BAB I PENDAHULUAN. mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. (Badan Nasional Penanggulangan Bencana [BNPB], 2012).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda kerusakan lingkungan,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan darurat (Emergency) menurut Federal Emergency. Management Agency (FEMA) dalam Emergency Management

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gempa bumi tersebut antara lain terjadi beberapa kali di wilayah Aceh, Nias,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

Jurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA) ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 7 Pages pp

BAB I PENDAHULUAN. morfologi ini banyak dipengaruhi oleh faktor geologi. Peristiwa tanah

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh faktor alam, atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam secara langsung memberikan dampak buruk pada kehidupan

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

Powered by TCPDF (

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada garis Ring of Fire yang menyebabkan banyak

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana sosial

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian alam di dunia yang terjadi selama tahun mengalami fluktuasi dengan kecenderungan terus mengalami peningkatan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

BAB I PENDAHULUAN. Tahun demi tahun negeri ini tidak lepas dari bencana. Indonesia sangat

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN pulau besar dan kecil dan diantaranya tidak berpenghuni.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2015

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat (Sudibyakto, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PELATIHAN TEKNIK MITIGASI BENCANA GEMPABUMI BAGI KOMUNITAS SMPN 2 BANTUL

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI DESA BERO KECAMATAN TRUCUK KABUPATEN KLATEN DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN MASYARAKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

BAB I PENDAHULUAN. berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan

PELATIHAN TEKNIK PENYELAMATAN DIRI DARI DAMPAK BENCANA ALAM GEMPABUMI BAGI KOMUNITAS SLB B KARNNA MANOHARA YOGYAKARTA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 mendefinisikan Bencana. kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Later Belakang

No.1087, 2014 BNPB. Badan Penanggulangan Bencana. Daerah. Pembentukan. Pedoman KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA,

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada

BAB I PENDAHULUAN. manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang. serta melampaui kemampuan dan sumber daya manusia untuk

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR, GEMPA BUMI, DAN TANAH LONGSOR DI KECAMATAN WONOGIRI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

Bencana alam dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Bencana alam diakui

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2080, 2014 BNPB. Logistik. Penanggulangan Bencana. Standarisasi.

BAB I PENDAHULUAN. bahaya gempabumi cukup tinggi. Tingginya ancaman gempabumi di Kabupaten

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (Badan Nasional Penanggulangan Bencana [BNPB], 2012). Menurut Guha-Sapir, et al (2017), China, Amerika Serikat,India, Indonesia dan Filipina adalah lima negara yang paling sering terkena bencana alam dalam 10 tahun terakhir (2006-2015) dan menyumbang 30,1% dari total kejadian bencana di 2016. Indonesia menempati urutan keempat negara yang paling sering terkena bencana, menurut BNPB (2017) bahwa dalam tahun 2017, di Indonesia wilayah dengan jumlah kejadian bencana paling banyak terjadi di Jawa Tengah yaitu sebanyak 562 kali, disusul Jawa Timur sebanyak 403 kali dan Jawa Barat 306 kali. Sedangkan dari jenis bencana, banjir menempati peringkat pertama dengan jumlah 729 kejadian, selanjutnya puting beliung 645 kejadian dan longsor 573 kejadian.

Kabupaten Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten rawan longsor di wilayah Propinsi Jawa Tengah. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah [BPBD] Banjarnegara (2004) dari keadaan geologis pada umumnya terlihat struktur batuan berbentuk lapisan dengan kondisi batuan mudah longsor. Menurut data dari BPBD Kabupaten Banjarnegara, pada tahun 2016 terjadi bencana tanah longsor sebanyak 5 kali dengan populasi terdampak sebanyak 638 orang sedangkan pada tahun 2017 meningkat hingga mencapai 99 kali terjadi tanah longsor dengan populasi terdampak sebanyak 668 orang, hal ini disebabkan karena sebagian besar wilayah Kabupaten Banjarnegra adalah daerah rawan longsor. Setiap bencana dapat memberikan risiko bagi manusia, risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (Rijanta, R., Hizbaron, D. R., & Baiquni, M, 2014). Menurut World Health Organization [WHO] (2011), 30 50% kematian yang disebabkan dari peristiwa alam adalah anak-anak. Anakanak merupakan kelompok rentan terhadap bencana karena anak-anak lebih mudah terluka, tidak bisa meminta bantuan atau perawatan kesehatan ataupun terkena bahaya yang lebih besar yaitu terpisah dari keluarga atau pengasuh mereka.

Menyadari adanya risiko bencana, penting ditumbuhkan kesadaran dan pembudayaan pengurangan risiko bencana. Pengurangan risiko bencana dapat dilakukan melalui pendidikan siaga bencana dalam sekolah. Pemerintah, yang dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional menyadari penting dan tingginya kebutuhan pengurangan risiko bencana di sekolah. Didukung oleh UNDP SC-DRR dan Konsorsium Pendidikan Bencana (KPB), hal tersebut ditindaklanjuti dengan penerbitan surat edaran mengenai pengurangan risiko bencana di Sekolah (Konsorsium Pendidikan Bencana Indonesia, 2011). Pendidikan siaga bencana dapat dilakukan sejak dini melalui program pendidikan bencana di sekolah supaya anak-anak dapat mengetahui bagaimana cara menyelamatkan diri saat terjadi bencana. Pendidikan siaga bencana dapat diawali pada anak usia sekolah dasar karena menurut teori Piaget pada masa ini merupakan fase operasional konkrit (Suhardjo, D, 2011). Sekolah dapat berfungsi sebagai media informasi efektif untuk mengubah pola pikir dan pola perilaku masyarakat dengan memberikan pendidikan pengurangan resiko bencana di sekolah. Pengetahuan, kesiapsiagaan dan pengurangan resiko bencana sangat diperlukan untuk menghadapi bencana tanah longsor disebabkan siswa tingkat sekolah dasar memiliki resiko bila terjadi bencana tanah longsor, karena kelompok ini masih dalam proses penggalian ilmu pengetahuan. Siswa yang tidak

dipersiapkan secara dini maka akan menjadi masalah dan tidak boleh diabaikan begitu saja (Chairummi, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Sari, S. A., Milfayetty, S., & Dirhamsyah, M (2015), didapatkan hasil bahwa lebih dari sebagian siswa SD memiliki pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana yang masih rendah, penelitian lain oleh Hayashi, T (2014), didapatkan hasil pengetahuan siswa terhadap bencana masih buruk bahkan 35% dari mereka masih percaya tentang mitos kekuatan orang super (juru kunci) tentang bencana alam. Menurut Jan Sopaheluwakan (2006) bahwa minimnya pengetahuan untuk memulai gerakan siaga bencana akan menambah tingginya korban jiwa sehingga penting ditumbuhkan kesadaran dan pembudayaan pengurangan risiko bencana dengan pendidikan siaga bencana dalam sekolah. Menurut Prabowo,N.A (2017), pendidikan kesiapsiagaan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan tentang bencana, penelitian lain oleh Ronan, K. R., & Johnston, D. M. (2016) bahwa pendidikan bencana memberikan perbedaan yang signifikan antara rata-rata kelompok yang mendapat pendidikan dan kelompok tidak mendapat pendidikan ke arah yang diharapkan dari segi jumlah perilaku yang berhubungan dengan keselamatan dalam bencana. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di BPBD Banjarnegara pada tanggal 22 Desember 2017 didapatkan hasil wawancara

dengan ketua KASI 1 yang bertugas dalam bidang penanggulangan dan mitigasi bencana bahwa sejauh ini program pendidikan kebencanaan di sekolah baru dilaksanakan untuk sekolah SMP, SMA dan SLB, belum ada program pendidikan kebencanaan untuk sekolah SD. Sedangkan secara geografis banyak sekolah SD yang terletak di daerah rawan bencana longsor seperti sekolah MI Sijeruk dan kondisi gedung beberapa ada yang retak, Desa Sijeruk sendiri pernah mengalami bencana tanah longsor pada tahun 2006 dengan jumlah korban sebanyak 100 orang dan terjadi longsor kembali pada tahun 2014 dengan jumlah korban 16 orang. Dengan dasar latar belakang diatas oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pendidikan kebencanaan terhadap pengetahuan bencana tanah longsor siswa MI Sijeruk di Kabupaten Banjarnegara. B. Rumusan Masalah Bencana dapat terjadi dimana saja dan kapan saja dan merupakan peristiwa alam yang tidak bisa dihindari, namun dengan mengenali penyebab bencana, mempelajari kejadian bencana yang telah terjadi, menganalisa data bencana yang ada maka dampak bencana dapat diminimalisir karena itu perlu dilakukan mitigasi bencana yang salah satunya adalah pendidikan bencana. Didalam bencana salahsatu kelompok rentan adalah anak-anak sehingga perlu dilakukan pendidikan bencana terhadap anak-anak. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti memuat rumusan masalah yaitu Adakah Pengaruh Pendidikan Kebencanaan

Terhadap Pengetahuan Bencana Tanah Longsor Siswa Madrasah Ibtidaiyah Sijeruk Di Kabupaten Banjarnegara? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui pengaruh pendidikan kebencanaan terhadap pengetahuan bencana tanah longsor siswa MI Sijeruk di Kabupaten Banjarnegara. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui karakteristik siswa MI Sijeruk. b. Untuk mengetahui pengetahuan bencana tanah longsor siswa MI Sijeruk sebelum mengikuti pendidikan kebencanaan. c. Untuk mengetahui pengetahuan bencana tanah longsor siswa MI Sijeruk setelah mengikuti pendidikan kebencanaan. d. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kebencanaan terhadap terhadap pengetahuan bencana tanah longsor siswa MI Sijeruk. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan diatas maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang peran perawat dalam bencana khususnya tentang upaya mitigasi untuk meningkatkan pengetahuan bencana tanah longsor siswa sekolah dasar.

2. Bagi responden Peneliti berharap penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang bencana tanah longsor. 3. Bagi instansi terkait Sebagai informasi untuk BPBD Kabupaten Banjarnegara dan sekolah MI Sijeruk mengenai pengetahuan siswa tentang bencana tanah longsor, sehingga dapat dijadikan bahan pengambilan keputusan dalam memberikan pembelajaran tentang kebencanaan, khususnya bencana yang paling beresiko terjadi di Banjarnegara. 4. Bagi ilmu pengetahuan a. Penelitian ini dapat dijadikan kajian yang ilmiah dalam menelaah tentang pengaruh pendidikan kebencanaan terhadap pengetahuan bencana siswa sekolah dasar. b. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan sumber untuk mengadakan penelitaian lebih lanjut pada permasalahan yang sama. E. Penelitian Terkait 1. Chaerummi (2014) Judul penelitian Pengaruh Konsep Diri Dan Pengetahuan Siswa Terhadap Kesiapsiagaan Bencana Gempa Bumi Di SDN 27 Dan MIN Merduati Banda Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengidentifikasi pengaruh konsep diri dan pengetahuan siswa di SDN 27 dan MIN Merduati Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh terhadap

kesiapsiagaan pengurangan risiko bencana gempa bumi. Metode yang digunakan adalah explanatory research. Desain penelitian menggunakan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik stratified random, yaitu 52 orang dari Sekolah SDN 27 dan 69 orang dari MIN Merduati. Data primer diperoleh melalui angket yang telah disusun meliputi: konsep diri, pengetahuan, dan kesiapsiagaan pengurangan risiko bencana kepada siswa. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi terhadap responden ditemukan bahwa secara umum pengetahuan dan konsep diri responden berada pada kategori baik, sedangkan kesiapsiagaannya kurang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsep diri siswa pada SDN 27 masih lebih rendah dibandingkan pada MIN Merduati, tingkat pengetahuan siswa pada MIN Merduati lebih rendah dibandingkan dengan SDN 27, disamping itu tingkat kesiapsiagaan siswa di MIN Merduati lebih rendah dari SDN 27. Selain itu, ditemukan adanya pengaruh antara pengetahuan dengan kesiapsiagaan pada siswa MIN Merduati (Nilai p = 0,018), dan tidak ada pengaruh secara langsung antara konsep diri terhadap kesiapsiagaan siswa SDN 27 dan MIN Merduati. 2. Hayashi, T (2014) Judul penelitian Disaster Prevention Education in Merapi Volcano Area Primary Schools: Focusing on Students Perception and Teachers Performance. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan pencegahan bencana di sekolah dasar dengan

berfokus pada persepsi siswa dan kinerja guru dalam menghadapi bencana. Penelitian ini menggunakan metode dengan menggali informasi tentang persepsi siswa dalam menghadapi bencana dan kinerja guru mengenai pelaksanaan kurikulum pendidikan pencegahan bencana di sekolah dasar di daerah gunung berapi. Untuk mengumpulkan data menggunakan dua set kuesioner yang disusun dan dikirim ke responden siswa dan guru untuk diisi oleh mereka dan kemudian dianalisis secara statistik, Pengumpulan data dilakukan di 24 sekolah dasar di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta yang dipilih dengan sengaja dan ditentukan oleh pemerintah sebagai daerah berisiko tinggi terkena dampak letusan gunung berapi. Penelitian ini melibatkan 548 siswa kelas lima dengan usia 10-13 tahun dan 191 guru terdiri dari 112 guru kelas (mengajar hampir semua mata pelajaran) dan 79 guru yang hanya mengajar satu mata pelajaran. Hasil penelitian ini adalah masih ada kebingungan atau masalah mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku efektif siswa terkait dengan tindakan pencegahan bencana alam. Masalah pertama adalah pengetahuan siswa tentang akibat gempa buruk: siswa (44%) tidak tahu bahwa keluar rumah ketika guncangan gempa besar berbahaya dilakukan, (51%); tidak tahu gempa besar bisa menyebabkan kebakaran rumah, (29%); tidak tahu gempa besar kadang diikuti oleh letusan gunung berapi dan (22%) tidak tahu fenomena banyak hewan yang turun ke pemukiman masyarakat adalah salah satu tanda bahwa gunung berapi bisa meletus. Masalah kedua adalah sikap siswa buruk: 30% siswa tidak merasa bahwa daerah tempat

tinggal mereka rentan terhadap bencana alam; 35% dari mereka masih percaya tentang mitos kekuatan orang super (juru kunci) tentang bencana alam; dan 38% dari mereka tidak menyadari bahwa kerusakan manusia bisa mengakibatkan bencana. Masalah ketiga adalah sikap siswa: ada 20% siswa yang tidak berdiskusi atau berbagi informasi tentang bencana alam dari sekolah ke keluarga mereka; dan ada 22% tidak sering membaca buku yang berhubungan dengan bencana alam dan pencegahannya. Dan Fakta menunjukkan bahwa ada banyak guru (80%) yang masih kekurangan pengetahuan terkait dengan pencegahan bencana alam karena keterbatasan pelatihan guru profesional. 3. Ronan, K. R., & Johnston, D. M (2016). Judul penelitian ini adalah Correlates of Hazard Education Programs for Youth. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pendidikan bencana terhadap remaja. Penelitian ini melibatkan siswa yang berasal dari tiga sekolah dasar dan menengah di wilayah Auckland, Selandia Baru dengan total 560 peserta usia berkisar antara 7 sampai 13 tahun, 258 adalah perempuan dan 244 laki-laki. Dalam penelitian ini peserta dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang pernah mengikuti pendidikan bencana dan kelompok yang tidak pernah mengikuti pelatihan bencana dan data dikumpukan menggunakan kuesioner yang diisi oleh peserta. Hasil penelitian ini adalah ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata kelompok yang mendapat pendidikan dan kelompok tidak mendapat pendidikan ke arah yang

diharapkan dari segi jumlah perilaku yang berhubungan dengan keselamatan (n= 15 tanggapan yang benar), rata-rata keseluruhannya adalah 8,45 (SD= 2,93). Dan ada perbedaan berarti dalam kaitannya dengan hubungan antara pengetahuan dan aspek yang spesifik dari program pendidikan bencana. 4. Prabowo,N.A (2017). Judul penelitian Pengaruh Pendidikan Kesiapsiagaan Bencana Terhadap Tingkat Pengetahuan Bencana Tanah Longsor Di Desa Panusupan Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesiapsiagaan bencana terhadap tingkat pengetahuan bencana tanah longsor di Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain Pre-experimental with one group pre and post test without control group design, dengan populasi kader-kader Desa Panusupan yang meliputi tokoh masyarakat, perangkat desa,tokoh agama dan karang taruna dengan total sample 46 responden. Hasil penelitian ini adalah kesiapsiagaan bencana tanah longsor sebelum pendidikan kesiapsiagaan didapatkan skor rata-rata pengetahuan responden sebesar 7,41 dan setelah dilakukan pendidikan kesiapsiagaan skor rata-rata 9,80. Dengan uji wilcoxon terdapat pengaruh pendidikan kesiapsiagaan bencana terhadap pengetahuan, nilai Z hitung dengan α=5% didapatkan nilai Z tabel ±1,64, artinya Z hitung> Z tabel.