1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Banyak orang menginginkan tubuh yang sehat dan ideal, sehingga banyak orang berusaha untuk melakukan olah raga secara teratur. Beberapa orang berpikir bahwa semua jenis olahraga baik bagi tubuh mereka, tetapi mereka tidak tahu kalau sebenarnya olahraga itu, terutama bila dilakukan dengan cara yang salah, dapat membahayakan kesehatan mereka (Fillophy, 2014). Latihan fisik dan atau olahraga merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan. Latihan fisik dan atau olah raga merupakan sebagian kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari karena dapat meningkatkan kebugaran yang diperlukan dalam melakukan tugasnya (www.depkes.go.id, 2014). Latihan fisik untuk kebugaran dan ketahanan tubuh diminati banyak orang. American College and Sports Medicine merekomendasikan latihan-latihan untuk mencapai kebugaran kardiorespirasi dan kerampingan tubuh dengan memperhatikan frekwensi, intensitas, lamanya dan macam aktivitas (Sastradipradja, 2014). Maraknya pusat kebugaran mempermudah orang dewasa yang ingin menurunkan berat badan dan meningkatkan kesehatan tubuh dengan cara berolahraga. Dengan harapan timbunan lemak bisa cepat terbakar dan mencapai kesehatan dan kebugaran tubuh yang optimal, mereka memanfaatkan beragam alat dan fasilitas olahraga dalam jangka waktu yang lama. Banyak orang yang hanya melakukan olahraga tetapi tidak merasakan peningkatan kebugaran dalam tubuh 1
2 mereka. Beberapa orang bahkan dilaporkan cidera, dan yang paling parah sampai meninggal dunia, akibat melakukan olahraga yang berlebihan (Fillophy, 2014). Latihan fisik yang teratur akan memberikan efek yang menguntungkan dalam pencegahan dari berbagai penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi, kanker, obesitas, osteoporosis dan kematian dini. Tetapi jika melakukan latihan fisik secara berat dan berlebihan apalagi bagi seseorang yang tidak biasa melakukannya, hasilnya tidak baik untuk tubuh. Menurut Kirschvink et al. (2008) walaupun latihan meningkatkan sistem pertahanan antioksidan organisme, periode yang panjang dan berat pada latihan akan mengganggu keseimbangan oksidan ataupun antioksidan. (Es cribano et al., 2010). Selama latihan fisik maksimal, pengeluaran radikal bebas terutama superoksida dapat meningkat dalam mitokondria, atau pusat-pusat energi di dalam sel saat sel tubuh menggunakan oksigen untuk menghasilkan energi, sel-sel tubuh dapat membentuk molekul reaktif (mudah bereaksi) yang disebut radikal bebas. Molekul-molekul radikal bebas tidak stabil karena kekurangan elektron pada salah satu atomnya. Molekul tidak stabil ini akan aktif mencari-cari pasangan elektron untuk atom yang kekurangan elektron tersebut. Ia akan sangat aktif untuk bereaksi dengan molekul-molekul yang ada di sekitarnya. Reaksi radikal bebas dengan molekul yang ada dalam tubuh ini seringkali merugikan sel-sel tubuh (Cooper, 2001). Dalam kondisi tertentu, radikal bebas dapat melebihi sistem pertahanan tubuh, kondisi ini disebut sebagai stress oksidatif (Agarwal et al, 2005). Pada kondisi ini, keseimbangan antara radikal bebas dengan kemampuan antioksidan
3 alami tubuh akan terganggu yang akhirnya akan menyebabkan kerusakan jaringan. Produksi ROS oleh karena latihan fisik maksimal memperoleh respon yang berbeda, bergantung tipe dari organ jaringan dan tingkat dari antioksidan endogennya masing-masing (Daniel, et al, 2010). Tubuh memiliki mekanisme proteksi yang menetralkan radikal bebas yang terbentuk, antara lain dengan adanya enzim-enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutathion peroksidase (GPx) (Winarsi, 2007). Glutation peroksidase intraseluler berpotensi mengubah molekul hidrogen peroksida dengan cara mengoksidasi glutation bentuk tereduksi mencegah lipid membran dan unsurunsur sel lainnya dari kerusakan oksidasi, dengan cara merusak molekul hidrogen peroksida dan lipid hidroperoksida. Menurut Delmas-Beauvieaux, et al. (1996) melaporkan bahwa enzim glutation peroksidase mendekomposisikan H 2 O 2 lebih kuat dibandingkan dengan enzim katalase. Aktivitas enzim glutation peroksidase mampu mereduksi 70% peroksida organik dan lebih dari 90% H 2 O 2 (Winarsi, 2007). Pada saat latihan fisik maksimal terjadi peningkatan konsumsi oksigen sampai 20 kali, bahkan dalam otot dapat mencapai 100 kali, hal ini akan menyebabkan gangguan homeostasis intraselluler (Ji, 1999; Thirumalai et al, 2011). Penggunaan oksigen yang berlebih ini dapat memicu pembentukan radikal bebas di berbagai jaringan tubuh. (Cooper, 2001). Menurut Gomez-Gabrera,et al. (2008) ketika latihan sangat memakan tenaga maka ini akan menyebabkan stres oksidatif dan kerusakan jaringan (Es cribano, B.M., et al. 2010). Di sisi lain,
4 aliran darah dan metabolisme menurun secara signifikan pada hati dan ginjal selama latihan (Radak et al, 2013). Latihan intensif yang tinggi pada 75% dan 90% VO 2max menyebabkan peningkatan parameter biokimia dalam hati dan pankreas dapat menyebabkan perubahan histopatologi (Lima et al., 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Rachmani menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara gambaran nekrosis sel hepar kelompok kontrol negatif dan kelompok kontrol positif (p < 0.05) pada mencit yang di induksi menjadi stress oksidatif. Hal ini sesuai dengan penelitian Jawi et al. (2006), dimana terjadi peningkatan jumlah nekrosis sel hepar mencit yang diberi latihan fisik maksimal bila dibandingkan dengan kelompok kontrol tanpa perlakuan latihan fisik maksimal. Nekrosis sel hepar tejadi akibat adanya stress oksidatif (Rachmani, 2009). Dalam hepar dan sel darah merah terdapat glutation peroksidase dengan konsentrasi tinggi, sedangkan jantung, ginjal, paru-paru, adrenal, lambung, dan jaringan adipose mengandung kadar glutation peroksidase dalam kadar sedang, glutation peroksidase kadar rendah sering ditemukan dalam otak, otot, testis, dan lensa mata (Sugianto, 2011). Antioksidan gluthation peroksidase (GPx) bekerja dengan cara menggerakkan H 2 O 2 dan lipid peroksida dibantu dengan ion logam-logam transisi (Simanjuntak, 2012). Glutation peroksidase yang rendah berkorelasi dengan gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al., 2005). Meningkatnya konsentrasi dari GSH, GSH-Px dan CAT mengurangi resiko dari cedera sel, meningkatkan performance dan mengurangi kelelahan otot. (Es
5 cribano, et al. 2010). Aktivitas enzim ini juga dapat diinduksi oleh antioksidan sekunder isoflavon (Chen et al., 2002). Peningkatan prevalensi penyakit degeneratif di Indonesia, memotivasi para peneliti pangan dan gizi Indonesia untuk mengeksplorasi senyawa-senyawa antioksidan yang berasal dari sumber alami (Simanjuntak, 2012). Selain vitamin E dan vitamin C ternyata beberapa flavonoid yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan memiliki khasiat antioksidan. Polcomy et al. (2001), menyatakan bahwa aktivitas antioksidan dari senyawa alamiah yang berasal dari tanaman seperti flavonoid disebabkan adanya gugus hidroksil pada struktur molekulnya. Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH 3 )2C=CH-CH 2 -. Dalam penelitian menunjukkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang diasosiasikan dengan radikal bebas. Salah satu komponen flavonoid dari tumbuh-tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai antioksidan adalah zat warna alami yang disebut antosianin (Simanjuntak, 2012). Berdasarkan hasil penelitian Sugianto (2011) menyimpulkan bahwa pemberian jus delima merah (Punica granatum) yang mengandung antosianin dapat meningkatkan kadar glutation peroksidase darah mencit (Mus Musculus) dengan latihan fisik maksimal (Sugianto, 2011). Berdasarkan hasil penelitian dari Fakultas Pertanian Unud di Bali ditemukan tumbuhan ubi jalar ungu (Ipomea batatas L.) yang umbinya mengandung antosianin cukup tinggi yaitu berkisar antara 110mg-210 mg/100gram (Suprapta, 2004). Pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu lokal Bali baik yang tidak diolah
6 maupun dalam bentuk sirup dapat melindungi jaringan hati dari pengaruh radikal bebas akibat latihan fisik maksimal pada mencit. Pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu (Ipomea batatas L.) yang mengandung antosianin dapat mengurangi pengaruh radikal bebas terhadap jaringan hati mencit, terlihat dari menurunnya AST (aspartate transaminase) dan ALT (alanine aminotransaminase) dibandingkan tanpa pemberian ekstrak (Jawi, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Rachmani memberikan hasil secara histopatologi tampak bahwa tingkat nekrosis paling banyak ditemukan pada mencit yang diberi perlakuan latihan fisik maksimal tanpa suplementasi ekstrak umbi lpomoea batatas. Penurunan tersebut diduga disebabkan oleh kandungan antosianin pada daun lpomoea batatas yang berfungsi sebagai scavenger radikal bebas sehingga dapat mengurangi terjadinya kerusakan pada sel hepar (Rachmani, 2009). Meskipun beberapa penelitian dilaporkan bahwa ekstrak umbi ubi jalar ungu (Ipomea batatas L.) merupakan salah satu antioksidan yang baik, belum ada penelitian yang melaporkan apakah ekstrak umbi ubi jalar ungu (Ipomea batatas L.) mempengaruhi aktivitas enzim gluthation peroksidase (GPx) dan histopatologi hepar pada mencit (Mus musculus) yang mengalami stress oksidatif setelah latihan fisik maksimal. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin meniliti Pengaruh Pemberian Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) terhadap Aktivitas Enzim Glutation Peroksidase (Gpx) dan Histopatologi Hepar Mencit (Mus Musculus) yang Diberi Perlakuan Latihan Fisik Maksimal.
7 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merumuskan masalah penelitian berikut ini : Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) terhadap aktivitas enzim glutation peroksidase (GPx) dan histopatologi hepar mencit (Mus musculus) yang diberi perlakuan latihan fisik maksimal. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui bagaimana pengaruh pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) terhadap aktivitas enzim glutation peroksidase (GPx) dan histopatologi hepar mencit (Mus musculus) yang diberi perlakuan latihan fisik maksimal. 1.3.2. Tujuan Khusus a. Mengetahui kadar antosianin dan kandungan gizi yang terkandung dalam ekstrak umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) yang digunakan untuk penelitian b. Mengetahui perbedaan berat badan mencit (Mus musculus) antar kelompok setelah perlakuan selama 14 hari c. Mengetahui perbedaan tingkah laku mencit (Mus musculus) setiap harinya selama 14 hari perlakuan
8 d. Mengetahui perbedaan aktivitas enzim glutation peroksidase (GPx) antar kelompok setelah perlakuan selama 14 hari e. Mengetahui perbedaan histopatologi hepar mencit (Mus musculus) antar kelompok setelah perlakuan selama 14 hari 1.4. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai : a. Informasi ilmiah bagi ilmu kesehatan serta ilmu kedokteran untuk meminimalisasikan dampak negatif radikal bebas. b. Dapat dijadikan referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya untuk meneruskan penelitian sejenis dan dapat mengembangkannya. 1.5. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Pemberian Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) dapat Meningkatkan Aktivitas Enzim Glutation Peroksidase (GPx) dan Menurunkan Kerusakan Hepar Mencit (Mus musculus) yang diberi Perlakuan Latihan Fisik Maksimal.