BAB I PENDAHULUAN. memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia serta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu ilmu yang saat ini berkembang dengan pesat, baik secara teoritis

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Francisca, Miss Indonesia 2005 menganggap pendidikan adalah hal yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. memasuki suatu era yang cukup memprihatinkan, khususnya bidang pendidikan. Badan Pusat

BAB I PENDAHULUAN. (rohani) dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit,

BAB I PENDAHULUAN. memerhatikan kesehatannya, padahal kesehatan itu penting dan. memengaruhi seseorang untuk dapat menjalani kehidupan sehari-harinya

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Juga

BAB I PENDAHULUAN. hatinya lahir dalam keadaan yang sehat, dari segi fisik maupun secara psikis atau

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dilihat berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), tercatat

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peran dalam kehidupannya, seperti menjadi suami atau istri bagi

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental dengan pengaruh perubahan perilaku yang tidak disadari. Pola

BAB I PENDAHULUAN. pula dengan individu saat memasuki masa dewasa dini. Menurut Harlock (1980),

BAB I PENDAHULUAN. suatu jenis penyakit yang belum diketahui secara pasti faktor penyebab ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia ke arah globalisasi yang pesat, telah menjadikan

Social competence. Ps tinggi. W tinggi. Kyi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari sejumlah individu yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Resiliensi yang berdasarkan (Benard, Bonnie 2004) dalam buku Resiliency : What

BAB I PENDAHULUAN. pasangan suami istri, dengan harapan anak mereka akan menjadi anak yang sehat,

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan oleh orang tua tunggal adalah salah satu fenomena di zaman

BAB I PENDAHULUAN. Banyak bermunculan fenomena perceraian yang terjadi, dimana tingkat perceraian di

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya yang tidak dapat mereka atasi. Masalah yang sering membuat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan penyakit tertua di dunia yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan sumber daya yang memiliki potensi untuk dapat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai efektivitas individual

BAB 1 PENDAHULUAN. di kota-kota lain di Indonesia. Tidak memandang dari status sosial mana individu

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit pemerintah, fungsi sosial inilah yang paling menonjol. Menurut WHO,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau yayasan, orangtua, guru, dan juga siswa-siswi itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. adalah belajar/berprestasi, hormat dan patuh pada ayah-ibu. Jika peran setiap

BAB I PENDAHULUAN. negara lain, tapi juga terjadi di Indonesia. Keberadaan perempuan, yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Masyarakat berlomba-lomba untuk memenuhi kebutuhan tersebut agar

BAB I PENDAHULUAN. Ketika dua orang memasuki perkawinan, mereka mengikat komitmen untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. Semua orangtua berharap dapat melahirkan anak dengan selamat dan

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, sampai dengan bulan

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi yang terjadi di seluruh dunia menyebabkan tingkat persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara pria dan wanita

BAB I. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit sehingga membuat. banyak orang merasa cemas. Salah satu jenis penyakit tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. tidak berfungsi dan dapat menyebabkan kematian. Menurut Organisasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia sebagian besar terletak di kawasan rawan bencana

BAB I PENDAHULUAN. yang menerjang sebagian besar wilayah pantai barat dan utara Propinsi Nanggroe

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bukunya Resiliency : What We Have Learned. Teori ini digunakan karena sesuai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang tidak mencerminkan kehidupan keluarga yang utuh dan harmonis.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. nonformal (Pikiran Rakyat, 12 November 1998). Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi remaja untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik pula. Pendidikan memiliki peran penting bagi setiap bangsa, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dapat berubah melalui pendidikan baik melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN jiwa, yang terdiri dari tuna netra jiwa, tuna daksa

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya manusia akan tertarik baik secara fisik maupun psikis pada

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB 1 PENDAHULUAN. karena pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan pembelajaran,

BAB I PENDAHULUAN. seseorang yang memasuki tahap perkembangan dewasa awal yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dengan keberhasilan itulah, individu berharap memiliki masa depan cerah yang

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan akhir kehidupan. Dalam proses tersebut, manusia akan mengalami tahap

Studi Deskriptif Mengenai Personal Strengths pada Siswa Miskin Kelas 2 SMAN 1 Margahayu Kabupaten Bandung

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut berdampak pada rendahnya angka partisipasi pendidikan (APK)

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang optimal. Menurut definisi yang dikembangkan oleh AAMD

BAB I PENDAHULUAN. dengan bertambahnya usia. Semakin bertambahnya usia maka gerak-gerik, tingkah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang

BAB I PENDAHULUAN. kandungan, masa bayi, balita, usia sekolah dan remaja. Setiap tahapan tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. dari panca indera lain. Dengan demikian, dapat dipahami bila seseorang

BAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan formal maupun nonformal. mempermudah mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan data dari Badan

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Mereka yang telah selesai mengenyam pendidikan, akan melanjutkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 2008, masalah kesehatan seringkali menjadi topik utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Olahraga merupakan suatu kegiatan yang melibatkan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. Namun, terkadang terdapat keadaan yang membuat manusia sulit untuk

Studi Deskriptif Mengenai Resiliensi pada Warakawuri di Komunitas AW Bandung Descriptive Study about Warakawuri Resilience at AW Community in Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan populasi penduduk sebesar jiwa pada data

BAB I PENDAHULUAN. mendalam di seluruh dunia dikarenakan jumlah penderita autisme yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai aspek bidang kehidupan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Hal ini didukung oleh berkembangnya ilmu pengetahuan, serta semakin

BAB I PENDAHULUAN. Syndrome atau yang dikenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan, keluarga yang harmonis adalah dambaan setiap orang. Semua ini bisa

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sejak terbentuknya seorang manusia baru yakni sejak terjadinya konsepsi

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

KATA PENGANTAR. Angket ini berisi daftar pernyataan yang berhubungan dengan penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga jenjang pendidikan sangat penting. Di negara-negara maju, para

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran peserta didik yang dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, masalah pun semakin kompleks, mulai

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam Undang- Undang Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Pendidikan formal dimulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah sampai pada pendidikan tinggi (Jamaris, 2013). Pendidikan tinggi adalah salah satu jenjang pendidikan bagi setiap orang, yaitu dengan tahap pemahaman, pengembangan, dan implementasi terhadap bidang keilmuan jauh lebih tinggi tingkatnya dibandingkan jenjang pendidikan tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, maupun Sekolah Menengah Umum. Perguruan Tinggi bertujuan untuk mencetak lulusan yang siap bekerja dalam kompetensi dan bidang keahliannya masing-masing. Kebutuhan yang tinggi pada dunia kerja untuk setiap lulusan perguruan tinggi membuat perguruan tinggi mencoba menyiapkan materi pada setiap mata kuliahnya setidaknya menjawab kebutuhan para pengguna tenaga lulusan perguruan tinggi. Penyusunan materi tertuang dalam kurikulum yang disusun oleh perguruan tinngi. Penyusunan kurikulum harus melihat lulusan perguruan tinggi nantinya siap menjadi lulusan yang kompeten dalam bidangnya (http://repository.maranatha.edu/18410/1/6.%20kurikulum%20nasional.pdf, diakses pada 6 Maret 2017). 1

2 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai capaian pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses, dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan program studi. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia atau disingkat KKNI merupakan kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, serta mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. Dengan adanya KKNI ini diharapkan akan mengubah cara melihat kompetensi seseorang, tidak lagi semata ijazah tetapi dengan melihat kepada kerangka kualifikasi yang disepakati secara nasional sebagai dasar pengakuan terhadap hasil pendidikan seseorang secara luas (formal, non formal, atau in formal) yang akuntanbel dan trasparan (http://repository.maranatha.edu/18410/1/6.%20kurikulum%20nasional.pdf, diakses pada 6 Maret 2017). Berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) Fakultas Psikologi Universitas X Bandung, mata kuliah akan dikontrak sesuai dengan daftar mata kuliah yang disajikan oleh Fakultas Psikologi Universitas X Bandung dan tidak bergantung pada pencapaian IP/IPK per semester sampai dengan semester dua. Kurikulum KKNI menggunakan standar nilai kelulusan adalah huruf mutu B dan apabila mahasiswa gagal mencapai standar tersebut, mahasiswa akan diberikan remedial, yaitu kesempatan untuk memperbaiki nilai yang tidak mencapai standar nilai kelulusan. Mulai semester tiga dan seterusnya, apabila mahasiswa mendapat nilai E pada modul/mata kuliah psikologi tahun ajaran sebelumnya, maka mahasiswa wajib mengontrak kembali mata kuliah tersebut. Terdapat juga sistem pra-syarat, misalnya untuk mengontrak mata kuliah Psikologi

3 Positif Lanjutan, mahasiswa harus memperoleh nilai minimal B pada mata kuliah Psikologi Positif. Pelaksanaan perkuliahan KKNI sesuai dengan waktu kuliah per semester tahun ajaran, dengan jumlah waktu pembelajaran sebanyak 17 minggu tanpa adanya ujian tengah semester atau ujian akhir semester. Lamanya waktu belajar berdasarkan jumlah SKS tiap mata kuliah, waktu untuk setiap 1 SKS adalah 1 jam. Setiap mata kuliah disusun dalam modul-modul, jumlah modul dalam setiap mata kuliah ditentukan oleh pengelompokan materi ajar dan kemudahan mahasiswa untuk mempelajari materi ajar mata kuliah tersebut agar diperoleh kompetensi yang ditentukan. Untuk setiap mata kuliah disusun Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS) serta Rancangan Program Pembelajaran. Sistem penilaian atau evaluasi dalam kurikulum KKNI ini meliputi proses pembelajaran mahasiswa di kelas, tugas, presentasi dan kuis. Setiap modul diakhiri dengan nilai modul, mahasiswa dinyatakan lulus untuk modul tersebut bila mendapatkan nilai minimal B untuk setiap bagian modul. Bila mahasiswa belum memperoleh nilai minimal B untuk setiap bagian, maka mahasiswa diharuskan mengikuti remedial untuk bagian modul yang belum mencapai nilai minimal B. Apabila mahasiswa yang setelah 2 kali remedial masih belum mencapai nilai minimal B, maka mahasiswa tersebut harus mengulang modul-modul dari mata kuliah yang belum mencapai nilai minimal tersebut. Kurikulum KKNI mulai diterapkan di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung sejak tahun akademik 2013/2014 hingga sekarang. Sistem pembelajarannya berfokus pada mahasiswa bukan dosen yang disebut student centered learning. Dosen menjelaskan secara singkat mengenai materi yang dibahas, kemudian mahasiswa harus mencari materi tersebut melalui buku-buku atau jurnal melalui internet dengan cara berkelompok dengan temanteman sekelasnya. Mereka akan mendiskusikan mengenai materi tersebut dan mempresentasikannya di kelas. Dari tugas dan presentasi mahasiswa mendapatkan nilai tugas

4 dan presentasi kelompok. Selain melalui tugas dan presentasi kelompok, mahasiswa juga mendapatkan nilai dari kuis yang diberikan oleh dosen. Dengan diberlakukannya kurikulum KKNI, mahasiswa harus siap menghadapi pembelajaran secara mandiri dan aktif, mereka harus mencari bahan materi melalui bukubuku yang tersedia di perpustakaan dan mencari jurnal melalui browsing di internet untuk dipresentasikan dan dibahas bersama-sama dengan teman-teman dan dosen di kelas. Di dalam kelas, dosen memberikan gambaran materi secara garis besar kemudian setiap mahasiswa membentuk kelompok diskusi untuk mencari penjelasan lebih rinci mengenai materi yang sudah diberikan oleh dosen. Setelah itu, setiap kelompok akan presentasi mengenai hasil diskusi mereka. Setiap mahasiswa atau kelompok yang tidak mengerti dapat bertanya atau mengomentari presentasi dari kelompok yang lain. Selain itu mahasiswa juga dihadapkan pada jadwal perkuliahan yang padat yaitu perkuliahan yang dilaksanakan setiap hari senin sampai jumat dari pukul 07.00 WIB 16.00 WIB. Kemudian masih ada tugas-tugas kelompok yang diberikan di dalam kelas untuk dikerjakan, tugas individual / kelompok untuk dikumpulkan pada pertemuan berikutnya, dan mereka juga perlu mempersiapkan diri untuk mengikuti kuis pada minggu berikutnya. Kurikulum KKNI menekankan pada hard skills yaitu penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya, dan soft skills yaitu keterampilan yang digunakan dalam berhubungan dan bekerja sama dengan orang lain. Penerapan sistem KKNI membuat beberapa mahasiswa mengalami kesulitan, dimana mereka dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan sistem KKNI yang merupakan sistem pembelajaran baru bagi mereka. Mahasiswa yang mulai memasuki dunia perkuliahan dituntut untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan belajar dan cara belajar yang berbeda dengan sekolah menengah. Pada jenjang sekolah menengah siswa masih mengacu kepada guru sebagai satu-satunya sumber belajar dan kurang bersikap aktif untuk mencari sumber-

5 sumber pengetahuan lain. Sedangkan di Perguruan Tinggi, mahasiswa angkatan 2016 harus menghadapi tuntutan yang tinggi, dimana mahasiswa harus menghadapi pembelajaran secara mandiri dan aktif yaitu mahasiswa harus mencari sumber atau bahan materi untuk mengerjakan tugas. Mereka merasakan kesulitan dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen karena banyaknya tugas dan materi yang harus mereka pelajari. Mahasiswa pun merasa bahwa kuliah dengan sistem KKNI ini cukup berat dan melelahkan karena jadwal kuliah yang padat dari senin hingga jumat dan jam kuliah yang lebih lama membuat mahasiswa menjadi tidak mempunyai waktu untuk melakukan kegiatan di luar jadwal kuliah seperti berkumpul dengan teman-teman mereka. Mahasiswa merasa hanya memiliki sedikit waktu untuk bergaul dengan temannya di luar kampus, mereka tidak memiliki waktu untuk berkumpul dengan teman-teman mereka lagi karena mereka sibuk dengan perkuliahan. Mahasiswa angkatan 2016 dihadapkan pada tugas setiap harinya dan mempersiapkan materi serta kuis dari setiap materi yang diberikan dosen. Mahasiswa harus mempersiapkan diri dengan belajar dan mengerti mengenai materi dan juga harus bisa menguasai materi dalam waktu yang cukup singkat. Selama mengikuti kegiatan akademik, mahasiswa angkatan 2016 juga harus mengikuti kegiatan non akademik yang diadakan oleh senat mahasiswa untuk mengumpulkan poin sebagai syarat mengikuti ujian sidang sarjana psikologi. Apabila mahasiswa tidak mengikuti kegiatan senat mahasiswa, dengan sendirinya mahasiswa tidak akan memiliki poin. Oleh karena itu selain disibukkan oleh kegiatan di kelas, mereka juga harus mengikuti kegiatan di luar jam perkuliahan demi mengumpulkan poin sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan yaitu 300 poin. Mahasiswa menghadapi kegiatan akademik yang cukup padat, namun mereka juga harus mengikuti kegiatan non akademik di luar jadwal kuliah. Hal ini dapat menyebabkan mahasiswa dalam keadaan menekan. Akan tetapi mahasiswa yang memiliki

6 daya tahan mampu beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi secara baik walaupun ditengah keadaan yang menekan selama menjalani perkuliahan dengan kurikulum KKNI. Menghadapi tekanan-tekanan yang ada sebagai seorang mahasiswa, maka mahasiswa angkatan 2016 memerlukan kemampuan untuk bertahan yang disebut resiliency. Resiliency merupakan kemampuan individu untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi secara baik walaupun ditengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan (Benard, 2004). Resiliency diperlukan agar seseorang mampu melakukan fungsinya sebagai orang dewasa untuk dapat mengambil keputusan sendiri, berkurangnya ketergantungan kepada orangtua, memiliki rasa tanggung jawab yang berlandaskan perencanaan di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan (Benard, 2004). Resiliency memiliki empat aspek dalam personal strength, yaitu social competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose and bright future. Berdasarkan survei awal yang dilakukan terhadap 20 mahasiswa angkatan 2016, sebanyak 8 (40%) mahasiswa merasa senang mengikuti proses perkuliahan dengan kurikulum KKNI karena mereka tertarik untuk mempelajari ilmu psikologi, sedangkan 12 (60%) mahasiswa merasa padatnya kegiatan perkuliahan membuat mereka merasa kelelahan karena banyaknya tugas individu dan kelompok yang harus mereka selesaikan. Pada aspek social competence, terdapat 17 (85%) mahasiswa merasa mampu memanfaatkan waktu untuk menjalin relasi dengan teman sebaya di sela padatnya waktu kuliah, sedangkan 3 (15%) mahasiswa merasa padatnya jadwal perkuliahan membuat mereka kesulitan untuk menjalin relasi dengan teman sebaya karena kurangnya waktu untuk berkumpul dengan temantemannya. Selain itu, pada aspek problem solving skills. Terdapat 12 (60%) mahasiswa mengalami kesulitan dalam membagi waktu mengerjakan tugas yang harus dikerjakan setiap hari dengan kegiatan di luar perkuliahan seperti kegiatan senat mahasiswa sehingga tugas

7 kuliah mereka menjadi terhambat, sedangkan 8 (40%) mahasiswa menyatakan mampu membagi waktu yang mereka miliki untuk belajar, mengerjakan tugas dan mengikuti kegiatan di luar perkuliahan. Pada aspek sense of purpose and bright future, sebanyak 18 (90%) mahasiswa merasa yakin akan kemampuan yang mereka miliki untuk dapat menyelesaikan studinya tepat waktu, sedangkan 2 (10%) mahasiswa merasa kurang yakin dapat menyelesaikan studinya tepat waktu karena perkuliahan yang sulit. Menurut Astrid Papat Anggraeni (2008), mahasiswa yang resilient, ketika mengalami tekanan dalam proses adaptasi pada studinya, dapat memberikan respon positif terhadap lingkungan, tetap mampu menjalin relasi dengan teman sebaya baik di lingkungan kampus, maupun di lingkungan tempat tinggalnya, berkomunikasi secara efektif, mampu berempati pada teman yang sedang menghadapi kemalangan (social competence). Selain itu mahasiswa juga diharapkan mampu mengetahui apa yang harus dilakukan ketika menghadapi masalah dalam hal pelajaran dan pergaulan, mampu mengungkapkan masalah mereka, meminta bantuan kepada orangtua, dosen, atau teman, apabila mahasiswa tidak dapat menyelesaikannya seorang diri. Mahasiswa tersebut mampu mengambil keputusan atas permasalahan yang dihadapinya. Mereka juga diharapkan mampu untuk mengetahui apa yang harus dilakukan saat seorang teman membutuhkan bantuan darinya (problem solving skills). Selain itu mahasiswa juga diharapkan mampu untuk mengingatkan diri jika ada tugas atau belajar untuk menghadapi kuis, dan tidak bergantung kepada orang lain untuk menyelesaikannya, mampu membagi waktunya dengan tepat, mengetahui mana yang menjadi prioritasnya (autonomy). Mahasiswa juga diharapkan memiliki keyakinan bahwa mereka dapat lulus tepat waktu, mewujudkan cita-cita sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, tidak putus asa, yakin dengan kemampuan dirinya, jika menghadapi kegagalan dalam suatu mata kuliah tertentu tidak akan mudah putus asa melainkan akan berusaha lebih giat belajar, agar mendapat hasil yang lebih baik (sense of purpose).

8 Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Paundra Kartika Permata Sari dan Endang Sri Indrawati (2016) didapati bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial teman sebaya dengan resiliensi akademik, yang artinya semakin tinggi dukungan sosial teman sebaya maka semakin tinggi pula resiliensi akademik mahasiswa. Hasil yang sama juga terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Alaiya Choiril Mufidah (2017) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara dukungan sosial dengan resiliensi. Dukungan sosial merupakan rasa nyaman, perhatian, penghargaan, ataupun bantuan yang tersedia bagi individu dari individu lain ataupun kelompok (Uchino, 2004 dalam Sarafino, 2011). Dukungan sosial dapat diperoleh dari orang tua, anggota keluarga, teman sebaya, sekolah, komunitas atau masyarakat (Sarafino, 2011). Mahasiswa angkatan 2016 berada pada tahap perkembangan remaja. Pada masa remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya. Hubungan teman sebaya yang baik perlu bagi perkembangan sosial yang normal pada masa remaja. Ketidakmampuan remaja untuk menjalin hubungan dengan teman sebaya mereka dapat menimbulkan gangguan dan isolasi sosial pada remaja. Oleh karena itu, peran teman sebaya (peers) pada tahap perkembangan remaja menjadi penting. Santrock (2007) mendefinisikan peer group sebagai sekumpulan individu dengan usia atau tingkat kedewasaan yang sama, dengan kata lain adalah teman sebaya. Teman sebaya merupakan sumber dukungan yang paling berpengaruh pada remaja ketika mereka merasa stres (O Brien, 1990 dalam Santrock, 2007). Individu yang memiliki dukungan sosial merasa bahwa mereka dicintai, dihargai, dan merupakan bagian dari jaringan sosial, yang dapat membantu pada saat dibutuhkan (Sarafino, 2011). Terdapat empat bentuk dukungan sosial teman sebaya yaitu, emotional/esteem support, tangible/instrumental support, informational support, dan companionship support.

9 Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan kepada 10 mahasiswa, terdapat 7 (70%) mahasiswa yang mengatakan bahwa ketika sedang mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas, teman-teman akan mencoba untuk membantu menjelaskan tugas tersebut. Ketika mahasiswa mendapatkan bantuan dari teman-temannya, mahasiswa akan lebih memahami materi yang dijelaskan sehingga dapat mengerjakan tugas yang diberikan, hal ini merupakan bentuk dari informational support. Apabila mahasiswa sedang mengalami masalah, temantemannya akan mencoba untuk memberi semangat, motivasi, dan memintanya untuk bercerita mengenai masalah yang dihadapinya. 5 (50%) mahasiswa yang menerima semangat dari temannya akan merasa termotivasi dan lebih semangat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas, hal ini menggambarkan emotional support. Terdapat pula 8 (80%) mahasiswa yang mengatakan bahwa terdapat teman yang sering mengajak untuk diskusi dan belajar bersama, hal ini menggambarkan companionship support. Berdasarkan gambaran fenomena yang peneliti temukan pada mahasiswa angkatan 2016, maka peneliti tertarik ingin mengetahui kontribusi dukungan sosial teman sebaya terhadap resiliency pada mahasiswa angkatan 2016 di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi dukungan sosial teman sebaya terhadap resiliency pada mahasiswa angkatan 2016 di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung.

10 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai dukungan sosial teman sebaya dan resiliency pada mahasiswa angkatan 2016 di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kontribusi dukungan sosial teman sebaya terhadap resiliency pada mahasiswa angkatan 2016 di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis Memberikan informasi bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang psikologi pendidikan mengenai dukungan sosial teman sebaya terhadap resiliency pada mahasiswa angkatan 2016 di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung. Memberikan masukan dan acuan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian mengenai seberapa besar kontribusi dukungan sosial teman sebaya terhadap resiliency. 1.4.2 Kegunaan Praktis Memberikan informasi kepada peneliti selanjutnya mengenai dukungan sosial teman sebaya dengan kaitannya terhadap resiliency pada mahasiswa angkatan 2016 di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung. Informasi ini dapat dipergunakan

11 sebagai bahan pertimbangan dalam mengadakan penelitian selanjutnya yang lebih mendalam. Memberikan informasi kepada pihak Fakultas Psikologi Universitas X Bandung mengenai pentingnya dukungan sosial teman sebaya terhadap resiliency pada mahasiswa. 1.5 Kerangka Pikir Sebagai mahasiswa yang menjalani kurikulum KKNI, mereka diharapkan siap menghadapi pembelajaran secara mandiri dan aktif. Mahasiswa angkatan 2016 menghayati proses perkuliahan sebagai suatu hal yang membuat mereka tertekan karena berbagai kesulitan yang mereka alami. Kesulitan-kesulitan ini antara lain, seperti jadwal kuliah yang padat dari Senin hingga Jumat dan jam kuliah yang lebih lama membuat mahasiswa menjadi tidak mempunyai waktu untuk melakukan kegiatan di luar jadwal kuliah, banyaknya tugas individual dan kelompok yang harus diselesaikan dan memersiapkan diri untuk menghadapi kuis dengan mempelajari materi yang telah dibahas di kelas. Mahasiswa juga harus mengikuti kegiatan non akademik diluar jadwal kuliah. Bonnie Benard (2004) menyatakan bahwa caring relationship melalui masyarakat dapat berbentuk dukungan sosial di dalam kehidupan individu yang dapat diberikan oleh teman, tetangga, maupun lembaga bantuan (Schorr, 1998, dalam Benard 2004). Dukungan sosial dapat diperoleh dari orang tua, anggota keluarga, teman sebaya, sekolah, komunitas atau masyarakat (Sarafino, 2011). Dalam melakukan kegiatan akademiknya, mahasiswa lebih banyak menghabiskan waktunya berada di lingkungan kampus. Oleh karena itu, lingkungan kampus berpotensi untuk memberikan dukungan bagi mahasiswa. Dalam beraktivitas seharihari di lingkungan kampus pun, mahasiswa paling sering berinteraksi dengan teman sebayanya. Baik yang berkaitan dengan hal akademik maupun non-akademik. Ketika sedang

12 ada waktu luang, ketika berada di dalam kelas, ketika mengerjakan tugas kelompok, maupun ketika mengerjakan tugas mandiri, jika ada hal yang kurang dimengerti, mahasiswa cenderung akan bertanya pada teman dibandingkan langsung bertanya pada dosen. Jika ditinjau dari tahap perkembangan, mahasiswa berada pada tahap masa remaja. Santrock (2007) berpendapat bahwa tahap perkembangan remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja dimulai pada sekitar usia 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia sekitar 18 hingga 22 tahun. Pada masa remaja, hubungan dengan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya. Hubungan teman sebaya yang baik perlu bagi perkembangan sosial yang normal pada masa remaja. Ketidakmampuan remaja untuk menjalin hubungan dengan teman sebaya mereka dapat menimbulkan gangguan dan isolasi sosial pada remaja. Oleh karena itu, peran teman sebaya (peers) pada tahap perkembangan remaja menjadi penting. Dukungan sosial didefinisikan sebagai rasa nyaman, perhatian, penghargaan, ataupun bantuan yang tersedia bagi individu dari individu lain ataupun kelompok (Uchino, 2004 dalam Sarafino, 2011). Terdapat empat bentuk dukungan sosial yaitu emotional/esteem support, tangible/instrumental support, informational support, dan companionship support. Emotional/esteem support merupakan empati, perhatian, pandangan positif, dan dorongan yang diberikan terhadap mahasiswa. Hal ini memberikan rasa nyaman dan ketenangan, merasa dimiliki, serta membuat mahasiswa merasa dicintai saat berada dalam kondisi tertekan. Tangible/instrumental support merupakan perhatian yang didapatkan mahasiswa dalam bentuk bantuan uang, barang, jasa maupun bantuan lain yang diberikan secara nyata (seperti membantu mengerjakan tugas). Informational support merupakan pemberian nasehat, pengarahan, saran, atau feedback kepada individu agar individu dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Companionship support merupakan perhatian yang didapatkan mahasiswa dalam bentuk menghabiskan waktu bersama sehingga mahasiswa merasa bahwa ia

13 merupakan bagian dari kelompok yang memiliki ketertarikan yang sama ataupun terlibat dalam aktivitas yang sama. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Paundra Kartika Permata Sari dan Endang Sri Indrawati (2016) didapati bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial teman sebaya dengan resiliensi akademik, yang artinya semakin tinggi dukungan sosial teman sebaya maka semakin tinggi pula resiliensi akademik mahasiswa. Hasil yang sama juga terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Alaiya Choiril Mufidah (2017) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara hubungan dukungan social dengan resiliensi Resiliency merupakan kemampuan individu untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi secara baik walaupun ditengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan (Benard, 2004). Resiliency diperlukan agar seseorang mampu melakukan fungsinya sebagai orang dewasa untuk dapat mengambil keputusan sendiri, berkurangnya ketergantungan kepada orangtua, memiliki rasa tanggung jawab yang berlandaskan perencanaan di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan (Benard, 2004). Resiliency memiliki empat aspek dalam personal strength, yaitu social competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose and bright future. Personal strength yang pertama adalah social competence yang merupakan kemampuan yang diperlukan mahasiswa angkatan 2016 yang dalam membangun hubungan yang positif dengan orang lain. Social competence terdiri dari kemampuan responsiveness, communication, empathy and caring dan compassion, altruism and forgiveness. Responsiveness merupakan kemampuan untuk dapat memperoleh respon yang positif dari lingkungan, menjalin dan mempertahankan hubungan yang dekat dengan orang lain. Communication merupakan kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara efektif, menyampaikan secara tepat apa yang ada dalam pikirannya tanpa menyakiti orang lain.

14 Ketika ada materi yang tidak mahasiswa mengerti, mahasiswa tersebut mampu menanyakan dengan baik kepada dosen yang mengajar. Komunikasi yang tepat dapat mengurangi konflik interpersonal, misalnya ketika mahasiswa mengalami konflik dengan teman sekelompoknya, dengan komunikasi yang tepat mahasiswa mampu menanggulanginya dengan cara menjelaskan dengan kata-kata yang tepat sehingga dapat dimengerti dan tidak menyinggung temannya tersebut. Empathy and caring merupakan kemampuan untuk mengetahui apa yang orang lain rasakan dan mengerti perspektif orang lain (Werner, 1992 dalam Benard, 2004). Kemampuan berempati ini merupakan kemampuan menunjukkan kepedulian kepada orang lain. Mahasiswa peduli terhadap lingkungan sekitarnya dengan memberikan perhatian dan peduli kepada temannya yang sedang mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas, mahasiswa tahu bagaimana menempatkan dirinya karena mahasiswa juga memiliki pengalaman yang sama dalam mengerjakan tugas. Compassion, altruism and forgiveness. Compassion merupakan kesediaan untuk memperhatikan dan menolong orang lain (Peterson & Seligman, 2003 dalam Benard, 2004). Altruism merupakan tindakan memberi bantuan kepada orang lain tanpa adanya antisipasi akan reward atau hadiah dari orang yang ditolong. Altruism tidak berarti hanya sekedar menolong namun lebih tepat melakukan sesuatu bagi orang lain sesuai dengan kebutuhan orang tersebut. Forgiveness merupakan mahasiswa angkatan 2016 untuk memaafkan secara tulus segala keadaan tanpa mengingat lagi kesalahan orang lain dan juga tidak melihat perbedaan ras dalam memaafkan. Mahasiswa akan membantu orang-orang disekitarnya sesuai dengan kebutuhan mereka dan tanpa mengharapkan imbalan dan juga mampu memaafkan diri sendiri maupun orang lain. Personal strength yang kedua adalah problem solving. Problem solving merupakan kemampuan untuk dapat berpikir kreatif dan fleksibel terhadap suatu masalah, membuat rencana dan tindakan apa yang akan dilakukan saat menghadapi masalah. Problem solving

15 terdiri dari kemampuan planning, flexibility, resourcefulness, critical thinking and insight. Planning merupakan kemampuan untuk mengontrol dan merencanakan masa depannya. Mahasiswa dapat membuat perencanaan mengenai langkah-langkah yang harus diambil untuk mencapai tujuannya dan menetapkan target yang akan dicapai termasuk dalam perencanaan dalam membuat tugas. Flexibility merupakan kemampuan untuk melihat atau mencari cara alternatif dalam menentukan solusi yang terbaik ketika dihadapkan pada suatu masalah atau konflik. Mahasiswa mampu melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang, dapat mencari alternatif solusi sehingga tidak mudah menyerah ketika suatu cara yang dipakai tidak berhasil mengatasi masalah. Resourcefulness merupakan kemampuan untuk mengenali sumber-sumber dukungan di lingkungan, kemampuan untuk berinisiatif mencari bantuan pada orang lain dan kesempatan serta memanfaatkannya untuk mengatasi kesulitan. Resourcefulness harus diikuti dengan inisiatif agar benar-benar bisa meraih peluang dan dukungan yang tersedia. Mahasiswa angkatan 2016 akan mencari bantuan ketika mengalami kesulitan misalnya dalam mengerjakan tugas-tugas. Sumber-sumber seperti internet dan perpustakaan menjadi jalan alternatif untuk membantu mereka mengerjakan tugas-tugas dan juga dapat bertanya pada asisten dosen. Critical thinking and insight mengacu pada keterampilan berpikir tingkat tinggi, kebiasaan menganalisis pemikiran yang terselubung, berusaha mengerti arti dari suatu kejadian, pernyataan atau situasi. Insight adalah bentuk pemecahan masalah yang paling dalam, mencakup kesadaran akan tanda-tanda di lingkungan, terutama pada tanda bahaya. Insight membantu individu menginterpretasikan dan mempersepsikan bahwa kesulitan mereka dapat diatasi dan mereka dapat menjalani perkuliahan dengan lebih baik. Mahasiswa angkatan 2016 tidak mudah terintimidasi oleh kesulitan-kesulitan yang dihadapinya selama proses perkuliahan dan mahasiswa mencoba menemukan apa yang menjadi kelemahan dirinya.

Personal strength yang ketiga adalah autonomy. Autonomy merupakan kemampuan untuk bertindak mandiri dan melakukan kendali terhadap lingkungan. Autonomy terdiri dari 16 kemampuan positive identity, internal locus of control and initiative, self afficacy and mastery, adaptive distancing and resistance, self-awareness and mindfulness dan humor. Positive identity merupakan kemampuan untuk mengenali identitas diri yang positif atau dengan kata lain memiliki self esteem yang kuat juga memiliki pengertian yang kuat tentang makna hidup. Mahasiswa angkatan 2016 tidak merasa rendah diri saat menjalani perkuliahan, sebaliknya tetap memiliki penghargaan diri yang kuat sehingga membuatnya optimistik dalam menjalani perkuliahannya. Internal locus of control and initiative merupakan kemampuan untuk menjadi termotivasi dalam mengarahkan perhatian dan usaha untuk mencapai goal yang menantang. Mahasiswa angkatan 2016 akan bertanggung jawab dan mengendalikan sendiri tugas-tugas kuliahnya, mereka tidak menyalahkan situasi dan lingkungan ketika menghadapi suatu kesulitan. Self afficacy and mastery. Self afficacy merupakan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang bahwa dirinya dapat menyelesaikan apa yang ingin diselesaikannya dan dapat membawanya pada keberhasilan. Mahasiswa angkatan 2016 memiliki keyakinan bahwa dirinya memiliki kemampuan yang diperlukan untuk lulus dalam setiap modulnya. Adaptive distancing merupakan kemampuan untuk mengambil jarak secara adaptif dari hal-hal negatif. Resistance merupakan salah satu bentuk dari adaptive distancing. Adaptive distancing secara emosional melibatkan pemisahan diri dari lingkungan pengasuhan di rumah, lingkungan di sekolah atau komunitas yang buruk. Mahasiswa angkatan 2016 akan mampu membatasi dirinya dari pengaruh-pengaruh yang buruk misalnya teman-teman yang selalu mengajak bermain, sehingga tugas-tugas kuliahnya terbengkalai. Self awareness and mindfulness merupakan kemampuan untuk mengamati/mengenali pikiran, perasaan sendiri, memperhatikan suasana hati, kekuatan dan kebutuhan tanpa terperangkap oleh emosi.

17 Kemampuan mindfulness juga menunjukkan kualitas yang tidak menghakimi, tidak menyerang, menerima, sabar, percaya, terbuka, adil, empati dan saling mengasihi. Mahasiswa angkatan 2016 akan mampu mengenali pikiran dan perasaannya sendiri dengan baik sehingga mereka tidak mudah putus asa apabila mengalami kesulitan atau kegagalan dalam perkuliahan. Humor membantu mengubah kemarahan dan kesedihan menjadi kegembiraan dan membantu seseorang menjauhkan diri dari hal yang menyedihkan. Mahasiswa angkatan 2016 mampu tertawa bahkan bercanda dengan temannya sekalipun sedang mengalami kesulitan dalam perkuliahannya. Personal strength yang keempat adalah sense of purpose and and bright future yang merupakan kekuatan untuk mengarahkan goal secara optimistik dan kreatif dan berkaitan dengan kepercayaan yang mendalam tentang arti hidup dan keberadaan dirinya. A sense of purpose and bright future terdiri dari kemampuan goal direction, achievement motivation and educational aspirations, special interest, creativity and imagination, optimism and hope dan faith, spirituality, and sense of meaning. Goal direction, achievement motivation, and educational aspiration merupakan motivasi untuk mengerahkan kekuatan energinya dalam mencapai goal yaitu suatu keberhasilan dan kesuksesan dalam perkuliahan. Mahasiswa angkatan 2016 akan termotivasi untuk belajar lebih giat, mereka akan mengerahkan energinya untuk mencapai nilai terbaik dalam setiap modulnya. Special interest, creativity and imagination. Werner & Smith (1982, 1992) menemukan bahwa remaja yang mempunyai minat dan kegemaran-kegemaran khusus dapat mengalihkan perhatian mereka dan memberikan mereka suatu sense of task mastery. Individu yang memiliki minat khusus dan mampu menggunakan salah satu kreativitas atau imajinasi dapat menghasilkan aktualisasi diri. Mahasiswa angkatan 2016 akan mengembangkan sisi kreatifitasnya dengan mengasah bakatnya, misalnya dengan mengikuti les menari, bermain alat musik, melukis dan sebagainya. Optimism and hope merupakan

18 motivasi positif dan adanya harapan. Optimism berhubungan dengan kepercayaan dan pemikiran positif, dan harapan diasosiasikan dengan emosi dan perasaan positif (H. Benson, 1996 dalam Benard, 2004). Mahasiswa angkatan 2016 akan optimistik, mereka tidak mudah menyerah untuk mencoba dan bangkit kembali dari setiap kegagalan yang ada. Faith, spirituality and sense of meaning merupakan kekuatan individu yang didapatkan dari keimanan dan spiritualitas kepercayaan kepada Tuhan untuk tetap bertahan dalam situasisituasi yang menekan. Mahasiswa angkatan 2016 lebih optimistik memandang kesulitankesulitan yang dihadapinya selama proses perkuliahan dan berkeyakinan kuat untuk dapat lulus dalam setiap modul, dikarenakan kekuatan yang bersumber dari keimanan kepada Tuhan. Resiliency pada mahasiswa angkatan 2016 yang menjalani kurikulum KKNI di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung tidak terlepas dari protective factors yang mempengaruhi, yaitu caring relationships, high expectations, dan opportunities for participation and contribution yang didapatkan melalui keluarga, lingkungan pendidikan (kampus), dan lingkungan komunitas (teman dan tetangga sekitar. Caring relationship meliputi dukungan kasih sayang, perhatian, dan kepedulian yang diberikan oleh orang lain terhadap individu. High expectation meliputi harapan yang positif dari orang lain terhadap diri individu. Opportunities for participation and contribution meliputi adanya kesempatan bagi individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang menarik dan menantang (Benard, 2004). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat digambarkan dengan skema kerangka pemikiran sebagai berikut.

19 Adversity : Jadwal kuliah yang padat Banyaknya tugas individual dan kelompok yang harus diselesaikan Adanya kuis di setiap pertemuan Adanya kegiatan non akademik yang harus diikuti untuk memperoleh poin Mahasiswa angkatan 2016 di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung Bentuk dukungan sosial teman sebaya Emotional/esteem support Tangible/instrumental support Informational support Companionship support Personal Strength : Social compotence Problem salving skills Autonomy A sense of purpose and bright future Resiliency Protective Factors: Caring relationship High expectation Opportunities for participation and contribution Bagan 1.1 Kerangka Pikir

20 1.6 Asumsi Penelitian Kemampuan resiliency pada mahasiswa angkatan 2016 di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung tampak melalui empat aspek, yaitu social competence, problem solving skills, autonomy dan sense of purpose and bright future. Dukungan sosial teman sebaya dapat mempengaruhi resiliency mahasiswa angkatan 2016 di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung. Dukungan yang diberikan teman sebaya dapat berupa emotional/esteem support, tangible/instrumental support, informational support, dan companionship support. 1.7 Hipotesis Penelitian Terdapat kontribusi yang signifikan antara emotional/esteem support terhadap resiliency pada mahasiswa angkatan 2016 di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung. Terdapat kontribusi yang signifikan antara tangible/instrumental support terhadap resiliency pada mahasiswa angkatan 2016 di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung. Terdapat kontribusi yang signifikan antara informational support terhadap resiliency pada mahasiswa angkatan 2016 di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung. Terdapat kontribusi yang signifikan antara companionship support terhadap resiliency pada mahasiswa angkatan 2016 di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung.