PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN PENGARUH HIDROKOLOID DAN CaCl 2 TERHADAP PROFIL GELATINISASI BAHAN BAKU SERTA APLIKASINYA PADA BIHUN SUKUN SUKMIYATI AGUSTIN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Berdasarkan survey oleh USDA dalam Anonim A (2015) mengenai

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tepung-tepungan lokal atau non terigu saat ini telah menjadi

PENDAHULUAN. aktif dan sehat (Martianto, 2005). Diversifikasi pangan akan memungkinkan

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi tepung. terigu cukup tinggi. Berbagai produk pangan yang diolah menggunakan

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Umbi-umbian dapat tumbuh dengan baik

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

PENDAHULUAN. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas (2014), sebanyak 40,6%

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia kaya akan sumber daya alam, termasuk di dalamnya kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia adalah perkembangan pola

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa Indonesia adalah beras, karena beras merupakan. makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. terigu dari negara Timur Tengah seperti Turki, Srilanka, dan Australia. Impor

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis.

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

I PENDAHULUAN. Pasta sebagai salah satu sumber karbohidrat merupakan jenis produk pangan

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn.

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

I PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan

BAB I PENDAHULUAN. SUSENAS 1999 sampai dengan 2007 menunjukkan bahwa pola konsumsi

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk indonesia setiap tahun menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing

I PENDAHULUAN. gembili, sagu, kimpul, gadung dan sebagainya (Muhandri, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

PENINGKATAN NILAI TAMBAH JAGUNG SEBAGAI PANGAN LOKAL Oleh : Endah Puspitojati

PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.).

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB I PENDAHULUAN. yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan, bahan baku makanan,

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2007 BPS mencatat rata-rata konsumsi ubi jalar orang Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

PENDAHULUAN. singkong, ubi, talas dan lain-lainnya. Gandum berpotensi sebagai pengganti beras

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang,

PERBANDINGAN KADAR PROTEIN DAN LEMAK MI ALTERNATIF DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker) DAN PATI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan dengan bahan utamanya pati

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

BAB I PENDAHULUAN. makanan. Dalam sejarah, kehidupan manusia dari tahun ke tahun mengalami

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya

TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan oleh kandungan racun yang disebut juga linamarin (senyawa sianoglukosida

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Sukun (Artocarpus altilis) merupakan salah satu tanaman penghijauan yang tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia. Prediksi hasil panen sukun dari bibit sukun yang dibagikan oleh Departemen Kehutanan mulai tahun 2010 hingga 2014 (dengan asumsi pohon sukun berbuah setelah 5 tahun) adalah 22 483 574 ton buah sukun atau setara dengan 5 620 893 ton tepung sukun (dengan asumsi produksi tepung sukun setara dengan 25% dari berat panen) (Ditjen RLPS 2009). Potensi sukun yang sangat besar tersebut dapat digunakan sebagai sarana diversifikasi pangan pokok sumber karbohidrat berbahan baku lokal. Buah sukun mengandung karbohidrat dalam jumlah cukup tinggi (28.2%, Prabawati & Suismono 2009) dan beberapa zat gizi lainnya seperti mineral, vitamin, lemak dan asam amino. Bila dibandingkan dengan beras, sukun memiliki kandungan vitamin dan mineral yang lebih lengkap (Widowati 2003), sehingga sangat potensial dimanfaatkan sebagai pengganti beras. Di Indonesia, buah sukun umumnya dikonsumsi setelah digoreng, direbus atau dibuat keripik. Diversifikasi produk dari sukun masih sangat terbatas karena pola konsumsi pangan pokok masyarakat Indonesia masih mengarah pada beras dan bahan pangan berbasis tepung terigu yang merupakan komoditas impor. Salah satu bentuk diversifikasi sukun adalah tepung sukun. Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Winarno 2000). Sifat tepung sukun cukup bervariasi, diantaranya dipengaruhi oleh varietas, lokasi tempat pembudidayaan tanaman sukun, tingkat kemasakan dan lama penyimpanan pasca panen buah sukun (Syah & Nazarudin 1994). Bagian terbesar dari tepung sukun adalah pati (69%, Graham & de Bravo 1981), yang memiliki karakteristik unik dan banyak berperan penting dalam sistem pangan. Pati sukun memiliki derajat pembengkakan yang tinggi yang disebabkan oleh

2 rendahnya derajat asosiasi intermolekulernya (Tian et al. 1991 di dalam Akanbi et al. 2009). Berdasarkan hasil analisis terhadap sifat amilografinya, pati sukun memiliki puncak viskositas sedang dan selama periode holding time viskositasnya cenderung meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa pati sukun lebih mampu menjaga integritas strukturnya pada kondisi perlakuan panas dan pengadukan, sehingga cocok untuk diaplikasikan pada produk pangan yang membutuhkan pemanasan. Sifat fungsional pati sukun lain adalah kecenderungannya untuk mengalami retrogradasi selama pendinginan (Rincón & Padilla 2004). Berdasarkan karakteristik pati sukun tersebut, maka produk berbasis tepung sukun yang potensial untuk dikembangkan adalah bihun. Bihun termasuk jenis mie yang populer di Asia dan pada umumnya berbahan baku tepung beras. Bihun merupakan bahan pangan alternatif di samping mie berbahan dasar gandum, terutama bagi para penderita gluten intolerance, karena memiliki rasa yang netral dan bebas dari gluten. Untuk menghasilkan bihun dengan kualitas yang baik diperlukan bahan baku dengan karakteristik yang sesuai untuk produk bihun. Pati yang ideal untuk bahan baku bihun adalah pati yang memiliki ukuran granula kecil (Singh et al. 2002), kandungan amilosa tinggi, derajat pembengkakan dan kelarutan terbatas serta kurva Brabender tipe C (tidak memiliki puncak viskositas namun viskositas cenderung tinggi dan tidak mengalami penurunan selama proses pemanasan dan pengadukan) (Lii & Chang 1981). Pati dengan kriteria tersebut lebih tahan terhadap pemanasan maupun pengadukan, sehingga pada saat tergelatinisasi hanya mengalami peningkatan viskositas yang terbatas sebagai konsekwensi dari pembengkakan granula yang terbatas. Terbatasnya pembengkakan granula mengakibatkan granula tidak mudah pecah dan amilosa tidak mudah keluar dari granula. Apabila pati tersebut digunakan sebagai bahan baku bihun maka untaian bihun yang dihasilkan tidak lengket dan pada saat dimasak memiliki berat rehidrasi terbatas serta hanya mengalami sedikit kehilangan padatan. Pati sukun memenuhi syarat untuk menjadi bahan baku bihun yang berkualitas berdasarkan sifat amilografinya. Untuk memenuhi persyaratan lain, maka dilakukan usaha untuk memperbaiki karakteristik pati sukun, diantaranya melalui penggunaan tepung campuran dan bahan tambahan pangan (BTP).

3 Penggunaan tepung campuran dalam produksi mie/bihun telah banyak dilakukan dan diteliti pengaruhnya terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Sandhu et al. (2010), substitusi parsial pati kentang dengan pati beras pada proses produksi mie berbahan baku pati kentang sangat mempengaruhi karakteristik sensori dan kualitas pemasakan mie yang dihasilkan. Sementara Charles et al. (2006) menyatakan bahwa pencampuran tapioka pada produksi mie berbahan baku terigu menghasilkan warna dan tekstur yang lebih baik dibandingkan mie yang diproduksi tanpa adanya penambahan tapioka. Hasil penelitian lain melaporkan bahwa penambahan pati jagung pada proses produksi bihun beras akan menurunkan kekerasan bihun dan meningkatkan kelicinan (slipperiness) serta transparansi bihun (Wang et al. 2000). Oleh karena itu, untuk memodifikasi karakteristik pati sukun agar dapat menghasilkan bihun sukun berkualitas baik, maka dilakukan substitusi sebagian kecil tepung sukun dengan tepung beras. Pemilihan tepung beras didasarkan pada kenyataan bahwa bihun komersial umumnya diproduksi dari bahan baku tepung beras. Selain itu, substitusi parsial pati beras pada mie kentang dapat meningkatkan ketahanan mie terhadap panas (Sandhu et al. 2010). Berdasarkan hal tersebut, substitusi parsial tepung beras pada bihun sukun diharapkan menimbulkan efek yang sama. Penggunaan tepung beras juga diharapkan dapat meningkatkan nilai kekerasan bihun sukun seperti yang dilaporkan oleh Wang et al. (2000) dalam studinya mengenai substitusi parsial pati jagung pada bihun beras. Bahan tambahan pangan yang banyak digunakan dalam produk pangan berbahan dasar pati adalah hidrokoloid. Fu (2007) menyatakan bahwa hidrokoloid seperti guar gum banyak digunakan dalam proses produksi mie instan karena bersifat sangat hidrofilik dan memiliki kapasitas pengikatan air yang besar. Penambahan gum dalam jumlah kecil (0.2 0.5%) dapat memperbaiki karakteristik rehidrasi mie/bihun selama pemasakan dan memodifikasi tekstur serta keseluruhan mouth-feel dari produk akhir. Interaksi pati dan hidrokoloid dalam bahan pangan bersifat unik dan menguntungkan karena dapat memodifikasi tekstur dan reologi dari bahan pangan tersebut. Beberapa karakteristik bahan pangan seperti rasa atau tekstur yang tidak

4 diinginkan dapat diatasi dengan melakukan substitusi sebagian kecil pati dengan hidrokoloid seperti xanthan, guar, carboxymethyl cellulose (CMC) dan lain-lain. Hidrokoloid-hidrokoloid tersebut diketahui memiliki kemampuan dalam mempengaruhi karakteristik gelatinisasi pati, menghambat sineresis gel (Sudhakar et al. 1996), mengontrol mobilitas air, dan menjaga kualitas produk selama penyimpanan (Viturawong et al. 2008). Dalam penelitian ini digunakan dua jenis hidrokoloid yang dilihat pengaruhnya terhadap karakteristik pati sukun. Kedua jenis hidrokoloid tersebut adalah guar gum dan iles-iles. Pemilihan guar gum didasarkan pada hasil penelitian Fu (2007) yang menyatakan guar gum banyak digunakan dalam proses produksi mie instan karena bersifat sangat hidrofilik dan memiliki kapasitas pengikatan air yang besar. Selain itu guar gum juga memiliki kemampuan untuk mengatur tekstur pada produk pangan berpati seperti yang dinyatakan oleh Funami et al. (2005b). Sementara iles-iles dipilih berdasarkan kemampuannya dalam meningkatkan kapasitas pengikatan air dari pati jagung (Yoshimura et al. 1998). Dalam suatu sistem pangan, pati dan hidrokoloid pada umumnya berinteraksi dengan ingredient lain, misalnya garam. Garam memiliki efek signifikan terhadap karakteristik gelatinisasi dan reologi dari berbagai jenis pati. Oosten (1983) seperti yang dikutip oleh Sudhakar et al. (1996) menyatakan bahwa keberadaan garam pada sistem pati dapat mengontrol pengembangan granula. Kemampuan garam dalam mempengaruhi karakteristik pati sangat tergantung pada jenis garam yang digunakan dan konsentrasinya dalam sistem pangan tersebut (Eliasson & Gudmundsson 2006). Garam juga mempengaruhi karakteristik hidrokoloid, bahkan ion-ion logam pada konsentrasi normal yang sering ditemukan dalam sistem air alami memiliki pengaruh spesifik dan seringkali tidak terduga terhadap stabilitas hidrokoloid dalam larutan (Sudhakar et al. 1996). Kenyataan tersebut menunjukkan perlunya dilakukan penelitian untuk mempelajari interaksi pati sukun, hidrokoloid dan garam, serta pengaruhnya terhadap kualitas bihun sukun. Informasi yang diperoleh diharapkan dapat menjadi dasar untuk melakukan pengembangan produksi bihun sukun.

5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui pengaruh pencampuran tepung beras terhadap karakteristik gelatinisasi bahan baku bihun sukun. 2. Mempelajari pengaruh penambahan hidrokoloid dan CaCl 2 terhadap profil gelatinisasi bahan baku bihun sukun. 3. Mengetahui hubungan antara profil gelatinisasi bahan baku dengan karakteristik produk bihun sukun yang dihasilkan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Informasi karakteristik gelatinisasi tepung sukun yang disubstitusi parsial dengan tepung beras dapat digunakan sebagai dasar untuk pengembangan produk bihun sukun dan memperkirakan potensi penggunaannya pada berbagai produk pangan. 2. Informasi profil gelatinisasi dan kualitas bihun sukun yang dihasilkan dari interaksi campuran tepung, hidrokoloid dan CaCl 2 dapat digunakan sebagai dasar untuk pengembangan bihun sukun. Hipotesis Penelitian ini dilakukan berdasarkan hipotesis berikut: 1. Pencampuran tepung beras pada konsentrasi berbeda terhadap tepung sukun menghasilkan karakteristik gelatinisasi campuran tepung yang berbeda. 2. Interaksi antara tepung sukun/campuran tepung sukun dan tepung beras, hidrokoloid dan garam CaCl 2 memberikan karakteristik gelatinisasi yang berbeda dan menghasilkan bihun sukun dengan karakteristik fisik dan sensori yang berbeda pula.