BAB IV ANALISIS FUNGSI LEGISLASI DPR DAN DPD DALAM PERSPEKTIF MAṢLAḤAH MURSALAH

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB I PENDAHULUAN. 1.4 Metode penelitian

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA EKSEMINASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DPR Sebagai Pembuat Undang Undang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

Urgensi Menata Ulang Kelembagaan Negara. Maryam Nur Hidayat i-p enelit i P usat St udi Fakult as Hukum UI I

Makalah Mengenai Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dalam Ketatanegaraan Indonesia BAB I PENDAHULUAN

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

BAB V. Kesimpulan. lahir dalam amandemen ketiga. Secara de facto DPD RI baru ada pada tanggal 1

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

BAB III. A. Urgensi Amandemen Undang Undang Dasar tahun 1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

ara urut ut UUD 1945 Hasil Amandemen

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

TATA TERTIB DPR. Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1. Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan :

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA KEKUASAAN EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF DI INDONESIA

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

: Abdul Qadir Amir Hartono, SE.,SH., MH. : Abdul Qadir / Gus Anton (Panggilan di Daerah)

BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH

KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

KEWENANGAN LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM REFORMASI KELEMBAGAAN PERWAKILAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

PENTINGNYA KEBERADAAN DPD RI SEBAGAI LEMBAGA PENYEIMBANG DI REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI, BUDGETING, DAN PENGAWASAN

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 c. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakila

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEWENANGAN MPR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DAN AMANDEMENNYA

Cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan menegara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

BAB III PROFIL LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERTAMA: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

SOAL VALIDITAS Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat dengan memberikan tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d,!

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

MENYOAL KELEMAHAN DPD. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1. DPD kembali mengalami gesekan dengan saudara tuanya, yaitu DPR.

MAKALAH. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia. Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang

Prinsip Checks And Balances Dalam Struktur Lembaga Perwakilan Rakyat Di Indonesia (Studi Terhadap Usulan Perubahan Kelima UUD NRI Tahun 1945)

Tugas Lembaga PKN. Disusun oleh: Rafi A. Naufal R. Raden M. Adrian Y.

Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Sebagai Salah Satu Lembaga Legislatif Dalam Membuat Suatu Peraturan Perundang-Undangan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERBANDINGAN STRUKTUR DAN KEWENANGAN DPR RI DENGAN DPD RI DALAM FUNGSI LEGISLASI. Suroto ABSTRACT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam BAB VIIA Pasal 22C dan Pasal 22D UUD NRI Berdasarkan

Hubungan antara MPR dan Presiden

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

- 4 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas.

Transkripsi:

121 BAB IV ANALISIS FUNGSI LEGISLASI DPR DAN DPD DALAM PERSPEKTIF MAṢLAḤAH MURSALAH A. Fungsi Legislasi DPR Dalam Perspektif Maṣlaḥah Mursalah Dalam fikih siyasah (sistem ketatanegaraan Islam) terdapat asas-asas pemerintahan yang baik yang harus diwujudkan, asas-asas tersebut digali dari sumber utama fikih siyasah yakni al-qur an dan Hadis. Sebagai contohnya, asasasas tersebut antara lain adalah asas amanah, asas tanggung jawab (al- Mas ūliyyah), asas maslahat (al-maṣlaḥah), dan asas pengawasan (al-muḥāsabah). 1 Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah memberikan makna mengenai tugas yang harus diemban oleh pemerintah dalam negara, di antaranya adalah: 2 1. Menciptakan kemaslahatan bersama; 2. Mewujudkan amanah sebaik-baiknya; dan 3. Menciptakan keadilan semaksimal mungkin. Al-Mawardi juga memberikan paparan mengenai tujuan kepemimpinan atau pemerintahan dalam suatu negara sebagai berikut: 3 1. Terselenggaranya ajaran agama; 2. Terwujudnya kemaslahatan umat; dan 3. Agar kehidupan masyarakat menjadi aman sejahtera. Jika diamati mengenai tujuan adanya sebuah pemerintahan dalam suatu negara menurut ketiga pemikir di atas, dapat ditemukan satu persamaan yaitu 1 Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Dalam Perspektif Fikih Siyasah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), 242. 2 Jeje Abdul Rojak, Politik Kenegaraan, (Jakarta: Bina Ilmu, 1999), 164. 3 Imam al-mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam (Terjemah Bahasa Indonesia dari al-ahkam al-sulthaniyyah), (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 14.

122 kemaslahatan. Terjaminnya kemaslahatan rakyat merupakan konsesi yang diminta Mawardi dari penguasa atau pemerintah. Prinsip kemaslahatan berawal dari kaidah hukum Islam yang menginginkan pengambilan manfaat dan menghindari kerusakan (maṣlaḥah mursalah). 4 Hal ini juga sejalan dengan amanat dalam Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mengharuskan pejabat pemerintah untuk menerapkan asas kemanfaatan atau kemaslahatan dalam mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam sistem ketatanegaraan Islam masa klasik, sirkulasi kekuasaan ditentukan dengan prinsip shura (musyawarah). Prinsip ini juga tercantum dalam piagam Madinah. Shura adalah prinsip yang menegaskan bahwa sirkulasi kekuasaan dapat dibicarakan. Mengenai cara bermusyawarah, lembaga permusyawaratan yang perlu dibentuk, cara pengambilan keputusan, cara pelaksanaan putusan musyawarah, dan aspek-aspek tata laksana lainnya diserahkan kepada kelompok manusia bersangkutan untuk mengaturnya. Jadi sebagai prinsip, musyawarah adalah syariat. 5 Islam telah mewajibkan musyawarah dan menjadikannya sebagai satu dasar dari dasar-dasar hukum dan politik, namun Islam tidak membuat satu sistem khusus dan tidak merincikan hukum-hukumnya. Tujuan dari hal itu agar rakyat ikut andil dalam musyawarah, dan rincian andil atau partisipasinya diserahkan kepada mereka, dan perkara perinciannya pun berbeda-beda sesuai perbedaan sosial kemasyarakatan di satu masa dan satu tempat. 6 4 Maskur Hidayat, Konsep Negara Kemaslahatan, (Surabaya: Laros, t.t), 154. 5 Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara..., 128. 6 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, (Jakarta: Amzah, 2005), 72.

123 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. 7 Salah satu fungsi DPR adalah fungsi legislatif, sebagaimana telah tercantum dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945 pasal 20. 8 Di Indonesia musyawarah tidak mungkin dilaksanakan oleh seluruh rakyat, oleh karena itu musyawarah dilaksanakan oleh sekelompok orang yang dipilih oleh rakyat untuk mewakilinya. Dalam sejarah ketatanegaraan Islam, mereka disebut Ahlul Halli wal Aqdi atau Dewan Perwakilan Rakyat (di Indonesia). 9 Dewan Perwakilan Rakyat memiliki beberapa wewenang sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang, sebagai berikut 10 : 1. Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama; 2. Memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang; 3. Membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden; 7 Pasal 68 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. 8 Pasal 20 yang berbunyi : 1) DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang; 2) DPR membahas Rancangan Undang-Undang dengan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama; 3) Jika rancangan Undang-Undang itu tidak mendapatkan persetujuan bersama, rancangan undang-undang tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. 9 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik..., 44. 10 Pasal 71 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

124 4. Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; 5. Membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden; 6. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama; 7. Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang dan membuat perdamaian dengan negara lain; 8. Memberikan persetujuan atas perjanjian internasional tertentu yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang; 9. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi; 10. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain; 11. Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD; 12. Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial;

125 13. Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden; dan 14. Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden. Dewan Perwakilan Rakyat juga memiliki tugas di antaranya adalah: 11 1. Menyusun, membahas, menetapkan, dan menyebarluaskan program legislasi nasional; 2. Menyusun, membahas, dan menyebarluaskan rancangan undang-undang; 3. Menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; 4. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah; 5. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK; 6. Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara; 7. Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; dan 11 Pasal 72 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

126 8. Melaksanakan tugas lain yang diatur dalam undang-undang. Tugas dan wewenang DPR di atas menunjukkan bahwa adanya DPR dapat membawa kemaslahatan dan kemanfaatan untuk sistem ketatanegaraan Indonesia. DPR sebagai lembaga deliberatif dan lembaga perwakilan rakyat, karena di Indonesia musyawarah tidak mungkin dilaksanakan oleh seluruh rakyat, oleh karena itu musyawarah dilaksanakan oleh sekelompok orang yang dipilih oleh rakyat untuk mewakilinya. DPR dalam hal ini menjalankan konsep musyawarah (shura) sebagaimana yang telah disyariatkan oleh agama Islam. Namun secara umum, adanya DPR ini telah mampu mewujudkan asas-asas pemerintahan yang baik, seperti asas amanah, asas tanggung jawab (al-mas ūliyyah), asas maslahat (al- Maṣlaḥah), dan asas pengawasan (al-muḥāsabah). B. Fungsi Legislasi DPD Dalam Perspektif Maṣlaḥah Mursalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah lembaga perwakilan daerah yang dibentuk pada tahun 2004 berdasarkan amandemen ketiga UUD 1945 pada tahun 2001. DPD lahir sebagai bagian dari upaya untuk memastikan bahwa wilayah atau daerah harus memiliki wakil untuk memperjuangkan kepentingannya secara utuh di tataran nasional, yang sekaligus berfungsi menjaga keutuhan NKRI. Selain itu kehadiran DPD mengandung makna bahwa sekarang ada lembaga yang mewakili kepentingan lintas golongan atau komunitas yang sarat dengan pemahaman akan budaya dan karakteristik daerah. 12 Prinsip check and balance antara cabang kekuasaan negara di dalam kekuasaan legislatif dibangun dengan keberadaan lembaga DPR dan DPD. 13 Namun dalam praktiknya, DPD memiliki fungsi yang terbatas di bidang legislasi. 12 A.M. fatwa, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta: Kompas penerbit, 2009 ), 3. 13 Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Profil Lembaga Negara Rumpun Legislatif, (Kementerian Sekretariat Negara, 2011), 89.

127 Hal tersebut bisa dilihat dalam tugas dan wewenang yang diberikan oleh undangundang kepada DPD. Fungsi legislasi DPD terdapat dalam Pasal 22D Ayat (1) sampai (3) UUD 1945 yaitu: 14 1. Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumner daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; 2. Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. 3. Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Dewan Perwakilan Daerah memiliki fungsi sebagaimana yang telah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 sebagai berikut: 15 14 Lihat Pasal 22D Ayat (1) sampai (3) UUD NRI 1945. 15 Pasal 248 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

128 1. Pengajuan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR; 2. Ikut dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; 3. Pemberian pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; serta 4. Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama. Dewan Perwakilan Daerah juga memiliki wewenang dan tugas sebagai berikut: 16 1. Mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR; 2. Ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam angka 1; 16 Pasal 249 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

129 3. Menyusun dan menyampaikan daftar inventaris masalah rancangan undangundang yang berasal dari DPR atau Presiden yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam angka 1; 4. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; 5. Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama; 6. Menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti; 7. Menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK sebagai bahan membuat pertimbangan kepada DPR tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan APBN; 8. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK; dan 9. Menyusun program legislasi nasional yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

130 Fungsi legislasi DPD sangat lemah dibandingkan dengan DPR. DPD hanya diberikan kewenangan dalam bidang legislasi terkait dengan hal-hal tertentu (bersifat kedaerahan), itupun hanya sebatas bisa mengajukan dan ikut membahas namun tidak ikut pada saat pengambilan keputusan akhir. Pada akhirnya DPD mengajukan permohonan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi mengenai Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasca putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012, penyusunan prolegnas mengharuskan keterlibatan DPD dalam setiap tahapan, mulai dari pengajuan, pembahasan, dan penetapan prolegnas. Dengan demikian ada 3 lembaga (tripartit) yang membutuhkan desain atau konsep baru dalam penyusunan prolegnas. Ke depan jelas ada tiga usulan prolegnas, yaitu dari DPR, DPD, dan Pemerintah. Artinya, model tripartit perlu didesain secara jelas karena pengalaman yang ada pada selama ini menunjukkan bahwa usulan RUU dalam prolegnas dari DPR dan pemerintah hampir tidak pernah tuntas menjadi UU, bahkan ada RUU yang tidak pernah tuntas dibahas hingga masa keanggotaan DPR berakhir. 17 Apalagi jika ada tambahan usulan RUU dari DPD. Dalam konteks ini perlu ada kesepakatan yang 17 Contoh RUU Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, RUU Perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, keduanya masuk prolegnas tetapi belum pernah dibahas.

131 baik agar prolegnas tidak hanya menjadi daftar keinginan (wishlist) sehingga jumlah RUU besar tapi kemampuan untuk menyelesaikannya minim atau kecil. 18 Dengan terlibatnya 3 (tiga) lembaga yakni DPR, Presiden, dan DPD, maka proses pembahasan RUU dilakukan dalam forum trilateral meeting. Mekanismenya menjadi panjang karena DIM berasal dari 3 lembaga, manakala yang diajukan adalah sama-sama RUU terkait dengan kewenangan bidang legislasi tertentu DPD (Pasal 22D UUD 1945). Masing-masing lembaga tidak dapat saling memveto, tetapi putusan akhir ada pada DPR dan Presiden. Keberatan DPD terhadap suatu ketentuan hanya dapat disampaikan dengan pandangan/pendapat mini pada waktu pembahasan RUU Tingkat II. Sebaiknya pendapat mini ini menjadi bahan pertimbangan DPR dan Pemerintah dalam pengambilan keputusan di sidang paripurna, sehingga akan dapat mengurangi beban DPR dan pemerintah terhadap pengujian UU yang dilakukan DPD karena adanya penolakan terhadap pendapat mini DPD. 19 Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 menyebutkan bahwa DPD tetap tidak bisa ikut dalam pengambilan keputusan di sidang paripurna (tahap akhir). Hal ini menunjukkan bahwa DPD masih tidak bisa disetarakan kedudukannya dengan DPR, meskipun keduanya sama-sama lembaga legislatif. Bahkan pasca putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 ini, proses pembahasan RUU semakin rumit karena dilakukan oleh tiga lembaga sekaligus, sehingga harapan daftar RUU dapat diselesaikan atau dibahas secara tuntas sangatlah minim. Dewan Perwakilan Daerah dalam sistem ketatanegaraan Indonesia lahir diiringi dengan semangat demokrasi, pembangunan, dan kemajuan daerah. Namun 18 Enny Nurbaningsih, Implikasi Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 dan Alternatif Model Hubungan Kelembagaan Terkait Pembentuk Undang-Undang, Mimbar Hukum, Vol. 27, No. 1 (Februari, 2015), 10. 19 Ibid, 11-12.

132 dalam kenyataannya ruang gerak DPD terbatas. Dan putusan MK Nomor 92/PUU- X/2012 menjadikan proses pembahasan RUU semakin rumit dan panjang. Berdasarkan hal tersebut, jika dilihat dari perspektif maṣlaḥah mursalah adanya lembaga DPD tidak begitu membawa manfaat atau kemaslahatan untuk sistem ketatanegaraan Indonesia. Meskipun DPD menjadi lembaga legislatif yang mewakili aspirasi daerah, namun ada pula DPR yang kedudukannya lebih tinggi sehingga terjadi ketimpangan di antara kedua lembaga legislatif tersebut, yang mana DPR adalah lembaga perwakilan rakyat yang mewakili aspirasi rakyat-rakyat di seluruh wilayah Indonesia. C. Fungsi Legislasi DPR dan DPD Dalam Perspektif Maṣlaḥah Mursalah Dewan Perwakilan Daerah adalah lembaga perwakilan daerah yang lahir sebagai bagian dari tuntutan reformasi 1998. DPD lahir dengan tujuan menghilangkan penyelenggaraan negara yang bersifat sentralistik yang berlangsung sejak era Orde Lama hingga Orde Baru yang secara signifikan telah menimbulkan akumulasi kekecewaan daerah terhadap pemerintah pusat, yang sekaligus merupakan indikasi kuat kegagalan pemerintahan pusat dalam mengelola daerah sebagai basis berdirinya bangsa ini. Selain itu keberadaan DPD dimaksudkan untuk: 1). Memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah. 2). Meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijaksanaan nasional berkaitan dengan negara dan daerah. 3). Mendorong percepatan demokrasi, pembangunan, dan kemajuan daerah secara serasi dan seimbang. 20 20 A.M. fatwa, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945 (Jakarta: Kompas, 2009), 314.

133 Kehadiran DPD juga sebagai refleksi kritis terhadap eksistensi utusan daerah dan utusan golongan yang mengisi formasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam sistem keterwakilan di era sebelum reformasi. Mekanisme pengangkatan dari utusan daerah dan utusan golongan bukan saja merefleksikan sebuah sistem yang tidak demokratis, melainkan juga mengaburkan sistem perwakilan yang seharusnya dibangun dalam tatanan kehidupan negara modern yang demokratis. 21 Dengan lahirnya DPD pada tahun 2004, maka sistem parlemen di Indonesia yang awalnya unikameral berubah menjadi bikameral (yang terdiri dari DPR dan DPD). Jika dilihat menggunakan teori yang dikemukakan oleh Lijpjart, sistem parlemen di Indonesia dapat digolongkan sebagai medium-strength bicameralism dengan bangunan asimetris dan ingcongruent. Bangun asimetris dalam hal ini nampak bahwa DPD mempunyai kekuasaan yang subordinat dari kamar pertama. 22 Ada beberapa alasan yang menyebabkan kekuasaan DPD subordinat terhadap DPR. Di antaranya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: DPR dan DPD dalam Undang-Undang Sumber DPR Sumber DPD UUD NRI 1945 - Memegang kekuasaan UUD NRI Dapat mengajukan Pasal 20 Ayat membentuk Undang- 1945 Pasal kepada DPR (1) dan Pasal 21 Undang. 22D Ayat (1) rancangan undangundang - Anggota DPR berhak yang berkaitan mengajukan usul dengan otonomi RUU. daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumner daya ekonomi lainnya, 21 Dewan Perwakilan Daerah republik Indonesia 2009, Konstitusi Republik Indonesia Menuju Perubahan ke-5, (Jakarta: Dewan Perwakilan Daerah, 2009), iii. 22 Desmond J. Mahesa, DPR Offside (Otokritik Parlemen Indonesia), (Jakarta: RMBOOKS, 2013), 24.

134 UUD NRI 1945 Pasal 20 Ayat (2) Pasal 76 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 Pasal 72 Ayat (4) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 Membahas RUU dengan presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Jumlah anggota DPR adalah 560 orang. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah UUD 1945 Pasal Ayat (2) NRI 22D Pasal 252 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 Pasal 249 Ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU anggaran pendapatan dan belanja Negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. Anggota DPD tiap provinsi adalah 4 orang. Dan jumlah DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undangundang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan

135 Pasal 79 Ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 Pasal 80 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 DPR mempunyai hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat. Anggota DPR mempunyai hak tertentu yaitu: 1. Mengajukan usul rancangan undangundang; 2. Mengajukan pertanyaan; 3. Menyampaikan usul dan pendapat; 4. Memilih dan dipilih; 5. Membela diri; 6. Imunitas; 7. Protokoler; 8. Keuangan dan administratif; 9. Pengawasan; 10. Mengusulkan dan memperjuangkan Pasal 256 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 Pasal 257 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 agama DPD berhak: 1. Mengajukan rancangan undangundang yang berkaitan dengan otonomi daerah; 2. Ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah; 3. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pembahasan RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; 4. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah. Anggota DPD memiliki hak untuk: 1. Bertanya; 2. Menyampaikan usul dan pendapat; 3. Memilih dan dipilih; 4. Membela diri; 5. Imunitas; 6. Protokoler; dan 7. Keuangan dan administratif.

136 program pembangunan daerah pemilihan; dan 11. Melakukan sosialiasi undangundang. Sumber : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan antara hak, tugas dan wewenang pada kedua lembaga legislatif, dimana porsi kekuasaan yang dimiliki oleh DPR lebih besar dan kuat dibandingkan dengan DPD. Pasca putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012, penyusunan prolegnas mengharuskan keterlibatan DPD dalam setiap tahapan, mulai dari pengajuan, pembahasan, dan penetapan prolegnas. Dengan demikian ada 3 lembaga (tripartit) yang membutuhkan desain atau konsep baru dalam penyusunan prolegnas. Ke depan jelas ada tiga usulan prolegnas, yaitu dari DPR, DPD, dan Pemerintah. Dengan terlibatnya 3 (tiga) lembaga tersebut maka proses pembahasan RUU dilakukan dalam forum trilateral meeting. Mekanismenya menjadi panjang karena DIM berasal dari 3 lembaga. Pasca putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 ini, proses pembahasan RUU semakin rumit sehingga harapan daftar RUU dapat diselesaikan atau dibahas secara tuntas sangatlah minim. Berdasarkan hal tersebut, timbul gagasan untuk menjadikan sistem parlemen di Indonesia menjadi unikameral dengan memaksimalkan fungsi DPR dan meniadakan DPD. Sistem unikameral adalah konsep yang paling banyak digunakan oleh negara berbentuk kesatuan. Konsep ini membawa keuntungan untuk sistem ketatanegaraan suatu negara, antara lain mengurangi anggaran; kemungkinan besar menjadikan proses legislasi lebih cepat; dan tanggung jawab lebih besar (karena

137 legislator tidak dapat menyalahkan kamar lainnya jika pembuatan undang-undang gagal). 23 Beberapa argumen yang mendasari sistem unikameral lebih cocok diadopsi oleh sistem ketatanegaraan Indonesia dipaparkan di bawah ini: 24 1. Sistem dua kamar memiliki badan pembuat undang-undang yang tidak representatif, hal ini dikarenakan para anggota pejabat legislatif (DPR dan DPD) dipilih dan melayani konstituen yang sama. DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, dan DPD sebagai lembaga perwakilan daerah. Padahal pada kenyataannya rakyat pasti berada di daerah. Sehingga bisa dikatakan bahwa yang diwakili oleh DPR dan DPD adalah konstituen atau rakyat yang sama. 2. Akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijaksanaan yang berkaitan dengan daerah dapat diwakili oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DPRD dalam tiap provinsi berjumlah paling sedikit 35 orang dan paling banyak 100 orang. 25 Jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan DPD yang hanya berjumlah 4 orang tiap provinsi. 26 Sehingga DPRD dengan anggotanya yang banyak di tiap provinsi dapat memaksimalkan tugasnya untuk mengelola daerah dan memperjuangkan kepentingan daerah konstituennya. 3. Sistem unikameral lebih disukai oleh sebagian besar negara karena struktur dan proses dalam sistem unikameral lebih simpel, langsung, dan terbuka. Hal ini 23 Richard Verma dkk, One Chamber or Two? (Deciding Between a Unicameral and Bicameral Legislature), National Democratic Institute: Legislative Research Series, 3. 24 Tom Todd, Unicameral or Bicameral Legislatures : The Policy Debates, Policy Brief Minnesota House of Representatives Research Department, (August, 1999), 3-11. 25 Pasal 317 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. 26 Pasal 252 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

138 dibuktikan dengan 54 negara kesatuan di dunia menggunakan sistem unikameral. 27 4. Pembuat undang-undang dalam sistem unikameral lebih dapat mempertanggungjawabkan tugasnya kepada rakyat, karena kesederhanaan dan kelangsungan proses dukungan rakyat dalam sistem ini. 5. Sistem unikameral dapat menghilangkan konflik, persaingan, dan perdebatan dengan kamar lainnya. 6. Lembaga legislatif dalam sistem unikameral dapat bertindak secara tegas dengan memberi pengaruh yang jelas, karena tugas dan wewenang mereka tidak dimiliki oleh lembaga atau kamar lain. 7. Sistem unikameral lebih efisien dalam pelaksanaannya dan dapat mengurangi anggaran dalam penyelenggaraannya. Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah memberikan makna mengenai tugas yang harus diemban oleh pemerintah dalam negara, di antaranya adalah menciptakan kemaslahatan bersama; mewujudkan amanah sebaik-baiknya; dan menciptakan keadilan semaksimal mungkin. 28 Di dalam Al-Quran dan hadis, baik secara eksplisit maupun implisit, banyak sekali postulat yang menjelaskan bahwa tujuan Allah Swt menurunkan hukum shara ke muka bumi adalah untuk mewujudkan kemaslahatan hidup bagi umat manusia dan menghindarkan mereka dari mafsadat atau kerusakan. Sedangkan inti pokok dari maṣlaḥah mursalah adalah ketiadaan 27 PEMBAGIAN SISTEM PARLEMEN DI NEGARA-NEGARA DUNIA Struktur Lembaga Legislatif Kesatuan Federal Total Unikameral 54 1 55 Bikameral 12 16 28 Total 66 17 83 Lihat Richard Verma dkk, One Chamber.., 4. 28 Jeje Abdul Rojak, Politik..., 164.

139 nash mengenai suatu peristiwa yang di dalamnya terdapat kemaslahatan yang tidak bertentangan dengan tujuan syariat. Paparan-paparan di atas dapat menunjukkan bahwa dalam perspektif maṣlaḥah mursalah, adanya DPD tidak mampu membawa kemaslahatan atau kemanfaatan untuk sistem ketatanegaraan Indonesia, khususnya dalam bidang legislasi. Meskipun DPD mengajukan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi, hasil putusan MK tetap tidak bisa membuat DPD setara dengan DPR. Hal ini malah akan menimbulkan kerancuan sistem parlemen yang dianut oleh Indonesia, serta menjadikan proses pembahasan RUU semakin panjang dan rumit. Oleh karena itu, Indonesia lebih cocok menerapkan sistem unikameral dengan memaksimalkan fungsi DPR sebagai lembaga deliberatif dan representatif dari seluruh rakyat di Indonesia, dengan harapan proses pembahasan RUU dan pembuatan Undang- Undang dapat berlangsung dengan lebih maksimal, efektif, dan efisien. Penerapan sistem unikameral di Indonesia juga mampu memaksimalkan perwujudan asas-asas pemerintahan yang baik sesuai fikih siyasah, seperti asas amanah, asas tanggung jawab (al-mas ūliyyah), asas maslahat (al-maṣlaḥah), dan asas pengawasan (al- Muḥāsabah).