J U R N A L IMPLEMENTASI PASAL 13 16 PERDA KOTA SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH YANG MENGATUR RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN Skripsi ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Hukum Disusun oleh : S U D I M A N NPM : 10100014 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2016 0
Judul : IMPLEMENTASI PASAL 13 16 PERDA KOTA SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH YANG MENGATUR RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/ KEBERSIHAN Disusun oleh : Sudiman NPM : 10100014 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAKSI Tujuan Penelitian ini adalah Mengkaj iimplementasi pelaksanaan Pasal 13 16 Perda Kota Surakarta No. 9 tahun 2011 TentangRetibusi Daerah yang mengatur Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Kota Surakarta adalah wilayah otonom dengan status Kota di bawah Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, dengan penduduk 503.421 jiwa (2010) dan kepadatan 13.636/km 2. Kota dengan luas 44 km 2, dan kepadatan 13.636/km 2. Dengan kepadatan tersebut maka Kota Surakarta sangat berpotensi menjadi produsen sampah bagi dirinya sendiri terutama sampah rumah tangga. Untuk itu perlu pengelolaan sampah yang baik agar kebersihan dan kenyamanan tetap terjaga dengan baik. Dalam rangka pelayanan pengelolaan sampah tersebut maka Pemerintah Kota Surakarta menarik retribusi kepada masyarakat. Dalam Pasal 13 16 Perda Kota Surakarta No. 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah mengatur Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Permasalahan sering kali muncul ketika terjadi kenaikan tariff retribusi sampah, belum ada kajian yang pasti dan baku dalam penentuan tariff ini, beberapa masyarakat mengeluh terhadap kenaikan tarif. Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian hokum normative karena mengkaj itetang ketetapan Pasal 13 16 Perda Kota Surakarta No. 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah yang mengatur Pelayanan Persampahan/Kebersihan, terhadap asas-asas hukum yang berlaku dan sinkronisasi terhadap hukum yang terkait. Berdasarkan pada hasil kajian pustaka dan analisa yang dilakukan penulis terhadap Implementasi dari Pasal 13 16 Perda Kota Surakarta No. 9 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah yang mengatur Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan yang meliputi berbagai jeni sobjek retribusi belum dapat diimplementasikan dengan baik terutama pada sector rumah tangga, perda tersebut dilaksanakan hanya terkait dalam upaya untuk mencapai tujuan penarikan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan yaitu mendapatkan pemasukan PAD. Adapun hambatan dari implementasi perda ini adalah adanya pengaturan kewenangan yang melebihi SOTK, belum adanya Perwali sebagai aturan pelaksana, masih rendahnya sumber daya Petugas Penarik Retibusi dan masih rendahnya pemahaman masayarakat dengan adanya Perda baru tersebut. Sedangka nupaya yang dilakukan adalah melakukan sosialisasi dan penjelasan 1
kepada masyarakat dalam hal ini WR terkait dengan kenaikan tariff Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pemerintahan daerah diberi kewenangan untuk melaksanakan otonomi tersebut dengan membentuk peraturan daerah sebagai dasar kewenangan untuk melaksanakan urusan-urusannya. Peraturan daerah yang dibentuk dapat berupa peraturan daerah tentang; pajak daerah, retribusi daerah, dan pengaturan tentang pelayanan kepada masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan dan kemasyarakatan. Khusus peraturan daerah yang mengatur tentang pungutan yang memberikan beban kepada masyarakat dapat berbentuk peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Pembentukan peraturan daerah dalam bentuk pajak dan retribusi daerah ini ditetapkan dengan berpedoman kepada peraturan perundang-undang yang berlaku antara lain Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pernerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta beberapa peraturan perundangundangan lainnya yang secara substansial dijadikan sebagai dasar hukum dan acuan normatif pembentukannya. 2
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengandung prinsip "closed fist" (daftar tertutup), dalam arti bahwa yang dapat dijadikan obyek pungutan pajak daerah dan retribusi daerah termasuk pungutan lainnya adalah hanya yang diatur didalam undang-undang ini. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan didalam peraturan tersebut, maka daerah kabupaten/kota tidak memiliki dasar hukum dan kewenangan untuk melakukan pungutan selain yang diatur didalam peraturan perundang-undangan tersebut. Kota Surakarta dalam upayanya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) tentu saja menjalankan kewenangannya dalam melakukan pungutan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah dengan membuat Perda No. 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah. Kota Surakarta adalah wilayah otonom dengan status kota di bawah Propinsi Jawa Tengah, Indonesia, dengan penduduk 503.421 jiwa (2010) dan kepadatan 13.636/km 2. Kota dengan luas 44 km 2, dan kepadatan 13.636/km 2. Dengan kepadatan tersebut maka Kota Surakarta sangat berpotensi menjadi produsen sampah bagi dirinya sendiri terutama sampah rumah tangga. Untuk perlu pengelolaan sampah yang baik agar kebersihan dan kenyamanan tetap terjaga dengan baik. Dalam rangka pelayanan pengelolaan sampah tersebut maka Pemerintah Kota Surakarta menarik retribusi kepada masyarakat. Dalam Pasal 13 16 Perda Kota 3
Surakarta No. 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah mengatur Pelayanan Persampahan/Kebersihan. 4
2. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam suatu penelitian ini dimaksudkan agar permasalahan yang dibahas lebih terfokus, serta untuk mempermudah penulis dalam memecahkan permasalahan yang akan diteliti. Sehingga tujuan dan sasaran bisa dicapai dengan jelas serta mendapatkan hasil yang diharapkan. Untuk itu pembatasan masalah dalam penelitian ini dibatasi pada dokumen-dokumen dan data-data terkait dengan Implementasi Pasal 13 16 Perda Kota Surakarta No. 9 tahun 2011 Tentang Retibusi Daerah yang mengatur Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan khususnya Wajib Retribusi pada Sektor Rumah Tangga. 3. Perumusan Masalah Berdasarkan pada uraian yang mendasari penelitian ini di atas, maka peneliti merumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Implementasi Pasal 13 16 Perda Kota Surakarta No. 9 tahun 2011 Tentang Retibusi Daerah yang mengatur Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan? 2. Apa hambatan Implementasi Pasal 13 16 Perda Kota Surakarta No. 9 tahun 2011 Tentang Retibusi Daerah yang mengatur Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan? 5
B. METODE PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian ini diperlukan bagi penelitian hukum terutama bagi penelitian empiris. Lokasi Penelitian harus disesuaikan dengan judul dan permasalahannya (Mukti Fajar ND, 2010 : 170) Lokasi dalam penelitian IMPLEMENTASI PASAL 13 16 PERDA KOTA SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH YANG MENGATUR RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/ KEBERSIHAN ini adalah di kota Surakarta khususnya Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta sebagai Leading Sector dari pemberlakuan peraturan daerah tersebut dan menjadi sumber ketersediaan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian. 2. Jenis Penelitian Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa penelitian hukum sosiologis atau empiris yang mencakup, penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektifitas hukum, (Soerjono Soekanto, 1983 : 51) karena penelitian ini mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat. Penelitian ini juga sering disebut sebagai penelitian bekerjanya hukum (law in action) yang mendasarkan pada doktrin para realis Amerika seperti Holmes, yaitu bahwa law is not 6
just been logic but experience atau dari Roscou Pound tentang law as tool of social engineering.. (Mukti Fajar ND, 2010 : 47) Untuk itu maka Penulis mengkaji Implementasi Pasal 13 16 Perda Kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Yang Mengatur Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan yang terjadi di masyarakat Surakarta dalam hal ini penulis mewawancarai pejabat yang berwenang di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta serta masyarakat Kota Surakarta yang memanfaatkan layanan kebersihan/persampahan. 3. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat diskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan objek penelitian..(zainuddin Ali, 2011:105 106) Oleh karenanya Penelitian ini bersifat diskriptif analitis sebab bertujuan menggambarkan Implementasi Pasal 13 16 Perda Kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Yang Mengatur Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. 4. Tehnik Pengumpulan Data Menurut Hadari Nawawi, dalam setiap penelitian, disamping metode yang tepat diperlukan pula kemampuan untuk memilih bahkan menyusun teknik dan alat pengumpul data yang relevan. Kecermatan 7
dalam memilih dan menyusun teknik, serta alat pengumpul data berpengaruh pada obyektivitas hasil penelitian. Teknik pengumpulan data merupakan teknik untuk pengumpulan data dari salah satu atau beberapa sumber data yang ditentukan. Penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Data Primer Teknik pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan wawancara, yaitu suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab kepada pihak-pihak yang dipandang mengetahui dan memahami obyek yang diteliti, yaitu pejabat yang berwenang di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta dan masyarakat Kota Surakarta yang memanfaatkan layanan kebersihan/persampahan. b. Data Sekunder Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan melalui studi pustaka, merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier dan atau bahan non hukum. Penelusuran bahan-bahan hukum tersebut dapat dilakukan dengan membaca, melihat, mendengar, maupun sekarang banyak dilakukan penelusuran bahan hukum tersebut dengan melalui media internet. (Mukti Fajar ND, 2010:160) 8
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Implementasi Pasal 13 16 Perda Kota Surakarta No. 9 Tahun 2011 Tentang Retibusi Daerah yang mengatur Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan Tinjauan implementasi regulasi terkait dengan kenaikan tarif retribusi pelayanan persampasan/kebersihan penulis berpendapat bahwa petugas pelaksana/implementor dari perda tersebut hanya mengetahui saja tentang regulasi tersebut tetapi tidak memahaminya sehingga dalam sosialisasi kepada masyarakat tidak mampu memberikan pengertian dengan jelas sehingga masyarakat sadar dalam menjalankan regulasi tersebut dengan sukarela sehingga tujuan dari perda tersebut dapat terwujud. Lemahnya pemahaman pelaksana dan sumber daya, derajat perubahan yang diinginkan terlaksana karena terpaksa, serta karakteristik kelembagaan yang tidak memahami betul terkait dengan regulasi dan kepatuhan yang semu dari petugas dan masyarakat apabila dilihat berdasarkan teori dari Grindle maka implementasi kebijakan tersebut tidak tercapai baik itu Isi Kebijakan maupun Konteks Kebijakan. Selanjutnya kita akan melihat dari implementasi penerapan obyek retribusi yang berupa pelayanan persampahan/kebersihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah ditemukan ketidakpuasan layanan terhadap masyarakat dan kejelasan dalam pemungutan terhadap obyek retribusi menggambarkan kurang adanya komunikasi yang baik 9
antara petugas dengan masyarakat faktor-faktor inilah yang bisa mengakibatkan kegagalan dalam implementasi kebijakan, adapun faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn yaitu: tujuan kebijakan, sumber-sumber kebijakan, komunikasi, karakteristik agen pelaksana, kondisi sosial ekonomi dan politik dan sikap aparat pelaksana. Dalam hal ini bahwa tidak dipahaminya tujuan kebijakan baik oleh petugas pelaksana maupun masyarakat dikarenakan terbatasnya sumbersumber kebijakan seperti peraturan pelaksana dalam hal ini Peraturan Walikota tentang pelaksanaan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan dan lemahnya sumber daya pelaksana sehingga komunikasi yang terbangun kurang harmonis. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Van Horn dan Van Metter bahwa yang terjadi didalam implementasi kebijakan ini adalah belum adanya penerimaan masyarakat karena belum terwujudnya sinkronisasi dari Kondisi sosial dan politik ditengah masyarakat meskipun upaya sosialisasi sudah gencar dilakukan. Penulis melihat bahwa yang menjadi orientasi utama pada implementasi dari perda ini adalah terpenuhinya target yang dibebankan, sedangkan cara dan proses yang diatur dalam perda tersebut banyak yang diabaikan. Secara umum, apabila dilihat dari studi terhadap berbagai dokumen dan pustaka maka implementasi dari Pasal 13 16 Perda Kota Surakarta 10
No. 9 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah yang mengatur Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan belum dapat diimplementasikan dengan baik meskipun upaya untuk mencapai tujuan yaitu mendapatkan pemasukan PAD. 2. Hambatan Implementasi Pasal 13 16 Perda Kota Surakarta No. 9 Tahun 2011 Tentang Retibusi Daerah yang mengatur Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan Ada 2 (dua) pihak yang melakukan pelayanan persampahan/kebersihan, yaitu yang pertama Kelurahan yang memiliki kewenangan terhadap petugas pengambil/pengumpul sampah dari rumahrumah menuju TPS dengan sarana angkut berupa gerobak sampah maupun motor pengangkut sampah. Kemudian yang kedua adalah DKP yang bertugas mengangkut sampah dari TPS menuju TPA dengan menggunakan alat berupa Truck serta melakukan pengelolaan sampah di TPA. Dalam situasi dualisme tersebut apabila terjadi keluhan dari masyarakat pada saat penarikan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan karena petugas sampah tidak melakukan pengambilan/pengumpulan secara rutin maka tidak dapat segera menyelesaikan permasalahan tersebut, apabila kemudian di sarankan untuk menyampaikan keluhannya ke Kelurahan maka sangat terkesan bahwa warga/wajib retribusi (WR) tersebut dilempar-lempar padahal memang demikian kewenangan masing-masing pihak. 11
Kekosongan koordinasi dalam penyelesaian keluhan/aduan dari masyarakat ini sering sekali menjadi hambatan dalam penarikan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan. Belum terbitnya peraturan Walikota memaksa DKP untuk menafsirkan sendiri kegiatan-kegiatan teknis sebagai panduan/acuan implementasi perda tersebut sehingga sering kali kegiatan tersebut menjadi gagal karena ditolak dengan alasan tidak cukup kuat sebagai dasar pelaksanaan penarikan retribusi, selain itu petugas penari retribusi yang dibebani target tersebut sering sekali bertindak sesuai dengan pertimbangannya sendiri atau tidak sesuai dengan ketentuan dengan tujuan agar target yang dibebankan pada dirinya dapat terpenuhi. Sebagai contoh adalah menetapkan sendiri target tiap-tiap RT dan atau mengikuti ketetapan yang dibuat oleh pengurus PKK di tingkat RT, padahal dalam ketentuan diatur bahwa tarif berdasarkan luas rumah dan tanah, demikian pula apabila dalam 1 (satu) rumah dihuni oleh beberapa Kepala Keluarga (KK) maka semua KK tersebut tetap dipungut padahal obyeknya sama, dari kondisi itulah maka sering kali terjadi penolakan dari masyarakat atau WR. Bahwa dengan jumlah petugas yanga sangat terbatas yaitu 36 Petugas Penarik Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan yang bertugas di 51 Kelurahan di Surakarta maka sangat dimungkinkan untuk tidak dapat menuntaskan tugasnya, sehingga banyak WR yang terlewat penarikan retribusi ini, banyak petugas justru banyak yang memungut 12
perkantoran, rumah, makan maupun hotel, sedangkan WR di Kelurahan atau masyarakat banyak yang terlewatkan, sehingga penarikan retribusi tersebut tidak maksimal, selain itu bahwa masih kurangnya kemampuan petugas memahami tugasnya dengan segala peraturan yang terkait dengan tugas dan fungsinya, sehingga seringkali tidak mampu menjelaskan kepada masyarakat atau WR menjadikan mereka tidak tertagih atau tidak membayar. Masyarakat sebagai WR ternyata sangat beragam, ada sebagian dari mereka yang belum tahu dan mengerti bahwa sudah ada kenaikan tarif retribusi dengan ditetapkannya Perda Kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah ini sehingga petugas seringkali membutuhkan waktu yang lama untuk menjelaskan aturan/regulasi baru tersebut, belum lagi apabila ada warga yang masih tetap pada pendiriannya untuk membayar dengan tarif yang lama atau bahkan tidak mau membayar sebelum petugas menunjukkan bukti kenaikan tarif tersebut. Dari empat pendapat tersebut maka penulis dapat menyimpulkan bahwa hambatan dari implementasi perda ini adalah adanya pengaturan kewenangan yang melebihi SOTK, belum adanya Perwali sebagai aturan pelaksana, masih rendahnya sumber daya Petugas Penarik Retibusi dan masih rendahnya pemahaman masyarakat dengan adanya Perda baru tersebut. Beberapa hal yang dilakukan oleh DPK Kota Surakarta untuk menyelesaikan hambatan tersebut, antara lain adalah: 13
Melakukan sosialisasi terkait dengan kenaikan tarif sebagaimana ketetapan Perda Kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah di Kelurahan-kelurahan dengan harapan informasi tersebut dapat segera diterima oleh masyarakat, namun kadang kala peserta yang diundang oleh Kelurahan dalam sosialisasi tersebut adalah petugas pengambil/pengumpul sampah seharusnya juga melibatkan penguruspengurus PKK ditingkat RT sehingga tidak salah sasaran. Ada upaya lain yaitu Petugas Penarik Retribusi Persampahan/Kebersihan memberikan penjelasan pada ibu-ibu PKK agar dapat disampaikan kepada warga masyarakat yang lain, tetapi kurangnya kemampuan dari petugas dalam memahami dan menjelaskan segala peraturan sehingga dalam hal ini juga menjadi hambatan, dan tidak pernah dilakukan supervisi oleh dinas terhadap WR Sektor Rumah Tangga sulit ditagih atau kurang memahami suatu aturan. D. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil studi pustaka dari Perda Kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah terkhusus pada Pasal 13 16 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan, peraturan perundangundangan, landasan teori dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka penulis dapat menyimpulkan bahwa: 14
a. Implementasi dari Pasal 13 16 Perda Kota Surakarta No. 9 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah yang mengatur Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan belum dapat diimplementasikan dengan baik hanya saja terkait dengan upaya untuk mencapai tujuan penarikan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan yaitu mendapatkan pemasukan PAD. b. Hambatan dari implementasi perda ini adalah adanya pengaturan kewenangan yang melebihi SOTK, belum adanya Perwali sebagai aturan pelaksana, masih rendahnya sumber daya Petugas Penarik Retibusi dan masih rendahnya pemahaman masyarakat dengan adanya Perda baru tersebut. Sedangkan upaya yang dilakukan adalah melakukan sosialisasi dan penjelasan kepada masyarakat dalam hal ini WR terkait dengan kenaikan tarif Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. 15
DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU Mukti Fajar ND. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Soerjono Soekanto. 1983. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Zainuddin Ali. 2011. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 16