BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana terkandung pada. tegak, menjaga keutuhan dan keselamatan bangsa Indonesia dari ancaman

dokumen-dokumen yang mirip
PENGGUNAAN TINDAKAN KERAS SEBAGAI UPAYA DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENANGKAPAN TERSANGKA TINDAK PINDANA TERORISME

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

III. METODE PENELITIAN. yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris, pendekatan yuridis normatif

III. METODE PENELITIAN. digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

III. METODE PENELITIAN. metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

METODE PENELITIAN. yuridis normatif dan yuridis empiris. Untuk itu diperlukan penelitian yang

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

III.METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasari pada metode

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. fungsi dan wewenang, sebagai suatu organisasi yang baik dan kuat memiliki

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

KEWENANGAN TIM DENSUS 88 DALAM PENANGGULANGAN TERORISME DI INDONESIA 1 Oleh : Marshaal Semuel Bawole 2

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti yang kita ketahui, semua Negara pasti mempunyai peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup

I. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. kereta api, maka di butuhkan pula keamanan dan kenyamanan kereta api. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PENANGKAPAN TERDUGA TERORIS ( STUDI KASUS SIYONO )

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

I. PENDAHULUAN. perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana terkandung pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hukum sebagai salah satu tiang penyangga utama yang kuat berdiri tegak, menjaga keutuhan dan keselamatan bangsa Indonesia dari ancaman bahaya seperti kasus-kasus yang mengemuka saat ini salah satunya adalah terorisme yang hanya bisa dieliminir apabila hukum berdiri tegak di atas semua kepentingan politik dan golongan. 1 Terorisme merupakan kejahatan yang luar biasa (extraordinary), dikarenakan akibat yang ditimbulkan dari kejahatan tersebut berdampak sangat luar biasa dan mengancam keamanan serta perdamaian umat manusia (human security). 2 Sehingga, diperlukan tindakan yang luar biasa untuk dapat mengungkap, mencegah, dan memberantas tindak pidana tersebut. Negara memiliki perangkat alat negara sebagai penegak hukum, dalam memberantas kejahatan terorisme, yaitu lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) sebagai alat negara sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 3 Seorang anggota Polri dalam melaksanakan tugas dan 1 Dedi Prasetyo, 2014, Diskresi Kepolisian pada Tahap Penangkapan Tersangka Terorisme, Malang: Universitas Brawijaya Press, hal. 23. 2 Ibid., hal. 3. 3 Ibid., hal. 15. 1

2 penyelenggaraan fungsi Kepolisian menggunakan kemampuan profesinya, haruslah tunduk pada kode etik profesi sebagai landasan moral ketika menghadapi beragam kejahatan yang menjadi tanggung jawabnya. 4 Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri sebagai Kesatuan khusus yang menangani kasus terorisme di Indonesia di bawah kendali Kepala Badan Reserse Kriminal Polri yang melakukan pengejaran, pengungkapan, penangkapan para pelaku terorisme di Indonesia dan bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melakukan upaya deradikalisme terhadap pelaku pelaku teror yang sudah tertangkap serta kelompok kelompok masyarakat yang memiliki kecenderungan radikal. 5 Sementara itu, dalam menangani tindak kriminal tak luput dari satu hal penting, yaitu adanya diskresi Kepolisian 6, diskresi tersebut diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang No.2 Tahun 2002. Dalam menghadapi meningkatnya kualitas, kuantitas dan dimensi kejahatan di Indonesia memungkinkan para aparat penegak hukum melakukan tindakan keras di luar batas hukum yang kemudian menimbulkan konflik antara polisi dan masyarakat. Tindakan keras yang dilakukan Kepolisian haruslah tetap berdasarkan peraturan hukum yang berlaku dan menghormati HAM, maka akan menjadi suatu masalah apabila pelaksanaan diskresi ini justru memudahkan penyalahgunaan kekuasaan oleh polisi. 4 Muhammad Nuh, 2011, Etika Profesi Hukum, Pustaka Setia Offset, hal. 134. 5 Dedi Prasetyo, Op. Cit., hal.5. 6 Welker S. mendefinisikan diskresi sebagai wewenang yang diberikan hukum untuk bertindak dalam situasi khusus sesuai dengan penilaian dan kata hati instansi atau petugas itu sendiri, dalam Buku A. Josias Simon Runturambi dan Arin Sri Pujiastuti, 2015, Senjata Api dan Penanganan Tindak Kriminal, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, hal. 123.

3 Sebagaimana kasus yang menimpa Siyono tersangka teroris di Klaten, Jawa Tengah, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai ada yang tidak wajar dalam kasus kematian Siyono. Apalagi, kondisi fisik jenazah Siyono penuh dengan luka dan lebam akibat tindakan kekerasan dan penyiksaan. Dalam keterangan pers di Mabes Polri, dinyatakan bahwa penyebab kematian Siyono akibat benturan saat Siyono melakukan perlawanan kepada anggota Densus 88. 7 Selanjutnya, dalam kasus tersebut ditemukan adanya tindakan keras yang dilakukan oleh seorang penyidik dalam penangkapan tersangka terorisme yang menyebabkan tersangka meninggal dunia. Hal tersebut menimbulkan kontra dalam masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan oleh seorang aparat Kepolisian, yang diasumsikan telah merampas Hak Asasi Manusia (HAM). Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti dalam hal ini tertarik untuk mengkaji dan meneliti permasalahan tersebut ke dalam penulisan skripsi dengan judul PENGGUNAAN TINDAKAN KERAS SEBAGAI UPAYA DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENANGKAPAN TERSANGKA TINDAK PIDANA TERORISME. 7 KOMPAS.com, Sabtu, 26 Maret 2016, 15:18 WIB: Kontras Duga Densus 88 Lakukan Pelanggaran HAM terhadap Siyono dalamhttp://nasional.kompas.com/read/2016/03/26/ 1518371/ Kontras.Duga.Densus.88.Lakukan.Pelanggaran.HAM.terhadap.Siyono, diunduh Sabtu 24 September 2016 pukul 22:08.

4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, untuk mempermudah pemahaman dalam pembahasan permasalahan yang akan diteliti, maka penulis merumuskan permasalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penggunaan tindakan keras sebagai upaya diskresi Kepolisian dalam penangkapan tersangka tindak pidana terorisme berdasarkan peraturan perundang-undangan? 2. Bagaimana penggunaan diskresi Kepolisian seorang penyidik dalam pelaksanaan penangkapan yang berorientasi pada Hak Asasi Manusia (HAM)? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Pada dasarnya berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui peraturan perundang-undangan yang komprehensif bagi tindakan diskresi Kepolisian. 2. Mengetahui pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan anggota Kepolisian menggunakan wewenang diskresi dalam penangkapan tersangka tindak pidana terorisme. 3. Mengetahui pelaksanaan diskresi Kepolisian yang berorientasi terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Berdasarkan uraian tersebut manfaat dari penelitian dan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

5 1. Manfaat Teoritis Diharapkan kajian ini dapat dijadikan sebagai referensi penting mengenai Diskresi Kepolisian pada umumnya, serta aturan mengenai penggunaan diskresi dengan tindakan keras dalam penangkapan tersangka tindak pidana terorisme pada khususnya. 2. Manfaat Praktis Karya tulis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi instansi terkait, khususnya Kepolisian dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai aparat penegak hukum untuk mengambil kebijakan berdasarkan wewenang dan kode etik pada proses penangkapan tersangka tindak pidana terorisme, agar dapat meningkatkan profesionalitas dan kredibilitasnya. D. Kerangka Pemikiran Menurut Pasal 26 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, penetapan suatu intelijen sebagai Bukti Permulaan dilakukan oleh Ketua/Wakil Ketua Pengadilan Negeri melalui suatu proses pemeriksaan secara tertutup. Hal tersebut mengakibatkan pihak intelijen memliki dasar hukum yang kuat untuk melakukan penangkapan terhadap seorang yang dianggap melakukan suatu Tindak Pidana Terorisme, tanpa adanya pengawasan dari masyarakat maupun pihak lain manapun. Penyidik selaku aparat penegak hukum yang berdasarkan Pasal 7 ayat (1) KUHAP diberikan kewenangan untuk melaksanakan penangkapan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup.

6 Kaitannya dengan pelaksanaan tugas Kepolisian perlu terlebih dahulu mengenal Etika Profesi Kepolisian sebagai hal yang besar pengaruhnya terhadap palaksanaan diskresi Kepolisian, yang tercantum dalam Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sering sekali dijumpai adanya tindakan keras dalam penyidikan yang dilakukan penyidik terhadap tersangka. Penggunaan tindakan keras dalam penyidikan telah menjadi sorotan sebagian masyarakat dan para pemerhati hukum. Tindakan keras yang dilakukan penyidik mengakibatkan hilangnya hak-hak tersangka sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Penggunaan tindakan keras merupakan salah satu upaya yang dilakukan Kepolisian dalam menangani tindak kejahatan sebagaimana terkandung dalam Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bila kita mencermati Undang-Undang Dasar 1945 mengandung makna yang luas dan mendalam yang memuat prinsip-prinsip tertib hukum, serta kesadaran untuk menjunjung tinggi hukum. Prinsip-prinsip tersebut bilamana diterapkan dengan sungguh-sungguh akan mencakup tidak saja segi legalitas tindakan negara/pemerintah dengan adanya peradilan yang bebas, tetapi juga mencakup penghargaan dan perlindungan hak-hak asasi manusia. 8 8 Nur Alamsyah, 2000, Peradilan Terhadap Pelaku Kejahatan HAM Yang Berat, Medan: LBH, hal.112.

7 Setiap dalam melakukan tugasnya polisi (dalam hal ini adalah penyidik) harus selalu bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak boleh melakukan sesuatu hanya dengan sewenang-wenang saja dan tidak boleh melanggar hak asasi manusia, sebagaimana yang tercantum di dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP menyatakan tiada suatu perbuatan yang dapat dihukum, kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut undang-undang yang telah ada lebih dahulu daripada perbuatannya itu sendiri. 9 E. Metode Penelitian Secara umum metode penelitian diartikan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. 10 Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebgai berikut: 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian kali ini yakni dengan jenis pendekatan yuridis normatif yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. 11 9 P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal.123. 10 Sugiyono, 2015, Metode Penelitian Tindakan Komprehensif, Bandung: Alfabeta, hal.1. 11 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Jakarta: Rajawali Pers, hal 13-14.

8 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis berdasarkan fokus penelitian adalah penelitian hukum normatif. 12 Tujuan utama dari penelitian ini adalah memperoleh pengetahuan yang mendalam berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai penggunaan tindakan keras Kepolisian sebagai upaya diskresi dalam penangkapan tersangka tindak pidana terorisme yang dilakukan dengan studi kepustakaan. 3. Sumber Data Data merupakan fakta yang relevan yang diperoleh untuk membuktikan atau menguji kebenaran atau ketidakbenaran suatu masalah yang menjadi obyek penelitian. Sumber data yang digunakan peneliti menggunakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan adalah sebagai berikut: 1) Bahan hukum primer a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); c) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP); 12 Penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu atura hukum,prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadap, dalam Buku Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, hal 93.

9 e) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; f) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. g) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian; h) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. i) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2) Bahan hukum sekunder Bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang berupa literatur-literatur dan makalah-makalah yang berkaitan dengan penggunaan tindakan keras Kepolisian dan diskresi Kepolisian. 3) Bahan hukum tersier Bahan hukum yang menunjang bahan-bahan sekunder seperti kamus hukum dan kamus bahasa.

10 4. Metode Pengumpulan Data Penulis menggunakan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan dengan mencari, mempelajari, dan mendalami data tersebut yang berupa peraturan perundang-undangan serta literatur maupun makalah yang berkaitan dengan terorisme, penyidikan, kode etik Kepolisian, serta tindakan kekuatan Kepolisian. 5. Metode Analisis Data Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan mendeskripsikan data yang penulis teliti, data tersebut diloah secara sistematis, logis, dan yuridis untuk mengetahui gambaran umum mengenai penelitian yang kemudian dirangkum dalam bentuk tulisan yang terperinci. Kemudian melakukan pembahasan dengan memperhatikan, teori-teori hukum maupun aturan-aturan yang mengatur yang terkait dengan penelitian ini, dari pembahasan tersebut penulis tarik menjadi sebuah kesimpulan secara induktif atau deduktif dengan menarik kesimpulan dari data yang sifatnya umum ke data yang sifatnya khusus. F. Sistematika Penulisan Hasil penelitian akan disusun dalam format empat bab untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai apa yang akan penulis uarikan dalam penelitian ini. Untuk lebih mudah dalam melakukan pembahasan adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut:

11 Bab I terdiri dari uraian tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bab II berisi tentang Tinjauan Pustaka, dalam hal ini penulis akan menguraikan mengenai tinjauan umum tentang terorisme, tinjauan umum tentang penyidikan dan penangkapan, tinjauan umum tentang kode etik Kepolisian, tinjauan umum tentang diskresi Kepolisian, tinjauan umum tentang kekuatan dalam tindakan Kepolisian, tinjauan tentang implementasi dan standar hak asasi manusia dalam penyelenggaraan tugas Kepolisian. Bab III adalah Hasil Penelitian dan Pembahasan yang akan menguraikan mengenai penggunaan tindakan keras sebagai upaya diskresi Kepolisian dalam penangkapan tindak pidana terorisme dan penggunaan diskresi Kepolisian seorang penyidik dalam pelaksanaan penangkapan yang berorientasi pada Hak Asasi Manusia (HAM). Bab IV memuat mengenai Kesimpulan dan saran terkait permasalahan yang diteliti.