PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA LIAR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 06 TAHUN 2004

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM LAUT DAM PESISIR DALAM WILAYAH KABUPATEN SELAYAR DENG AN

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH DESA KUCUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 8 TAHUN

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PENGGILINGAN PADI

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 44 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU


PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA)

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

IZIN USAHA JASA PARIWISATA

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

NOMOR 2 TAHUN 2006 SERI C

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN PADA TANAH MILIK DAN KEBUN RAKYAT

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH KABUP[ATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 06 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 33 TAHUN 2008

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

2017, No Peraturan Menteri; d. bahwa dalam rangka optimalisasi penanganan barang bukti tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan perlu diatu

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN IZIN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI BUPATI ACEH BESAR

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2. 1 TAHUN 2002

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 5 TAHUN 2015 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

Transkripsi:

PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA LIAR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang: a. bahwa satwa liar merupakan ciptaan Allah SWT yang harus dijaga keberlanjutannya dan dilindungi dari kepunahan; b. bahwa pembangunan di Kabupaten Bireuen tidak hanya diarahkan dengan pembangunan fisik dan infrastruktur, namun harus juga memikirkan faktor lingkungan hidup yaitu satwa liar secara serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan dalam rangka melindungi aspek keragaman hayati di Kabupaten Bireuen, upaya perlindungan satwa liar bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan keseimbangan ekologis; c. bahwa Kabupaten Bireuen memiliki satwa liar seperti gajah, harimau dan beruang madu yang terus berkurang jumlahnya sehingga diperlukan upaya perlindungan; d. bahwa sesuai ketentuan Pasal 21 (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup dan Pasal 149 ayat (1) Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menyatakan bahwa Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dengan memperhatikan tata ruang, melindungi sumber daya alam hayati, sumber daya alam nonhayati, sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, dan keanekaragaman hayati dengan memperhatikan hakhak masyarakat adat dan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu membentuk Qanun Kabupaten Bireuen tentang Perlindungan Satwa Liar;

Mengingat : 1. 2. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1103); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 41); 5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 9. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Simeulue (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3897) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3963);

10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3803); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 15; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3804); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 56; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5217); Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa Dan Bunga Nasional; 15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32); 16. Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun (Lembaran Aceh Tahun 2011 Nomor 10, Tambahan Lembaran Aceh Nomor 38). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN BIREUEN dan BUPATI BIREUEN MEMUTUSKAN : Menetapkan: QANUN KABUPATEN BIREUEN TENTANG PERLINDUNGAN SATWA LIAR.

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Bireuen. 2. Pemerintahan Kabupaten adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten sesuai dengan fungsi dan kewenangannya masingmasing. 3. Pemerintah Daerah Kabupaten yang selanjutnya disebut Pemerintah Kabupaten adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Kabupaten yang terdiri atas Bupati dan Perangkat daerah Kabupaten. 4. Bupati adalah Bupati Bireuen. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten yang selanjutnya disingkat DPRK adalah Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bireuen. 6. Sekretariat Daerah yang selanjutnya disebut Setda adalah Sekretariat Daerah Kabupaten Bireuen. 7. Sekretaris Daerah yang selanjutnya disebut Sekda adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Bireuen. 8. Perlindungan satwa liar adalah upaya sistematis dan terpadu untuk menjamin kelestarian dan keberlanjutan satwa liar. 9. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan/atau di air, dan/atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. 10. Badan Perlindungan Satwa Liar Kabupaten Bireuen yang selanjutnya disebut BPSLKB adalah badan adhoc yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Bireuen untuk menyusun rencana strategi induk perlindungan dan koridor satwa liar. 11. Rehabilitasi satwa liar adalah proses pengembalian hewan-hewan liar dari kehidupan tangkapan ke kehidupan liar dalam suatu lingkungan alami dan/atau habitatnya. 12. Relokasi satwa liar adalah proses pemindahan satwa liar dari habitat liar atau habitat tangkapan dalam suatu lingkungan alami dan/atau sama dengan habitat alami sebelumnya. 13. Koridor satwa liar adalah kawasan yang merupakan jalur perpindahan satwa liar dalam proses berkembang biak dan/atau mencari makanan. 14. Habitat satwa liar adalah lingkungan tempat satwa liar dapat hidup dan berkembang secara alami. 15. Orang adalah orang perseorangan, dan/atau kelompok orang dan/atau badan hukum.

Pasal 2 Perlindungan satwa liar bertujuan untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan satwa liar khususnya gajah, harimau dan beruang madu sebagai upaya menjaga keseimbangan alam serta mendukung kelangsungan hidup dan peningkatan mutu hidup masyarakat yang selaras dengan alam. Pasal 3 Sasaran perlindungan dan pelestarian satwa liar adalah untuk melindungi satwa liar dari perburuan, penangkapan, pembunuhan dan/atau penjebakan yang dapat menyebabkan penurunan populasi satwa liar di alam dan/atau menyebabkan ketidakseimbangan alam. BAB II PERLINDUNGAN TERPADU Pasal 4 (1) Perlindungan satwa liar dilakukan secara terpadu. (2) Perlindungan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan aspek sosial ekonomi masyarakat, keseimbangan ekosistem dan aspek yuridis. (3) Perlindungan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan program yang bertujuan untuk perlindungan satwa liar dan harus saling terintegrasi, terkonsolidasi, dan terkoordinasi. Pasal 5 (1) Kegiatan perlindungan terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan dengan berbasiskan partisipatif dan pemberdayaan masyarakat setempat. (2) Pelaksanaan kegiatan perlindungan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada publik secara transparan, BAB III KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN Pasal 6 (1) Pemerintah Kabupaten Bireuen berwenang melakukan perlindungan satwa liar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah Kabupaten Bireuen wajib membentuk Badan Perlindungan Satwa Liar Kabupaten Bireuen (BPSLKB) selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah qanun ini disahkan. Pasal 7 (1) Perlindungan satwa liar dilakukan oleh BPSLKB dan masyarakat. (2) BPSLKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyusun rencana strategi induk perlindungan dan Koridor Satwa Liar setiap 5 (lima) tahun sekali. (3) Struktur kelembagaan, tugas, wewenang, dan fungsi BPSLKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB IV KOORDINASI Pasal 8 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, BPSLKB berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Instansi terkait di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, Majelis Adat Aceh (MAA), Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Perguruan Tinggi, pihak swasta, dan pemangku kepentingan lainnya. (2) Untuk memudahkan pelaksanaan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk Forum Perlindungan Satwa Liar Kabupaten Bireuen atau nama lain. (3) Forum Perlindungan Satwa Liar Kabupaten Bireuen atau nama lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) beranggotakan unsur dari BPSLKB, unsur dari instansi terkait di tingkat provinsi/kabupaten/kota, unsur BKSDA, unsur MAA, unsur MPU, unsur Perguruan Tinggi, unsur swasta, dan unsur pemangku kepentingan lainnya yang memiliki program perlindungan satwa liar. (4) Segala biaya akibat dibentuknya Forum Perlindungan Satwa Liar Kabupaten Bireuen atau nama lain dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK). BAB V PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 9 (1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam perlindungan satwa liar. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. pengawasan sosial; b. pemberian saran, pendapat, usul dan keberatan serta pengaduan; c. penyampaian informasi dan/atau laporan. (3) Peran serta masyarakat dilakukan untuk: a. meningkatkan kepedulian dalam perlindungan satwa liar; b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan dalam perlindungan satwa liar; c. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat dalam perlindungan satwa liar; dan d. menumbuhkembangkan ketanggap segeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial dalam perlindungan satwa liar; (4) Masyarakat yang berperan serta dalam perlindungan satwa liar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan pendampingan teknis oleh BPSLKB.

BAB VI KORIDOR SATWA LIAR Pasal 10 Pemerintah Kabupaten Bireuen dan masyarakat wajib: a. menata kembali kegiatan-kegiatan yang berada pada lintasan/koridor satwa liar; b. membangun dan menjaga lintasan/koridor satwa liar yang mengalami fragmentasi akibat pembangunan; dan c. mempertahankan dan/atau memelihara habitat satwa liar. BAB VII REHABILITASI DAN RELOKASI SATWA LIAR Pasal 11 (1) Rehabilitasi satwa liar dilakukan berdasarkan kajian dan/atau penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. (2) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangan kesejahteraan satwa liar di masa mendatang. Pasal 12 (1) Relokasi satwa liar dilakukan berdasarkan kajian dan/atau penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. (2) Relokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangan kesejahteraan satwa liar di masa mendatang. (3) Relokasi satwa liar dilakukan dengan cara: a. introduksi ke dalam areal satwa liar di luar penyebaran historis dari spesiesnya; dan b. introduksi kembali (re-introduksi) di dalam selang waktu penyebaran spesiesnya ke areal-areal spesies yang telah mati dan/atau untuk meningkatkan populasi yang jumlahnya menurun. BAB VIII LARANGAN-LARANGAN Pasal 13 Setiap orang dilarang: a. membunuh dan/atau menangkap atau berburu jenis-jenis satwa liar, kecuali jika jenis satwa liar tersebut sangat mengancam dan merugikan hajat hidup orang banyak dan penangannya harus dilakukan oleh pihak berwenang. b. merusak habitat satwa liar; c. melukai satwa liar; d. memperdagangkan satwa liar; e. melakukan kegiatan dan/atau usaha pada koridor dan/atau habitat satwa liar. f. memelihara dan/atau memiliki satwa liar yang dilindungi; g. menyimpan dan/atau memiliki bagian tubuh satwa liar yang dilindungi; h. melanggar aturan lokal/kearifan lokal terkait habitat dan/atau satwa liar; i. mencemari sumber-sumber air dan/atau sumber makanan di habitat satwa liar; j. menebang tegakan pohon dan/atau memusnahkan jenis tumbuhan yang dikategorikan sebagai sumber makanan utama satwa liar; dan k. membuang dan mencemari limbah yang dapat membahayakan habitat satwa liar.

BAB IX PENYIDIKAN Pasal 14 (1) Selain penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan satwa liar dan perlindungan koridor satwa liar, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan satwa liar; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan satwa liar ; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan satwa liar ; d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan satwa liar; e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan satwa liar; f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan satwa liar. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil peyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 15 (1) Setiap orang yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf h, huruf i, huruf j dan huruf k diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pendapatan daerah dan harus disetor langsung ke rekening Kas Umum Daerah Kabupaten Bireuen. Pasal 16 (1) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g, diancam pidana dan denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kejahatan. (5) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pendapatan daerah dan harus disetor langsung ke rekening Kas Umum Daerah Kabupaten Bireuen. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 17 Pada saat berlakunya Qanun ini, maka semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan Perlindungan dan Koridor Satwa Liar yang telah ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Qanun ini. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bireuen. Diundangkan di Bireuen pada tanggal 29 Desember 2015 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BIREUEN, ttd ZULKIFLI Ditetapkan di Bireuen pada tanggal 29 Desember 2015 BUPATI BIREUEN, ttd RUSLAN M. DAUD LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2015 NOMOR 63 NOMOR REGISTER QANUN KABUPATEN BIREUEN, PROVINSI ACEH, (7/2015)

PENJELASAN ATAS QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA LIAR I. UMUM. Konflik antara manusia dan satwa liar semakin meningkat, termasuk di Kabupaten Bireuen. Pada kondisi tertentu konflik tersebut dapat merugikan semua pihak, kerugian yang umum terjadi akibat konflik di antaranya seperti rusaknya tanaman pertanian dan/atau perkebunan serta pemangsaan ternak oleh satwa liar, atau bahkan menimbulkan korban jiwa manusia. Tidak jarang satwa liar yang berkonflik mengalami kematian akibat berbagai tindakan penanggulangan konflik yang dilakukan. Satwa liar yang sering berkonflik dengan manusia antara lain gajah, harimau dan beruang madu. Konflik manusia dengan satwa liar merupakan permasalahan yang kompleks karena bukan hanya berhubungan dengan keselamatan manusia tetapi juga dengan keselamatan satwa liar itu sendiri. Berbagai konflik yang terjadi telah mendorong Pemerintah Kabupaten Bireuen dan para pihak terkait untuk lebih bijaksana dalam memahami kehidupan satwa liar sehingga tindakan penanganan dan pencegahannya dapat lebih optimal. Banyak upaya yang telah dilakukan oleh berbagai pihak seperti perbaikan habitat alami satwa liar, meminimalisir dan merehabilitasi kerusakan hutan, serta mengontrol pemanfaatan berlebihan jenis flora dan fauna. Namun, upaya-upaya tersebut belum berhasil mengatasi akar persoalan yang sesungguhnya. Untuk itu, diperlukan sebuah payung hukum dalam bentuk qanun yang diharapkan mampu mengintegrasikan semua sumber daya yang dimiliki guna melakukan perlindungan terhadap satwa liar di wilayah Bireuen. Qanun ini memuat norma hukum lingkungan hidup. Norma-norma itu dituangkan secara baik dalam tujuan dan sasaran perlindungan satwa liar, perlindungan satwa liar terpadu, kelembagaan dan koordinasi, koridor satwa liar, peran serta masyarakat, rehabilitasi dan relokasi satwa liar, serta larangan-larangan yang harus dipatuhi oleh semua pihak agar dapat menjamin kelestarian dan keberlanjutan satwa liar di wilayah administrasi Bireuen. Qanun ini diharapkan menjadi landasan hukum bagi Pemerintah kabupaten Bireuen dan pemangku kepentingan lainnya dalam melakukan perlindungan satwa liar di Kabupaten Bireuen. II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Pasal 2

Pasal 3. Pasal 4. Pasal 5. Pasal 6. Pasal 7. Pasal 8. Pasal 9. Pasal 10. Pasal 11. Pasal 12. Pasal 13 Huruf a Pihak berwenang adalah pihak yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan untuk melakukan penanganan dan/atau mengambil tindakan terhadap satwa liar yang dapat mengancam dan merugikan hajat hidup orang banyak seperti Kepolisian, Tentara Nasional Indonesia, Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Huruf h Huruf i

Huruf j Huruf k Pasal 14. Pasal 15. Pasal 16. Pasal 17 Pasal 18 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN NOMOR 105