2018 Hukum Perdata all right reserve ISSN: Edisi 01 Oktober Desember 2018 ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

TINJAUAN MENGENAI PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN HAK TANGGUNGAN ABSTRAK. Keywords: Credit Agreement, Bail Right, Banking ABSTRAK

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDTI TANPA AGUNAN PADA KOPERASI SERBA USAHA SURYA MAKMUR DI DENPASAR

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN MELALUI PENJUALAN DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PD.

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar

kredit dari dana-dana yang di peroleh melalui perjanjian kredit. dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN. penduduk menjadikan Indonesia harus dapat meningkatkan berbagai

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT SERTIFIKAT TANAH YANG BUKAN MILIK DEBITUR PADA PT. BPR. DEWATA CANDRADANA DI DENPASAR *

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa

g. Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas. h. Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA BANK RAKYAT INDONESIA (PT PERSERO)Tbk CABANG DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI) KANTOR CABANG UNIT (KCU) SINGARAJA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN (STUDI DI BANK BNI CABANG GATSU BARAT) *

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA

PERAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PELAKSANAAN PERALIHAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI KREDITUR LAMAA KEPADA KREDITUR BARU PADA PERBANKAN KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN PADA KREDIT DI BANK MANDIRI CABANG SANUR

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA AKIBAT DEBITUR WANPRESTASI

PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR TERHADAP KREDIT MACET DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN. (Studi Kasus di PT. Bank Danamon Tbk. DSP Cabang Tanjungpandan)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT ULATIDANA RAHAYU DI KABUPATEN GIANYAR

BAB I. PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup orang banyak, serta mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengertian kredit menurutundang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukm normatife-terapan, karena didalam pelaksanaan

EKSEKUSI KREDIT MACET TERHADAP HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

Transkripsi:

ABSTRAK PELAKSANAAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN HAK TANGGUNGAN MELALUI PENJUALAN DI BAWAH TANGAN (Studi pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Tanjung Karang) Oleh : Aprilia Paradita 1, Dwi Pujo Prayitno 2, Depri Liber Sonata 3. Dalam membuat perjanjian kredit, bank pada umumnya tidak akan memberikan kredit begitu saja tanpa memperhatikan jaminan yang diberikan oleh debitur. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur eksekusi objek jaminan hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan dan apa saja permasalahan hukum yang dihadapi dalam prosedur eksekusi objek jaminan hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Tanjung Karang (BRI Cabang Tanjung Karang). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian empiris dengan tipe penelitian deskriptif, serta pendekatan masalah dengan cara pendekatan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah jenis data primer, data sekunder, serta bahan hukum tersier. Hasil penelitian ini yaitu, prosedur eksekusi melalui penjualan di bawah tangan pada BRI Cabang Tanjung Karang, diawali dengan pemberitahuan keterlambatan pembayaran terhadap debitur yang bersangkutan, dilanjutkan dengan pemberian Surat Peringatan (SP) pertama, kedua, lalu ketiga secara berturut-turut dan apabila debitur masih belum menunjukan itikad baik, maka selanjutnya dilaksanakan eksekusi terhadap objek jaminan hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan dengan syarat terdapat kesepakatan antara debitur dan pihak BRI Cabang Tanjung Karang. Permasalahan hukum yang dihadapi adalah permasalahan harga jual beli, debitur yang tidak beritikad baik mencari pembeli, pengumuman yang tidak terpublikasi dengan baik, serta perihal pengosongan. Kata Kunci : Jaminan, Hak Tanggungan, Eksekusi 1. 2. 3. Fakultas Hukum Universitas Lampung, Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, E-mail : apriliaparadita7@gmail.com Fakultas Hukum Universitas Lampung, Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, E-mail : dwipujo.prayitno@fh.unila.ac.id Fakultas Hukum Universitas Lampung, Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, E-mail : depriliber@gmail.com 577

ABSTRACT EXECUTION IMPLEMENTATION OF MORTGAGE RIGHT GUARANTEE S OBJECT THROUGH UNDER HAND SALES (Study at PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Office Tanjung Karang) By : Aprilia Paradita 4, Dwi Pujo Prayitno 5, Depri Liber Sonata 6. In making a credit agreement, generally, bank would not just give a credit without the guarantees that provided by the debtor. The problem in this research is how the execution procedure of mortgage right guarantee s object through underhand sales at PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Office Tanjung Karang and what is the legal problems that faced in the execution procedure of the collateral object through underhand sales at PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Office Tanjung Karang. The type of research that used in this research is empirical research, with descriptive research s type. The approach that used in this research is an empirical juridical approach. The data that used are primary data, secondary data, and tertiary legal materials. The result of this research showed that the procedure of underhand sales execution of mortgage right guarantee s object at PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Office Tanjung Karang started with the late payment s notification to debtor, followed by giving the first, second, and third warning s letter in a row, and if the debtor still not showing the good intention, then the underhand execution will be implemented with an agreement between the debtor and Bank Rakyat Indonesia Branch Office Tanjung Karang as the creditor. The legal problem that faced are the problem of selling and buying prices, the debtor that has no good intention to find buyers of the guarantee s object, the problem of unproperly published annoucement of guarantee s object that will be sale, and emptying problem. Keywords : Guarantee, Mortgage Right, Execution. 578

I. PENDAHULUAN Seiring berkembangnya zaman kebutuhan hidup manusia semakin meningkat, sehingga terjadi pula peningkatan terhadap besaran dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, kebutuhan masyarakat akan kredit pun semakin meningkat dikarenakan kredit merupakan salah satu sumber pendanaan yang efisien bagi masyarakat. Bank dalam kegiatan usahanya menghimpun dana masyarakat dan kemudian menyalurkan dana-dana tersebut dalam bentuk kredit. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan) disebutkan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam ragka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Tanjung Karang (BRI Cabang Tanjung Karang) sebagai salah satu Bank Umum Pemerintah terbesar di Indonesia, salah satu kegiatannya adalah menghimpun dana dari masyarakat yang kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. BRI Cabang Tanjung Karang bertempat di Jalan Raden Intan Nomor 51 Tanjung Karang Kota Bandar Lampung. Menurut UU Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Hubungan hukum antara pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pinjam meminjam uang dimulai pada saat terjadinya kesepakatan antara para pihak yang kemudian dituangkan ke dalam suatu perjanjian kredit dan ditanda tangani oleh para pihak yang dalam hal ini yaitu bank selaku kreditur dan nasabah selaku debitur. Suatu perjanjian kredit terdiri dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian utang piutang dan perjanjian tambahan yang berupa perjanjian pemberian jaminan oleh pihak debitur. Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assesor-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitor. 7 Dibentuknya suatu perjanjian tambahan berupa perjanjian pemberian jaminan oleh pihak debitur dikarenakan kredit yang diberikan oleh pihak kreditur kepada pihak debitur tentunya tidak serta merta hanya berlandaskan pada kepercayaan saja. Seringkali pihak bank selaku kreditur mengalami kendala dalam memperoleh kembali pelunasan utangnya yang diakibatkan oleh kredit yang bermasalah atau kredit macet yang dialami oleh pihak nasabah selaku debitur yang mengakibatkan terjadinya wanprestasi. Bank selaku kreditur perlu mengkaji lebih lanjut terhadap 7 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2011), hlm. 71. 579

permohonan kredit yang diajukan oleh nasabah, salah satunya dengan menggunakan prinsip 5C, yaitu : a. Character (Kepribadian) b. Capacity (Kemampuan) c. Capital (Modal) d. Collateral (Agunan) e. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi) 8 Di antara kelima prinsip yang telah disebutkan di atas, salah satu prinsip yang paling penting untuk diperhatikan yaitu collateral. Collateral (Agunan) adalah berupa barang-barang yang diserahkan oleh pihak debitur kepada bank selaku kreditur sebagai jaminan terhadap pembayaran atas kredit yang diterimanya dikarenakan dalam membuat perjanjian kredit, bank pada umumnya tidak akan memberikan kredit begitu saja tanpa memperhatikan jaminan yang diberikan oleh debitur. Collateral termasuk ke dalam jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan itu sendiri dapat digolongkan menjadi beberapa macam, yaitu diantaranya : 9 1) Gadai, yang diatur di dalam Bab 20 Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata); 2) Hak Tanggungan, sebagaimana yang diatur di dalam UU Nomor 4 Tahun 1996; 3) Jaminan Fidusia, sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 42 Tahun 1999. Dalam praktek yang terjadi, jaminan kebendaan yang paling sering digunakan adalah Hak Tanggungan. Hak tanggungan lebih diminati untuk dijadikan sebagai objek jaminan dalam pemberian fasilitas kredit dikarenakan pada umumnya hak tanggungan mudah 8 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer Cetakan Ke-2 Edisi Revisi, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 21. 9 H. Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 24-25. untuk dijual serta harganya terus meningkat apabila suatu hari terjadi wanprestasi oleh pihak debitur yang mengharuskan objek jaminan hak tanggungan tersebut harus dilakukan eksekusi. Dijelaskan pula bahwa dengan adanya kesepakatan antara pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan, jika dengan cara tersebut dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak, demikian ditentukan oleh Pasal 20 Ayat (2) UUHT yang berbunyi, atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Berdasarkan penjelasan Pasal 20 ayat (2) UUHT tersebut, dapat diketahui bahwa bank tidak mungkin melakukan penjualan di bawah tangan terhadap objek Hak Tanggungan atau agunan kredit apabila debitur tidak menyetujuinya. Apabila kredit sudah tergolong ke dalam kredit macet, dan agar bank tidak mengalami kesulitan di kemudian hari setelah kredit diberikan, bank mensyaratkan agar di dalam perjanjian kredit diperjanjikan bahwa bank diberi kewenangan untuk dapat menjual sendiri agunan tersebut secara di bawah tangan atau meminta kepada debitor untuk memberikan surat kuasa khusus yang memberikan kekuasaan kepada bank untuk dapat menjual sendiri agunan secara di bawah 10 tangan. 10 Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan : Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang dihadapi Oleh Perbankan suatu 580

Dalam perihal penyelesaian kredit bermasalah atau kredit macet pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Tanjung Karang atas objek jaminan hak tanggungannya, sebagian besar menggunakan eksekusi di bawah tangan. Hal tersebut akan lebih memudahkan pihak kreditur dan debitur karena apabila dilaksanakan melalui pelelangan umum atau melalui gugatan ke pengadilan akan memakan biaya yang jauh lebih besar dan waktu yang lebih lama, serta potensi untuk mendapatkan harga jual yang tinggi sangat sedikit karena penjualan tersebut dilakukan secara sepihak oleh pihak bank selaku kreditur. Ketentuan dalam Pasal 20 ayat (2) UUHT yang memberikan kemungkinan untuk menyimpang dari prinsip eksekusi objek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum, dimana pelaksanaannya dapat dilakukan melalui penjualan secara di bawah tangan menjadi alasan ketertarikan penulis. Penulis melakukan penelitian ini pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Tanjung Karang Kota Bandar Lampung karena cara penyelesaian kredit bermasalah atau kredit macet yang digunakan sebagian besar menggunakan penjualan di bawah tangan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai pelaksanaan eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan melalui penjualan di bawah tangan yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan Hak Tanggungan melalui Penjualan di Bawah Tangan (studi pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Tanjung Karang). Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana prosedur eksekusi objek jaminan hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan pada BRI Cabang Tanjung Karang? 2. Apa saja permasalahan hukum yang dihadapi dalam prosedur eksekusi objek jaminan hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan pada BRI Cabang Tanjung Karang? Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian empiris, dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan yaitu pendekatan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah jenis data primer, data sekunder, serta bahan hukum tersier yang bersumber dari hasil wawancara dan peraturan terkait serta bahan hukum terkait lainnya. II. PEMBAHASAN A. Prosedur dan Syarat Eksekusi Objek Jaminan Hak Tanggungan Melalui Penjualan di Bawah Tangan Pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Tanjung Karang. Pemberian fasilitas kredit dengan jaminan pada Bank BRI Kantor Cabang Tanjung Karang bertujuan untuk membantu masyarakat yang memerlukan dana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang semakin meningkat seiring berkembangnya zaman. Dana yang didapat tersebut dapat dipergunakan untuk modal kerja, Kajian Mengenai UUHT, (Bandung : Alumni, 1999), hlm. 166. 581

modal usaha, maupun hal-hal lain yang membutuhkan dana yang besar. Kredit dengan jaminan itu sendiri berarti bahwa fasilitas kredit yang diberikan tersebut tidak serta merta hanya mengandalkan kepercayaan bahwa penerima kredit akan mampu melunasi hutang-hutangnya, melainkan dibutuhkan pula objek jaminan untuk menjamin kredit yang diberikan dan memberikan kekuasaan kepada pemberi kredit untuk mendapat pelunasan dari hasil penjualan objek jaminan tersebut apabila terjadi wanprestasi. Menurut Pasal 1234 KUH Perdata, terdapat tiga macam prestasi yang dapat diperjanjikan untuk tiap perikatan yaitu, untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan untuk tidak berbuat sesuatu. Prestasi merupakan sebuah esensi dari suatu perikatan. Apabila esensi tersebut tercapai dalam arti dipenuhi oleh debitur, maka perikatan tersebut berakhir. Namun, apabila salah satu pihak tidak melaksanakan prestasinya yang merupakan suatu kewajiban baginya, maka dalam perjanjian tersebut dapat dikatakan terjadi wanprestasi. Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat memenuhi kewajiban yang didasarkan pada suatu kontrak atau perjanjian. Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karna kesalahan debitur baik karna kesengajaan ataupun kelalaian. Bentuk wanprestasi sendiri terbagi atas : a) tidak melaksanakan prestasi sama sekali; b) melaksanakan tetapi tidak tepat waktu ( terlambat ); c) melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; d) melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perkataan itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan, perlu memperingatkan debitur supaya debitur memenuhi prestasi. Tetapi dalam hal telah ditentukan tenggang waktunya, menurut ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata, debitur dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan. 11 Pemberian fasilitas kredit dengan jaminan pada Bank BRI Kantor Cabang Tanjung Karang pada awalnya dilakukan dengan cara mengajukan permohonan kepada Bank BRI Kantor Cabang Tanjung Karang melalui marketing dengan mengisi formulir permohonan kredit yang telah disediakan dan setelah permohonan dinyatakan lengkap, maka berkas permohonan tersebut diteruskan kepada Credit Admin untuk penilaian, termasuk penilaian jaminan yang dilakukan oleh Appraisal Credit Admin. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, marketing membuat proposal kredit yang selanjutnya diserahkan kepada Kepala Kanwil Bank BRI Kantor Cabang Tanjung Karang untuk memperoleh persetujuan. Setelah proposal kredit tersebut disetujui, maka marketing membuat offering letter untuk calon debitur. Offering Letter tersebut memuat jumlah kredit yang dapat diberikan, tenggang waktu pengembalian, cara pengembalian, besar bunga pengembalian, dan persyaratan lainnya dari Bank BRI Kantor Cabang Tanjung Karang. Apabila debitur menyetujui dan 11 Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 204. 582

menandatangani Offering Letter tersebut, selanjutnya Legal Staff akan menyiapkan surat perjanjian kredit dan pengikatan jaminan kredit untuk ditandatangani oleh debitur. Setelah itu, Credit Admin atau Loan Admin memproses kredit tersebut dengan membuka fasilitas kredit. Dalam pemberian fasilitas kredit, Bank BRI Kantor Cabang Tanjung Karang berpegang pada prinsip kehati-hatian, yang mana dapat kita lihat dari berbagai langkah preventif yang diterapkan selama proses pemberian kredit, dimulai dari prosedur awal pengajuan kredit, penilaian kredibilitas pemohon kredit, penilaian jaminan kredit, pengecekan data, serta melakukan pengujian terhadap keabsahan seluruh data yang didapatkan dari hasil analisis kelayakan terhadap calon debitur. Namun ternyata pada kenyataannya, hal tersebut tidak dapat menjamin bahwa debitur tetap berkomitmen untuk melakukan pembayaran kredit tiap tanggal jatuh tempo yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit yang telah dibuat dan disepakati oleh para pihak. Dalam kenyataan yang terjadi di lapangan, meskipun bank telah berusaha untuk melakukan upaya-upaya penyelamatan kredit seperti yang telah diuraikan di atas, masih banyak kredit yang pada akhirnya tidak dapat diselamatkan dan berujung menjadi kredit macet sehingga pihak bank akhirnya melakukan tindakan-tindakan penyelesaian kredit salah satunya melalui eksekusi objek jaminan. Berdasarkan hasil penelitian, langkahlangkah yang ditempuh oleh Bank BRI Kantor Cabang Tanjung Karang sebelum dilakukannya eksekusi terhadap objek jaminan hak tanggungan adalah sebagai berikut : 1. Pemberitahuan keterlambatan pembayaran Pemberitahuan keterlambatan pembayaran angsuran kredit ini dilakukan 1 (satu) hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran kredit. Satu hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran kredit, apabila debitur belum melakukan pembayaran angsuran, akan keluar laporan keterlambatan pembayaran dari komputer credit admin atas nama debitur. Laporan keterlambatan pembayaran ini akan diserahkan oleh credit admin ke bagian marketing, yang kemudian akan ditindak lanjuti dengan pemberitahuan keterlamabatan kepada pihak debitur melalui telepon dan surat pemberitahuan keterlambatan. Pemberitahuan melalui surat dilakukan satu kali dalam satu bulan pertama. Sedangkan pemberitahuan melalui telepon dilakukan satu kali dalam satu minggu selama satu bulan terhitung sejak hari keterlambatan pembayaran. Setelah melampaui tenggang waktu satu bulan pertama debitur belum menunjukkan itikad baiknya atau tidak kooperatif, maka bank akan mengeluarkan surat teguran yang sifatnya lebih keras dari surat pemberitahuan. Surat teguran ini biasanya disertai dengan kehadiran pihak bank kepada debitur untuk meminta pernyataan kesanggupan membayar angsuran kredit. Hal ini dilakukan selama satu bulan kedua, dengan tempo kedatangan satu kali dalam satu minggu. Pada tahapan ini bank masih membuka penyelesaian berdasarkan prinsip musyawarah dan kekeluargaan, namun bank akan memberikan catatan pada register kredit nasabah berupa penurunan status kredit 583

debitur menjadi kredit kredit dalam pengawasan khusus. 2. Memberikan surat peringatan Namun apabila telah lewat waktu satu bulan dari semenjak diberikannya surat teguran tersebut debitur belum menunjukkan itikad baik dan tidak kooperatif menyelesaikan kewajibannya, maka Bank BRI Kantor Cabang Tanjung Karang akan mengiriminkan Surat Peringatan (SP) kepada debitur. Surat peringatan ini termasuk dalam kategori teguran keras, dengan dikeluarkannya surat peringatan ini maka bank akan menurukan status kredit debitur dan diberikan sebanyak tiga kali selama tiga minggu dengan cara : a) Bank akan memberikan SP-1 kepada debitur, dengan dikeluarkannya SP-1 maka status kredit debitur akan diturunkan dari kredit dalam perhatian khusus menjadi kredit kurang lancar. Pada tahap ini bank mulai melakukan tindakan yang bersifat preventif terutama berkenaan dengan objek jaminan kredit. b) Satu minggu setelah dikirimkannya SP-1 dan belum juga adanya tanda itikad baik dari debitur untuk menyelesaikan kewajibannya, maka bank akan menerbitkan SP-2. Pemberian SP-2 menyebabkan bank menurunkan lagi status kredit debitur dari kurang lancar menjadi kredit yang diragukan. c) Tenggang satu minggu setelah SP-2 dikirimkan dan debitur belum juga menanggapi dengan sikap kooperatif, maka selanjutnya bank akan mengeluarkan SP-3. Dengan dikeluarkannya SP-3 ini maka bank akan menurunkan status kredit debitur dari diragukan menjadi kredit macet. Dengan pemberian status kredit macet pada debitur, maka bank akan melakukan tindakan pengaman terhadap objek jaminan kredit melalui eksekusi objek jaminan hak tanggungan. Berdasarkan hasil penelitian, pihak Bank BRI Kantor Cabang Tanjung Karang melakukan penjualan di bawah tangan dengan meminta debitur untuk melakukan sendiri penjualan jaminannya secara sukarela, untuk selanjutnya hasilnya diserahkan kepada pihak bank untuk melunasi kredit tersebut. Pada umumnya, syarat eksekusi hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan pada BRI Cabang Tanjung Karang sama seperti yang telah tercantum dalam berbagai literaturliteratur yang mengkaji tentang eksekusi objek hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan. Adapun syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut : 1) Adanya kesepakatan antara debitur dan kreditur; 2) Karena penjualan objek jaminan hak tanggungan di bawah tangan hanya dapat dilaksanakan apabila terdapat kesepakatan antara kreditur dan debitur, maka bank tidak mungkin melakukan penjualan di bawah tangan terhadap objek jaminan hak tanggungan tersebut apabila debitur tidak menyetujui. Apabila kredit sudah tergolong ke dalam kredit macet, bank serimgkali menghadapi kesulitan untuk mendapatkan persetujuan dari pihak debitur. Kesulitan tersebut biasanya terjadi dikarenakan pihak debitur yang tidak lagi beritikad baik untuk bersedia ditemui oleh pihak bank 584

atau kreditur atau keberadaan dari pihak debitur sudah tidak diketahui lagi. Dalam keadaan tertentu, menurut pertimbangan pihak bank justru lebih baik objek jaminan hak tannggungan tersebut dijual secara di bawah tangan daripada dijual pada pelelangan umum. 3) Dilaksanakan dalam rangka memperoleh harga tertinggi dan demi menguntungkan semua pihak; Penjualan objek jaminan hak tanggungan oleh pihak bank berdasarkan surat kuasa untuk menjual secara di bawah tangan adalah sah, namun apabila ternyata hasil dari penjualan tersebut jauh di bawah harga yang sewajarnya, maka pihak debitur berhak mengajukan gugatan terhadap bank. Gugatan tersebut dapat diajukan oleh pihak debitur dengan alasan bahwa pihak bank telah melakukan perbuatan melawan hukum, bertentangan dengan keadilan atau bertentangan dengan asas itikad baik, karena sesuai dengan asas itikad baik, bank tidak seharusnya menentukan sendiri harga jual atas objek hak tanggungan tersebut dan sebaiknya penafsiran harga dilakukan oleh pihak yang berkompeten. 4) Memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 20 Ayat (3) UUHT. Mengenai pelaksanaan eksekusi objek jaminan hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan ditentukan dalam Pasal 20 ayat (3) UUHT yang menetapkan : Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 20 ayat (3) UUHT tersebut, pelaksanaan eksekusi objek jaminan hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan baru dapat dilakukan apabila sebelumnya diberitahukan secara tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan oleh pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan. Dinyatakan dalam penjelasan atas Pasal 20 ayat (3) UUHT, bahwa pemberitahuan dimaksudkan untuk melindungi pihakpihak yang berkepentingan. Ketentuan dalam pasal 20 ayat (3) UUHT memberikan kemungkinan untuk mengumumkan rencana penjualan objek jaminan hak tanggungan tidak terbatas hanya melalui surat kabar saja, namun juga dapat melalui media massa lainnya seperti radio, televisi, dengan syarat jangkauan surat kabar dan media massa yang dipergunakan peredarannya meliputi tempat letak objek jaminan hak tanggungan tersebut berada. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Faiq Rahmad Fajar selaku Staff Bisnis Ritel dan Menengah pada dasarnya bank lebih mengutamakan cara eksekusi melalui penjualan di bawah tangan terhadap objek jaminan hak tanggungan dibandingkan cara eksekusi lain yaitu dikarenakan berbagai hal berikut: 1) Biaya lebih murah karena tidak dikenakan biaya lelang dan hanya membayar biaya administrasi saja; 2) Proses penyelesaiannya bisa lebih cepat, karena pihak-pihak yang berkepentingan langsung dapat melakukan tawar menawar; 585

3) Potensi untuk mendapatkan harga jual yang tinggi cukup besar karena pihak debitur dapat langsung menawarkan kepada calon pembeli; 4) Potensi timbulnya gugatan dikemudian hari relatif lebih kecil karena hasil penjualan objek jaminan merupakan hasil kesepakatan dari para pihak; 5) Dampak sosiologis yang ditanggung oleh debitur, kreditur maupun pembeli objek jaminan relatif lebih baik dan dapat diterima oleh semua pihak; 6) Proses peralihan hak dapat dilakukan dengan lebih cepat karena hanya melalui proses peralihan hak biasa yang dapat diselesaikan oleh Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah. 7) Dengan dilakukannya penjualan di bawah tangan terhadap objek jaminan hak tanggungan, pihak debitur bisa mendapatkan hasil dari penjualan yang dapat dipergunakan untuk melunasi hutangnya serta berhak mendapatkan sisa dari hasil penjualan objek jaminan hak tanggungan tersebut apabila terdapat hasil lebih. Di lain pihak, bank juga dapat terhindar dari kesan yang tidak baik dan kemungkinan timbulnya gugatan dikemudian hari, karena dalam proses penjualan objek jaminan hak tanggungan secara di bawah tangan ini, pihak debitur secara aktif dilibatkan. B. Permasalahan Yang di Hadapi dalam Pelaksanaan Prosedur Eksekusi Objek Jaminan Hak Tanggungan Melalui Penjualan di Bawah Tangan pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Tanjung Karang. Dalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan tentunya dapat ditemukan beberapa permasalahan. Permasalahanpermasalahan tersebut umumnya terjadi setelah proses eksekusi tersebut dilaksanakan, sedangkan pada saat proses eksekusi belum dilaksanakan tidak ditemukannya permasalahan yang timbul baik dari pihak bank selaku kreditur maupun pihak debitur atau pemilik jaminan tersebut dikarenakan proses eksekusi objek jaminan hak tanggungan secara di bawah tangan tersebut dilaksanakan atas dasar kesepakatan antara pihak debitur dan kreditur, dan apabila terdapat salah satu pihak yang merasa keberatan maka proses eksekusi tersebut tidak dapat dilaksanakan. Permasalahanpermasalahan yang timbul tidak hanya terjadi diantara pihak bank selaku kreditur dan pihak debitur, melainkan juga antara pihak debitur selaku pemilik jaminan dan pihak ketiga yang dalam hal ini selaku pembeli objek jaminan hak tanggungan yang dijual di bawah tangan tersebut. Permasalahanpermasalahan yang terjadi pada objek jaminan hak tanggungan sebelum terjual secara di bawah tangan yaitu : 1. Permasalahan mengenai harga jual beli objek jaminan Hak Tanggungan; Seringkali pihak Bank BRI Kantor Cabang Tanjung Karang atas kesepakatan serta permintaan debitur yang bersangkutan diminta untuk mencarikan pembeli atas objek jaminan hak tanggungan yang akan di eksekusi melalui penjualan di bawah tangan tersebut. Dalam hal ini, seringkali debitur merasa bahwa harga yang ditawarkan oleh pihak bank tidak sesuai dengan yang mereka harapkan sehingga menghambat proses eksekusi objek jaminan hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan, karena seperti yang diketahui bahwa 586

penjualan di bawah tangan dipilih dengan harapan mendapatkan harga setinggi-tingginya dan dapat menguntungkan masing-masing pihak. Pihak debitur dalam hal ini telah memberikan kuasa kepada pihak bank agar dapat menemukan pembeli atas objek jaminan tersebut, sudah tentu pihak debitur merasa tidak memiliki kesanggupan untuk menemukan pembeli atas objek jaminan tersebut. Pihak bank dalam hal ini telah lebih dulu melakukan pengecekan tentang nilai jual objek jaminan tersebut, dan pihak bank maupun pihak debitur sudah tentu telah melakukan perundingan tentang nilai jual objek tersebut. Pihak debitur tidak dapat melakukan protes ketika pihak bank dapat mendapatkan pembeli atas objek jaminan tersebut, dikarenakan pihak debitur telah memberikan kuasa kepada pihak bank. 2. Debitur tidak beritikad baik untuk mencari pembeli objek jaminan; Pada tahap negosiasi, telah disepakati bahwa pihak debitur yang aktif mencari pembeli, tetapi pada kenyataannya ternyata debitur tidak memiliki itikad baik yaitu tidak aktif mencari pembeli sehingga objek hak tanggungan tersebut tidak segera dijual. Penulis berpendapat, bahwa sebaiknya pihak bank melakukan perundingan terhadap pihak debitur tentang masa jatuh tempo objek jaminan tersebut harus di eksekusi. Ketika masa jatuh tempo yang disepakati telah habis, maka pihak bank memiliki kuasa penuh untuk melakukan eksekusi atau mendapatkan pembeli atas objek jaminan tersebut. 3. Permasalahan pengumuman yang tidak terpublikasi dengan baik; Pasal 20 ayat (2) UUHT memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan hutang piutangnya berdasarkan kesepakatan sendiri. Hambatan yuridis yang akan timbul serta memiliki implikasi sosiologis ialah keharusan mengumumkan pelaksanaan penjualan objek jaminan tersebut dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah atau media massa setempat agar apabila kreditur lain juga ada yang dijamin dengan objek jaminan tersebut terlindungi hakhaknya serta menjamin tidak ada pihak yang berkeberatan. Hal ini tentu akan menimbulkan beban moril bagi debitur karena kondisinya diketahui koleganya. Pihak debitur secara paksa harus menerima keadaan tersebut, dikarenakan telah jelas diatur pada pasal tersebut. Permasalahan-permasalahan yang terjadi pada objek jaminan hak tanggungan yang telah dijual secara dibawah tangan yaitu : 1. Permasalahan pengosongan objek jaminan Hak Tanggungan; Dalam proses eksekusi melalui penjualan di bawah tangan, pihak Bank BRI Kantor Cabang Tanjung Karang seringkali menghadapi permasalahan seperti pengosongan terhadap objek jaminan hak tanggungan yang dalam kasusnya terdapat bangunan ataupun rumah diatas objek jaminan hak tanggungan tersebut. Pihak Bank BRI Kantor Cabang Tanjung Karang biasanya terlebih dahulu akan memastikan bahwa objek jaminan hak tanggungan tersebut dalam keadaan kosong atau tidak ditempati lagi oleh pihak debitur, namun seringkali masih banyak terjadi permasalahan debitur tidak mau melakukan pengosongan 587

sehingga proses eksekusi pun menjadi terhambat, padahal perihal mengenai pengosongan telah diperjanjikan dengan tegas dan dinyatakan dalam klausula Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) tentang kapan dan berapa lama waktu kesempatan yang diberikan kepada pihak debitur serta besaran denda yang diberikan kepada pihak debitur atas keterlambatan pengosongan. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis berpendapat bahwa pihak bank seharusnya dapat lebih tegas terhadap pihak debitur yang menimbulkan permasalahan tersebut. Tetapi dapat juga pihak bank menyelesaikan permasalahan tersebut dengan cara kekeluargaan atau melakukan perundingan antara pihak bank, debitur, maupun pihak ketiga tersebut. III. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka penulis dalam penelitian ini menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Eksekusi terhadap objek jaminan hak tanggungan dilaksanakan apabila terjadi wanprestasi dan sebelumnya telah dilakukan upayaupaya penyelematan kredit terlebih dahulu oleh pihak Bank BRI Kantor Cabang Tanjung Karang seperti Reschedulling, Reconditioning, dan Restructuring. Prosedur-prosedur serta syaratsyarat dalam pelaksanaan eksekusi jaminan hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan yaitu memberitahukan terlebih dahulu mengenai keterlambatan pembayaran terhadap debitur yang bersangkutan, kemudian dilanjutkan dengan pemberian Surat Peringatan (SP) 1, 2, 3 secara berturut-turut dan apabila debitur masih belum menunjukan itikad baik setelah adanya pemberitahuan mengenai keterlambatan pembayaran tersebut barulah dilaksanakan eksekusi terhadap objek jaminan hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan dengan syarat terdapat kesepakatan antara debitur dan pihak kreditur dalam rangka memperoleh harga tertinggi sehingga menguntungkan semua pihak. 2. Dalam proses eksekusi objek jaminan hak tanggungan di bawah tangan ditemukan beberapa permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh pihak Bank BRI Kantor Cabang Tanjung Karang seperti permasalahan mengenai harga jual beli objek jaminan hak tanggungan, permasalahan mengenai debitur yang tidak beritikad baik mencari pembeli atas objek jaminan tersebut sehingga objek jaminan tidak segera dijual, permasalahan mengenai pengumuman yang tidak terpublikasi dengan baik, serta permasalahan mengenai pengosongan objek jaminan hak tanggungan tersebut. DAFTAR PUSTAKA Fuady, Munir. 2002. Hukum Perkreditan Kontemporer Cetakan Ke-2 Edisi Revisi, Bandung : Citra Aditya Bakti. Hermansyah. 2011. Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta : Kencana. 588

Muhammad, Abdulkadir. 1990. Hukum Perdata Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Salim, H. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Sjahdeini, Remy. 1999. Hak Tanggungan : Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang dihadapi Oleh Perbankan suatu Kajian Mengenai UUHT. Bandung : Alumni. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah serta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah. 589