1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah karunia Tuhan yang paling sesuai untuk pertumbuhan, perkembangan seorang bayi. ASI makanan yang sangat baik untuk bayi pada bulan-bulan pertama, karena ASI banyak mengandung berbagai keunggulan dalam hal nutrisi, karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin. ASI ekslusif didefinisikan sebagai memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja tanpa dicampur makanan lain baik itu air, juice, makanan dalam bentuk apapun kecuali vitamin, mineral. Lama pemberian ASI tersebut selama 6 bulan (Anton, 2008). Memberikan ASI secara eksklusif berarti keuntungan untuk semua, bayi akan lebih sehat, cerdas dan berkepribadian baik, ibu akan lebih sehat dan menarik, perusahaan, lingkungan dan masyarakat pun akan lebih mendapat keuntungan (Utami Roesli, 2005). Menurut Notoadmojo (2003) Pengetahuan kognitif merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang pada pemberian ASI. Ada empat karakteristik pemberian ASI. Umur mempengaruhi dalam pemberian ASI dan bagaimana ibu menyusui pengambilan keputusan dalam pemberian ASI karena semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja (Nursalam, 2001). 1
2 Pendidikan juga dapat mengakibatkan rendahnya pemberian ASI karena pada ibu yang mempunyai pendidikan rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah, terutama dalam pemberian ASI eksklusif (Dini, 2009). Pendidikan tinggi mengerti akan pentingnya pemberian ASI tetapi menjadikan ibu tersebut menjadi semakin relatif singkat dalam memberikan ASI. Keadaan ini terjadi karena seseorang mempunyai pendidikan yang semakin tinggi pada umumnya akan bekerja pada jenjang yang relatif tinggi pula (Zulfanetti, 2009). Pekerjaan salah satu pemicu rendahnya pemberian ASI karena bagi ibu yang bekerja sebagian besar waktunya tersita untuk pekerjaan akhirnya waktu untuk menyusui pun semakin berkurang (Zulfanetti, 2009). Seorang ibu yang bekerja akan mempunyai tambahan pendapatan bagi keluarganya. Bekerja untuk perempuan sering kali bukan pilihan tetapi karena pendapatan suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya (Novaria, 2000). Tetapi pada ibu yang tidak bekerja dapat memberikan ASI karena mempunyai banyak waktu luang. Status Ekonomi juga diperkirakan akan mengakibatkan masalah pada pemberian ASI karena pada status ekonomi tinggi peluang untuk memberikan susu formula lebih besar dari pada status ekonomi rendah (Megawati, 2007). Pada perempuan bekerja yang mempunyai bayi, kini saatnya meminta haknya untuk bisa menyusui anaknya ditempat kerja, selepas 3 bulan cuti melahirkan, seperti yang dicantumkan dalam pasal 38, Undang - Undang (UU) No.l3 tahun 2008 tentang Ketenagakerjaan Meutia (2005). Rendahnya
3 pemberian ASI dikalangan ibu disebabkan oleh banyak faktor, budaya, kesadaran pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung pemberian ASI, gencarnya promosi susu formula pada ibu bekerja (Meutia, 2005). Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1997 tentang cakupan ASI eksklusif masih sebesar 52%, pemberian ASI 1 jam pasca persalinan 8%, pemberian hari pertama sebanyak 52,7% Meutia (2005). Diamati pula 174 bayi 6,15% dari ibu yang bekerja dan 38,5% bayi dari ibu yang tidak bekerja dan rata - rata frekuensi menyusui (11 kali/hari) dan memproduksi ASI 499/hari, jadi ibu yang bekerja lebih sedikit memberikan ASI-nya di banding dengan yang tidak bekerja (Purwanto,1997). Rendahnya pemberian ASI menjadi pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita. Survei serupa dilaksanakan pada tahun 2002 oleh nutrition dan Health Surveillce System (NSS) kerja sama dengan Balitbangkes dan Hellen Keller international di empat perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar) dan delapan pedesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB dan Sulsel) menunjukkan cakupan ASI eksklusif 4-5 bulan di daerah perkotaan antara 4-12% dan pedesaan sekitar 4-25%. Pencapaian ASI eksklusif 5-6 bulan diperkotaan antara 1-3% dan pedesaaan 2-13% (Meutia, 2005). Dari hasil penelitian diatas dapat dilihat pemberian ASI eksklusif diperkotaan lebih sedikit dibandingkan dengan daerah pedesaan. Mengingat pentingnya pemberian ASI karena dapat dilihat dari segi manfaat ASI itu sendiri antara lain sebagai nutrisi terbaik, meningkatkan daya tahan tubuh,
4 meningkatkan kecerdasan, meningkatkan kasih sayang/bounding (Utami Roesli, 2001). Rendahnya pemberian ASI eksklusif juga terjadi pada Kelurahan Rejosari Semaran Timur. Berdasarkan dari data puskesmas setempat dari 56 ibu, hanya 5 ibu yang memberikan ASI dan sekitar 51 belum memberikan ASI tetapi diberikan makanan tambahan juga. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain karena anak tidak kenyang kalau diberi ASI saja,faktor pengetahuan, umur, pendidikan, pekerjaan dan status ekonomi. B. Rumusan Masalah. Latar belakang diatas dapat dirumuskan apakah ada "Hubungan karakteristik ibu dengan pemberian ASI di Kelurahan Rejosari Kecamatan Semarang Timur". C. Tujuan Penelitian. 1. Tujuan Umum Mampu mendiskripsikan hubungan karakteristik ibu dengan pemberian ASI di Kelurahan Rejosari Kecamatan Semarang Timur. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan karakteristik responden berdasarkan umur, status pekerjaan, pendidikan, dan ekonomi. b. Mendiskripsikan pemberian ASI.
5 c. Menganalisis hubungan karakteristik responden berdasarkan umur, status pekerjaan, pendidikan, dan ekonomi dengan pemberian ASI. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi pengembangan IPTEK a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pustaka untuk menambah pengetahuan tentang pemberian ASI. b. Sebagai tolak ukur bagi ibu-ibu yang memberikan ASI. 2. Bagi Profesi Keperawatan Komunitas dan Maternitas Penelitian ini dapat memberikan gambaran ASI bagi tenaga kesehatan (perawat) agar mampu mengembangkan pengetahuan tentang pemberian ASI. E. Bidang Ilmu Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu keperawatan maternitas dan keperawatan komunitas.