu (Johnson dalam Dayakisni & Hudaniah, 2009). Konflik yang terjadi dapat menimbulkan akibat fungsional dan disfungsional. Konflik tidak selamanya bersifat negatif, melainkan juga terdapat sisi positif. Konflik dapat memberikan keuntungan bagi organisasi, karena dengan adanya konflik organisasi dapat mengatasi kelemahan serta mengarahkan organisasi untuk belajar dan berubah menjadi lebih baik.

4 Akan tetapi, konflik dapat menjadi petaka dan menimbulkan kekacauan apabila tidak dikelola dengan baik (Antyaning, 2014). Kekacauan yang ditimbulkan oleh adanya konflik dapat menganggu hubungan antarpribadi yang sudah dijalin sehingga dapat memberikan dampak buruk bagi organisasi dan individu itu sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kemampuan agar hubungan interpersonal yang dijalin dapat efektif dan bertahan dalam jangka waktu yang lama meskipun terdapat konflik, kemampuan tersebut sering disebut dengan kompetensi interpersonal (Dayakisni & Hudaniah, 2009). Kompetensi interpersonal merupakan kemampuan seseorang dalam menampilkan perilaku yang sesuai dalam berhubungan dengan orang lain seperti memulai kontak, memberi dukungan emosional, keterbukaan dan mengatasi konflik agar terjalin hubungan interpersonal yang efektif (McGaha & Fitzpatrick, 2005). Kompetensi interpersonal penting untuk dimiliki oleh individu terutama pada remaja. Remaja yang kurang memiliki kompetensi interpersonal akan mengalami kesulitan dalam bergaul dengan lingkungan sosialnya, menarik diri, cemas, penuh curiga, kurang mampu berempati, dan takut akan penolakan maupun pengabaian. Dampaknya remaja dapat lebih mudah mengalami depresi (Muralidharan dkk., 2010). Hal ini didukung oleh pendapat Burleson (dalam Tsang & Lak, 2010) bahwa secara psikologis individu yang memiliki kompetensi interpersonal rendah lebih beresiko mengalami depresi, kecemasan sosial bahkan kecanduan obat terlarang dan alkohol. Kompetensi interpersonal dapat membuat seseorang merasa mampu untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan mengatasi berbagai permasalahan yang

5 mungkin muncul dalam situasi antarpribadi. Chickering (dalam Janosik, dkk., 2004) berpendapat bahwa perkembangan kompetensi interpersonal sebagai sebuah syarat untuk membangun hubungan yang sukses, dan kompetensi interpersonal merupakan kompetensi yang penting bagi karir dan keluarga. Suchy (2000) juga mengungkapkan bahwa kompetensi interpersonal merupakan salah satu faktor penting bagi keberhasilan individu dalam meniti kehidupannya. Kompetensi interpersonal penting bagi keberhasilan individu yang dapat memengaruhi keberhasilan suatu organisasi. Hal ini dikarenakan kompetensi interpersonal merupakan konsep penting dalam studi organisasi yang memainkan peranan dalam hal kepemimpinan, pengembangan organisasi dan pengembangan sumber daya manusia (Ferris, Perrewe, & Douglas, 2002). Adanya kompetensi interpersonal akan menjadikan individu yang berada di organisasi menjadi lebih efektif dalam menetapkan tujuan dan bertanggungjawab terhadap hasil capainnya, mampu menghadapi permasalahan yang terdapat dalam organisasi dan mengasah keterampilan serta kemampuan yang dimiliki (Stepehenmark and Associates Limited, 2018). Kompetensi interpersonal juga dapat menambah motivasi dan kinerja individu dalam organisasi. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pradana (2016), kompetensi interpersonal berpengaruh positif terhadap motivasi dan kinerja individu. Semakin tinggi tingkat kompetensi interpersonal yang dimiliki maka akan semakin tinggi tingkat motivasi dan kinerja individu dalam suatu organisasi. Kompetensi interpersonal yang dimiliki oleh seseorang tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan terdapat faktor-faktor yang memengaruhi. Salah

6 satu faktor yang dapat memengaruhi kompetensi interpersonal adalah kepribadian seseorang. Kepribadian seseorang dapat diwujudkan dalam bentuk konsep diri (Nashori, 2008). Konsep diri merupakan inti dari pola kepribadian yang terbentuk karena banyaknya kondisi yang dialami pada masa remaja (Hurlock, 2002). Rogers (dalam Thalib, 2010) mengungkapkan bahwa konsep diri merupakan bagian dari kepribadian yang paling utama, berisi ide-ide, persepsi, dan nilai-nilai yang mencakup tentang kesadaran tentang diri. Pengurus OSIS dituntut untuk memiliki konsep diri positif supaya dapat merangsang perkembangan kompetensi interpersonal yang baik. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nimas (2016), individu yang memiliki kompetensi interpersonal yang baik ditandai dengan adanya konsep diri yang positif. Semakin positif konsep diri seseorang maka semakin baik kompetensi interpersonal yang dimiliki. Konsep diri yang positif adalah konsep diri yang mampu berkembang dengan baik ditandai oleh remaja yang matang secara emosional. Emosi merupakan perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi suatu situasi tertentu yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Emosi selalu berkembang sesuai dengan tahapan perkembangan seseorang. Emosi pada masa kanak-anak dengan masa remaja mengalami perubahan. Emosi anak-anak lebih sering terjadi dan dan dapat diketahui jelas melalui tingkah lakunya, sedangkan remaja menunjukkan yang sebaliknya (Yusuf, 2001). Perkembangan emosi yang terjadi mengarahkan pada suatu kondisi mencapai tingkat kedewasaan secara emosional yang disebut dengan kematangan emosi.

7 Individu yang sudah mencapai kematangan emosi tidak lagi menampilkan emosi seperti yang ditampilkan anak-anak. Individu tersebut mampu menekan atau mengontrolnya lebih baik di lingkungan sosialnya (Chaplin, 2009). Kematangan emosi juga mengacu pada kapasitas seseorang untuk bereaksi dalam segala macam situasi kehidupan dengan menggunakan cara yang lebih bermanfaat dan bukan dengan cara kekanak-kanakan (Semiun, 2006). Remaja yang memiliki kematangan emosi tidak akan meledakkan emosinya dihadapan orang lain melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat sehingga dapat memberikan respons emosi yang stabil (Hurlock, 2002). Kematangan emosi menjadi penting karena dapat memengaruhi cara individu bereaksi terhadap dunia sosial yang lebih baik. Individu dengan kematangan emosi akan mengembangkan konsep diri yang positif sehingga ia dapat menyesuaikan diri dengan baik. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Susilowati (2013) bahwa terdapat hubungan positif antara kematangan emosi dengan penyesuaian sosial. Semakin tinggi tingkat kematangan emosi seseorang maka ia akan dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik dengan lingkungan sekitarnya. Penyesuaian diri yang baik ditandai dengan kemampuan seseorang dalam memulai hubungan dan terbuka dengan orang lain. Kedua kemampuan tersebut dapat menunjang seseorang dalam menjalin hubungan sosial dan komunikasi secara efektif (Nashori, 2008). Individu dengan kompetensi interpersonal yang baik ditandai dengan adanya konsep diri yang positif. Konsep diri yang positif adalah remaja yang matang secara emosional atau mampu mengembangkan kematangan emosi. Berdasarkan

8 uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap hubungan antara kematangan emosi dengan kompetensi interpersonal siswa yang menjadi pengurus OSIS di SMA Negeri wilayah Kab.Boyolali. B. Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara kematangan emosi dengan kompetensi interpersonal siswa yang menjadi pengurus OSIS di SMA Negeri Wilayah Kab.Boyolali. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan kompetensi interpersonal siswa yang mejadi pengurus OSIS di SMA Negeri Wilayah Kab.Boyolali. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbagan bagi pengembangan teori-teori psikologi, terutama dalam bidang psikologi perkembangan dan psikologi sosial. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Subjek Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada remaja khususnya pengurus OSIS di SMA Negeri Wilayah Kab.Boyolali mengenai hubungan antara kematangan emosi dengan kompetensi interpersonal siswa yang menjadi pengurus OSIS.

9 b. Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai hubungan antara kematangan emosi dengan kompetensi interpersonal siswa yang menjadi pengurus OSIS di SMA Negeri Wilayah Kab.Boyolali dan sebagai pertimbangan penelitian selanjutnya.