BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Kesadaran kritis merupakan salah satu dampak dari literasi media atau secara spesifik yaitu kemampuan individu untuk melihat dunia secara kritis, reflektif, dan independen serta bertanggung jawab menggunakan media. Darmawan (Sasangka dan Darmanto, 2010: 21-22), menjelaskan bahwa literasi media merupakan gerakan membangun kesadaran dan kemampuan publik untuk mengendalikan penggunaan media dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam konteks ini, kesadaran kritis yang dimaksud adalah mampu berpikir secara logis, mampu menganalisa, mampu mereduksi kesalahpahaman pemberitaan yang disampaikan oleh media, serta mampu memilah informasi mana yang berguna dan mana yang tidak. Berkenaan dengan perkembangan media massa di Indonesia, diberlakukan dua undang-undang baru yang mengatur perikehidupan media massa di Indonesia pasca era reformasi yakni UU No. 40/1999 tentang Pers dan UU No. 32/2002 tentang penyiaran. Kedua Undang-undang tersebut menyatakan bahwa pentingnya peran masyarakat untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan pemantauan media oleh masyarakat luas.. Kesadaran kritis menurut Paulo Freire, merupakan kesadaran yang mampu membuat manusia berpikir dan bertindak sebagai subjek serta mampu memahami realitas keberadaannya secara menyeluruh, mampu memahami pemahaman yang kurang baik dalam teks dan realitas (http://www.kompasiana.com). Masyarakat yang sudah memiliki kesadaran kritis akan mampu menghadapi segala kondisi yang ada di era desa global (global village), karena masyarakat tidak akan mudah terbawa arus sistem dan dapat mengendalikan arus yang ditentukannya. Seseorang yang memiliki kesadaran kritis akan mampu untuk bersikap cerdas dalam menghadapi segala situasi yang ada di media, khususnya media sosial. Media sosial merupakan sebuah media baru yang mulai populer di Indonesia sejak awal tahun 2000 dan terus berkembang hingga sekarang dengan
beragam bentuknya yang diminati oleh semua kalangan. Beberapa media sosial yang banyak digunakan yaitu Blog, Youtube, Twitter, Line, Instagram, Blackberry Messengger, dan lain sebagainya. Media sosial tidak hanya memberi kemudahan dalam menyebarkan informasi, tetapi juga kemudahan mengakses informasi, dan memperluas jaringan sehingga bisa terhubung dengan siapapun yang ada di seluruh dunia tanpa ada batasan. Pengguna media sosial juga beragam mulai dari individu hingga kelompok, bahkan ada institusi internasional yang terdaftar sebagai penggunanya. Tentu ini sebuah kemajuan yang sangat pesat dari sebuah teknologi informasi yang menghapus segala batasan yang ada antar umat manusia, sehingga menjadikan dunia media sosial sebagai dunia kedua setelah dunia nyata. Media sosial memiliki dua sisi yang berbeda bila dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sisi positif dan sisi negatif. Sisi positifnya adalah memberi kemudahan dalam mengakses dan menyebarkan informasi, sedangkan di sisi negatifnya adalah ancaman dari berbagai tindakan kriminalisme di dunia maya (cybercrime). Sejak beberapa tahun silam, sudah banyak yang menjadi korban media sosial seperti penipuan, bully, berita palsu, penculikkan, pembunuhan dan lain sebagainya. Dalam hal ini, tentunya harus ada yang dapat melindungi selain Undang-Undang Informasi dan Teknologi (ITE), yaitu kesadaran kritis setiap anggota masyarakat. Sebagian besar dari pengguna media sosial merupakan kalangan muda atau pelajar yang membutuhkan akses informasi yang cepat dan luas. Terlebih lagi mahasiswa merupakan pemegang status pendidikan tertinggi di antara kalangan pelajar yang lain. Kebutuhan mahasiswa akan informasi menjadikan media sosial sebagai sumber informasi alternatif, bahkan media sosial juga menjadi kebutuhan utama mahasiswa dalam berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya sehingga dapat menjaga aktualitas dari segala bentuk perubahan aktivitas yang dijadwalkan. Diluar itu, mahasiswa adalah salah satu golongan yang sering dijadikan target untuk cyber crime yang saat ini marak terjadi berawal dari media sosial. Media sosial juga tidak jarang digunakan mahasiswa untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak seharusnya, seperti mem-buly, kampanye hitam, propaganda
pemberitaan, pencemaran nama baik, bahkan menyebarkan kembali berita hoax yang diperoleh dari sumber yang tidak jelas. Hal tersebut sering terjadi dikarenakan kurangnya kesadaran kritis dan pengetahuan mahasiswa mengenai literasi media baru terhadap pesan-pesan yang ada di media sosial. Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi merupakan golongan yang seharusnya memiliki pengetahuan yang lebih mengenai hal-hal yang berkaitan dengan media dan juga literasi media, karena hal tersebut adalah ilmu-ilmu yang diperoleh dan dipraktekkan selama di perkuliahan sehingga seharusnya memiliki kesadaran kritis yang lebih dibandingkan dengan yang lain. Begitupun tidak menutup kemungkinan bahwa masih ada mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi yang belum memiliki kesadaran kritis dalam dirinya sehingga masih mudah terpengaruh dengan pemberitaan yang ada di media sosial. Literasi media baru seperti media sosial memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter seseorang yang diindikasikan sebagai pengguna karena semakin besar kesempatan pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk kepentingan pribadi. Kondisi masyarakat Indonesia yang mayoritas merupakan tingkat ekonomi menengah ke bawah menjadi golongan yang mudah terbawa arus tayangan media yang memuat banyak hal negatif ataupun positif, namun kecenderungan manusia adalah mudah menerima hal yang negatif dibandingkan dengan hal yang positif sehingga mudah terpengaruh dengan beberapa tindakan provokasi mengenai suatu hal yang dibuat oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan dibaliknya, dan beberapa contoh kasus lainnya. Tentu ini menjadi sorotan khusus bagi ilmuan dan kelompok yang peduli dengan literasi media di Indonesia. Literasi media di Indonesia saat ini belum banyak mendapat perhatian dari masyarakat luas. Kurangnya edukasi mengenai literasi media menjadi penyebab utama akan ketidaktahuan yang menimbulkan kesan media sebagai sebuah kebenaran murni bagi masyarakat. Media massa merupakan salah satu alat yang digunakan dalam pembentukan pola pikir, namun hingga kini hanya sedikit informasi yang berkenaan dengan literasi media hadir sebagai topik pemberitaan, sehingga masyarakat dituntut untuk lebih aktif dalam mencari tahu bagaimana isi
dari informasi yang disampaikan apakah baik atau buruk atau lebih tepatnya kesadaran kritis. Literasi media juga berperan sebagai tameng diri bagi masyarakat atas penyebaran informasi yang menyalahi aturan dan menjaga agar tidak ikut terpengaruh menjadi bagian dari pelanggaran itu. Jika ditinjau kembali, prinsip literasi media yakni pemberdayaan masyarakat yang sejatinya berperan sebagai salah satu penggerak menuju terciptanya kesejahteraan masyarakat Indonesia, sehingga literasi media sangat diperlukan menjadi bangsa yang berliterasi. Alan Rubin menawarkan tiga definisi mengenai literasi media (Baran, 2003: 50). Yang pertama dari National Leadership Confrence on Media Literacy, yaitu kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan pesan. Yang kedua dari ahli media Paul Messaris, yaitu pengetahuan tentang bagaimana fungsi media dalam masyarakat. Yang ketiga dari peneliti komunikasi massa, Justin Lewis dan Sut Jhally, yaitu pemahaman akan budaya, ekonomi, politik dan teknologi terhadap kreasi, produksi dan transmisi pesan. Rubin juga menambahkan bahwa definisi-definisi tersebut menekankan pada pengetahuan spesifik, kesadaran, dan rasionalitas, yaitu proses kognisi terhadap informasi. Dalam kajian informasi, media sosial telah banyak mendapat banyak respon dari seluruh negara di dunia baik itu negatif maupun positif. Beberapa golongan banyak yang lebih memilih untuk tidak masuk ke dunia media sosial karena merasa takut terpengaruh dengan berbagai alasan. Salah satu alasan orang tidak mau bermedia sosial adalah karena berbagai tayangan yang dinilai tidak mendidik dan dianggap membahayakan pola pikir. Aturan yang menangani internet dan media sosial saat ini turut hadir dari berbagai negara, dan berusaha mengamankan situs-situs berbahaya tersebut. Fenomena semakin tingginya tingkat penggunaan media sosial dan internet semakin menambah tingkat kriminalitas yang sudah ada dan bahkan muncul modus kejahatan yang lebih canggih. Di beberapa negara bahkan memiliki bagian investigasi khusus yang menangani hacker yang mengancam keamanan data negara. Oleh karena itu, di beberapa sekolah di luar negeri telah diterapkan pendidikan mengenai literasi media, sehingga penanaman nilai-nilai, karakter, moral dan membentuk kreativitas ke arah yang positif dapat diajarkan sedini mungkin kepada penerus
bangsa. Di Indonesia, saat ini peneliti belum memenukan data mengenai pendidikan formal di sekolah-sekolah mengenai pendidikan literasi media, yang ada hanya beberapa seminar dan sosialisasi ke beberapa sekolah dan universitas dan belum masuk ke kurikulum. Lemahnya penegakkan hukum di beberapa negara seperti di Indonesia terhadap pelaku pelanggaran kode etik jurnalis di media sosial, menyebabkan semakin maraknya penyebaran berita-berita yang mengandung unsur pornografi, sadistik, dan lainnya yang tidak sesuai dengan aturan, terlebih lagi di kalangan mahasiswa. Kajian mengenai literasi media pada umumnya sudah sering menjadi topik dalam kajian beberapa penelitian sebelumnya, namun kebanyakan berfokus pada literasi media terhadap tayangan televisi bukan dengan media digital khususnya media sosial, namun saat ini peneliti baru menemukan dua penelitian yang berkaitan dengan literasi media berbasis digital. Dari dua jurnal yang ditulis oleh Rebekka (2009) membahas mengenai kemampuan dalam menggunakan sosial media ataupun media internet dan kemampuan memahami, menganalisis, dan mengevaluasi konten media, sedangkan Gracia (2015) membahas bagaimana perilaku mahasiswa yang menggunakan media internet dikaitkan dengan jumlah jam penggunaanny, serta karakter ketertarikan topik yang ada di media sosial dan jenis media sosial yang biasa digunakan. Dalam hal ini peneliti memilih mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan tahun 2014 karena dinilai aktif dalam dunia jurnalistik dan hubungan masyarakat, kemudian mendapat banyak pembelajaran mengenai media dan pesan-pesannya sehingga mengetahui bagaimana kesadaran kritis yang ada pada diri pribadi. Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk meneliti kesadaran kritis mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2014 terhadap media sosial. 1.2 Fokus Masalah Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah kesadaran kritis mahasiswa Ilmu komunikasi terhadap media sosial?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kesadaran kritis mahasiswa Ilmu Komunikasi terhadap media sosial. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan peneliti mengenai kesadaran kritis dan literasi media dalam media sosial. 2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperluas atau menambah khasanah penelitian di departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, serta dapat menjadi bahan acuan dan sumbangan pemikiran bagi pembacanya. 3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang lebih mengenai kesadaran kritis terhadap media sosial kepada masyarakat dan juga untuk peneliti pribadi.