PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 10 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2005

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG

L E M B A R A N D A E R A H

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKKAN PENGGUNAAN TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 19 Tahun : 2005 Serie : C Nomor : 4 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 14 TAHUN 2002 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 16 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN BIDANG INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN ATAU PERTOKOAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 09 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2006 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

1 of 5 02/09/09 11:36

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

L E M B A R A N D A E R A H

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SRAGEN NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PEMAKAMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2003 NOMOR 08 SERI B PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 08 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG NOMOR 7 TAHUN 1999 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN ANGKUTAN UMUM DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN DIBIDANG PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DI KABUPATEN SEKADAU

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN BENGKEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

Peraturan...

PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAD TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG,

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 9 TAHUN : 1999 SERI : B NO : 3

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 43 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN PEMBORAN AIR BAWAH TANAH DAN IZIN PEMAKAIAN AIR BAWAH TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2009

4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG

L E M B A R A N D A E R A H

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN/ATAU PERTOKOAN

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN DALAM BIDANG INDUSTRI, PERDAGANGAN DAN PENANAMAN MODAL DENGAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGGUNAAN JALAN

WALIKOTA SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT Rancangan PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 3 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO

BUPATI GOWA RETRIBUSI PENYEDIAAN DAN/ATAU PENYEDOTAN KAKUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PENGINAPAN / PESANGGRAHAN / VILLA

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK PETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIIK NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IJIN OPERASIONAL KENDARAAN TIDAK BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 3 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DI KABUPATEN CILACAP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI TANDA DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa dengan telah dilimpahkannya kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dan dalam rangka meningkatkan kelancaran pelayanan pemberian izin di bidang industri serta dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah, maka perlu mengatur Retribusi Izin Usaha Industri; b. bahwa sehubungan dengan maksud tersebut dalam huruf a perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Usaha Industri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah; 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Batang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2757); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 1

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587); 6. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611); 7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 10. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 11. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); 12. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 13. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 14. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 2

15. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1986 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan dari Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan ke Kota Kajen di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 70); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan, Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan dan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3381); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2330); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139); 21. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 11 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan Tahun 2001 Nomor 23); 22. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Susunan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Pekalongan (Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 2004 Nomor 4 Seri D Nomor 6); 3

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN dan BUPATI PEKALONGAN MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Pekalongan; 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Pekalongan; 3. Bupati adalah Bupati Pekalongan; 4. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan; 5. Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat yang ditunjuk oleh Bupati dan diberi wewenang untuk menyelesaikan masalah pemberian Izin Usaha Industri; 6. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Pekalongan; 7. Izin Usaha Industri yang selanjutnya disingkat IUI adalah izin yang diberikan kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan perusahaan industri; 8. Tanda Daftar Industri yang selanjutnya disingkat TDI diberikan kepada orang pribadi atau Badan yang telah memiliki IUI; 9. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri; 10. Perusahaan industri adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha industri yang berbentuk perorangan atau badan yang berkedudukan dalam wilayah Kabupaten Pekalongan; 11. Jenis industri adalah bagian suatu cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi; 4

12. Nilai investasi adalah nilai kekayaan perusahaan tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; 13. Instansi yang ditunjuk adalah instansi yang membidangi perindustrian dan perdagangan; 14. Izin perluasan usaha industri adalah izin yang diberikan kepada orang pribadi atau badan yang telah mempunyai izin usaha industri yang melakukan penambahan kapasitas produksi melebihi 30% dari kapasitas produksi yang telah diizinkan; 15. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi Dana Pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya; 16. Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, guna melindungi kepentingan umum; 17. Retribusi izin usaha industri yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pembayaran atas pemberian izin usaha industri dan izin perluasan industri oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan; 18. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi; 19. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah; 20. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang disingkat SKRD adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan besarnya pokok Retribusi; 21. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan Retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda; 22. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah surat yang digunakan oleh wajib Retribusi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran Retribusi yang terhutang ke Kas Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Bupati; 23. Pembayaran Retribusi Daerah adalah besarnya kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib Retribusi sesuai dengan SKRD dan STRD ke Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk dengan batas waktu yang telah ditentukan; 5

24. Perhitungan Retribusi adalah perincian besarnya Retribusi yang harus dibayar oleh wajib Retribusi baik pokok Retribusi, maupun sanksi administrasi; 25. Pemeriksaan adalah serangkaian tindakan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi berdasarkan peraturan perundang-undangan Retribusi Daerah; 26. Instansi terkait adalah instansi yang menangani dan atau berhubungan dengan masalah perindustrian; 27. Penyidik adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan; 28. Penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Maksud dan tujuan ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah : a. Memberikan dasar hukum dalam rangka untuk pembinaan dan pengawasan pelaksanaan jasa pelayanan IUI. b. Memberikan dasar hukum bagi penarikan Retribusi pelayanan IUI. BAB III KETENTUAN PERIZINAN Pasal 3 (1) Setiap orang pribadi atau Badan yang melakukan usaha industri di Daerah wajib mendapatkan IUI dari Bupati. (2) Untuk mendapatkan IUI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilik/penanggung jawab perusahaan harus mengajukan permohonan izin dengan mengisi formulir yang telah disediakan oleh instansi yang ditunjuk. (3) IUI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. IUI Kecil; b. IUI Menengah; 6

c. IUI Besar. (4) Tata cara dan persyaratan permohonan izin sebagaimana dimaksud ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. (5) Perusahaan yang mendapatkan IUI sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan TDI. Pasal 4 (1) IUI berlaku selama perusahaan tersebut masih menjalankan usahanya. (2) TDI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), setiap 5 (lima) tahun harus didaftar ulang. Pasal 5 Jenis industri dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok sebagai berikut : a. Industri Kecil adalah jenis industri dengan nilai investasi Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) sampai dengan Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah); b. Industri Menengah adalah jenis industri dengan nilai investasi di atas Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah); c. Industri Besar adalah jenis industri dengan nilai investasi di atas Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Pasal 6 (1) Perusahaan Industri yang memiliki Izin Usaha Industri yang melakukan perluasan melebihi 30 % (tiga puluh persen) dari kapasitas produksi yang diizinkan, harus mengajukan izin perluasan kepada Bupati. (2) Tata cara dan persyaratan untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 7 Setiap orang pribadi atau Badan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 3 dikenakan sanksi berupa penutupan / pemberhentian usaha industri yang dijalankan. 7

Pasal 8 Izin Usaha Industri dapat dicabut apabila : a. Menimbulkan gangguan terhadap lingkungan; b. Izin tidak dipergunakan sebagaimana mestinya; c. Tidak menyampaikan informasi atau dengan sengaja menyampaikan informasi industri yang tidak benar; d. Jika melanggar Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (1). BAB IV NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 9 Dengan nama Retribusi IUI, dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan pemberian IUI. Pasal 10 Obyek Retribusi adalah pelayanan pemberian IUI. Pasal 11 Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh pelayanan IUI. BAB V GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 12 Retribusi IUI digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu. BAB VI CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 13 Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan atas penggolongan IUI dan jumlah izin yang diberikan. 8

BAB VII PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIP Pasal 14 Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarip Retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin. BAB VIII STRUKTUR DAN BESARNYA TARIP RETRIBUSI Pasal 15 Setiap pemberian IUI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikenakan Retribusi sebagai berikut : a. Industri kecil dengan nilai investasi Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) sampai dengan Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dikenakan retribusi sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah); b. Industri menengah digolongkan : 1. Industri Menengah 1 (M1) dengan nilai investasi di atas Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) dikenakan retribusi sebesar Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah); 2. Industri Menengah 2 (M2) dengan nilai investasi di atas Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dikenakan retribusi sebesar Rp 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah); c. Industri Besar digolongkan : 1. Industri Besar 1 (B1) dengan nilai investasi di atas Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) sampai dengan Rp 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah) dikenakan retribusi sebesar Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah); 2. Industri Besar 2 (B2) dengan nilai investasi di atas Rp 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah) sampai dengan Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) dikenakan retribusi sebesar Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah); 9

3. Industri Besar 3 (B3) dengan nilai investasi di atas Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) dikenakan retribusi sebesar Rp. 500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah). Pasal 16 Daftar ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), dikenakan Retribusi sebesar 50% (lima puluh persen) dari besarnya retribusi yang harus dibayar. Pasal 17 (1) Izin perluasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dikenakan retribusi sebesar 50 % (lima puluh persen) selama tidak mengubah klasifikasi industri. (2) Apabila perluasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 mengakibatkan perubahan klasifikasi industri maka dikenakan retribusi sebesar 50 % (lima puluh persen) dari besarnya retribusi klasifikasi baru. BAB IX WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 18 Wilayah pemungutan Retribusi adalah dalam wilayah Daerah. BAB X MASA RETRIBUSI, DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 19 Masa Retribusi IUI adalah sebagai berikut : a. Selama perusahaan itu masih menjalankan usahanya. b. 5 (lima ) tahun untuk pendaftaran ulang. Pasal 20 Saat Retribusi terutang adalah saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. 10

BAB XI TATA CARA PEMUNGUTAN RETRIBUSI Pasal 21 (1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (3) Hasil Pemungutan Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 disetor ke Kas Daerah melalui Bendaharawan Khusus Penerima Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pekalongan. BAB XII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 22 Dalam hal wajib Retribusi tidak membayar tepat waktunya atau kurang membayarnya, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kekurangan pembayarannya, ditagih dengan menggunakan STRD. BAB XIII TATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI Pasal 23 (1) Pembayaran Retribusi yang terutang harus dibayar tunai / lunas. (2) Retribusi yang terutang dilunasi sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (3) Tatacara pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran diatur oleh Bupati. 11

BAB XIV TATA CARA PENAGIHAN RETRIBUSI Pasal 24 (1) Surat teguran atau peringatan atau surat lain sejenis sebagai awal tindakan pelaksananaan penagihan retribusi dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. (2) Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau peringatan atau surat lain yang sejenis disampaikan, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang. (3) Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, dikeluarkan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk. BAB XV PENGURANGAN KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 25 (1) Bupati berdasarkan permohonan dapat memberikan pengurangan keringanan dan pembebasan Retribusi. (2) Pemberian pengurangan keringanan dan pembebasan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan memperhatikan kemampuan wajib Retribusi. (3) Pemberian pengurangan keringanan dan pembebasan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati. BAB XVI KADALUWARSA PENAGIHAN Pasal 26 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi dianggap kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun, terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali jika wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi. (2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika : a. Diterbitkan surat teguran dan surat paksa atau; 12

b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung. BAB XVII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 27 Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh instansi terkait yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB XVIII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 28 (1) Penyidikan terhadap pelanggaran atas pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Kabupaten yang pengangkatan, kewenangan dan pelaksanaan tugasnya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas. b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah. c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah. d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi. e. Melakukan penggledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain setelah melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut. f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah. g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung 13

dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud huruf e. h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah. i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. j. Menghentikan penyidikan. k. Melakukan tindak lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XIX KETENTUAN PIDANA Pasal 29 Apabila usaha industri yang dijalankan menimbulkan gangguan atau kerugian terhadap masyarakat dan/atau lingkungan, atau digunakan kegiatan industri yang dilarang Undang-Undang, diproses sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal 30 (1) Setiap Orang pribadi atau Badan yang tidak melaksanakan kewajbannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (1) diancam Pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00,- (lima puluh juta rupiah). (2) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya menurut Peraturan Daerah ini untuk membayar retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan melanggar Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 24 ayat (2), sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi yang terutang. (3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah pelanggaran. 14

BAB XX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 31 (1) Persetujuan prinsip yang telah diperoleh perusahaan dinyatakan tetap berlaku untuk memperoleh Izin Usaha Industri berdasarkan Peraturan Daerah ini. (2) Apabila Izin Usaha Industri dan atau izin perluasannya masih dalam tahap penyelesaian diproses berdasarkan Peraturan Daerah ini. (3) Semua Izin Usaha Industri yang diterbitkan sebelum Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku, dan wajib melakukan daftar ulang paling lama 6 (enam) bulan sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini. BAB XXI KETENTUAN PENUTUP Pasal 32 Hal hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 33 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan, Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan. Ditetapkan di Kajen pada tanggal 16 Pebruari 2005 BUPATI PEKALONGAN, ttd AMAT ANTONO Diundangkan di Kajen Pada tanggal 19 September 2005 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TTD SUDIYANTORO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2005 NOMOR 9 15

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI I. U M U M Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab maka pembiayaan pemerintahan dan pembangunan Daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah, khususnya yang bersumber dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah perlu ditingkatkan sehingga kemandirian Daerah dalam pembiayaan penyelenggaraaan pemerintahan di Daerah dapat terwujud. Upaya untuk menggali sumber pendapatan Daerah dilakukan dengan tetap mengutamakan fungsi-fungsi pemerintah, antara lain fungsi kontrol, fungsi perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga Peratauran Daerah yang mengatur tentang Pajak daerah dan retribusi daerah diupayakan tidak semata-mata bertujuan untuk menggali potensi sumber pendapatan Daerah tetapi juga untuk memberikan kepastian hukum bagi usaha industri, pembinaan dan untuk menggairahkan dunia investasi di Kabupaten Pekalongan. Bidang industri sebagai salah satu program prioritas Daerah perlu dikembangkan dengan didukung iklim usaha yang kondusif melalui mekanisme pelayanan perizinan yang lebih baik. Pemberian pelayanan/perizinan tersebut memberikan kontribusi kepada peningkatan Pendapatan Asli Daerah dari hasil pembayaran Retribusinya sehingga penarikan Retribusi dimaksud perlu diatur dengan Peraturan Daerah. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Yang dimaksud kapasitas produksi yang diizinkan adalah kapasitas terpasang. Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 16

Pasal 10 Cukup Jelas Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Huruf b IUI setiap 5 tahun harus didaftar ulang, dan pada saat daftar ulang dikenakan Retribusi. Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Cukup Jelas Pasal 30 Cukup Jelas. 17

Pasal 31 ayat (1) Persetujuan prinsip adalah surat persetujuan yang dikeluarkan oleh Bupati terhadap permohonan pendirian suatu usaha di Wilayah Kabupaten Pekalongan, yang memuat ketentuan untuk menyelesaikan perizinan yang berkaitan dengan pendirian usaha tersebut dalam jangka waktu 6 bulan. Izin prinsip yang sudah diperoleh masih dapat digunakan untuk meneruskan proses perizinan IUI selama masih berlaku sesuai jangka waktu persetujuan prinsip tersebut, bagi yang sudah melewati jangka waktu tersebut harus memohon persetujuan prinsip ulang. Pasal 32 Pasal 33 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 6 18