1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem ekonomi Islam menghendaki terjadinya transaksi-transaksi yang bebas dari riba (usury/interest), gharar (uncertainty), dan maysir (speculative/judi), serta kebathilan atau yang sering disingkat dengan MAGRIB. 1 Konsep sistem ekonomi islam tersebut serta adanya fatwa bunga bank haram dari Majelis Ulama Indonesia Tahun 2004 mendorong banyak bank konvensional menjalankan prinsip syariah. 2 Realitasnya, operasional bank syariah belum dapat secara optimal menjangkau sektor ekonomi riil di tingkat akar rumput (grass root). 3 Hal ini terjadi karena bank syariah mensyaratkan adanya jaminan dalam pembiayaan yang nominalnya tidak mudah dipenuhi oleh nasabah kecil. Fakta lain juga menunjukkan bahwa operasional bank syariah terbatas pada wilayah perkotaan, sedangkan pelaku sektor ekonomi riil sebagian besar berada di desa, sehingga layanan yang diberikan bank syariah belum dapat menjangkau sektor ekonomi riil secara optimal yang dapat menjangkau hingga pedesaan. 4 Faktorfaktor tersebut yang mendorong munculnya lembaga keuangan mikro yang bergerak di level pembiayaan mikro yaitu Baitul Maal wa Tamwil. 1 Abdul Ghofur Anshori, 2007, Perbankan Syariah Di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 9. 2 Wiroso, 2005, Jual Beli Murabahah, UII Press, Yogyakarta, hlm.1. 3 Khotibul Umam, 2009, Hukum Ekonomi Islam Dinamika dan Perkembangan di Indonesia, Instan Lib, Yogyakarta, hlm. 42. 4 Ibid, hlm. 43.
2 Keberadaan Baitul Maal wa Tamwil yang berbadan hukum koperasi mendapat payung hukum dengan adanya Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi. Peraturan menteri koperasi tersebut menyebutkan Baitul Maal wa Tamwil sebagai Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS). Menilik pada terminologi Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah tersebut, secara operasional usaha pada dasarnya Baitul Maal wa Tamwil hampir mirip dengan perbankan yaitu melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk pembiayaan serta memberikan jasa-jasa yang dibutuhkan masyarakat. 5 Salah satu bentuk pembiayaan yang paling sering dilakukan adalah pembiayaan murabahah. Dominannya pembiayaan murabahah terjadi karena pembiayaan ini cenderung memiliki risiko yang lebih kecil dan lebih mengamankan bagi shareholder. 6 Murabahah dapat diimplementasikan untuk memenuhi kebutuhan barang modal ataupun konsumsi yang dibutuhkan oleh nasabah. 7 Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai 5 Ibid, hlm. 43. 6 Wiroso, Op.Cit, hlm. 1 7 Khotibul Umam, Op.Cit, hlm. 103.
3 lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib almal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur. 8 BMT Bina Sejahtera pada pembiayaan murabahah berlaku sebagai penyedia barang bagi pembeli kemudian menjualnya dengan harga jual yang setara dengan harga beli ditambah keuntungan dan memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada pembeli berikut biaya yang diperlukan. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka Dalam Murabahah menyatakan bahwa dalam akad pembiayaan murabahah, Lembaga Keuangan Syari'ah (LKS) dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat dengan besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan. Urboun atau uang muka atau tanda jadi dilakukan pada saat memandatangani kesepakatan awal. Uang muka atau tanda jadi tersebut merupakan jumlah yang dibayar oleh pemesan yang menunjukan bahwa ia bersungguh-sungguh atas pesanannya tersebut. 9 Prinsipnya, pembayaran uang muka tersebut mengakibatkan adanya peralihan kepemilikan barang kepada pembeli, oleh karena itu perlu adanya pengikatan jaminan bagi pembeli yang menggunakan akad pembiayaan murabahah. Jaminan ini dimaksudkan untuk memberikan rasa aman bagi penjual dalam memberikan pembiayaan murabahah. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah pada poin ketiga menyebutkan bahwa jaminan dalam murabahah 8 Pasal 20 Angka 6 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah 9 Muhammad Syafii Antonio, 2015, Perbankan Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, hlm. 104.
4 diperbolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 92/DSN-MUI/IV/2014 tentang Pembiayaan yang disertai Rahn (Al-Tamwil Al-Mautsuq Bi Al-Rahn) juga menegaskan bahwa pengikatan jaminan berupa rahn atau rahn tasjily diperbolehkan untuk pembiayaan yang tidak tunai, pada kasus penelitian ini berupa pembiayaan murabahah dengan angsuran. Pengikatan jaminan penting untuk lebih meyakinkan bahwa agunan yang diberikan akan mampu menjamin pengembalian kredit atau pembiayaan bila terjadi wanprestasi, maka agunan yang diserahkan oleh debitur harus dilakukan pengikatan. 10 Jaminan yang dapat dimintakan kepada debitur berupa jaminan kebendaan yang objeknya adalah benda milik debitur maupun jaminan perorangan, yaitu kesanggupan pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban debitur. Konsep pengikatan jaminan dikenal pula dalam fiqih muamalah. Konteks fiqih muamalah pada pembiayaan murabahah yaitu hubungan antar sesama manusia berkaitan dengan harta dan kebutuhannya kepada pemilikan harta tersebut seperti jual beli. 11 Jaminan yang dikenal dalam fiqh muamalah adalah kafalah dan rahn. Konsep jaminan ini hampir sama dengan jaminan yang diatur dalam KUHPerdata berupa jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Konsep rahn adalah objek jaminan berada dalam penguasaan pemberi hutang. Perkembangannya, dimungkinkannya jaminan berupa rahn dengan 10 Muhammad Jumhana, 2000, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditiya Bakti, Bandung, hlm. 400. 11 Amir Syarifuddin, 2003, Garis Garis Besar Fiqh Edisi Pertama, Kencana Prenamedia Group, Jakarta, hlm. 15.
5 konsep menahan bukti kepemilikan objeknya, tidak lagi menahan fisik objek jaminannya. Ketentuan ini diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 68/DSN-MUI/III/MUI/2008 tentang Rahn Tasjily yang menyatakan bahwa Rahn Tasjily adalah jaminan dalam bentuk barang atas utang, dengan kesepakatan bahwa yang diserahkan kepada penerima jaminan (murtahin) hanya bukti sah kepemilikannya, sedangkan fisik barang jaminan tersebut (marhun) tetap berada dalam penguasaan dan pemanfaatan pemberi jaminan (rahin). Konsep rahn tasjily dalam hal menyerahkan bukti sah kepemilikan ini sama seperti konsep Jaminan Fidusia, jadi sebetulnya rahn tasjily ini membuka kemungkinan alternatif jaminan yang sesuai kaidah syariah dan dapat digunakan dalam pembiayaan murabahah selain Jaminan Fidusia yang telah berjalan selama ini. Berdasarkan isi akad pembiayaan murabahah, bentuk pengikatan jaminan yang dilakukan di BMT Bina Sejahtera tidak menggunakan penyebutan jaminan dalam fiqih muamalah berupa kafalah dan rahn tetapi hukum positif berupa jaminan hak tanggungan dan jaminan fidusia. BMT Bina Sejahtera menggunakan jaminan kebendaan berupa Jaminan Fidusia untuk jenis benda bergerak seperti kendaraan bermotor dan Jaminan Hak Tanggungan untuk jenis benda tetap seperti tanah. Praktiknya, BMT Bina Sejahtera sudah menggunakan akta notaris untuk pengikatan Jaminan Hak Tanggungan sedangkan untuk jenis Jaminan Fidusia, BMT Bina Sejahtera menggunakan pengikatan jaminan fidusia di bawah tangan. Menilik pada Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Jaminan Fidusia diatur bahwa pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam
6 bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia. Jaminan fidusia yang dibuat notaris ini juga harus didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia sebagai syarat lahirnya Jaminan Fidusia berdasar pada Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Jaminan Fidusia. BMT Bina Sejahtera mencantumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia dalam akad murabahah tetapi tidak diikat secara notariil, melainkan hanya dengan klausula penyerahan hak milik secara sukarela. Berdasarkan akadnya kedua belah pihak setuju pengikatan jaminan dengan penyerahan hak milik secara fidusia dan terdapat klausul apabila di kemudian hari pihak penerima fasilitas pembiayaan murabahah tidak dapat mengembalikan dan atau melunasi pinjaman tersebut pada saat jatuh tempo atau tiga kali berturut-turut tidak mengangsur, maka pihak pemberi fasilitas pembiayaan murabahah (BMT Bina Sejahtera) memiliki hak substitusi yang tidak dapat dibatalkan dan hak penuh untuk menguangkan barang jaminan tersebut dan pihak penerima fasilitas pembiayaan murabahah secara sukarela akan menyerahkan jaminan tersebut kepada pihak pemberi fasilitas pembiayaan murabahah. Praktiknya ketika terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh penerima fasilitas pembiayaan murabahah, maka BMT Bina Sejahtera melakukan eksekusi langsung dengan kekuasaannya sendiri tanpa adanya putusan pengadilan. Sedangkan menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia, yang dapat memiliki kekuatan untuk melakukan eksekusi langsung adalah bentuk perjanjian yang memiliki kekuatan eksekutorial.
7 BMT Bina Sejahtera memiliki kebebasan berkontrak dalam menjalankan usahanya didasari dengan adanya asas kebebasan berkontrak dan adanya asas pacta sun servanda yang diatur pula pada Pasal 1338 KUHPerdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang undang bagi mereka yang membuatnya. Hanya saja hukum perjanjian menentukan bahwa isi perjanjian hanyalah sah apabila tidak bertentangan dengan undang-undang, dengan kepatutan, dan dengan ketertiban umum serta dibuat dan dilaksanakan dengan itikad baik oleh para pihak yang membuatnya. 12 Pelaksanaan pengikatan jaminan pada pembiayaan murabahah yang dilakukan di BMT Bina Sejahtera apabila ditilik dari pasal tersebut dapat menimbulkan risiko hukum yaitu risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis tersebut diantaranya adalah kelemahan dalam akad pembiayaan murabahah antara bank dengan nasabah karena isi pengikatan jaminan bertentangan dengan aturan hukum positif khususnya Undang-Undang Fidusia. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut maka peneliti merumuskan permasalahan dalam tesis ini sebagai berikut 1. Bagaimana keabsahan pengikatan jaminan pada pembiayaan murabahah di Lembaga Keuangan Syariah Koperasi Serba Usaha Baitul Maal wa 12 Sutan Remy Sjahdeni, 2010, Perbankan Syariah Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya, PT Jayakarta Agung Offset, Jakarta, hlm 141.
8 Tamwil (BMT) Bina Sejahtera ditinjau dari hukum positif dan fiqih muamalah? 2. Bagaimana risiko hukum dari praktik pengikatan jaminan pada pembiayaan murabahah di Lembaga Keuangan Syariah Koperasi Serba Usaha Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Bina Sejahtera? 3. Bagaimana alternatif pengikatan jaminan pada pembiayaan murabahah di Lembaga Keuangan Syariah Koperasi Serba Usaha Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Bina Sejahtera yang sesuai dengan prinsip syariah? C. Keaslian Penelitian Penelitian ini bukanlah penelitian pertama yang membahas mengenai pengikatan jaminan. Berdasarkan penelusuran kepustakaan telah ada beberapa penelitian dalam bentuk tesis yang membahas mengenai jaminan tetapi dari sisi dan dengan sudut pandang yang berbeda dengan apa yang diteliti oleh peneliti. Penelitian tersebut antara lain yaitu : 1. Dwi Agustin Muhsintawati, Judul Keabsahan Perjanjian Jaminan Fidusia yang Dibuat Dibawah Tangan dan Pengaruhnya terhadap Perlindungan Hukum Penerima Fidusia (Bank) di BRI Kanca Slamet Riyadi Surakarta, Tesis, Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Tahun 2007, Rumusan permasalahan dalam penelitian tersebut yaitu :
9 a. Bagaimana keabsahan perjanjian jaminan fidusia yang dibuat di bawah tangan? b. Mengapa bank melakukan perjanjian jaminan fidusia yang dibuat di bawah tangan? c. Bagaimana perlindungan hukum bagi Bank dalam perjanjian jaminan fidusia yang dibuat di bawah tangan jika terjadi wanprestasi? 13 Persamaan tesis peneliti dengan penelitian Dwi Agustin Muhsintawati ini adalah sama-sama mengkaji mengenai keabsahan pengikatan menggunakan jaminan fidusia yang dilakukan di bawah tangan. Perbedaannya, Dwi Agustin Muhsintawati memfokuskan pada keabsahan perjanjian dan perlindungan hukum bagi bank, sedangkan tesis ini selain keabsahan pengikatan jaminan fidusia dari segi hukum positif juga mengkaji dari sisi fiqih muamalah, risiko hukum dari pengikatan jaminan secara bawah tangan, serta alternatif pengikatan jaminan yang sesuai prinsip syariah. 2. Ahmad Syifaul Anam, Judul Implementasi Hukum Jaminan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus BMT di Kota Semarang), Tesis, Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Tahun 2009, Rumusan permasalahan dalam penelitian tersebut adalah : 13 Dwi Agustin Muhsintawati, Keabsahan Perjanjian Jaminan Fidusia yang Dibuat Dibawah Tangan dan Pengaruhnya terhadap Perlindungan Hukum Penerima Fidusia (Bank) di BRI Kanca Slamet Riyadi Surakarta, Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2007, hlm. 9.
10 a. Bagaimanakah konsep hukum jaminan yang menjadi landasan operasional dari Lembaga Keuangan Mikro Syari ah? b. Bagaimanakah implementasi hukum jaminan yang diterapkan oleh BMT di Kota Semarang? c. Bagaimanakah akibat hukum penerapan hukum jaminan oleh BMT di Kota Semarang? 14 Persamaan tesis peneliti dengan penelitian Ahmad Syaiful Anam ini adalah sama-sama mengkaji mengenai pengikatan jaminan di lembaga keuangan mikro berbentuk koperasi yaitu BMT dan sama-sama menggunakan cara pengikatan di bawah tangan dengan cara eksekusi dibawah tangan pula. Sedangkan perbedaanya dengan tesis adalah, peneliti mengangkat mengenai keabsahan pengikatan jaminan tersebut ditinjau secara fiqih muamalah dan hukum positif, resiko hukum yang ditimbulkan dari pengikatan jaminan tersebut dan alternatif pengikatan jaminan yang sesuai prinsip syariah. 3. Surini Ahlan Syarief, Judul Analisis Yuridis Pelaksanaan Parate Eksekusi Jaminan Fidusia (Studi : PT. Gemilang Usaha Persada Finance), Tesis, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Tahun 2010, Rumusan permasalahan dalam penelitian tersebut adalah : 14 Ahmad Syifaul Anam, Implementasi Hukum Jaminan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus BMT di Kota Semarang), Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2009, hlm.9.
11 a. Bagaimanakah keefektifan pelaksanaan parate eksekusi jaminan fidusia dalam praktek? b. Apa saja hambatan-hambatan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia dalam praktek? 15 Persamaan tesis peneliti dengan penelitian Surini Ahlan Syarief ini adalah sama-sama mengkaji mengenai pengikatan menggunakan jaminan fidusia yang dilakukan di bawah tangan dan eksekusi melalui penjualan bawah tangan. Perbedaanya, Surini Ahlan Syarief memfokuskan pada efektifitas parate eksekusi dan hambatannya, sedangkan tesis ini merumuskan mengenai keabsahan pengikatan jaminan tersebut ditinjau secara fiqih muamalah dan hukum positif, resiko hukum yang ditimbulkan dari pengikatan jaminan tersebut dalam hal eksekusinya dan alternatif pengikatan jaminan yang sesuai prinsip syariah. 4. Martoyo, Judul Prinsip-Prinsip Hukum Jaminan Dalam Perbankan Syariah, Tesis, Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Jember, Tahun 2012, Rumusan permasalahan dalam penelitian tersebut yaitu : a. Apa prinsip-prinsip hukum jaminan dalam perbankan syariah? b. Apa ratio legis penormaan jaminan dalam UU No.21 tahun 2008? 15 Surini Ahlan Syarief, Analisis Yuridis Pelaksanaan Parate Eksekusi Jaminan Fidusia (Studi : PT. Gemilang Usaha Persada Finance), Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2010, hlm. 8.
12 c. Apakah eksekusi benda jaminan dalam perbankan Syari`ah mendasarkan pada hukum jaminan? 16 Persamaan tesis peneliti dengan penelitian Martoyo ini adalah samasama mengkaji mengenai pengikatan jaminan dalam hukum syariah dan penormaan dalam hukum positif. Perbedaanya adalah, Martoyo lebih memfokuskan kepada prinsip-prinsip syariahnya sedangkan peneliti memfokuskan kepada keabsahan pengikatan jaminannya secara fiqih muamalah dan hukum positif, risiko hukum yang ditimbulkan dari pengikatan jaminan tersebut, serta alternatif pengikatan jaminan yang sesuai prinsip syariah. 5. Anggarian Adisetyadengan, Judul Sinkronisasi Fatwa DSN-MUI No. 68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily Terhadap Pasal 5, Pasal 7, dan Pasal 11 Undang Undang Nomor 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fidusia, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Tahun 2014, Rumusan permasalahan dalam penelitian tersebut yaitu : a. Bagaimana sinkronisasi Fatwa DSN-MUI No: 68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily terhadap ketentuan Pasal 5, Pasal 7, dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia? b. Mengapa tidak setiap produk pembiayaan dapat dibebani rahn tasjily? 17 16 Martoyo, Prinsip-Prinsip Hukum Jaminan Dalam Perbankan Syariah, Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Jember, Jember, 2012, hlm.6.
13 Persamaan usulan tesis peneliti dengan penelitian Anggarian Adisetya ini adalah sama-sama mengkaji mengenai jaminan dalam fiqih muamalah khususnya mengenai rahn tasjily dan jaminan dalam hukum positif yaitu jaminan fidusia. Perbedaannya, Anggarian Adisetya memfokuskan pada sinkronisasi peraturan Fatwa DSN mengenai Rahn Tajily dengan UU Fidusia, sedangkan peneliti memfokuskan keabsahan pengikatan jaminan secara fiqih muamalah khususnya Fatwa DSN mengenai Rahn Tasjily dan secara hukum positif yaitu UU Fidusia, resiko hukum yang ditimbulkan dari pengiaktan jaminan tersebut, serta alternatif pengikatan jaminan yang sesuai menurut prinsip syariah. Berdasarkan penelusuran keaslian penelitian terhadap penelitian-penelitian tersebut, peneliti dapat mengatakan bahwa penelitian ini merupakan penelitian orisinal. Apabila di luar sepengetahuan peneliti terdapat penulisan tesis yang seragam dengan yang diteliti maka peneliti berharap agar tesis ini dapat memperkaya hasil penulisan tesis sebelumnya. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik dalam hal kepentingan teoritis maupun kepentingan praktis, antara lain: 17 Anggarian Adisetya, Sinkronisasi Fatwa DSN-MUI No. 68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily Terhadap Pasal 5, Pasal 7, dan Pasal 11 Undang Undang Nomor 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fidusia, Skripsi, Program Studi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2014, hlm.7.
14 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan hukum secara umum dan hukum perbankan syariah secara khusus dalam bidang pengikatan jaminan. Manfaat penelitian ini dimaksud berupa diperolehnya gambaran mengenai prosedur pengikatan jaminan dalam pembiayaan murabahah antara Baitul Maal wa Tamwil dengan nasabah ditinjau dari kajian fiqih muamalah maupun hukum positif dan risiko hukum apabila prinsip syariah dan aturan hukum positif tidak dilaksanakan serta alternatif pengikatan jaminan yang sesuai menurut prinsip syariah. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan gambaran sejauh mana aspek ketaatan terhadap penerapan prinsip syariah dalam hal fiqih muamalah dan terhadap penerapan hukum positif mengenai prosedur pengikatan jaminan dalam pembiayaan murabahah antara Baitul Maal wa Tamwil dengan nasabah, serta memberikan masukan terhadap pelaksanaan pengikatan jaminan kebendaan pada pembiayaan murabahah sehingga Baitul Maal wa Tamwil terhindar dari risiko hukum dan memberikan gambaran alternatif pengikatan jaminan yang sesuai menurut prinsip syariah. E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai peneliti adalah sebagai berikut :
15 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui dan menganalisis keabsahan pengikatan jaminan pada pembiayaan murabahah di Lembaga Keuangan Syariah Koperasi Serba Usaha Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Bina Sejahtera ditinjau dari fiqih muamalah dan hukum positif. Adapun batasan konteks yang dimaksud fiqih muamalah pada penelitian ini hanya terkait Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) khususnya mengenai ketentuan fatwa DSN Nomor 68/DSN- MUI/III/MUI tentang Rahn Tasjily. Sedangkan batasan hukum positif yang dimaksud adalah terkait Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan ketentuan dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. b. Untuk mengetahui dan menganalisis risiko hukum dari praktik pengikatan jaminan pada pembiayaan murabahah di Lembaga Keuangan Syariah Koperasi Serba Usaha Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Bina Sejahtera terkait risiko kemungkinan eksekusi jaminan ketika secara normatif syarat formil dan materil dari akad tersebut tidak sesuai peraturan perundangan yang berlaku. c. Untuk mengetahui dan menganalisis alternatif pengikatan jaminan pada pembiayaan murabahah yang dapat dilakukan di Lembaga Keuangan Syariah Koperasi Serba Usaha Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Bina Sejahtera yang sesuai dengan prinsip syariah khususnya mengenai
16 ketentuan fatwa DSN Nomor 68/DSN-MUI/III/MUI tentang Rahn Tasjily. 2. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dan berhubungan dengan objek yang diteliti dalam rangka penyusunan tesis sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.