DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WILAYAH SUNGAI BODRI KUTO

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 15/SE/M/2011 TENTANG PEDOMAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENGAMANAN PANTAI

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH TENTANG POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WILAYAH SUNGAI PEMALI COMAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WILAYAH SUNGAI BODRI KUTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

WALIKOTA BANJARMASIN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 3.A TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 60 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA

Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAM BM) 1. Pedoman umum

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 37 TAHUN 2018 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 47 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Sungai, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Sungai; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 3. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Sungai (Lemaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2016 Nomor 12 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 68; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI. Pasal 1

- 2 - Pasal 1 Peraturan Gubernur ini merupakan pedoman untuk menjadi arahan bagi Perangkat Daerah dan instansi yang terkait dengan pengelolaan sungai atau bagi para fasilitator/pendamping masyarakat yang memiliki keahlian dalam bidang teknis dan kelembagaan dalam melakukan upaya pengelolaan sungai dengan pendekatan yang berbasis masyarakat. Pasal 2 Peraturan Gubernur ini ditujukan diberlakukan peraturan ini adalah untuk mengoptimalkan peran masyarakat dalam pengelolaan sungai dengan pola pendampingan dan fasilitasi oleh Pemerintah Daerah dan instansi yang terkait dengan pengelolaan sungai. Pasal 3 Pedoman Peran Masyarakat dalam kegiatan Pengelolaan Sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi : a. ketentuan pengelolaan sungai dan prinsip - prinsip pengelolaan sungai; b. tata cara peningkatan peran masyarakat; c. kelembagaan pengelolaan sungai; dan d. pembiayaan. Pasal 4 Peran masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan melalui : a. identifikasi potensi wilayah; b. pemetaan social; c. penyusunan perencanaan partisipatif; d. konservasi sungai; e. pendayagunaan sungai; dan f. pengendalian daya rusak air. Pasal 5 Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Kegiatan Pengelolaan Sungai sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. Pasal 6

- 3 - Pasal 6 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur. Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 26 Juni 2018 GUBERNUR JAWA TIMUR Dr. H. SOEKARWO

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2018 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI 1. Ruang lingkup Peraturan Gubernur ini menetapkan normatif pengelolaan sungai melalui pendampingan masyarakat. Pada dasarnya pengelolaan sungai dilaksanakan oleh organisasi perangkat daerah dan instansi terkait pengelolaan sungai sebagai fasilitator bekerjasama dengan masyarakat setempat melalui kegiatan pendampingan. Lingkup pengelolaan sungai dalam peraturan ini menguraikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. 2. Istilah dan definisi Istilah dan definisi yang berkaitan dengan peraturan ini adalah sebagai berikut : 2.1. fasilitator Dinas/instansi yang berwenang di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi atau Pusat yang membidangi sumberdaya air dan memfasilitasi penyediaan program dan pendanaan untuk pengelolaan sungai. 2.2. kelompok masyarakat peduli sungai kelompok anggota masyarakat yang memiliki ikatan dan interaksi sosial yang kuat terhadap pengelolaan sungai baik berdasarkan domisili, pekerjaan ataupun primordial. 2.3. partisipatif peran masyarakat atau kelompok masyarakat dalam setiap tahapan kegiatan sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeliharaan, pemantauan dan evaluasi serta pemanfaatan hasil termasuk pembiayaan. Tingkatan partisipasi masyarakat dibagi ke dalam 4 tingkatan, yaitu tidak terlibat, berpartisipasi, bermitra dan sebagai pelaku utama. 2.4. pemberdayaan

- 2-2.4. pemberdayaan masyarakat peduli sungai upaya menguatkan (strengthening) dan memampukan (empowering) masyarakat dalam rangka memandirikan dan menempatkan, mendudukkan masyarakat sebagai pelaku utama pengelolaan sungai baik sebagai perencana, pelaksana maupun pengendali kegiatan pengelolaan sungai. 2.5. pendampingan masyarakat peduli sungai suatu strategi yang sangat menentukan keberhasilan program pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sungai, yang dilakukan oleh seorang yang ahli dalam mendampingi setiap tahapan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. 2.6. penguatan kelembagaan masyarakat peduli sungai upaya peningkatan status kelompok/kelembagaan masyarakat peduli sungai berbasis demokratis sehingga secara teknis, organisatoris dan keuangan mampu mengelola kelembagaan secara berkelanjutan. 2.7. peran masyarakat dalam pengelolaan sungai tugas, hak, kewajiban dan tanggungjawab yang melekat pada masyarakat atas statusnya sebagai pelaku utama dalam upaya pengelolaan sungai. 2.8. perencanaan partisipatif pelibatan masyarakat untuk mengorganisasikan diri dalam pembuatan perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang tersedia. 2.9. konservasi sungai upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sungai agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang. 2.10. pendayagunaan sungai upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sungai secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna. 2.11. pengendalian daya rusak air upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air. 2.12. perencanaan

- 3-2.12. perencanaan suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan sungai. 2.13. sungai alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. 2.14. dataran banjir dataran di sepanjang kiri dan/atau kanan sungai yang tergenang air pada saat banjir. 2.15. bantaran sungai ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggul sebelah dalam yang terletak di kiri dan/atau kanan palung sungai. 2.16. garis sempadan garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai. 2.17. masyarakat seluruh rakyat Indonesia, baik sebagai orang perseorangan, kelompok orang, masyarakat adat, badan usaha, maupun yang berhimpun dalam suatu lembaga atau organisasi kemasyarakatan. 3. Permasalahan sungai permasalahan yang terjadi di sungai dan membawa dampak negatif bagi masyarakat adalah berupa banjir, pencemaran dan pendangkalan/ sedimentasi. 3.1. Banjir luapan sungai Banjir yang terjadi karena aliran sungai memiliki debit di atas normal sehingga air sungai melimpah keluar dari palung sungai. 3.2. Pencemaran sungai Pencemaran sungai adalah tercemarnya air sungai yang disebabkan oleh limbah industri, limbah penduduk, limbah peternakan, limbah pertanian dan aktifitas lain berupa bahan kimia dan unsur hara yang terdapat dalam air serta gangguan kimia dan fisika yang dapat mengganggu kesehatan manusia. 3.3. Pendangkalan

- 4-3.3. Pendangkalan atau sedimentasi Pendangkalan sungai dapat terjadi karena adanya pengendapan partikel padatan yang terbawa oleh arus sungai, partikel ini biasanya berupa partikel tanah sebagai akibat dari erosi yang berlebihan di daerah hulu sungai. Air hujan akan membawa dan menggerus tanah subur di permukaan dan melarutkannya yang kemudian akan terbawa ke sungai. Hasil partikel yang terbawa ini biasanya akan berupa lumpur tanah dan kemudian tersedimentasi di dasar sungai. 4. lingkup pengelolaan sungai Lingkup pengelolaan sungai dalam kegiatan peran masyarakat secara umum terbagi dalam kegiatan fisik dan non fisik, namun untuk kegiatan fisik terbatas hanya pada bangunan fisik sipil teknis dengan teknologi sederhana, padat karya, dan tidak memerlukan perhitungan teknis. Pengelolaan sungai dalam hal ini termasuk di antaranya: 4.1. Konservasi sungai Konservasi sungai dilakukan melalui kegiatan: a. perlindungan sungai, yang kegiatannya dapat berupa kegiatan fisik sipil teknis, kegiatan kegiatan non fisik; vegetasi dan b. pencegahan pencemaran air sungai, berupa kegiatan pelarangan pembuangan sampah ke sungai, pemantauan kualitas air pada sungai, dan pengawasan air limbah yang masuk ke sungai. 4.2. Pendayagunaan sungai Pendayagunaan sungai termasuk diantaranya : a. pemanfaatan air sungai; b. pemanfaatan daya air sungai; dan c. pemanfaatan sempadan sungai. 4.3. Pengendalian daya rusak air Pengendalian daya rusak air dilakukan melalui kegiatan: a. pengurangan resiko banjir/ mitigasi banjir; b. pembangunan prasarana pengendali banjir; c. pembangunan prasarana pengendali aliran permukaan; dan d. pengawasan dataran banjir. 5. Ketentuan

- 5-5. Ketentuan peningkatan peran masyarakat Dalam upaya peningkatan peran masyarakat, pemerintah daerah atau pemerintah pusat sesuai dengan kewenangannya harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut : 5.1. Ketentuan umum a. peningkatan peran masyarakat bertujuan untuk memampukan masyarakat dalam memahami permasalahan dan mencari solusi secara aktif dan mandiri; b. pendekatan yang digunakan bersifat partisipatif karena masyarakat lebih mengetahui permasalahan, kebutuhan dan potensi yang dimiliki wilayahnya; c. prinsip-prinsip bottom-up planning harus menjadi prioritas agar solusi yang dirumuskan bersama masyarakat dapat menjawab permasalahan yang dimaksud; d. kegiatan pengelolaan sungai harus mengoptimalkan potensi lembaga-lembaga yang sudah ada dalam masyarakat, seperti Kelompok Masyarakat Peduli Sungai, Karang Taruna, dll; e. dalam pelaksanaan pengelolaan sungai harus melibatkan kreativitas dan kerjasama masyarakat ataupun kelompok-kelompok dalam masyarakat yang dimaksud; f. posisi pemerintah dalam pelaksanaan program adalah sebagai fasilitator; g. peran perguruan tinggi, LSM, tokoh masyarakat dan tokoh agama perlu dilibatkan dalam kegiatan sebagai Pendamping; h. pengawasan sosial dilakukan oleh anggota masyarakat itu sendiri agar manfaat dan hasil kegiatan lebih efisien dan efektif; i. kegiatan yang dilakukan dalam upaya pengelolaan sungai meskipun dapat berupa kegiatan fisik namun bukan menjadi orientasi utama, tetapi lebih menekankan pada kegiatan peningkatan peran masyarakat; j. perlu dukungan kuat dari tokoh masyarakat, Rukun Tetangga, Rukun Warga, lurah, camat, pemkab/kota agar pelaksanaan program berjalan lebih mantap. 5.2 Ketentuan

- 6-5.2 Ketentuan khusus a. masyarakat dan/atau kelompok masyarakat yang tinggal di sekitar sungai sebagai pelaku utama kegiatan pengelolaan sungai; b. wilayah yang menjadi cakupan kegiatan pengelolaan sungai adalah lingkup desa, kecamatan atau kabupaten; c. program pemerintah dilakukan secara swakelola oleh kelompok masyarakat setempat; d. pemerintah sebagai fasilitator menunjuk pendamping yang memiliki keahlian teknis dan non-teknis; e. pendampingan harus dilakukan dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemeliharaan dan pemanfaatan hingga menghasilkan kesepakatan dengan persetujuan pemerintah daerah atau tidak melanggar peraturan pemerintah daerah; f. kesepakatan yang diambil tidak selalu berupa bangunan fisik, namun disesuaikan dengan permasalahan yang terjadi di lokasi kegiatan; g. pemantauan dan evaluasi kegiatan oleh pemerintah bersama masyarakat harus dilakukan minimal satu bulan sekali. 6. Prinsip-prinsip pendekatan peran masyarakat dalam pengelolaan sungai. Dalam upaya pengelolaan sungai, digunakan pendekatan sebagai berikut : 6.1. Berbasis masyarakat a. pengelolaan sungai dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan dan menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengelolaan sungai; b. keterlibatan masyarakat meliputi pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan. 6.2. Berbasis sumberdaya lokal a. kegiatan pengelolaan sungai mengutamakan pemanfaatan sumberdaya lokal yang tersedia; b. sumberdaya lokal yang dimaksud meliputi: sumberdaya manusia, kelembagaan masyarakat, material atau bahan lokal dan kearifan lokal yang ada; c. dengan memanfaatkan sumberdaya lokal terjadi proses pemberdayaan terhadap potensi lokal secara berkelanjutan. 6.3 Berbasis

- 7-6.3 Berbasis kondisi sosial, budaya, ekonomi dan teknologi lokal a. kegiatan pengelolaan sungai mempertimbangkan aspek sosial budaya, ekonomi masyarakat, serta teknologi lokal; b. pendekatan ini dilakukan secara terpadu dan sinergis sehingga dapat tercapai hasil guna dan daya guna yang lebih optimal. 6.4. Berbasis lingkungan a. kegiatan pengelolaan sungai harus memperhatikan aspek lingkungan; b. aspek lingkungan meliputi : keterbatasan sumber daya alam, pencemaran lingkungan, pengelolaan lingkungan hidup, serta kelestarian lingkungan. 6.5. Berbasis kemitraan a. kegiatan pengelolaan sungai harus mengutamakan hubungan kemitraan yang setara antara kelompok masyarakat peduli sungai dan pemerintah kabupaten/kota, provinsi atau pemerintah sesuai dengan kewenangannya; b. kegiatan pengelolaan sungai dapat juga dilakukan dengan pihak lain yang diatur secara transparan dan bertanggung jawab melalui kerjasama pelaksanaan (KSP). 6.6. Berbasis pemberdayaan a. kegiatan pengelolaan sungai diupayakan seoptimal mungkin melibatkan dan menyerap tenaga masyarakat lokal; b. hal ini sekaligus juga sebagai salah satu bentuk kontribusi masyarakat dalam upaya pengelolaan sungai. Selain pendekatan di atas, pihak swasta perlu dilibatkan dalam upaya pengelolaan sungai, sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial ( corporate social responsibility). 7. Tata cara peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan sungai dilakukan melalui tahapan : a. identifikasi potensi wilayah; b. pemetaan social; c. penyusunan perencanaan partisipatif; d. pelaksanaan

- 8 - d. pelaksanaan kegiatan dapat berupa konservasi sungai, pendayagunaan sungai, dan/ atau pengendalian daya rusak air; e. pemantauan dan evaluasi. 7.1 Identifikasi potensi wilayah Fasilitator bersama masyarakat melaksanakan identifikasi potensi wilayah melalui observasi dan penggalian informasi di lokasi desa/kawasan pantai untuk mencatat : a. tingkat kepadatan permukiman penduduk di pinggir sungai; b. kondisi vegetasi yang ada di riparian zone; c. kondisi prasarana dan sarana umum, seperti jalan, jembatan, MCK, dll; d. potensi dan nilai kawasan sebagai kawasan wisata, budidaya, dll; e. penyebab kerusakan sarana dan prasarana sungai; f. lokasi sarana dan prasarana sungai yang mengalami kerusakan; g. perbaikan sarana dan prasarana yang telah dilaksanakan; h. data hidrologi (data hujan dan data debit. 7.2. Pemetaan sosial Fasilitator dibantu pendamping bersama masyarakat melaksanakan pemetaan sosial untuk mengetahui secara rinci data sebagai berikut: a. potensi sumberdaya lokal (bahan bangunan, hubungan kerjasama/tingkat partisipasi warga, sistem kekerabatan antar warga, dll; b. kelembagaan masyarakat (Kelompok Masyarakat Peduli Sungai, Rukun Tetangga, Rukun Warga, PKK, Karang Taruna yang ada di lokasi kegiatan; c. hubungan kemitraan dan kerjasama antara masyarakat dan/atau kelompok masyarakat dengan lembaga di atasnya, baik pemerintah maupun non-pemerintah. 7.3. Perencanaan partisipatif Fasilitator dibantu pendamping bersama masyarakat menyusun perencanaan partisipatif dengan melakukan rembug masyarakat untuk menentukan : a. perencanaan partisipatif yang sesuai kebutuhan masyarakat; b. rencana

- 9 - b. rencana anggaran biaya; c. jenis kontribusi masyarakat yang dapat berupa: waktu, tenaga, konsumsi, peralatan, dan lain lain; d. jadwal pelaksanaan kegiatan; e. pembentukan, penguatan KMPS sebagai penanggungjawab kegiatan. 7.4. Konservasi sungai a. Pemerintah provinsi sesuai dengan kewenangan melaksanakan konservasi sungai; b. Dinas provinsi yang membidangi pengelolaan sungai bersama masyarakat melakukan kegiatan konservasi sungai; c. Dinas provinsi sebagai fasilitator dibantu pendamping melakukan identifikasi potensi wilayah dan pemetaan sosial; d. Fasilitator dibantu pendamping menyusun rencana dan melaksanakan konservasi sungai secara partisipatif; e. Pendamping bersama masyarakat melaksanakan : 1) dialog dan sosialisasi tentang pentingnya konservasi sungai, 2) pemasangan papan larangan, 3) program pemberdayaan masyarakat sekitar sungai. 7.5. Pendayagunaan sungai a. Pemerintah provinsi sesuai dengan kewenangan melaksanakan pendayagunaan sungai; b. Dinas provinsi yang membidangi pengelolaan sungai bersama masyarakat melakukan kegiatan pendayagunaan sungai; c. Dinas provinsi sebagai fasilitator dibantu pendamping melakukan identifikasi potensi wilayah dan pemetaan sosial; d. Fasilitator dibantu pendamping menyusun rencana dan melaksanakan pendayagunaan sungai secara partisipatif; e. Pendamping bersama masyarakat melaksanakan : 1) dialog dan sosialisasi tentang pendayagunaan sungai. 2) pemasangan papan larangan,. 3) program pemberdayaan masyarakat sekitar sungai. 7.6. Pengendalian daya rusak air. a. Pemerintah provinsi sesuai dengan kewenangan melaksanakan pengendalian daya rusak air; b. Dinas

- 10 - b. Dinas provinsi yang membidangi pengelolaan sungai bersama masyarakat melakukan kegiatan pengendalian daya rusak air; c. Dinas provinsi sebagai fasilitator dibantu pendamping melakukan identifikasi potensi wilayah dan pemetaan social terkait pengendalian daya rusak air; d. Fasilitator dibantu pendamping menyusun rencana dan melaksanakan pengendalian daya rusak air secara partisipatif; e. Pendamping bersama masyarakat melaksanakan : 1) dialog dan sosialisasi tentang pentingnya pengendalian daya rusak air. 2) pemasangan papan larangan. 3) program pemberdayaan masyarakat sekitar sungai. 7.7. Pemantauan dan evaluasi a. Pemerintah provinsi sebagai fasilitator bersama kelompok masyarakat peduli sungai melaksanakan pemantauan dan evaluasi kegiatan pengelolaan sungai meliputi: 1) Pengamatan terhadap kerusakan/kondisi sungai. 2) Pengamatan terhadap kondisi dan fungsi sarana dan prasarana sungai yang sudah dibangun. 3) kepedulian masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sungai. b. Fasilitator dibantu pendamping bersama KMPS melaksanakan pemantauan pada kegiatan pencegahan, pemulihan dan pemeliharaan; c. Fasilitator dibantu pendamping bersama KMPS melaksanakan evaluasi pada setiap akhir lingkup kegiatan pengelolaan sungai; d. Laporan hasil pemantauan dan evaluasi dipersiapkan oleh pendamping dan disampaikan secara berkala kepada pemerintah provinsi sehingga dapat dilakukan tindakan korektif untuk perbaikan dan optimalisasi kegiatan pengelolaan sungai lebih lanjut. 8. Kelembagaan dalam pengelolaan sungai 8.1. Fasilitator a. Peran fasilitator 1) Menjelaskan kepada kelompok masyarakat maksud, tujuan dan program melalui forum sosialisasi. (2) Memfasilitasi

- 11-2) Memfasilitasi kelompok masyarakat dalam melaksanakan penelusuran partisipatif kondisi sungai, menyiapkan dan melaksanakan perencanaan awal. 3) Memformulasikan aspirasi atau keinginan kelompok masyarakat ke dalam perencanaan awal, rencana kerja, desain dan anggaran biaya. 4) Melibatkan ahli sipil dalam membantu fasilitator untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang karakteristik dan permasalahan sungai dan alternatif solusi-solusi teknis nya. 5) Menunjuk pendamping yang bertugas melakukan pendampingan kepada kelompok masyarakat. 6) Dibantu pendamping, melaksanakan fasilitasi kepada kelompok masyarakat dalam melaksanakan pengelolaan sungai. 7) Mengawasi pelaksanaan pengelolaan sungai sesuai dengan rencana kerja, disain dan anggaran biaya yang tersedia. b. Tanggung jawab fasilitator 1) Bertanggung jawab memfasilitasi pengelolaan sungai agar dapat dimanfaatkan dan dilaksanakan oleh kelompok masyarakat dalam usaha meningkatkan ekonomi. 2) Bertanggung jawab mengkoordinasikan kegiatan pengelolaan sungai antara kelompok masyarakat dengan pihak lain yang terkait. 3) Bertanggung jawab memfasilitasi berbagai kegiatan pelaksanaan pengelolaan sungai termasuk pembiayaannya. 4) Bertanggung jawab atas kebijakan operasional di lapangan dalam pelaksanaan penerapan pengelolaan sungai. 8.2. Pendamping a. Peran pendamping 1) melakukan identifikasi dan analisis permasalahan pengelolaan sungai bersama kelompok masyarakat. 2) Melaksanakan survai pengelolaan sungai bersama kelompok masyarakat. (3) Membuat

- 12-3) Membuat rancangan menyeluruh pengelolaan sungai dan menentukan jenis kebutuhan sarana dan prasarana sungai. 4) Menghitung kebutuhan biaya untuk pengelolaan sungai di wilayahnya yang akan dilaksanakan bersama kelompok masyarakat. 5) Membuat jadwal pelaksanaan kegiatan pengelolaan sungai bersama kelompok masyarakat. 6) Menginventarisasi tenaga terampil yang ada di kelompok masyarakat. 7) Mendampingi dan memberi advis teknik kepada kelompok masyarakat dalam melaksanakan pengelolaan pantai. 8) Membantu kelompok masyarakat dengan pembuatan rencana kegiatan pengelolaan sungai. 9) Melatih kelompok masyarakat dalam melaksanakan survai untuk pemantauan dan evaluasi pengelolaan sungai. b. Tanggung jawab pendamping 1) Bertanggung jawab secara teknis atas penyelenggaraan dan pelaksanaan pengelolaan sungai. 2) Bertanggung jawab atas peningkatan kinerja kelompok masyarakat dalam melakukan pengelolaan sungai. 3) Bertanggung jawab atas pelaksanaaan koordinasi dengan fasilitator dan kelompok masyarakat. 4) Bertanggung jawab mendampingi kelompok masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan sungai. 8.3. Kelompok masyarakat peduli sungai a. Peran kelompok masyarakat peduli sungai 1) Melakukan identifikasi dan analisis permasalahan pengelolaan sungai bersama pendamping. 2) Melaksanakan survai pengelolaan sungai bersama pendamping. 3) Membuat rancangan menyeluruh pengelolaan sungai bersama pendamping. 4) Membuat rencana kegiatan peran serta pengelolaan sungai bersama pendamping. 5) Menghitung

- 13-5) Menghitung kebutuhan biaya untuk peran serta kegiatan pengelolaan sungai di wilayahnya yang akan dilaksanakan bersama pendamping. b. Tanggung jawab kelompok masyarakat peduli sungai 1) Kelompok masyarakat bertanggung jawab melaksanakan pengelolaan sungai untuk mewujudkan kemandirian kelompok. 2) Kelompok masyarakat bertanggung jawab untuk memelihara sarana dan prasarana sungai yang ada. 9. Kelembagaan masyarakat peduli sungai Kelembagaan masyarakat yang dimaksud merupakan kelompok masyarakat peduli sungai dengan anggota yang berasal dari masyarakat sekitar sungai atau dari luar lingkungan sekitar sungai. 9.1. Struktur organisasi kelompok masyarakat peduli sungai a. Pembentukan/penguatan kelompok masyarakat peduli sungai diperlukan untuk menjaga keberlanjutan kegiatan pengelolaan sungai, sekurang-kurangnya memiliki penasehat, ketua, bendahara, sekretaris dan ketua regu atau dengan nama lain. b. Tugas dan tanggungjawab kelompok masyarakat peduli sungai selama pelaksanaan kegiatan antara lain: 1) Penasehat - memberikan dukungan dan pengawasan terhadap pelaksana kegiatan serta memberikan saran dan masukan kepada pengurus kelompok masyarakat peduli sungai. 2) Ketua

- 14-2) Ketua - bertanggung jawab atas jalannya pelaksanaan kegiatan pemberdayaan para pengurus beserta anggota kelompok masyarakat peduli sungai. - setelah pelaksanaan pengelolaan sungai selesai, bersama pendamping melakukan pemantauan dan evaluasi hasil kegiatan. 3) Sekretaris - mengelola keanggotaan kelompok masyarakat peduli sungai. - mengurus tata persuratan yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan. 4) Bendahara - mengumpulkan iuran dari anggota dan sumbangan yang sah menurut hukum. - mengelola keuangan kelompok masyarakat peduli sungai. 5) Ketua Regu - bersama anggota, melaksanakan seluruh tahapan kegiatan sesuai kesepakatan yang telah dicapai kelompok masyarakat peduli sungai. 6) Anggota - melaksanakan seluruh tahapan kegiatan sesuai kesepakatan yang telah dicapai kelompok masyarakat peduli sungai. 9.2. Peran kelompok masyarakat peduli sungai dan pemerintah a. para pelaku kegiatan dibagi menjadi 4 (empat) pelaku kegiatan, yaitu kelompok masyarakat peduli sungai, kepala desa/lurah dan camat, dinas (fasilitator) dan pendamping; b. peran masing-masing pelaku ditunjukan pada Tabel 1 berikut; Tabel 1 - peran kelompok masyarakat peduli sungai dan pemerintah dalam upaya pengelolaan sungai No Pelaku Kegiatan Peran dalam pengelolaan sungai 1 kelompok masyarakat Pelaku utama dalam setiap tahapan peduli sungai pengelolaan sungai 2 Kepala desa/ camat Penasehat kegiatan di tingkat desa/ kecamatan 3 Dinas Penasetat kegiatan 4 Pendamping Penasehat KMPS di lapangan (baik teknis maupun non teknis) c. bentuk

- 15 - c. bentuk partisipasi dalam pendampingan masyarakat ini merupakan kontribusi masyarakat yang diberikan secara swadaya dalam bentuk materi dan non-materi; d. Bentuk kontribusi non-materi meliputi : pemikiran, waktu, kerjasama, tenaga, konsumsi, peralatan sederhana, dan kontribusi lain yang bersumber dari masyarakat; e. Untuk melaksanakan pendampingan masyarakat, dirumuskan komponen model yang terdiri dari : bentuk peran masyarakat, peran pelaku pembangunan, kelembagaan komunitas dan mekanisme pendampingan. Komponen model pendampingan masyarakat dalam pengelolaan sungai dirumuskan pada Tabel 2 berikut : Tabel 2 - Komponen model pendampingan masyarakat No. Komponen model Keterangan 1 Bentuk peran masyarakat Materi (konsumsi dan peralatan sederhana) dan Non-materi (pemikiran, waktu, kerjasama dan tenaga) 2 Peran pelaku pembangunan Pokmas, Kepala Desa/Lurah dan Camat, Dinas Pekerjaan Umum dan Pendamping/ Fasilitator. Masing-masing berperan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan. 3 Kelembagaan Struktur organisasi Pokmas terdiri dari : komunitas Penasehat, Ketua, Sekretaris, Bendahara, Ketua Regu dan Anggota 4 Mekanisme Pendamping mengalihkan keahlian dan pendampingan kemampuan yang dimiliki kepada Pokmas agar pasca pelaksanaan kegiatan masyarakat menjadi mampu dan mandiri. Pendampingan yang dilakukan meliputi : - Pendampingan Teknis - Pendampingan Non-teknis 10. Pembiayaan

- 16-10. Pembiayaan 10.1. Sumber-sumber pembiayaan Biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan peran masyarakat dalam pengelolaan sungai ini dapat diperoleh melalui: a. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN); b. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi; c. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota; dan d. sumber lain, yaitu secara swadaya dari masyarakat nelayan, bantuan luar negeri dan sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. 10.2. Prinsip penyediaan dana Penyediaan dana dari pemerintah yang diperlukan bagi pelaksanaan pengelolaan sungai ini didasarkan pada prinsipprinsip sebagai berikut : a. kelompok masyarakat peduli sungai diharuskan memberikan kontribusi dana yang berasal dari iuran anggota, adapun besarannya sesuai dengan hasil kesepakatan/rembug; b. pembiayaan pengelolaan sungai menjadi kewajiban pemerintah, sedangkan masyarakat dapat berperan untuk memberikan kontribusi; c. pemberian bantuan dana dari pemerintah daerah atau pemerintah kepada masyarakat didasarkan pada kemampuan kelompok masyarakat peduli sungai dengan memperhatikan prinsip kemandirian; d. pengelolaan dana dilaksanakan secara transparan dan akuntabel; e. pemanfaatan

- 17 - e. pemanfaatan dana mencakup perencanaan, pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan; dan f. beban pembiayaan yang menjadi tanggung jawab masingmasing ( cost-sharing) diatur berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah, pemerintah daerah dan kelompok masyarakat peduli sungai. GUBERNUR JAWA TIMUR Dr. H. SOEKARWO