BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. imunologi sel. Sel hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EFEK CENDAWAN ULAT CINA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 PEMBAHASAN. Sistematika pembahasan dilakukan pada masing-masing variabel meliputi

Oleh : Tanti Azizah Sujono Hidayah Karuniawati Agustin Cahyaningrum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam proses memasak. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

ABSTRAK. EFEK CENDAWAN ULAT CINA (Cordyceps sinensis [Berk.] Sacc.) TERHADAP KADAR IL-2 MENCIT JANTAN GALUR Swiss Webster YANG DIINDUKSI CCl 4

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian parasetamol sangat luas di dunia kedokteran karena merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sasaran utama toksikasi (Diaz, 2006). Hati merupakan organ

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

Oleh : Wiwik Yulia Tristiningrum M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULAN. memetabolisme dan mengekskresi zat kimia. Hati juga mendetoksifikasi zat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB I PENDAHULUAN. Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelainan hati dapat diketahui dengan pemeriksaan kadar enzim dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dunia telah memanfaatkan tumbuhan obat untuk memelihara kesehatan (Dorly,

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam air, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini mempunyai tingkat kemanisan 550

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai media massa (Rochmayani, 2008). Menurut World Health

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2005). Hati terlibat dalam sintesis, penyimpanan dan metabolisme banyak senyawa

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi paru dan penurunan kualitas hidup manusia. 2 Penyakit paru

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi sebesar 9,33 liter/kapita/tahun pada tahun Makanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Global status report on alcohol and health 2014 (WHO, 2014),

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Pengantar Farmakologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

Pengantar Farmakologi Keperawatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyaring dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme juga zat-zat toksik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperuntukkan sebagai makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati adalah suatu penyakit yang ditandai dengan sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar, dan seluruh struktur hati mengalami perubahan menjadi irregular, dan terbentuknya jaringan ikat (fibrosis) di sekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi (Siti Nurdjanah, 2006). Penyakit ini biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, kematian sel (nekrosis) hati yang luas, pembentukan jaringan ikat (fibrosis) dan usaha regenerasi nodul. Angka kejadian sirosis di Indonesia menunjukkan pria lebih banyak menderita sirosis dari wanita (2-4,5 : 1), dan terbanyak didapat pada dekade kelima (usia lima puluhan), sedangkan di negara barat, dari hasil autopsi didapatkan bahwa angka kejadian sirosis hati sekitar 2,4% (0,9%-5,9%) (http ://www.cyberman.cbn, 2008). Banyak masyarakat yang tidak sadar bahwa sesungguhnya mereka telah mengalami kerusakan sel dan fungsi hati. Kerusakan sel dan fungsi hati dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain virus, parasit, bakteri, protozoa, atau toksisitas dari obat-obatan atau bahan kimia. Salah satu obat-obatan yang dapat merusak sel dan fungsi hati adalah parasetamol. Parasetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai efek antipiretik/analgetik. Efek antipiretik parasetamol diperankan oleh gugus aminobenzen dan diduga mekanismenya berdasarkan efek sentral. Parasetamol merupakan obat golongan antipiretik (penurun panas) yang masih digunakan secara luas sampai saat ini. Pemakaian parasetamol untuk waktu yang lama atau dosis tinggi dapat mengakibatkan kerusakan hati (Rochmah Kurnijasanti, 2000). Parasetamol dimetabolisis terutama di hati, sebagian besar (60-90% dari dosis terapeutik) diubah menjadi senyawa yang tidak aktif melalui proses konjugasi dengan sulfat dan glukoronida. Metabolit ini kemudian dieksresikan ke ginjal. Sejumlah kecil (5-10% dari dosis terapeutik) dimetabolisis hati melalui sistem 1

2 enzim cytochrome P450 (khususnya CYP2E1). Efek toksik parasetamol sebenarnya hanya terkait dengan sebuah metabolit alkil minornya yaitu N-acetyl-p-benzo-quinone imine (NAPQI). Jadi, efek toksik yang muncul bukanlah karena parasetamol itu sendiri atau metabolit utamanya. Pada dosis yang lazim digunakan, metabolit toksik NAPQI secara cepat didetoksifikasi melalui kombinasi irreversible dengan gugus sulfhydryl dari glutathione, menghasilkan konjugasi non toksik yang akhirnya dikeluarkan melalui ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat, overdosis parasetamol bisa menyebabkan gagal hati dan kematian dalam beberapa hari. Dosis toksis parasetamol sangat bervariasi. Pada dewasa, dosis tunggal di atas 10 gram atau 150 mg/kg bisa menyebabkan toksisitas. Toksisitas juga bisa terjadi pada dosis multipel yang lebih kecil dengan jangka waktu pemberian 24 jam melebihi kadar tersebut, atau bahkan pemberian jangka panjang dosis terendahnya 4 g/hari. Keracunan yang fatal bisa terjadi pada penggunaan 12-20 tablet parasetamol dengan kadar per tabletnya 500 mg sekaligus telan, bergantung kepada kapasitas individual setiap orang. Diketahui pula bahwa waktu paruh parasetamol dalam darah yang normal yang semula adalah 2 jam, dapat bertambah lama menjadi 4 jam, sehingga dipakai sebagai ukuran untuk menilai derajat keracunan (Iwan Darmansjah, 2002). Usaha menemukan obat hepatoprotektor baru yang kurang toksik untuk memperbaiki, menghambat ataupun mengurangi kerusakan sel hati telah banyak dilakukan, tetapi keberhasilannya belum optimal dan belum teruji secara ilmiah. Di China, terdapat suatu tanaman yang memiliki potensi sebagai hepatoprotektor, yaitu cendawan ulat cina (Cordyceps sinensis). Cendawan ulat cina ini hidup di daerah rawa-rawa di Qinghai, dataran tinggi Tibet di China. Cendawan ulat cina memiliki 2 bentuk, yaitu menyerupai cacing pada musim dingin, dan menyerupai rumput pada musim panas. Manfaat Cordyceps sinensis yang telah diketahui selama ini adalah untuk rheumatik arthritis, gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik, batu ginjal, bronkhitis kronik dan asma, sedangkan terhadap hati dapat menyembuhkan dan melindungi hati dari hepatitis, fibrosis, dan sirosis (http://www.sehatnatural.com, 2007).

3 Bila hati telah mengalami jejas, maka akan diikuti dengan proses inflamasi atau peradangan. Inflamasi disebabkan oleh mediator-mediator kimia dalam tubuh kita, seperti sitokin. Salah satu contoh dari mediator tersebut adalah interleukin 1 (IL-1). IL-1 merupakan suatu sitokin yang dikeluarkan pertama kali bila terjadi peradangan. IL-1 dapat menginduksi terjadinya demam. IL-1 juga berfungsi mengontrol limfosit dan menambah jumlah sel di sumsum tulang. Peran IL-1 dalam proses peradangan secara umum bersifat tidak spesifik. Kelompok IL-1 (IL-1 gene family) terdiri dari 3 jenis yaitu IL-l alfa, IL-1 beta dan IL-1 reseptor antagonis (IL-1Ra). IL-l alfa dan IL-1 beta bersifat agonis menimbulkan reaksi radang atau disebut sitokin proinflamasi. IL-1Ra bersifat menghambat efek biologis IL-1 atau disebut sitokin antiinflamasi. Keseimbangan IL-1 alfa sebagai sitokin proinflamasi dan IL-Ra sebagai sitokin antiinflamasi sangat penting dalam proses peradangan pada berbagai organ. Kekurangan sitokin antiinflamasi diduga akan menyebabkan proses peradangan yang akan berlanjut menjadi kronis. Bisa disimpulkan bahwa pada proses inflamasi akan ditandai kenaikan atau peningkatan IL-1 dalam tubuh. Cordyceps sinensis dengan dosis 917,92 mg/kg BB dapat menurunkan kadar SGOT dan SGPT paling optimum pada mencit yang diinduksi dengan CCl4 (Emily, 2008). SGOT dan SGPT merupakan suatu enzim indikator adanya kerusakan hati. Kerusakan hati disini misalnya akibat adanya peradangan dan kerusakan membran hati (http://www.m3undip.org, 2005). Pada penelitian ini ingin diketahui efek dari Cordyceps sinensis sebagai hepatoprotektor, dengan indikator turunnya kadar IL-1 dalam serum mencit yang telah diinduksi dengan parasetamol. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, timbul pemikiran apakah cendawan ulat cina (Cordyceps sinensis) sebagai hepatoprotektor dapat menurunkan kadar IL-1 dalam serum mencit yang telah diinduksi dengan parasetamol.

4 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian ini adalah untuk menilai efek hepatoprotektor dari cendawan ulat cina (Cordyceps sinensis) pada mencit yang telah diinduksi dengan parasetamol. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah cendawan ulat cina (Cordyceps sinensis) dapat menurunkan kadar IL-1 pada mencit yang telah diinduksi dengan parasetamol. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat secara akademis adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam dunia kedokteran, khususnya dalam herbal medicine, yaitu Cordyceps sinensis dapat menurunkan proses inflamasi dengan indikator penurunan kadar IL-1. Manfaat secara praktis yaitu aplikasi Cordyceps sinensis sebagai obat anti inflamasi. 1.5 Kerangka Pemikiran Kerusakan sel-sel hati dapat disebabkan banyak hal, antara lain obat-obatan (misalnya: parasetamol), senyawa kimia lain (misalnya: CCl4), bakteri, parasit, dan virus. Jejas pada hepatosit dapat menimbulkan kerusakan membran dan menyebabkan keluarnya enzim-enzim tertentu. Hepatosit yang mengalami jejas, secara mikroskopis, akan mengalami perubahan pola morfologis, antara lain berupa nekrosis. Hati adalah organ tubuh yang memegang peranan penting dalam menyaring benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini menjadikan hati sangat rentan terhadap jejas yang mungkin disebabkan oleh toksin, obat-obatan, mikroba, defek sirkulasi, atau menjadi tempat metastasis suatu proses keganasan dari tempat lain. Jejas mengakibatkan reaksi peradangan (inflamasi) dan kerusakan jaringan hati

5 yang menyebabkan gangguan fungsi atau bahkan kematian sel hati (Kumar et al., 2005). Jejas yang terjadi pada hati akan mengaktifkan mediator-mediator inflamasi seperti sitokin. Jejas kronik yang terjadi pada hati juga meningkatkan aktivitas sel stelat hati (hepatic stelatte cell, HSCs), transforming growth factor-beta 1 (TGFβ1), platelet derived growth factor (PDGF), dan tissue inhibitor of metalloproteinase 2 (TIMP-2) (Albanis et al., 2003 ; Liu & Shen, 2003). Penggunaan parasetamol secara terus-menerus dalam dosis tinggi (12-20 tablet parasetamol dengan kadar 500 mg per tablet sekaligus telan) dapat menyebabkan kerusakan hati karena terbentuknya ikatan antara makromolekul sel hati dengan metabolit intermediet parasetamol (Clark, 1973). Parasetamol dosis 400 mg/kg BB terbukti dapat merusak hati mencit (Potensi Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) sebagai hepatoprotektor, (Rochmah Kurnijasanti, 2000). Parasetamol dimetabolisme terutama oleh enzim mikrosomal hati. Di hati, parasetamol mengalami biotransformasi dan sebagian besar diekskresikan setelah berkonjugasi dengan glukuronat (60%), asam sulfat (3%) dan sistein (3%). Konsumsi parasetamol dosis tinggi, menyebabkan parasetamol ikut mengalami Nhidroksilasi dan secara spontan mengalami dehidritasi membentuk metabolit Nasetil-pbenzoquinone yang bersifat hepatotoksis (I Nyoman Suarsana & I Ketut Budiasa, 2005). Adanya kerusakan sel-sel parenkim hati atau permeabilitas membran akan mengakibatkan aktifnya mediator inflamasi seperti sitokin. Salah satu contoh sitokin yang juga merupakan indikator demam adalah interleukin 1 (IL-1). Selain aktifnya mediator inflamasi, kerusakan sel hati mengakibatkan enzim GOT (glutamat oksaloasetat transaminase) dan GPT (glutamat piruvat transaminase), arginase, laktat dehidrogenase, dan GTT (gamma glutamil transaminase) bebas keluar sel, sehingga enzim-enzim tersebut masuk ke pembuluh darah melebihi keadaan normal dan kadarnya dalam darah akan meningkat. Selain itu dilaporkan bahwa kerusakan sel hati akibat parasetamol ini karena adanya pembentukan radikal bebas melalui reaksi peroksidasi lipid yang akan menghasilkan lipid peroksida (Rochmah Kurnijasanti, 2000). Radikal bebas

6 didefinisikan sebagai molekul atau senyawa yang mempunyai satu atau lebih elektron bebas yang tidak berpasangan. Elektron dari radikal bebas yang tidak berpasangan ini sangat reaktif dan mudah menarik elektron dari molekul lainnya. Radikal bebas sangat mudah menyerang sel-sel sehat dalam tubuh karena radikal bebas tersebut sangat reaktif. Radikal bebas tidak hanya menyerang bakteri penyakit, tetapi juga tubuh sendiri bila radikal bebas dalam tubuh berlebihan (Hernani dan Mono Rahardjo, 2005). Radikal bebas dapat dinetralisir oleh antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa penting dalam menjaga kesehatan tubuh, karena berfungsi sebagai penangkap radikal bebas yang banyak terbentuk dalam tubuh. Dengan kata lain, antioksidan menyelamatkan sel-sel tubuh dari kerusakan yang diakibatkan radikal bebas (Hernani dan Mono Rahardjo, 2005). Antioksidan menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif, membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil (Dinna Sofia, 2004). Pada penelitian ini dipelajari Cordyceps sinensis yang diharapkan dapat bertindak sebagai hepatoprotektor pada mencit yang diinduksi parasetamol. Cordyceps sinensis memiliki kandungan utama cordycepin (3 deoxyadenosine) (Holiday et al, 2007). Adanya kandungan tersebut menghambat transforming growth factor-beta 1 (TGF-β1) dan platelet derived growth factor (PDGF), menurunkan aktivasi hepatic stelatte cell (HSCs) ( Liu & Shen, 2003). Disamping itu, Cordyceps sinensis dapat meningkatkan status energi tinggi di hati yang dihasilkan oleh produksi ATP yang tinggi. Sintesis ATP merupakan aktivitas adenine translokase dan/atau fungsi respirasi tingkat mitokondrial (Manabe et al., 2000). Penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Dosis Cordyceps sinensis yang digunakan pada penelitian ini adalah 917,92 mg/kg BB, hal ini didasari oleh penelitian Emily, 2008 yang berjudul Efek Cendawan Ulat Cina (Cordyceps sinensis) terhadap Kadar SGOT dan SGPT.

7 1.6 Hipotesis Cordyceps sinensis dapat menurunkan kadar interleukin 1 (IL-1) dalam serum mencit yang diinduksi dengan parasetamol. 1.7 Metodologi Penelitian ini bersifat prospektif laboratorik secara in vivo dengan Rancangan Acak Lengkap. Hewan percobaan yang dipakai adalah 24 ekor mencit jantan dewasa galur DDY (berumur 8 minggu) dengan berat rata-rata 25-30 gram. Dua puluh empat ekor mencit ini dibagi menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu (1) Kelompok yang hanya diberi CMC 1% (0,4 ml) yang digunakan sebagai kontrol, (2) Kelompok yang diberi CMC 1% (0,4 ml) dan parasetamol (400 mg/kg BB), (3) Kelompok yang diberi CMC 1% (0,4 ml) dan Cordyceps sinensis (917,92 mg/kg BB), (4) Kelompok yang diberi parasetamol (400 mg/kg BB) dan Cordyceps sinensis (917,92 mg/kg BB) Penelitian ini menilai efek Cordyceps sinensis dalam menurunkan kadar interleukin 1 (IL-1). Tolak ukur adalah kadar IL-1 dalam serum mencit sebelum dan sesudah perlakuan. Data hasil penelitian kemudian dianalisis dengan uji ANAVA, dilanjutkan uji lanjut Tukey-HSD dengan α=0,05. Kemaknaan ditentukan berdasarkan nilai p. 1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni 2008 sampai Januari 2009 bertempat di Pusat Penelitian Ilmu Kedokteran (PPIK) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.