BAB I PENDAHULUAN. subyek dalam pembangunan yang baik, diperlukan modal dari hasil pendidikan itu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sejak lama dan sudah dilalui beberapa pembuat kebijakan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya peradaban dunia membawa perubahan terhadap budaya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. karena matematika sebagai ilmu, memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika dalam kurikulum pendidikan nasional selalu

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Putri Hidayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini pesatnya kemajuan teknologi informasi

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting yang menjadi salah satu prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. dengan cepat dari berbagai belahan dunia manapun. Untuk mempelajari informasi

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

2016 PENERAPAN MODEL CONNECTED MATHEMATICS PROJECT (CMP) DENGAN METODE HYPNOTEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang semakin pesat baik

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Penalaran Matematis

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara nasional, pendidikan merupakan sarana yang dapat mempersatukan setiap warga negara menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

TINJAUAN PUSTAKA. baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung melalui media.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. penalaran logis, sistematis, kritis, cermat, kreatif dan inovatif dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hendi Senja Gumilar,2013

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu hal penting untuk menentukan maju mundurnya suatu bangsa. Untuk menghasilkan sumber daya manusia sebagai subyek dalam pembangunan yang baik, diperlukan modal dari hasil pendidikan itu sendiri. Dalam proses belajar mengajar di kelas terdapat keterkaitan erat antara guru, siswa, kurikulum, sarana, dan prasarana. Guru mempunyai tugas sebagai pengajar, dan guru memilih metode serta pendekatan pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Banyak negara yang mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik. Namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan salah satu tugas negara yang sangat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan berniat untuk mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa. Dalam undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional BAB VI pasal 14 tertulis Jenjang pendidikan formal di Indonesia terdiri dari Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah (SMP dan SMA atau sederajat), dan pendidikan tinggi. Bab X pasal 37 tertulis Kurikulum pendidikan untuk jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah wajib memuat pendidikan matematika, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani

2 dan olahraga, keterampilan/kejuruan dan muatan lokal. Ini berarti setiap siswa yang berada pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah wajib mengikuti pelajaran Matematika. Pada kenyataannya, tidak sedikit siswa yang kurang berminat dalam mengikuti pelajaran matematika. Sebagian besar siswa yang mengikuti pelajaran matematika di kelas hanya duduk pasif dan siap menerima materi pelajaran yang akan disampaikan oleh guru, mereka tidak ikut terlibat secara aktif sehingga pembelajaran yang terjadi hanya transfer pengetahuan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Maonde (2004) bahwa siswa secara dominan bersikap pasif, mendengarkan dan membuat catatan tentang penjelasan guru dalam mengikuti pelajaran di kelas. Proses pembelajaran di Indonesia pada umumnya menggunakan metode ceramah atau ekspositori, yaitu model pembelajaran dengan dominasi guru. Guru senantiasa mentransfer ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada siswa, dan siswa duduk dengan rapih dan siap menerima informasi atau pelajaran dari guru. Berdasarkan hasil pengamatan Ruseffendi (dalam Ratnaningsih, 2003: 2) ternyata beberapa kota besar yaitu Bandung, Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan dan Padang kebanyakan siswa belajar pasif. Ini artinya dalam proses pembelajaran guru hanya mentransfer ilmu kepada siswa, sedangkan siswa berperan sebagai makhluk yang siap dijejali dengan ilmu yang diberikan oleh guru, sehingga siswa terkesan kaku dan siswa hanya duduk pasif menerima materi pelajaran. Akibat kebiasaan menjadi penonton di dalam kelas, siswa yang sudah merasa nyaman dengan menerima kondisi dan tidak terlatih untuk memberi. Pembelajaran

3 yang demikian kurang mengembangkan kemampuan bernalar siswa, kurang mengundang sikap kreatif dan kritis, membuat siswa kurang aktif, dan membosankan. Dampaknya sikap siswa terhadap pembelajaran matematika cenderung menjadi negatif, dan akhirnya mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa. Sikap siswa terhadap matematika tidak dapat dipisahkan dari kemampuan matematis siswa. Siswa yang memiliki kemampuan lemah cenderung akan bersikap negatif terhadap matematika, sebaliknya siswa yang memiliki kemampuan matematika yang baik cenderung akan bersikap positif terhadap matematika. Namun dapat pula terjadi sebaliknya, siswa yang bersikap negatif terhadap matematika akan cenderung memiliki kemampuan matematika yang lemah, sedangkan siswa yang bersikap positif terhadap matematika akan cenderung akan memiliki kemampuan yang baik pula. Salah satu kemampuan matematis yang berperan penting dalam keberhasilan siswa adalah kemampuan penalaran. Hal ini dikarenakan matematika dan penalaran adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena matematika dipahami melalui penalaran, sedangkan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui pelajaran matematika. Henningsen dan Stein (1997) menanamkan proses matematika itu dengan istilah bernalar dan berfikir matematis tingkat tinggi (highlevel mathematical thinking and reasoning). NCTM (2000) menyatakan aspekaspek yang termasuk ke dalam berpikir tingkat tinggi ini adalah pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis, penalaran matematis, dan koneksi matematis.

4 Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh Prowsil dan Jearakul (dalam Priatna, 2003: 4) bahwa pada siswa sekolah menengah di Thailand terdapat keterkaitan yang signifikan antara kemampuan penalaran dan hasil belajar matematika mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan penalaran berperan penting dalam keberhasilan siswa. Siswa yang memiliki kemampuan penalaran yang baik diharapkan mempunyai prestasi belajar matematika yang baik pula. Keraf (dalam Shadiq, 2004) menyatakan bahwa penalaran merupakan proses berfikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensievidensi yang diketahui menuju pada suatu kesimpulan. Hal yang sama juga diungkapkan Wahyudin (2008) menyatakan bahwa penalaran dan pembuktian matematis menawarkan cara yang tangguh untuk membangun dan mengekspresikan gagasan tentang beragam fenomena yang luas. Orang-orang menggunakan nalar dan berfikir secara analitis cenderung memperhatikan polapola, struktur, atau keteraturan-ketaraturan baik itu dalam situasi-situasi dunia nyata maupun dalam objek simbolis. Secara garis besar terdapat dua jenis penalaran, yaitu penalaran induktif yang disebut pula induksi dan penalaran deduktif yang disebut pula deduksi. Copi, Shuter dan Pierce, Suppes, dan Soekadijo (dalam Sumarmo, 1987: 39-42) mengungkapkan bahwa penalaran deduktif meliputi: modus ponens, modus tollens, silogisme hipotetik, dan silogisme dengan kuantifikasi. Penalaran induktif meliputi: analogi, generalisasi, dan hubungan kausal. Menurut Soekadijo (1999:139) analogi adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan, yang satu

5 bukan yang lain, tetapi dua hal yang berbeda itu dibandingkan satu dengan yang lain. Dalam analogi yang dicari adalah keserupaan dari dua hal yang berbeda, dan menarik kesimpulan atas dasar keserupaan itu. Dengan demikian analogi dapat dimanfaatkan sebagai penjelas atau sebagai dasar penalaran. Menurut Shuter dan Pierce (dalam Sumarmo, 1987), analogi adalah penalaran yang dari satu hal tertentu kepada satu hal yang lain yang serupa yang kemudian menyimpulkan apa yang benar untuk satu hal yang juga akan benar untuk hal lain. Hal senada juga diungkapkan Mundiri (2010) yang menyatakan bahwa analogi merupakan proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi pada fenomena yang lain. Matz (dalam Priatna, 2003: 4) mengemukakan bahwa kesalahan yang dilakukan siswa sekolah menengah dalam mengerjakan soal matematika dikarenakan kurangnya penalaran terhadap kaidah dasar matematika. Hal ini disebabkan karena pembelajaran matematika yang dilakukan di SMP dan SMA tidak banyak memperdalam logika atau penalaran. Siswa lebih sering diberi soalsoal perhitungan dengan menggunakan algoritma yang ada tanpa adanya kebebasan dalam menjawab. Kurangnya penggunaan kemampuan bernalar dalam menyelesaikan masalah matematika menyebabkan siswa kesulitan dalam menyelesaikan persoalan dalam kehidupannya. Hal ini dibuktikan dengan hasil The Third International Mathematics and Science Study-Repeat (TIMSS-R) tahun 2003 memperlihatkan bahwa nilai kemampuan penalaran matematis siswa (Reasoning) memiliki presentasi 25 % dan tahun 2011 memiliki presentasi 25 %.

6 Agar matematika dirasakan lebih bermanfaat dalam kehidupan siswa, maka pembelajaran matematika di tingkat SMP dan SMA harus lebih banyak berorientasi pada bagaimana cara mengembangkan kemampuan penalaran (penalaran analogi) dalam menyelesaikan persoalan-persoalan dalam matematika dan tidak banyak menekankan pada algoritma atau aturan-aturan tertentu. Dengan membantu, membimbing, memotivasi dan melatih siswa dalam menggunakan kemampuan penalarannya, baik di bidang matematika maupun di bidang lainnya diharapkan siswa tidak akan mengalami kesulitan ketika mereka menghadapi permasalahan dalam kehidupannya atau ketika melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Namun pada kenyataannya tidak semua orang menyadari pentingnya kemampuan penalaran, khususnya analogi. Hal ini dibuktikan dengan masih banyak hasil penelitian yang menemukan bahwa kemampuan penalaran matematis masih rendah. Alamsyah (2000) dalam penelitiannya menemukan bahwa kemampuan penalaran siswa sangat rendah. Hal tersebut terlihat dari skor rata-rata siswa sebesar 13, 59. Penelitian Priatna (2003) menemukan bahwa kualitas kemampuan penalaran (analogi) matematis masih rendah, karena skornya hanya 49% dari skor ideal. Herdian (2010) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa kemampuan analogi siswa yang memiliki kemampuan rendah berada pada kualifikasi kurang. Hal ini terjadi karena proses pembelajaran melalui metode discovery dirasakan lebih sulit bagi siswa lemah dan sebaliknya bagi siswa pandai.

7 Selain penalaran analogi, kemampuan komunikasi juga merupakan kemampuan yang termasuk dalam berpikir tingkat tinggi dan kemampuan ini termasuk dalam kemampuan berpikir matematis yang masih rendah. Hasil penelitian Rohaeti dan Wihatma (dalam Herawati 2006) menunjukkan bahwa ratarata kemampuan komunikasi siswa berasa pada kualifikasi kurang. Terutama dalam mengkomunikasikan ide-ide matematis kurang sekali. Hal ini berakibat siswa jarang memberikan tanggapan karena belum mampu menjelaskan ide-ide matematis dengan baik. Siswa jarang bertanya karena belum mampu membuat dan menyusun pertanyaan tentang matematika yang dipelajari dan siswa kurang mampu membuat kesimpulan dari materi matematika yang dipelajari. Melalui kemampuan komunikasi matematis yang baik, diharapkan siswa dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematis secara lisan maupun tulisan. Menurut Collins (dalam Asikin, 2002) salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika adalah memberikan kesempatan seluasluasnya kepada para siswa untuk mengembangkan dan mengintegrasikan keterampilan komunikasi melalui lisan dan tulisan, pemodelan, speaking, writing, talking, drawing serta mempresentasikan apa yang telah dipelajari. Hal yang sama juga terulang dalam tujuan yang dirumuskan dalam NCTM (2000). Kemampuan komunikasi sangat perlu dihadirkan secara intensif agar siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dan menghilangkanya kesan bahwa matematika merupakan pelajaran yang asing dan menakutkan. Kemampuan komunikasi matematis juga sangat penting karena matematika pada dasarnya

8 adalah bahasa yang syarat dengan notasi dan istilah hingga konsep yang terbentuk, dipahami, dan dimanipulasi oleh siswa. Menurut Barody (1993) ada dua alasan mengapa komunikasi matematis penting, yaitu: (1) mathematics as language, maksudnya adalah matematika tidak hanya sekedar alat bantu berfikir, alat bantu untuk menemukan pola, atau menyelesaikan masalah, akan tetapi matematika juga an invaluable for communicating a variety of ideas, precisely, and succinctly dan (2) mathematics is learning as social activity, maksudnya adalah sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, seperti halnya interaksi antar siswa, komunikasi guru dengan siswa, komunikasi guru dengan siswa merupakan bagian penting pada pembelajaran matemtika dalam upaya membimbing siswa memahami konsep atau mencari solusi suatu masalah. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki siswa adalah menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan gagasan dan informasi, serta untuk berinteraksi dengan orang lain. Pada kompetensi umum bahan kajian matematika disebutkan bahwa dengan belajar matematika siswa diharapkan memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik untuk memperjelas keadaan atau masalah. Karena kemampuan komunikasi matematik penting untuk dimiliki siswa, guru harus memberikan permasalahan-permasalahan yang dapat melatih kemampuan komunikasi dengan memperhatikan karateristik model pembelajaran yang digunakan. Menurut Baroody (1993), pada pembelajaran matematika dengan pendekatan tradisional, kemampuan komunikasi siswa masih sangat terbatas hanya pada jawaban verbal yang pendek atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh guru. Cai dan Patricia

9 (2000) berpendapat guru dapat mempercepat peningkatan komunikasi matematis dengan cara memberikan tugas matematika dalam berbagai variasi. Komunikasi matematis akan berperan efektif manakala guru mengkondisikan siswa agar mendengarkan secara aktif (listen actively) sebaik mereka mempercakapkannya. Penerapan komunikasi dalam pembelajaran matematika menyebabkan siswa menyebabkan dua hal positif, yaitu siswa berkomunikasi ketika belajar matematika dan siswa belajar berkomunikasi secara matematis. Misalnya, ketika siswa berdiskusi dalam belajar matematika, siswa akan saling bertanya atau menjawab pertanyaan dengan mengemukakan penjelasan dan alasan yang melibatkan konsep, representasi, secara model matematika. Pugalee (2001) menyebutkan bahwa jika siswa diberi kesempatan berkomunikasi tentang matematika, maka siswa akan berupaya meningkatkan keterampilan dan proses pikirnya yang kruasial dalam pengembangan kemahiran menulis dan membaca matematika atau melek matematis. Untuk menghasilkan matematika sebagai alat komunikasi seperti paparan di atas, NCTM (2000) telah menggariskan secara rinci keterampilan-keterampilan secara kunci komunikasi matematik yang dapat dilakukan di dalam kelas dan harus dipandang sebagai bagian integral dari kurikulum matematika. Keterampilan keterampilan kunci komunikasi matematis tersebut adalah membuat representasi, berbicara atau berdiskusi, menyimak atau mendengar, menulis, dan membaca. Jika kita amati secara seksama, masih rendahnya kemampuan analogi dan komunikasi matematis siswa serta tidak disenanginya pelajaran matematika

10 oleh siswa, tidak terlepas dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas, dalam pembelajaran siswa hendaknya diberikan kesempatan yang sangat luas untuk menggali dan menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan banyak terlibat di dalam proses pembelajaran matematika yang berlangsung. Timbullah pertanyaan, pembelajaran yang bagaimanakah yang dapat mendorong kemampuan analogi dan komunikasi matematis siswa. Salah satu keputusan yang perlu diambil oleh guru tentang pembelajaran adalah pemilihan strategi pembelajaran yang digunakan. Menurut Djahiri (dalam Achmad; 2005) pemilihan strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Hal ini didasari oleh asumsi, bahwa ketepatan guru dalam memilih strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru berpengaruh terhadap kualitas PBM yang dilakukannya. Sumarmo (dalam Helmaheri, 2004: 5) mengatakan agar pembelajaran dapat memaksimalkan proses dan hasil belajar matematika, guru perlu mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam diskusi, bertanya serta menjawab pertanyaan, berpikir secara kritis, menjelaskan setiap jawaban yang diberikan, serta mengajukan alasan untuk setiap jawaban yang diajukan. Pembelajaran yang diberikan pada kondisi ini ditekankan pada penggunaan diskusi, baik diskusi dalam kelompok kecil maupun diskusi dalam kelas secara keseluruhan. Meskipun kesimpulan tersebut diambil berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap sekolah dasar, namun pengembangannya sangat mungkin untuk siswa pada jenjang sekolah yang lebih tinggi.

11 Berdasarkan fakta-fakta yang terjadi di lapangan tersebut dan dikaitkan dengan kondisi ideal yang mungkin dapat dicapai siswa dalam pembelajaran seperti telah dipaparkan sebelumnya, diperlukan upaya dari guru dan pemerhati proses belajar-mengajar matematika untuk mendesain strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan analogi dan komunikasi matematis. Salah satunya adalah dengan pembelajaran menggunakan strategi Think-Talk-Write (TTW). Model pembelajaran yang digunakan ini mengharuskan siswa terlibat berpikir, berbicara, dan menulis dalam proses pembelajaran yang terbentuk dalam pengelompokan secara heterogen dengan anggota 3-4 orang siswa. Menurut Baroody (dalam Ansari; 2003: 7) penggunaan pembelajaran dengan strategi think-talk-write ini bertujuan untuk mempercepat kemahiran dalam menggunakan strategi penyelesaian, membantu siswa dalam mempercepat pemahaman, memberi kesempatan pada siswa mendiskusikan suatu strategi penyelesaian untuk mempercepat penalaran. Huiker dan Laughlin (1997) sebagai orang-orang yang memperkenalkan strategi pembelajaran ini menyebutkan bahwa penerapan TTW memungkinkan seluruh siswa mengemukakan ide-ide pemikirannya, membangun secara tepat untuk berfikir dan refleksi, mengorganisasikan ide-ide, serta mengetes ide tersebut sebelum siswa diminta untuk menulis. Adapun karakteristik pembelajaran dengan strategi think-talk-write terletak pada prosedur pembelajaran yang harus dilakukan siswa. Pada tahap think, siswa menginterpretasikan informasi berupa pernyataan atau pertanyaan yang dibacanya dari bahan ajar (LKS). Kemudian

12 merepresentasikan ide-ide dan konsep matematikanya secara lisan maupun tulisan. Ide-ide atau konsep tersebut dicari keterkaitan dan perbedaannya. Selanjutnya siswa mendiskusikan hasil yang didapatnya pada tahap talk. Pada tahap ini siswa dikelompokkan dalam kelompok kecil yang terdiri dari 3-4 orang, siswa mendiskusikan keterkaitan-keterkaitan dan perbedaan-perbedaan untuk mencari kesimpulan yang ada pada LKS yang selanjutnya kesimpulan tersebut dituliskan pada tahap write. Pada tahap ini siswa menyempurnakan representasi ide dan konsep matematis secara eksternal berupa kata-kata (teks tertulis), grafik, tabel, diagram, gambar, persamaan (ekspresi matematis), atau wujud kongkrit (alat peraga) dengan menggunakan bahasanya sendiri. Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Strategi Think-Talk-Write terhadap Peningkatkan Kemampuan Analogi dan Komunikasi Matematis Siswa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini berfokus pada: metode pembelajaran yang digunakan (konvensional dan strategi Think-Talk-Write), kemampuan matematika siswa (kemampuan analogi dan komunikasi matematis), serta sikap siswa terhadap matematika.

13 1. Apakah peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan strategi think-talk-write lebih baik daripada kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional? 2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan strategi think-talk-write lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional? 3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran dengan strategi Think-talkwrite? C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi tentang pengaruh penerapan pembelajaran strategi think-talk-write terhadap kemampuan analogi dan komunikasi matematis siswa. Kemudian secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan strategi think-talk-write lebih baik daripada kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional. 2. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan strategi think-talk-

14 write lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional. 3. Mendeskripsikan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan strategi think-talk-write. D. Manfaat Penelitian Sebagaimana telah diuraikan bahwa kemampuan matematis dalam hal ini kemampuan analogi dan komunikasi matematis sangat penting dalam pembelajaran matematika. Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk : 1. Memberi informasi tentang peningkatan kemampuan analogi dan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan strategi think-talkwrite. 2. Memberikan alternatif strategi pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran matematika untuk dapat dikembangkan menjadi lebih baik dengan cara memperbaiki kelemahan dan kekurangan dan mengoptimalkan hal-hal yang sudah baik. 3. Memberi pengalaman baru bagi siswa dan mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran matematika di kelas, sehingga selain dapat meningkatkan kemampuan analogi dan komunikasi matematis, juga membuat pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna.

15 E. Definisi Operasional Agar tidak terjadi perbedaan persepsi (ambigu) mengenai hal-hal yang dimaksudkan dalam penelitian ini, penulis memberikan beberapa definisi operasional sebagai berikut: 1. Kemampuan analogi matematis adalah suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang didasarkan pada suatu perbandingan-perbandingan dengan pengetahuan lainnya, sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya untuk memikirkan bagaimana penyelesaiannya dengan membandingkan pengetahuan yang didapat sesuai dengan kesimpulan yang telah didapatnya. 2. Kemampuan komunikasi matematis adalah suatu kemampuan yang dimiliki siswa untuk mengkomunikasikan ide atau gagasan tentang matematika, baik secara lisan atau tertulis berupa gambar, diagram, grafik ataupun persamaan matematika. Kemampuan komunikasi matematis diungkap dalam tiga kategori: (a) pemunculan model konsteptual, seperti gambar, diagram tabel dan grafik (aspek drawing), (b) membentuk model matematika atau persamaan aljabar (aspek mathematical expressions), dan (c) argumentasi verbal yang didasarkan pada analisis terhadap gambar dan konsep-konsep formal (aspek written texts). 3. Strategi Think-Talk-Write merupakan rangkaian pembelajaran yang terdiri dari 3 tahap yaitu : a. THINK : siswa secara individu membaca teks bacaan pada buku panduan dan latihan soal. Siswa memikirkan kemungkinan jawaban (strategi

16 penyelesaian), menandai konsep yang dianggap penting, atau yang tidak di pahami, dan hasilnya di tulis dalam catatan kecil. b. TALK : Siswa mengkomunikasikan hasil kegiatan membacanya pada tahap think melalui diskusi (Brainstorming, sharing, membuat kesepakatan, atau negoisasi ide dalam kelompoknya yang terdiri dari 3-4 orang ) sampai mendapatkan solusi. c. WRITE : Siswa menulis kembali hasil diskusi pada lembaran soal berupa landasan, keterkaitan, strategi, serta solusi dari soal. 4. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang menggunakan pembelajaran ekspositori (ceramah), di mana guru menjelaskan materi pelajaran, siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan guru, kemudian siswa mengerjakan latihan, dan siswa mengajukan pertanyaan bila tidak mengerti. F. Hipotesis Berdasarkan anggapan dasar yang telah dikemukakan di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan strategi think-talk-write lebih baik daripada kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

17 2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan strategi think-talk-write lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional. 3. Mendeskripsikan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan strategi think-talk-write.