BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 78 TAHUN 2017

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BANYUMAS, TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH. menetapkann. Sistem

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO

Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 05 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH KABUPATEN BIMA BUPATI BIMA,

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG

Menimbang. Mengingat. Menetapkan

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembar

KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN PENGADILAN NEGERI BOGOR

BUPATI PURWOREJO, PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 9 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH

PENGADILAN NEGERI GUNUNG SUGIH KELAS II KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI GUNUNG SUGIH KELAS NOMOR: W9-U7/ U^3 /KP.04.6/9/2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

2012, No.51 2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Peme

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 30 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menhut-II/2012 TENTANG

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR :32 TAHUN 2011

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN

BUPATI BANDUNG BARAT

Apa sebenarnya SPI dan SPIP?

BUPATI PAKPAK BHARAT

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Pedoman Pengawasan Intern di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 19

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 5 TAHUN 2011

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

2013, No BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

- 1 - DAFTAR UJI PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS UTARA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotis

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KOTA BLITAR

PERANAN APIP DALAM PELAKSANAAN SPIP

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

TENTANG TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 51 TAHUN 2010

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI BENER MERIAH PERATURAN BUPATI BENER MERIAH NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN INSPEKTORAT KABUPATEN BENER MERIAH

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

2017, No Berencana Nasional tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Badan Kependudukan dan Keluarga Berenc

BUPATI MALUKU TENGGARA

ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR UJI LINGKUNGAN PENGENDALIAN

TINJAUAN PUSTAKA. pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. SPIP. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.27/Menhut-II/2010. Tentang

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PROBOLINGG0 PROVINSI JAWA TIMUR

Transkripsi:

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 78 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan daerah, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset daerah, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, maka perlu dilakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dengan berpedoman pada sistem pengendalian intern pemerintah; b. bahwa pengaturan tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Bupati Malang Nomor 21 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Malang, dipandang perlu disesuaikan untuk meningkatkan maturitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Kabupaten Malang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, maka perlu membentuk Peraturan Bupati tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Malang; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3846); D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

2 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4355); 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400) 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5601); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

3 10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4890); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5041); 14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310); 15. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2006 Nomor 6/A) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 6 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2010 Nomor 4/A); MEMUTUSKAN; Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG. D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

4 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Malang. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Malang. 3. Bupati adalah Bupati Malang. 4. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang selanjutnya disingkat BPKP adalah Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden 5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Malang 6. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 7. Inspektorat Daerah adalah aparat pengawas intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Bupati. 8. Sistem Pengendalian Intern yang selanjutnya disebut SPI adalah proses integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. 9. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang selanjutnya disebut SPIP adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan dan pemerintah daerah. 10. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

5 11. Audit adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. 12. Reviu adalah penelaahan ulang bukti-bukti suatu kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan. 13. Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan hasil atau prestasi suatu kegiatan dengan standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan. 14. Pemantauan adalah proses penilaian kemajuan suatu program atau kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 15. Kegiatan Pengawasan Lainnya adalah kegiatan pengawasan yang antara lain berupa sosialisasi mengenai pengawasan, pendidikan dan pelatihan pengawasan, pembimbingan dan konsultansi, pengelolaan hasil pengawasan, dan pemaparan hasil pengawasan. 16. Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan SPIP adalah petunjuk pelaksanaan atas Peraturan Bupati Malang tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Malang yang memuat kebijakan, strategi, metodologi penerapan, dan pengintegrasian seluruh aktivitas manajemen pemerintahan daerah, untuk memastikan bahwa seluruh unsur SPIP telah terbangun dalam program/kegiatan Pemerintahan Daerah/Perangkat Daerah dalam rangka menjamin pencapaian tujuan yang ditetapkan. 17. Tahapan pembangunan adalah keseluruhan upaya Pemerintah Daerah membangun seluruh unsur SPIP dan mengintegrasikannya ke dalam proses manajemen penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 18. Tahap pengembangan adalah tahap lanjutan setelah tahap pembangunan pertama, dimana kondisinya adalah bahwa SPIP secara signifikan telah terintegrasi dalam tindakan dan kegiatan sehari-hari. D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

6 Pasal 2 (1) Untuk mencapai pengelolaan keuangan daerah yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel, Bupati melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan Pemerintah Daerah. (2) Pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan berpedoman pada SPIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan peraturan pelaksanaannya. (3) SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan Pemerintah Daerah, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset daerah dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. BAB II UNSUR SPIP Bagian Kesatu Umum Pasal 3 (1) SPIP terdiri atas unsur: a. lingkungan pengendalian; b. penilaian risiko; c. kegiatan pengendalian; d. informasi dan komunikasi; dan e. pemantauan pengendalian intern. (2) Penerapan unsur SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dilaksanakan menyatu menjadi bagian integral dari kegiatan Perangkat Daerah. D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

7 Bagian Kedua Lingkungan Pengendalian Pasal 4 Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui: a. penegakan integritas dan nilai etika; b. komitmen terhadap kompetensi; c. kepemimpinan yang kondusif; d. pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan; e. pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat; f. penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia; g. perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif; dan h. hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait. Pasal 5 Penegakan integritas dan nilai etika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a sekurang-kurangnya dilakukan dengan: a. menyusun dan menerapkan aturan perilaku; b. memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku pada setiap tingkat pimpinan instansi pemerintah; c. menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan terhadap kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran terhadap aturan perilaku; d. menjelaskan dan mempertanggungjawabkan adanya intervensi atau pengabaian pengendalian intern; dan e. menghapus kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis. D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

8 Pasal 6 Komitmen terhadap kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b sekurang-kurangnya dilakukan dengan: a. mengidentifikasi dan menetapkan kegiatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah; b. menyusun standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah; c. menyelenggarakan pelatihan dan pembimbingan untuk membantu pegawai mempertahankan dan meningkatkan kompetensi pekerjaannya; dan d. memilih pimpinan Instansi Pemerintah yang memiliki kemampuan manajerial dan pengalaman teknis yang luas dalam pengelolaan Instansi Pemerintah. Pasal 7 Kepemimpinan yang kondusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c sekurang-kurangnya ditunjukkan dengan: a. mempertimbangkan risiko dalam pengambilan keputusan; b. menerapkan manajemen berbasis kinerja; c. mendukung fungsi tertentu dalam penerapan SPIP; d. melindungi aset dan informasi dari akses dan penggunaan yang tidak sah; e. melakukan interaksi secara intensif dengan pejabat pada tingkatan yang lebih rendah; dan f. Merespon secara positif terhadap pelaporan yang berkaitan dengan keuangan, penganggaran, program, dan kegiatan. Pasal 8 (1) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d sekurang-kurangnya dilakukan dengan: a. menyesuaikan dengan ukuran dan sifat kegiatan Instansi Pemerintah; b. memberikan kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam Instansi Pemerintah; D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

9 c. memberikan kejelasan hubungan dan jenjang pelaporan intern dalam Instansi Pemerintah; d. melaksanakan evaluasi dan penyesuaian periodik terhadap struktur organisasi sehubungan dengan perubahan lingkungan strategis; dan e. menetapkan jumlah pegawai yang sesuai, terutama untuk posisi pimpinan. (2) Penyusunan struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pasal 9 Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. wewenang diberikan kepada pegawai yang tepat sesuai dengan tingkat tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan Instansi Pemerintah; b. wegawai yang diberi wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf a memahami bahwa wewenang dan tanggung jawab yang diberikan terkait dengan pihak lain dalam Instansi Pemerintah yang bersangkutan; dan c. pegawai yang diberi wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf b memahami bahwa pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab terkait dengan penerapan SPIP. Pasal 10 (1) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f dilaksanakan dengan memperhatikan sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut: a. Penetapan kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan pemberhentian pegawai; b. Penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen; dan c. Supervisi periodik yang memadai terhadap pegawai. D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

10 (2) Penyusunan dan penerapan kebijakan pembinaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pasal 11 Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf g sekurangkurangnya harus: a. memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. b. memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah; dan c. memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Pasal 12 Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf h diwujudkan dengan adanya mekanisme saling uji antar Instansi Pemerintah terkait. Bagian Ketiga Penilaian Resiko Pasal 13 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko. (2) Penilaian risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Identifikasi risiko; dan b. Analisis risiko. (3) Dalam rangka penilaian risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan: a. Tujuan Instansi Pemerintah; dan b. Tujuan pada tingkatan kegiatan. dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

11 Pasal 14 (1) Tujuan Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf a memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu. (2) Tujuan Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai. (3) Untuk mencapai tujuan Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan: a. Strategi operasional yang konsisten; dan b. Strategi manajemen terintegrasi dan rencana penilaian risiko. Pasal 15 Penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf b sekurang-kurangnya dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut: a. berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah; b. saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu dengan lainnya; c. relevan dengan seluruh kegiatan utama Instansi Pemerintah; d. mengandung unsur kriteria pengukuran; e. didukung sumber daya Instansi Pemerintah yang cukup; dan f. melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya. Pasal 16 Identifikasi risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan: a. menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komprehensif; b. menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor eksternal dan faktor internal; dan c. menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko. D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

12 Pasal 17 (1) Analisis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan Instansi Pemerintah. (2) Pimpinan Instansi Pemerintah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menentukan tingkat risiko yang dapat diterima. Bagian Keempat Kegiatan Pengendalian Pasal 18 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan. (2) Penyelenggaraan kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi Pemerintah; b. Kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko; c. Kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus Instansi Pemerintah; d. Kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis; e. Prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara tertulis; dan f. Kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan. (3) Kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan; b. pembinaan sumber daya manusia; c. pengendalian atas pengelolaan sistem informasi; D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

13 d. pengendalian fisik atas aset; e. penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja; f. pemisahan fungsi; g. otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting; h. pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian; i. pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya; j. akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan k. dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting. Pasal 19 Reviu atas kinerja Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf a dilaksanakan dengan membandingkan kinerja dengan tolok ukur kinerja yang ditetapkan. Pasal 20 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pembinaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf b. (2) Dalam melakukan pembinaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah harus sekurang-kurangnya: a. mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, nilai, dan strategi instansi kepada pegawai; b. membuat strategi perencanaan dan pembinaan sumber daya manusia yang mendukung pencapaian visi dan misi; dan c. membuat uraian jabatan, prosedur rekrutmen, program pendidikan dan pelatihan pegawai, sistem kompensasi, program kesejahteraan dan fasilitas pegawai, ketentuan disiplin pegawai, sistem penilaian kinerja, serta rencana pengembangan karir. Pasal 21 (1) Kegiatan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf c dilakukan untuk memastikan akurasi dan kelengkapan informasi. D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

14 (2) Kegiatan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pengendalian umum; dan b. pengendalian aplikasi. Pasal 22 Pengendalian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a terdiri atas: a. pengamanan sistem informasi; b. pengendalian atas akses; c. pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi; d. pengendalian atas perangkat lunak sistem; e. pemisahan tugas; dan f. kontinuitas pelayanan. Pasal 23 Pengamanan sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a sekurang-kurangnya mencakup: a. pelaksanaan penilaian risiko secara periodik yang komprehensif; b. pengembangan rencana yang secara jelas menggambarkan program pengamanan serta kebijakan dan prosedur yang mendukungnya; c. penetapan organisasi untuk mengimplementasikan dan mengelola program pengamanan; d. penguraian tanggung jawab pengamanan secara jelas; e. implementasi kebijakan yang efektif atas sumber daya manusia terkait dengan program pengamanan; dan f. pemantauan efektivitas program pengamanan dan melakukan perubahan program pengamanan jika diperlukan. Pasal 24 Pengendalian atas akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b sekurang-kurangnya mencakup: a. klasifikasi sumber daya sistem informasi berdasarkan kepentingan dan sensitivitasnya; D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

15 b. identifikasi pengguna yang berhak dan otorisasi akses ke informasi secara formal; c. pengendalian fisik dan pengendalian logik untuk mencegah dan mendeteksi akses yang tidak diotorisasi; dan d. pemantauan atas akses ke sistem informasi, investigasi atas pelanggaran, serta tindakan perbaikan dan penegakan disiplin. Pasal 25 Pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c sekurang-kurangnya mencakup: a. otorisasi atas fitur pemrosesan sistem informasi dan modifikasi program; b. pengujian dan persetujuan atas seluruh perangkat lunak yang baru dan yang dimutakhirkan; dan c. penetapan prosedur untuk memastikan terselenggaranya pengendalian atas kepustakaan perangkat lunak. Pasal 26 Pengendalian atas perangkat lunak sistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d sekurang-kurangnya mencakup: a. pembatasan akses ke perangkat lunak sistem berdasarkan tanggung jawab pekerjaan dan dokumentasi atas otorisasi akses; b. pengendalian dan pemantauan atas akses dan penggunaan perangkat lunak sistem; dan c. pengendalian atas perubahan yang dilakukan terhadap perangkat lunak sistem. Pasal 27 Pemisahan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf e sekurang-kurangnya mencakup: a. identifikasi tugas yang tidak dapat digabungkan dan penetapan kebijakan untuk memisahkan tugas tersebut; b. penetapan pengendalian akses untuk pelaksanaan pemisahan tugas; dan c. pengendalian atas kegiatan pegawai melalui penggunaan prosedur, supervisi, dan reviu. D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

16 Pasal 28 Kontinuitas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf f sekurang-kurangnya mencakup: a. penilaian, pemberian prioritas, dan pengidentifikasian sumber daya pendukung atas kegiatan komputerisasi yang kritis dan sensitif; b. langkah-langkah pencegahan dan minimalisasi potensi kerusakan dan terhentinya operasi komputer; c. pengembangan dan pendokumentasian rencana komprehensif untuk mengatasi kejadian tidak terduga; dan d. pengujian secara berkala atas rencana untuk mengatasi kejadian tidak terduga dan melakukan penyesuaian jika diperlukan. Pasal 29 Pengendalian aplikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b terdiri atas: a. pengendalian otorisasi; b. pengendalian kelengkapan; c. pengendalian akurasi; dan d. pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file data. Pasal 30 Pengendalian otorisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a sekurang-kurangnya mencakup: a. pengendalian terhadap dokumen sumber; b. pengesahan atas dokumen sumber; c. pembatasan akses ke terminal entri data; dan d. penggunaan file induk dan laporan khusus untuk memastikan bahwa seluruh data yang diproses telah diotorisasi. Pasal 31 Pengendalian kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf b sekurang-kurangnya mencakup: a. pengentrian dan pemrosesan seluruh transaksi yang telah diotorisasi ke dalam komputer; dan b. pelaksanaan rekonsiliasi data untuk memverifikasi kelengkapan data. D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

17 Pasal 32 Pengendalian akurasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c sekurang-kurangnya mencakup: a. penggunaan desain entri data untuk mendukung akurasi data; b. pelaksanaan validasi data untuk mengidentifikasi data yang salah; c. Pencatatan, pelaporan, investigasi, dan perbaikan data yang salah dengan segera; dan d. reviu atas laporan keluaran untuk mempertahankan akurasi dan validitas data. Pasal 33 Pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf d sekurang-kurangnya mencakup: a. penggunaan prosedur yang memastikan bahwa hanya program dan file data versi terkini digunakan selama pemrosesan; b. penggunaan program yang memiliki prosedur untuk memverifikasi bahwa versi file komputer yang sesuai digunakan selama pemrosesan; c. penggunaan program yang memiliki prosedur untuk mengecek internal file header labels sebelum pemrosesan; dan d. penggunaan aplikasi yang mencegah perubahan file secara bersamaan. Pasal 34 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melaksanakan pengendalian fisik atas aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf d. (2) Dalam melaksanakan pengendalian fisik atas aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah wajib menetapkan, mengimplementasikan, dan mengkomunikasikan kepada seluruh pegawai: a. rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur pengamanan fisik; dan b. rencana pemulihan setelah bencana. D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

18 Pasal 35 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menetapkan dan mereviu indikator dan ukuran kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf e. (2) Dalam melaksanakan penetapan dan reviu indikator dan pengukuran kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah harus: a. menetapkan ukuran dan indikator kinerja; b. mereviu dan melakukan validasi secara periodik atas ketetapan dan keandalan ukuran dan indikator kinerja; c. mengevaluasi faktor penilaian pengukuran kinerja; dan d. membandingkan secara terus-menerus data capaian kinerja dengan sasaran yang ditetapkan dan selisihnya dianalisis lebih lanjut. Pasal 36 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pemisahan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf f. (2) Dalam melaksanakan pemisahan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah harus menjamin bahwa seluruh aspek utama transaksi atau kejadian tidak dikendalikan oleh 1 (satu) orang. Pasal 37 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf g. (2) Dalam melakukan otorisasi atas transaksi dan kejadian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah wajib menetapkan dan mengkomunikasikan syarat dan ketentuan otorisasi kepada seluruh pegawai. Pasal 38 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf h. D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

19 (2) Dalam melakukan pencatatan yang akurat dan tepat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah perlu mempertimbangkan: a. transaksi dan kejadian diklasifikasikan dengan tepat dan dicatat segera; dan b. klasifikasi dan pencatatan yang tepat dilaksanakan dalam seluruh siklus transaksi atau kejadian. Pasal 39 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib membatasi akses atas sumber daya dan pencatatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf i dan menetapkan akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf j. (2) Dalam melaksanakan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah wajib memberikan akses hanya kepada pegawai yang berwenang dan melakukan reviu atas pembatasan tersebut secara berkala. (3) Dalam menetapkan akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah wajib menugaskan pegawai yang bertanggung jawab terhadap penyimpanan sumber daya dan pencatatannya serta melakukan reviu atas penugasan tersebut secara berkala. Pasal 40 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf k. (2) Dalam menyelenggarakan dokumentasi yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pimpinan Instansi Pemerintah wajib memiliki, mengelola, memelihara, dan secara berkala memutakhirkan dokumentasi yang mencakup seluruh Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting. Bagian Kelima D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

20 Informasi dan Komunikasi Pasal 41 Pimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Pasal 42 (1) Komunikasi atas informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 wajib diselenggarakan secara efektif. (2) Untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah harus sekurang-kurangnya: a. menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi; dan b. mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus menerus. Bagian Keenam Pemantauan Pasal 43 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem Pengendalian Intern. (2) Pemantauan Sistem Pengendalian Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya. Pasal 44 Pemantauan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Pasal 45 D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

21 (1) Evaluasi terpisah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas Sistem Pengendalian Intern. (2) Evaluasi terpisah dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau pihak eksternal pemerintah. (3) Evaluasi terpisah dapat dilakukan dengan menggunakan daftar uji pengendalian intern sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Pasal 46 Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) harus segera diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya yang ditetapkan. BAB III PENGUATAN EFEKTIVITAS PENYELENGGARAAN SPIP Bagian Kesatu Umum Pasal 47 (1) Bupati bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan Pemerintah Kabupaten Malang. (2) Penyelenggaraan SPIP di lingkungan Pemerintah Daerah dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Malang. (3) Pemimpin Perangkat Daerah bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan SPI di lingkungan masing-masing. (4) Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas Sistem Pengendalian Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan: D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

22 a. Pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara; dan b. Pembinaan penyelenggaraan SPIP. Bagian Kedua Tahapan Pembangunan dan Pengembangan SPIP Pasal 48 (1) Tahapan pembangunan dilaksanakan mulai dari lingkup tindakan dan kegiatan Perangkat Daerah sampai dengan pemerintah daerah secara keseluruhan. (2) Tahapan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh seluruh Kepala Perangkat Daerah dan pegawai di lingkungan masing-masing Perangkat Daerah. (3) Tahapan pengembangan dilaksanakan setelah tahapan pembangunan pertama mulai dari lingkup tindakan dan kegiatan Perangkat Daerah sampai dengan Pemerintah Daerah secara keseluruhan. (4) Tahapan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh seluruh Kepala Perangkat Daerah dan pegawai di lingkungan masing-masing Perangkat Daerah. Pasal 49 (1) Dalam proses pembangunan dan pengembangan SPIP dibentuk Satuan Tugas SPIP Pemerintah Daerah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan dan tugas pokok Satuan Tugas SPIP Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Bagian Ketiga Pengawasan Intern atas Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Instansi Pemerintah D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

23 Pasal 50 (1) Pengawasan intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (4) huruf a dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah. (2) Aparat pengawasan intern pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengawasan intern melalui: a. audit; b. reviu; c. evaluasi; d. pemantauan; dan e. kegiatan pengawasan lainnya Pasal 51 (1) Aparat pengawasan intern pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) adalah Inspektorat Daerah. (2) Inspektorat Daerah melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi perangkat daerah kabupaten yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten. Pasal 52 (1) Audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) terdiri atas: a. audit kinerja; dan b. audit dengan tujuan tertentu. (2) Audit kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan audit atas pengelolaan keuangan negara dan pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang terdiri atas aspek kehematan, efisiensi, dan efektivitas. (3) Audit dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup audit yang tidak termasuk dalam audit kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 53 (1) Pelaksanaan audit intern di lingkungan Instansi Pemerintah dilakukan oleh pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

24 pengawasan dan yang telah memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor. (2) Syarat kompetensi keahlian sebagai auditor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui keikutsertaan dan kelulusan program sertifikasi. (3) Kebijakan yang berkaitan dengan program sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh instansi pembina jabatan fungsional sesuai peraturan perundangundangan. Pasal 54 (1) Untuk menjaga perilaku pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) disusun kode etik aparat pengawasan intern pemerintah. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) wajib menaati kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh organisasi profesi auditor dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan pemerintah. Pasal 55 (1) Untuk menjaga mutu hasil audit yang dilaksanakan aparat pengawasan intern pemerintah, disusun standar audit. (2) Setiap pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) wajib melaksanakan audit sesuai dengan standar audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Standar audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh organisasi profesi auditor dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. Pasal 56 (1) Setelah melaksanakan tugas pengawasan, aparat pengawasan intern pemerintah wajib membuat laporan hasil pengawasan dan menyampaikannya kepada pimpinan Instansi Pemerintah yang diawasi. (2) Secara berkala, berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Inspektorat Kabupaten menyusun dan menyampaikan ikhtisar laporan hasil pengawasan kepada bupati sesuai dengan D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

25 kewenangan dan tanggung jawabnya dengan tembusan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Pasal 57 (1) Untuk menjaga mutu hasil audit aparat pengawasan intern pemerintah, secara berkala dilaksanakan telaahan sejawat. (2) Pedoman telaahan sejawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh organisasi profesi auditor. Pasal 58 Aparat pengawasan intern pemerintah dalam melaksanakan tugasnya harus independen dan obyektif. Pasal 59 (1) Inspektorat Kabupaten melakukan reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten sebelum disampaikan bupati kepada Badan Pemeriksa Keuangan. (2) Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah selaku Bendahara Umum Daerah menetapkan standar reviu atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan reviu atas laporan keuangan oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara diatur dengan Peraturan Presiden. D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

26 Bagian Keempat Pembinaan Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Pasal 61 (1) Pembinaan penyelenggaraan SPIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf b meliputi: a. penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP; b. sosialisasi SPIP; c. pendidikan dan pelatihan SPIP; d. pembimbingan dan konsultansi SPIP; dan e. peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah. (2) Pembinaan penyelenggaraan SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh BPKP. BAB IV PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN SPIP Pasal 62 SPIP harus dirancang dan diimplementasikan dengan baik secara memadai dan diperbarui untuk memenuhi keadaan yang terus berubah serta terus dilakukan pemantauan secara terus menerus. Pasal 63 (1) Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Malang berisi uraian Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Malang. (2) Lampiran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) merupakan satu kesatuan dari Peraturan Bupati ini. D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

27 BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 64 Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, Peraturan Bupati Malang Nomor 21 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Malang (Berita Daerah Kabupaten Malang Tahun 2010 Nomor 9/E), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 65 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Malang. Ditetapkan di Kepanjen pada tanggal 24 November 2017 Diundangkan di Kepanjen pada tanggal 24 November 2017 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MALANG, Ttd. DIDIK BUDI MULJONO BUPATI MALANG, Ttd. H. RENDRA KRESNA Berita Daerah Kabupaten Malang Tahun 2017 Nomor 19 Seri D D:\R ANANTA\produk hukum\perbub\2017\perbup SPIP 2017\Perbub17112017.doc

LAMPIRAN PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 78 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG URAIAN PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MALANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), maka unit dan satuan kerja diharapkan dapat mengidentifikasi terjadinya deviasi atau penyimpangan atas pelaksanaan kegiatan dibandingkan dengan perencanaan sebagai umpan balik untuk melakukan tindakan koreksi atau perbaikan bagi Pimpinan dalam mencapai tujuan organisasi. SPIP merupakan proses integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh Pimpinan dan seluruh Pegawai untuk memberikan keyakinan terhadap tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset daerah, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Perangkat Daerah wajib melakukan dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan SPIP di lingkungan masing-masing agar penyelenggaraan kegiatan dilaksanakan secara tertib, terkendali, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. SPIP terdiri atas unsur: (1) lingkungan pengendalian; (2) penilaian risiko; (3) kegiatan pengendalian; (4) informasi dan komunikasi; dan (5) pemantauan pengendalian intern. Penerapan unsur SPIP dilaksanakan menyatu dan menjadi bagian integral dari kegiatan Instansi Pemerintah. Tuntutan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 yang mengamanatkan Pimpinan Instansi bertanggung jawab terhadap

efektifitas penyelenggaraan SPIP di lingkungan masing-masing menjadikan substansi petunjuk pelaksanaan dirancang sedemikian rupa guna memberikan pembekalan yang memadai bagi Pimpinan Instansi serta Pejabat Berwenang lainnya agar dapat melaksanakan pembinaan atas penyelenggaran SPIP dan meningkatkan efektifitas pengawasan dan pengendalian di lingkungan masing-masing instansi. Keterbatasan dan hambatan dalam pelaksanaan SPIP pada umumnya disebabkan oleh: 1. Pimpinan Perangkat Daerah belum memprioritaskan penyelenggaraan SPIP; 2. Pemaknaan terhadap pelaksanaan SPIP belum mendukung terciptanya lingkungan pengendalian yang memadai; 3. Adanya kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh personil di Perangkat Daerah, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. B. Tujuan Tujuan disusunnya Petunjuk Pelaksanaan ini adalah tersedianya pedoman bagi seluruh Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Malang dalam menyelenggarakan SPIP di lingkungan kerja masing-masing, sehingga penyelenggaraan kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efektif dan efisien. C. Sistematika Penyajian Sistematika yang digunakan dalam petunjuk pelaksanaan ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Menjelaskan latar belakang perlunya petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern, tujuan serta sistematika petunjuk pelaksanaan. Bab II Konsep Sistem Pengendalian Intern Bab ini menguraikan tentang pengertian umum SPIP, tujuan SPIP, unsur-unsur SPIP serta prinsip umum penyelenggaraan SPIP. Bab III Pembangunan dan Pengembangan SPIP Bab ini menguraikan tentang pemahaman, pemetaan, pembangunan dan pengembangan infrastruktur SPIP.

Bab IV Integrasi Unsur SPIP dengan Proses Manajemen Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Bab ini menjelaskan tentang langkah-langkah integrasi unsur SPIP ke dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan penganggaran, penatausahaan pelaporan dan monitoring evaluasi. Bab V Tahapan dan Tata kerja Bab ini menjelaskan struktur organisasi satgas SPIP tingkat Pemerintah Kabupaten Malang maupun tingkat Perangkat Daerah dan tahapan langkah kerja penyelenggaraan SPIP. Bab VI Penutup

BAB II KONSEP SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH A. PENGERTIAN UMUM SPIP Sistem Pengendalian Intern adalah Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan B. TUJUAN SPIP Pengertian SPIP mengarah pada empat tujuan yang ingin dicapai dengan dibangunnya SPIP. Keempat tujuan tersebut adalah: 1. Kegiatan yang efektif dan efisien Kegiatan instansi pemerintah dikatakan efektif bila telah ditangani sesuai dengan rencana dan hasilnya telah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Pengendalian harus dirancang agar efektif menjaga tercapainya tujuan. Istilah efisien biasanya dikaitkan dengan pemanfaatan aset untuk mendapatkan hasil. Kegiatan Instansi pemerintah dikatakan efisien bila mampu menghasilkan produksi yang berkualitas tinggi (pelayanan prima), dengan bahan baku (sumber daya) yang sesuai dengan standard. 2. Laporan keuangan yang dapat diandalkan Tujuan ini didasarkan pada pemikiran utama bahwa informasi sangat penting bagi Instansi pemerintah untuk pengambilan keputusan. Agar keputusan yang diambil tepat sesuai dengan kebutuhan, maka informasi yang disajikan harus andal/layak dipercaya, dengan pengertian menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Laporan yang tersaji tidak memadai dan tidak benar akan menyesatkan dan dapat mengakibatkan pengambilan keputusan yang salah serta merugikan organisasi. 3. Pengamanan aset daerah Aset daerah diperoleh dengan membelanjakan uang yang berasal dari masyarakat terutama dari penerimaan pajak dan bukan pajak yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan daerah. Pengamanan aset daerah menjadi perhatian penting pemerintah dan masyarakat karena kelalaian dalam pengamanan aset akan berakibat pada mudahnya terjadi pencurian, penggelapan, dan bentuk manipulasi lainnya.

2 Kejadian terhadap aset tersebut dapat merugikan instansi pemerintah yang pada gilirannya akan merugikan masyarakat sebagai pengguna jasa. Upaya pengamanan aset ini, antara lain dapat ditunjukkan dengan kegiatan pengendalian seperti pembatasan akses penggunaan aset, data dan informasi, penyediaan petugas keamanan, dan sebagainya. 4. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan Setiap kegiatan dan transaksi merupakan suatu perbuatan hukum. Oleh karena itu, transaksi atau kegiatan yang dilaksanakan harus taat terhadap kebijakan, rencana, prosedur, dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pelanggaran terhadap aspek hukum dapat mengakibatkan tindakan pidana maupun perdata berupa kerugian, misalnya berupa tuntutan oleh aparat maupun masyarakat. Keempat tujuan Sistem Pengendalian Intern tersebut tidak perlu dicapai secara khusus atau terpisah-pisah. Instansi pemerintah tidak harus merancang secara khusus pengendalian untuk mencapai satu tujuan. Suatu kebijakan atau prosedur dapat saja dikembangkan untuk dapat mencapai lebih dari satu tujuan pengendalian. Sebagai contoh, kegiatan penyusunan dan penyampaian laporan keuangan dan kinerja per triwulan, bukan saja dimaksudkan untuk memenuhi kewajiban atas tujuan kepatuhan pada peraturan sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, tetapi juga dilakukan untuk mencapai tujuan keandalan laporan keuangan dan berguna bagi pimpinan instansi pemerintah untuk menilai efisiensi dan efektivitas kegiatan. C. UNSUR-UNSUR SPIP Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terdiri dari lima unsur yaitu: 1. Lingkungan pengendalian adalah kondisi dalam instansi pemerintah yang dapat membangun kesadaran semua personil akan pentingnya pengendalian dalam instansi dalam menjalankan aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya sehingga meningkatkan efektivitas Sistem Pengendalian Intern. 2. Penilaian risiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran Instansi pemerintah yang meliputi kegiatan identifikasi, analisis, dan mengelola risiko yang relevan bagi proses atau kegiatan Instansi. 3. Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk

3 mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif. 4. Informasi dan komunikasi, Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik. 5. Pemantauan adalah proses penilaian atas mutu kinerja Sistem Pengendalian Intern dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti. Kelima unsur Sistem Pengendalian Intern terjalin erat satu dengan yang lainnya. Proses pengendalian menyatu pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai, maka yang menjadi fondasi dari pengendalian adalah orang-orang (SDM) di dalam organisasi yang membentuk lingkungan pengendalian yang baik dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai Instansi pemerintah. Lingkungan pengendalian terdiri dari delapan sub unsur sebagai berikut: a. Penegakan integritas dan nilai etika; b. Komitmen terhadap kompetensi; c. Kepemimpinan yang kondusif; d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan; e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat; f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia; g. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif; dan h. Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait. Penyelenggaraan unsur lingkungan pengendalian yang baik dalam rangka peningkatan suasana lingkungan yang nyaman agar menimbulkan kepedulian dan keikutsertaan seluruh pegawai, haruslah menjadi komitmen bersama dalam pelaksanaannya. Hal ini sangatlah penting untuk terselenggaranya unsur-unsur SPIP lainnya.