BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2019 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 2 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENYELENGGARAAN PASAR

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Salinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA TOKO SWALAYAN KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI BANGKA TENGAH

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 8

2017, No Indonesia Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2387); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DI KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA PANGKALPINANG

LAMPIRAN. (Contoh Surat Peringatan yang diberikan oleh Pemda Sleman Kepada Toko. Modern yang Melakukan Pelanggaran)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 18 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR

Peraturan...

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA PUSAT PERBELANJAAN

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 36 TAHUN 2016

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor : 53/M-DAG/PER/12/2008

WALIKOTA PEKALONGAN,

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PASAR DESA DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN PASAR DESA DI LINGKUNGAN KABUPATEN BANDUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL,PUSAT PERBELANJAAN, DAN TOKO MODERN

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 9 TAHUN 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 108 TAHUN 2015 SERI E.102 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISONAL, PUSAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WBAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 22 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN MINIMARKET DI KOTA BOGOR

BUPATI KUNINGAN PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BUPATI TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2013 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BELITUNG TIMUR,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KOTA PASURUAN

TENTANG PERUBAHAN KEENAM ATAS NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DANA CADANGAN UNTUK PEMBEBASAN LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN JALAN

TENTANG. Luwu Utara dipandang belum menjamin terselenggaranya kemitraan antara pelaku usaha

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Area Pasar;

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PASAR

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

BUPATI TEBO PROPINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEBO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN PASAR RAKYAT, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO SWALAYAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN PASAR DESA KEPADA PEMERINTAH DESA DI KABUPATEN TAPIN

Transkripsi:

SALINAN BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian dalam memajukan kesejahteraan masyarakat dalam pelaksanaan demokrasi ekonomi diwujudkan dalam bentuk pengaturan terhadap penyelenggaraan pasar; b. bahwa dengan adanya perubahan terkait zonasi penataan pasar rakyat milik Pemerintah Daerah dan pengaturan mengenai jumlah pasar rakyat, pusat perbelanjaan, dan toko swalayan serta jarak antara pusat perbelanjaan dan toko swalayan dengan pasar rakyat atau toko eceran tradisional, pengaturan mengenai penyelenggaraan pasar perlu disesuaikan; c. bahwa Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pasar tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan tuntutan penyelenggaraan pasar di Kabupaten Bandung sehingga perlu diubah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pasar;

2 Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Berita Negara Tahun 1950), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG dan BUPATI BANDUNG MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR.

3 Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pasar (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2016 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Nomor 16) diubah sebagai 1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah Kabupaten adalah Kabupaten Bandung. 2. Bupati adalah Bupati Bandung. 3. Pemerintah Daerah Kabupaten adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Perangkat Daerah Kabupaten yang selanjutnya disingkat PD adalah unsur pembantu bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kaupaten dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten. 5. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu. 6. Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. 7. Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai Pusat Perbelanjaan, Pasar Tradisional, Pertokoan, Mall, Plasa, Pusat Perdagangan maupun seutan lainnya. 8. Toko Swalayan adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket, departement store, hypermarket, atau perkulakan.

4 9. Pasar Rakyat adalah tempat usaha yang ditata, dibangun, dan dikelola oleh pemerintah pusat, Pemerintah Daerah, swasta, badan usaha milik negara, dan/atau badan usaha milik daerah dapat berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dan menengah, swadaya masyarakat, atau koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah dengan proses jual beli barang melalui tawar-menawar. 10. Pusat Perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertikal maupun horisontal, yang dijual atau disewakan kepada Pelaku Usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang. 11. Minimarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan barang kebutuhan sehari-hari secara eceran langsung kepada konsumen dengan cara pelayanan mandiri. 12. Supermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen dengan cara pelayanan mandiri. 13. Departement Store adalah tempat usaha untuk melakukan penjualan produk-produk khusus secara luas, termasuk pakaian, kosmetik, peralatan rumah tangga. 14. Hypermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan barang- kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan pokok masyarakat secara eceran dan langsung kepada konsumen, yang didalamnya terdiri dari Pasar Swalayan, Toko Swalayan, dan toko serba ada yang menyatu dalam satu bangunan yang pengelolaannya dilakukan secara tunggal. 15. Pengelola Jaringan Toko Swalayan adalah pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha melalui satu kesatuan manajemen dan sistem pendistribusian barang ke outlet atau gerai yang merupakan jaringannya. 16. Pemasok adalah Pelaku Usaha yang secara teratur memasok barang ke Toko Swalayan dengan tujuan untuk dijual kembali melalui kerjasama usaha. 17. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan antara Pelaku Usaha dengan UMKM.

5 18. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang selanjutnya disingkat UMKM adalah kegiatan ekonomi yang berskala mikro, kecil, dan menengah dan memenuhi kriteria usaha mikro, usaha kecil, dan menengah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 19. Izin Usaha Pusat Perbelanjaan yang selanjutnya disingkat IUPP adalah izin untuk dapat melaksanakan usaha pengelolaan Pusat Perbelanjaan. 20. Izin Usaha Toko Swalayan yang selanjutnya disingkat IUTS adalah izin untuk dapat melaksanakan usaha pengelolaan Toko Swalayan. 21. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah rencana struktur tata ruang wilayah yang mengatur struktur dan pola ruang wilayah. 22. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah yang dilengkapi dengan Peraturan Zonasi. 23. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan RDTR. 24. Pembangunan atau Revitalisasi adalah usaha untuk melakukan peningkatkan atau pemberdayaan sarana prasarana fisik, manajemen, sosial budaya, dan ekonomi atas Pasar Rakyat. 2. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai Pasal 2 (1) Pasar Rakyat diklasifikasikan atas 4 (empat) tipe, yaitu: a. Pasar Rakyat tipe A; b. Pasar Rakyat tipe B; c. Pasar Rakyat tipe C; dan d. Pasar Rakyat tipe D. (2) Pasar Rakyat tipe A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Pasar Rakyat dengan operasional pasar harian, jumlah kapasitas pedagang paling sedikit 400 (empat ratus) orang, dan/atau luas lahan paling sedikit 5.000 m 2 (lima ribu meter persegi).

6 (3) Pasar Rakyat tipe B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Pasar Rakyat dengan operasional pasar paling sedikit 3 (tiga) hari dalam 1 (satu) minggu, jumlah kapasitas pedagang paling sedikit 275 (dua ratus tujuh puluh lima) orang, dan/atau luas lahan paling sedikit 4.000 m 2 (empat ribu meter persegi). (4) Pasar Rakyat tipe C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Pasar Rakyat dengan operasional pasar paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) minggu, jumlah kapasitas pedagang paling sedikit 200 (dua ratus) orang, dan/atau luas lahan paling sedikit 3.000 m 2 (tiga ribu meter persegi). (5) Pasar Rakyat tipe D sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d merupakan Pasar Rakyat dengan operasional pasar paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) minggu, jumlah kapasitas pedagang paling sedikit 100 (seratus) orang, dan/atau luas lahan paling sedikit 2.000 m 2 (dua ribu meter persegi). 3. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai Pasal 6 (1) Penataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dilaksanakan dalam bentuk Pembangunan atau Revitalisasi Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Swalayan. (2) Pembangunan atau Revitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengaturan: a. perizinan; b. tata ruang; c. zonasi dengan memperhatikan jarak dan lokasi pendirian; d. Kemitraan; dan e. kerja sama usaha. (3) Penataan Pasar Rakyat milik Pemerintah Daerah Kabupaten dilaksanakan melalui: a. zonasi pedagang berdasarkan komoditi atau jenis barang; b. hak pemanfaatan atas toko, kios, los, dan/atau tenda; dan c. tanda bukti dan masa berlaku hak pemanfaatan atas toko, kios, los, dan/atau tenda.

7 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan Pasar Rakyat milik Pemerintah Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati. 4. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai Pasal 7 (1) Pemerintah Daerah Kabupaten menetapkan jumlah Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Swalayan serta jarak antara Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan dengan Pasar Rakyat atau toko eceran tradisional. (2) Penetapan jumlah dan jarak Toko Swalayan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berbentuk Minimarket atau Midimarket harus memperhatikan dan memberikan kesempatan bagi Pelaku Usaha setempat untuk berkembang. (3) Dalam menetapkan jumlah dan jarak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (2) Pemerintah Daerah Kabupaten mempertimbangkan: a. tingkat kepadatan dan pertumbuhan penduduk; b. potensi ekonomi setempat; c. aksesibilitas wilayah; d. dukungan keamanan dan ketersediaan infrastruktur; e. perkembangan pemukiman baru; f. pola kehidupan masyarakat setempat; dan/atau g. jam operasional Toko Swalayan yang sinergi dan tidak mematikan usaha toko eceran di sekitarnya. (4) Jarak antara Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan dengan Pasar Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) ditetapkan: a. jarak antar Pasar Rakyat paling dekat 1.000 (seribu) meter; dan b. Jarak Pusat Perbelanjaan, Supermarket, Departement Store, Hypermarket, dan Perkulakan dengan Pasar Rakyat paling dekat 1.000 (seribu) meter.

8 (5) Setiap orang yang akan mendirikan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Swalayan wajib mematuhi ketentuan mengenai jumlah dan jarak yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3). (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Swalayan serta jarak antara Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan dengan toko eceran tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati. 5. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai Pasal 8 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dikenakan sanksi administratif berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha; d. pencabutan izin; e. pembongkaran; dan/atau f. denda administratif. (2) Ketentuan mengenai tata cara penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati. 6. Pasal 11 dihapus. 7. Pasal 12 dihapus. 8. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai Pasal 13 (1) Pembangunan atau Revitalisasi Pasar Rakyat harus: a. berada di lokasi yang telah ada embrio Pasar Rakyat; b. berada di lokasi yang strategis dan dekat pemukiman penduduk atau pusat kegiatan ekonomi masyarakat;

9 c. memiliki akses jalan menuju Pasar Rakyat dan didukung sarana transportasi umum serta memperhatikan kondisi sosial ekonomi Daerah Kabupaten; d. berpedoman pada standar nasional Indonesia Pasar Rakyat; dan e. berpedoman pada desain prototipe Pasar Rakyat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Embrio Pasar Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memiliki kriteria: a. area atau tempat yang tetap dan tidak berpindah-pindah; b. adanya interaksi jual beli barang dagangan yang dilakukan secara terus menerus; c. adanya penjual dengan jumlah paling sedikit 30 (tiga puluh) orang; d. bangunan belum dalam bentuk permanen atau semi permanen; dan e. Pasar Rakyat yang mengalami kerusakan akibat bencana alam, konflik sosial, dan/atau kebakaran. 9. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai Pasal 14 (1) Pembangunan atau Revitalisasi Pasar Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilakukan melalui: a. Pembangunan atau Revitalisasi fisik; b. revitalisasi manajemen; c. revitalisasi ekonomi; dan d. revitalisasi sosial budaya. (2) Pembangunan atau Revitalisasi fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan upaya perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana fisik Pasar Rakyat dengan berpedoman kepada: a. standar nasional Indonesia Pasar Rakyat atau perubahannya; b. desain prototipe Pasar Rakyat; c. ketentuan mengenai kebersihan, kesehatan, dan keamanan lingkungan; dan d. kemudahan akses transportasi. (3) Revitalisasi manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan upaya perbaikan manajemen pengelolaan Pasar Rakyat dengan berpedoman kepada:

10 a. standar nasional Indonesia Pasar Rakyat atau perubahannya; b. upaya peningkatan profesionalisme pengelola Pasar Rakyat; c. upaya pemberdayaan Pelaku Usaha; d. upaya penerapan standar operasional prosedur pengelolaan dan pelayanan Pasar Rakyat; dan e. upaya penerapan ketentuan produk yang diperdagangkan harus bebas dari bahan berbahaya. (4) Revitalisasi ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan upaya perbaikan intermediasi hulu ke hilir Pasar Rakyat melalui: a. penerapan ketentuan produk yang diperdagangkan harus bebas dari bahan berbahaya; b. peningkatan akses terhadap pasokan barang, khususnya terhadap barang kebutuhan pokok; c. peningkatan instrumen stabilisasi harga, khususnya terhadap barang kebutuhan pokok; dan d. program membangun konsumen cerdas. (5) Revitalisasi sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan upaya perbaikan dan peningkatan sistem interaksi sosial budaya antarpemangku kepentingan Pasar Rakyat melalui: a. penyediaan ruang terbuka untuk interaksi sosial; b. program untuk menjadikan Pasar Rakyat sebagai etalase produk lokal; c. pemanfaatan Pasar Rakyat sebagai tempat pertunjukan budaya; dan d. pembinaan terhadap pedagang kaki lima. (6) Pemerintah Daerah Kabupaten dapat bekerja sama dengan swasta, koperasi, badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah dalam Pembangunan atau Revitalisasi Pasar Rakyat. 10. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai Pasal 16 Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 meliputi:

11 a. status lahan harus dalam penguasaan penuh atau merupakan hak milik Pemerintah Daerah Kabupaten dan tidak dalam keadaan sengketa yang dibuktikan dengan sertifikat kepemilikan lahan atau surat keterangan instansi yang membidangi pertanahan; b. dalam hal lahan yang akan dibangun Pasar Rakyat merupakan tanah adat atau hak ulayat, seluruh tetua adat dan/atau pewaris tanah adat atau hak ulayat tersebut harus menyampaikan surat perjanjian penyerahan pengelolaan lahan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten; c. lahan yang akan dibangun harus dalam keadaan siap bangun, memiliki sarana jalan dan akses transportasi, dan sesuai dengan RTRW atau surat pernyataan dari Bupati; dan d. memiliki izin mendirikan bangunan dan izin lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 11. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai Pasal 17 Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 meliputi: a. desain standar prototipe Pasar Rakyat; dan b. ketentuan umum pembangunan gedung pemerintah atau gedung milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 12. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai Pasal 24 (1) Setiap orang yang mendirikan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan yang berdiri sendiri harus memenuhi persyaratan pemenuhan komitmen yang terdiri atas: a. memiliki hasil analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat; b. rekomendasi dari PD yang membidangi perdagangan; c. memiliki surat izin lokasi dari PD yang membidangi perizinan; dan d. memiliki rencana Kemitraan dengan UMKM.

12 (2) Hasil analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. struktur penduduk menurut mata pencaharian dan pendidikan; b. tingkat pendapatan ekonomi rumah tangga; c. tingkat kepadatan dan pertumbuhan penduduk; d. rencana Kemitraan dengan UMKM; e. penyerapan tenaga kerja; f. ketahanan dan pertumbuhan Pasar Rakyat sebagai sarana bagi UMKM; g. ketersediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum; h. dampak positif dan negatif atas pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan terhadap Pasar Rakyat atau toko eceran yang telah ada sebelumnya; dan i. pernyataan kesanggupan melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan yang diarahkan untuk pendampingan pengelolaan Pasar Rakyat. (3) Surat izin lokasi dari PD yang membidangi perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dikecualikan jika Daerah Kabupaten sudah memiliki rencana detail tata ruang. (4) Setiap orang yang mendirikan Toko Swalayan yang terintegrasi dengan Pusat Perbelanjaan, bangunan, atau kawasan lain harus harus memenuhi persyaratan pemenuhan komitmen yang terdiri atas: a. memiliki hasil analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat; b. rekomendasi dari PD yang membidangi perdagangan; c. melampirkan IUPP atau izin bangunan atau izin kawasan lainnya tempat berdirinya Toko Swalayan; dan d. memiliki rencana Kemitraan dengan UMKM untuk Pusat Perbelanjaan atau Toko Swalayan. (5) Hasil analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a meliputi: a. rencana Kemitraan dengan UMKM; b. penyerapan tenaga kerja; c. ketahanan dan pertumbuhan Pasar Rakyat sebagai sarana bagi UMKM;

13 d. dampak positif dan negatif atas pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan terhadap Pasar Rakyat atau toko eceran tradisional yang telah ada sebelumnya; dan e. tanggung jawab sosial perusahaan yang diarahkan untuk pendampingan bagi pengelolaan Pasar Rakyat. (6) Persyaratan pemenuhan komitmen berupa hasil analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (4) huruf a dikecualikan bagi setiap orang yang mendirikan Toko Swalayan yang berbentuk Minimarket dengan tetap mempertimbangkan tingkat kepadatan dan pertumbuhan penduduk. (7) Analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5) dilaksanakan oleh lembaga independen yang kompeten yang berupa: a. lembaga pendidikan; b. lembaga penelitian; atau c. konsultan. (8) Hasil analisa sosial ekonomi masyarakat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5) merupakan dokumen pelengkap yang tidak terpisahkan dengan persyaratan dalam mengajukan surat permohonan IUPP dan IUTS. (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8) diatur dengan Peraturan Bupati. 13. Ketentuan ayat (3) Pasal 28 diubah sehingga Pasal 28 berbunyi sebagai Pasal 28 (1) Setiap orang yang akan melakukan kegiatan usaha di bidang Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan wajib memiliki izin usaha melalui perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik. (2) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) terdiri atas: a. IUPP; dan b. IUTS. (3) Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) berlaku hanya untuk 1 (satu) lokasi dan selama masih melakukan kegiatan usaha pada lokasi yang sama.

14 (4) Jika terjadi perpindahan lokasi usaha, pengelola atau penanggung jawab perusahaan wajib mengajukan permohonan izin baru. (5) Setiap orang yang mengelola Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan wajib menempatkan tanda izin usaha pada tempat stategis dan mudah dilihat. (6) Sebelum memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan dilarang melakukan kegiatan usaha. (7) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4), ayat (5), dan/atau ayat (6) dikenakan sanksi administratif berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha; d. pencabutan izin; e. denda administratif: dan/atau f. pembongkaran. (8) Ketentuan mengenai tata cara penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diatur dalam Peraturan Bupati. 14. Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai Pasal 29 (1) Permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh pemilik atau penanggung jawab perusahaan serta disampaikan kepada Kepala PTSP. (2) Kepala PTSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan izin usaha paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak menerima surat permohonan dan dokumen persyaratan secara benar dan lengkap. (3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum benar dan lengkap, Kepala PTSP memberitahukan penolakan secara tertulis disertai dengan alasannya kepada pemohon paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal menerima surat permohonan. (4) Perusahaan yang permohonannya ditolak, dapat mengajukan kembali permohonan izin usaha yang disertai dengan surat permohonan dan dokumen persyaratan secara benar dan lengkap.

15 15. Pasal 30 dihapus. 16. Pasal 31 dihapus. 17. Pasal 32 dihapus. 18. Pasal 33 dihapus. 19. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai Pasal 34 Izin Usaha berakhir jika: a. tidak melakukan kegiatan usaha dalam jangka waktu 1 (satu) tahun; b. pindah lokasi usaha secara tetap atau pindah lokasi untuk jangka waktu 1 (satu) tahun; c. melakukan kegiatan usaha tidak sesuai dengan perizinannya; dan/atau d. dicabut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 20. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai Pasal 38 (1) Pengelolaan Pasar Rakyat milik Pemerintah Daerah Kabupaten dilaksanakan oleh PD yang membidangi perdagangan. (2) Pengelolaan Pasar Rakyat milik Pemerintah Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan melalui kerja sama dengan pihak ketiga. (3) Pengelolaan Pasar Rakyat milik Pemerintah Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui mekanisme pemanfaatan aset Daerah Kabupaten sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (4) Pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memperhatikan: a. kejelasan hak dan kewajiban serta tanggung jawab para pihak; dan b. analisis kemampuan pihak ketiga. Pasal II Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

16 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bandung. Ditetapkan di Soreang pada tanggal 21 Januari 2019 BUPATI BANDUNG, ttd Diundangkan di Soreang pada tanggal 21 Januari 2019 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANDUNG, ttd DADANG M. NASER TEDDY KUSDIANA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2019 NOMOR 4. NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT : (3/4/2019) Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM DICKY ANUGRAH, SH, M.Si Pembina Tk. I NIP. 19740717 199803 1 003

17 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR Prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian dalam memajukan kesejahteraan masyarakat dalam pelaksanaan demokrasi ekonomi diwujudkan dalam bentuk pengaturan terhadap penyelenggaraan pasar. Sebelumnya Pemerintah Kabupaten Bandung telah memiliki Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pasar, namun dengan perkembangan keadaan dan tuntutan penyelenggaraan pasar di Kabupaten Bandung, serta adanya perubahan terkait zonasi penataan pasar rakyat milik Pemerintah Daerah dan pengaturan mengenai jumlah pasar rakyat, pusat perbelanjaan, dan toko swalayan serta jarak antara pusat perbelanjaan dan toko swalayan dengan pasar rakyat atau toko eceran tradisional, sehingga beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pasar perlu diubah dengan dibentuknya Peraturan Daerah ini. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 16

18 Pasal 17 Pasal 24 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34 Pasal 38 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 46.